• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MADRASAH

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MADRASAH
Salah satu di antara yang menjadi mandatory pengembangan pendidikan pada tahun 2013 adalah pengembangan pendidikan menengah universal atau disingkat PMU. Pendidikan menengah universal adalah istilah smart terkait dengan wajib belajar 12 tahun yang diancangkan Pemerintah. Kementerian Agama sebagaimana kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga berkewajiban untuk menyukseskan pendidikan menengah universal tersebut.
Oleh karena itu, sebulan yang lalu diselenggarakan acara penandatangan Memory of Understanding (MoU) antara Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dengan 16 Bupati/walikota seluruh Indonesia terkait dengan pengembangan pendidikan universal tersebut. Acara yang dihadiri oleh Menteri Agama ini juga dihadiri oleh seluruh pejabat eselon I dan II kementerian Agama dan juga beberapa kementerian lain yang mendukung terhadap pengembangan program pendidikan ini.
Secara sengaja memang untuk pengembangan PMU dilakukan kerjasama dengan kementerian lain, misalnya adalah Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, Kementerian PU, Badan Nasional Penganggulangan Bencana dan Badan Pertanahan Nasional. Kerjasama ini dibangun agar di dalam pelaksanaan PMU akan dapat dilaksanakan secara lebih berdaya guna.
Kerjasama dengan Kementeian Dalam Negeri, misalnya diperlukan terkait dengan pendanaan pendidikan yang seringkali tidak memberikan kesempatan kepada lembaga pendidikan di bawah Kementeian Agama untuk mendapatkannya. Melalui kerjasama ini sekurang-kurangnya akan diperoleh gambaran tentang bagaimana Kementerian Dalam Negeri juga memiliki tanggung jawab terhadap kemajuan pendidikan di bawah Kementerian Agama. Kerjasama dengan BNPB, misalnya terkait dengan wilayah rawan gempa sehingga andaikan kejadian tersebut terjadi, maka BNPB juga memiliki keterikatan untuk menanggulanginya. Demikian pula dengan Kementeian lainnya.
Dewasa ini, Kemenag telah memiliki lembaga pendidikan unggul, yaitu Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC) yang memiliki keunggulan akademis luar biasa. Jika ada orang bertanya tentang manakah lembaga pendidikan sekelas pendidikan menengah yang sangat prestisius, maka jawaban yang meyakinkan adalah MAN IC tersebut. Oleh karena itu, maka Direktorat Jenderal Pendidikan Islam berkeinginan untuk mengembangkan MAN IC tersebut di seluruh provinsi di Indonesia.
Berdasarkan desain pengembangan MAN IC, maka tahun 2013 akan dikembangkan sebanyak 16 titik di provinsi-provinsi di Indonesia. Kemudian pada tahun 2015 akan dikembangkan lagi sebanyak 14 titik di provinsi lainnya, sehingga diharapkan bahwa setiap provinsi akan memiliki lembaga pendidikan unggulan MAN IC tersebut. Kita sungguh berbangga bahwa lembaga pendidikan Islam di bawah Kementerian Agama maju sangat pesat. Dan khususnya MAN IC telah menjadi aset sangat berharga bagi pengembangan SDM berkualitas. Sekian tahun yang lalu tidak kita bayangkan bahwa melalui MAN akan dihasilkan lulusan yang luar biasa.
Di antara lulusan MAN IC tersebut 90 persen diterima di lembaga pendidikan tinggi unggul di Indonesia. Mereka diterima di UI, UGM, ITB, ITS, IPB, UNAIR, UB, UIN, IAIN dan sejumlah PTN ternama lainnya. Bahkan ada di antara mereka yang diterima di Malaysaia, Singapura, Jepang, Korea Selatan dan beberapa negara barat lainnya. Prestasinya merupakan serangkaian capaian mengagumkan dari lembaga pendidikan Islam tersebut.
Prestasi demi prestasi yang diukir oleh siswa madrasah dalam berbagai even nasional maupun internasional sesungguhnya memberikan gambaran bahwa lembaga pendidikan Islam di bawah Kementerian Agama sudah mengalami perubahan ke arah kemajuan. Oleh karena itu diharapkan bahwa 16 provinsi yang tahun 2013 memperoleh pengembangan pendidikan akan sangat serius untuk melaksanakannya. Di antara 16 provinsi tersebut antara lain adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Barat, Kalimantan selatan, Sumatera Utara, Aceh, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Maluku utara, Papua Barat, dan lain-lain.
Ke depan, kita sedang mendesain beberapa jenis pendidikan menengah. Di antara jenis pendidikan menengah di Kementerian Agama tersebut adalah desain pendidikan akademis, sebagaimana MAN IC dan MAN unggulan lainnya, kemudian MAN kejuruan, yang sudah memiliki fasilitas Alat ketrampilan, dan MAN khusus keagamaan, yang merupakan kelanjutan dari MAN pendidikan khusus keagamaan yang pernah ada dan dimoratoriumkan. Tahun 2014 akan kita mulai untuk mengembangkan MAN kejuruan dan MAN pendidikan keagamaan.
Jika desain ini dilaksanakan dengan sungguh-sungguh maka ke depan akan bisa kita lihat kemajuan pendidikan yang mengagumkan di bawah Kementeian Agama. Saya kira dibutuhkan kerja eras, kerja cerdas, kerja ikhlas dan tuntas
Wallahualam bisshawab.

 

 

MADRASAH RISET NASIONAL (3)

MADRASAH RISET NASIONAL (3)
Di perguruan tinggi kita mengenal tri Dharma perguruan tinggi sebagai proses pembelajaran, yaitu pendidikan dan pengajaran, riset atau penelitian dan pengabdian masyarakat. Oleh karena itu, penelitian menjadi bagian tidak terpisahkan dengan proses pembelajaran di lembaga pendidikan tinggi. Di lembaga pendidikan dasar dan menengah tentu tidak dikenal tiga konsep itu sebagai bagian dari proses pembelajaran.
Pada lembaga pendidikan dasar dan menengah kata riset belumlah menjadi agenda utama di dalam proses pembelajaran. Bahkan di dalam banyak hal, proses pembelajaran lebih bercorak teacher centered dan belum mengarah ke student moooooll centered. Secara konseptual memang sudah dikenal konsep tersebut, akan tetapi secara empirik masih terjadi hal yang sebaliknya.
Perubahan tentu terjadi dengan upaya untuk mengembangkan kurikulum 2013 ini. Melalui pendekatan tematik integratif dan kurikulum yang dirancang dengan pengamatan dan analisis, maka riset sekurang-kurangnya menjadi bagian dari proses pembelajaran. Hanya saja tentu belumlah menjadi kewajiban yang sangat mendasar untuk melakukannya.
Melalui program madrasah riset nasional atau Pro Madrina, tentunya kita berharap agar pembelajaran di madrasah akan lebih maju dengan menempatkan riset sebagai bagian tidak terpisahkan dari proses pembelajaran. Sebagaimana harapan Tuan Guru Hasanain Juwaini, bahwa dengan penerapan riset ini maka madrasah dan juga pondok pesantren akan menjadi moment kebangkitan semangat bangsa Indonesia.
Coba kita perhatikan beberapa penelitian yang sangat menarik dari para siswa madrasah kita. Muhammad Dzikrullah dan Nailul Fahmi melakukan penelitian tentang “Pendingin Alternatif Sederhana”. Mereka menemukan bahwa dari hasil percobaan terhadap buah segar yang ditaruh di dalam pendingin yang dibuatnya, maka ternyata memberikan gambaran bahwa buah-buah tersebut ternyata masih segar. Alat pendingin yang tidak menggunakan listrik dan hanya menggunakan pasir dan air ini ternyata mampu mendinginkan udara sehingga bisa menjadi alat pendingin bagi sayuran dan buah-buahan.
Kemudian Siti Fatimah dan Wasilatul Almariyah, melalukan riset tentang “Kertas Indikator Ekstrak Kunyit untuk identifikasi Boraks” mereka menemukan bahwa melalui eksperimen yang dilakukannya ternyata bahwa kertas indikator ekstrak kunyit dapat dipakai untuk mendeteksi terhadap kandungan boraks pada makanan. Melalui eksperimen yang sederhana ini ternyata dapat digunakan untuk mendeteksi makanan yang terindikasi boraks. Jadi masyarakat bisa mendeteksi sendiri terhadap makanan terutama makanan jajanan.
Selain itu, mereka juga tertarik dengan proses pembelajaran. Dalam riset yang dilakukan oleh Nurul Huda dkk., tentang “Kertas Bungkus Rokok dalam Rangkaian Listrik 3 in 1” menemukan bahwa melalui alat peraga barang bekas ternyata siswa menjadi semakin aktif belajar dan juga semakin disiplin, serta semakin berani dalam mengoperasikan rangkaian listrik dari sikap yang biasanya takut dan pasif. Dan yang lebih penting bahwa melalui prosesi pembelajaran seperti itu, maka program pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan siswa juga menjadi semakin aktif.
Kemudian, Suja’i dkk., juga melakukan penelitian tentang “Kaleng Bekas Obat Anti Nyamuk Semprot sebagai Alat Peraga Modifikasi Kalor” dia menemukan bahwa Alat peraga modifikasi Kalor ternyata lebih efektif dan efisien digunakan sebagai Alat peraga dibanding dengan Alat peraga lainnya. Selain itu, harganya lebih murah, kerjasama kelompok semakin baik dan juga memberikan efek pembelajaran yang lebih maksimal. Oleh karena itu, maka diharapkan agar metode ini dapat dijadikan sebagai salah satu Alat peraga yang memiliki peran yang lebih besar di dalam proses pembelajaran. Hanya saja kiranya memang diperlukan berbagai uji coba lain agar temuan riset ini akan lebih sempurna.
Di dalam inovasi madrasah, juga terdapat penelitian yang baik, yaitu yang dilakukan oleh Fahrurrazi. Dia menulis tentang “Pengembangan Madrasah Unggul Melalui Program Triple K”. Program yang bisa dilakukan adalah dengan (1) membangun kultur madrasah yang efektif, (2) membangun karakter atau akhlak baik yang menyangkut pribadi, akhlak yang berhubungan dengan orang lain, yang berhubungan dengan keindahan, yang terkait dengan kehidupan bermasyarakat, dan juga akhlak yang terkait dengan Tuhan. Dan kemudian (3) membangun proses belajar yang dapat mengembangkan potensial siswa untuk menjadi lebih baik.
Tentu masih ada hasil penelitian lain yang menarik dan memiliki nilai efektif dan efisien untuk proses pembelajaran. Jadi memang kita bisa berbangga dengan prestasi madrasah dengan program risetnya ini.
Wallahualam bisshawab.

 

MADRASAH RISET NASIONAL (2)

MADRASAH RISET NASIONAL (2)
Orang terkadang membayangkan bahwa riset itu sesuatu yang rumit, sulit dan hanya bisa dilakukan oleh para akademisi yang memiliki gelar bertumpuk-tumpuk. Riset diandaikan sebagai aktivitas yang harus canggih dan memiliki tingkat kesulitan yang sangat tinggi. Makanya, riset seakan-akan hanya bisa dilakukan oleh kaum akademisi saja.
Gambaran inilah yang kiranya perlu memperoleh pemahaman baru. Riset bukan sesuatu yang sulit dan membutuhkan gelar yang banyak. Akan tetapi ternyata riset bisa dilakukan oleh anak-anak madrasah tsanawiyah dan aliyah. Riset bukan menjadi otoritas dunia perguruan tinggi saja, akan tetapi juga bisa dilakukan oleh siswa yang memiliki kecenderungan untuk melakukannya.
Siswa madrasah ternyata memiliki kemampuan untuk melakukan riset unggulan. Riset dalam pengertian ini tidak sebagaimana yang dipahami oleh kaum akademisi yaitu harus dari masalah yang sulit dan untuk memecahkan masalah-masalah yang rumit, akan tetapi riset tersebut berangkat dari peristiwa sehari-hari yang dikenalnya dan dipahaminya. Riset berasal dari masalah-masalah yang terjadi setiap hari di dalam kehidupannya dan juga yang memiliki implikasi sehari- hari di dalam kehidupan masyarakat sekelilingnya.
Saya ingin memberikan gambaran tentang bagaimana dan apa riset yang dilakukan oleh siswa madrasah dan sekaligus juga menggambarkan betapa kehebatan siswa madrasah tersebut. Riset yang dilakukannya itu menggambarkan tentang apa yang sesungguhnya menjadi konserennya dan juga perhatiannya. Riset dilakukan terhadap bidang pendidikan, ilmu keagamaan, ilmu sosial dan budaya serta sains dan teknologi.
Saya berharap para pembaca tidak membandingkannya dengan testis atau disertasi dari hasil penelitian yang luar biasa ilmiah dan memiliki implikasi teoretis yang sangat mendasar, akan tetapi sebuah riset dengan tingkat kedalaman yang memadai tetapi berangkat dan persoalan sederhana yang dihadapinya di dalam masyarakat. Namun demikian, melalui riset yang diselenggarakan di dalam proses pembelajaran ini, ada suatu yang sering saya ungkapkan bahwa siswa madrasah ternyata berbeda dan unggul dibandingkan dengan siswa lembaga pendidikannya pada umumnya. Siswa madrasah harus menjadi excellence dan distinction atau ada distingsinya dan ekselensinya.
Saya berkunjung ke madrasah di Kudus, Jawa Tengah. Saya terkesima dengan penjelasan kepala Madrasah Aliyah Negeri Kudus itu, bahwa dia sudah mencanangkan diri sebagai madrasah riset. Kunjungan yang saya lakukan awal tahun 2013 ini memberikan gambaran bahwa ada madrasah yang sudah meraih mimpi untuk mengembangkan program pembelajaran yang memiliki distingsi dan ekselensi. Dan melalui program ini, ternyata banyak siswa madrasah yang lolos untuk mengikuti program kompetisi sains di tingkat nasional. Melalui ajang Kompetisi Sains Madrasah (KSM), maka bakat atau potensi tersembunyi dari siswa madrasah akan dapat diaktulasasikan. Riset yang dahulu menjadi otoritas mahasiswa sekarang sudah menjadi otoritas siswa. Suatu kebanggaan, memang.
Mari kita simak beberapa contoh tentang riset siswa madrasah. Pawit Ngafani dan Fitarahmawati, meneliti tentang “Manfaat Air Kelapa terhadap kualitas fisik Nasi”. Penelitian ini berangkat dari persoalan yang dihadapi oleh ibu rumah tangga yang memasak nasi. Suatu peristiwa yang tentu semua keluarga mengalaminya. Memasak nasi adalah suatu peristiwa yang dialami oleh siapapaun di dalam rumah tangga. Melalui penelitian ini digambarkan bahwa air kelapa muda yang ditemukan sehari-hari di banyak tempat, ternyata bisa memperbaiki kualitas nasi yang semula kaku menjadi lebih lembek dan enak. Melalui riset anak muda ini, maka ada sesuatu yang bisa disumbangkan kepada masyarakat bahwa beras yang kualitas fisiknya kurang baik, ternyata bisa diperbaiki dengan mencampur air kelapa muda ketika memasaknya.
Ada yang juga menarik bagi orang yang memiliki kadar gula darah tinggi. Riset yang diselenggarakan oleh siswa madrasah, Dwi Nugraheni dan Suci Warabah ternyata memberikan solusinya. Melalui penelitian dengan judul “Teh Kulit Salak Afkir sebagai Solusi Menurunkan Kadar Gula Darah”, siswa madrasah ini memberikan gambaran bahwa berdasarkan eksperimen yang dilakukannya ternyata bahwa teh kulit salak Afkir ternyata bisa menurunkan kadar gula darah bagi penderita diabetes. Melalui teknik yang sederhana di dalam proses dan kemudahan bahan bakunya, maka hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi masyarakat atau individu yang memiliki penyakit diabetes tersebut.
Dalam bidang ilmu sosial, juga terdapat penelitian yang menarik. Riset yang dilakukan oleh Azdi Noor Majid dkk., ternyata memberikan solusi bagi kecenderungan remaja Indonesia terhadap gelombang budaya Korea. Dalam topik penelitian “Karakter Religius sebagai Solusi Mengatasi Dampak Negatif Korean Pop” siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Pacitan ini menyatakan bahwa pendidikan akhlak yang baik, meliputi keyakinan yang baik, ibadah yang benar, akhlak yang terpuji, kemandirian dan berwawasan luas, ternyata bisa menjadi penangkal dampak buruk budaya pop Korea. Melalui penanaman karakter yang baik dan kuat, maka dampak negatif tersebut akan dapat dihindarkan.
Ini adalah beberapa contoh tentang penelitian yang dilakukan oleh siswa madrasah kita. Jika jiwa penelitian ini bisa terus dipupuk dan dikembangkan dengan melakukan pemihakan kebijakan tentang riset madrasah, bukan tidak mungkin ke depan akan dihasilkan peneliti-peneliti yang andal dan akan mengharumkan nama Indonesia di ajang kompetisi nasional maupun internasional.
Wallahualam bisshawab.

MADRASAH RISET NASIONAL (1)

MADRASAH RISET NASIONAL (1)
Beberapa hari yang lalu, Menteri Agama RI, Dr. Suryadharma Ali, meresmikan program baru yang orisinal, yaitu Program Madrasah Riset Nasional yang disingkat Pro Madrina. Program ini diresmikan di Asrama haji Mataram Nusa Tenggara Barat. Hadir di acara ini, adalah Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang atau yang dikenal Tuan Guru Muhammad Zainul Majdi, para pejabat eselon I dan II kementerian agama pusat dan daerah, Rektor IAIN Mataram, dan segenap guru dari RA, MI, MTs dan MA serta para tokoh agama dan masyarakat se NTB.
Saya menyatakan bahwa riset dewasa ini tidak hanya menjadi otoritas lembaga pendidikan tinggi, akan tetapi juga bisa menjadi bagian dari proses pembelajaran di lembaga pendidikan menengah atau Madrasah. Dari berbagai riset yang dilakukan oleh siswa madrasah tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam telah melakukan kompilasi dalam bentuk buku yang diberi topik “Madrasah Riset, Membangun Tradisi Ilmiah Madrasah” yang di dalam sampul depan saya tulis: “buku ini adalah bukti dari upaya merangkai mimpi, optimisme, kerja keras dan prestasi di lingkungan madrasah”.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Gubernur NTB, bahwa melakukan riset di kalangan madrasah yang dikemas dalam tema Gerakan atau program Madrasah Riset merupakan gerakan kembali ke khittah, sebab sesungguhnya riset bagi madrasah adalah sesuatu yang di masa lalu menjadi andalan dan gerakan yang luar biasa. Madrasah di zaman keemasan Islam adalah pusat riset unggulan, yang menghasilkan ilmu keislaman multidisipliner, sebagaimana yang kemudian menjadi ilmu yang kita kenal hingga sekarang.
Ilmu fisika, biologi, kimia, kedokteran dilahirkan pada zaman keemasan ilmu pengetahuan kala itu. Aljabar, astronomi, ilmu pengobatan dan ilmu eksakta lain telah dihasilkan pada zaman itu. Kemudian juga ilmu filsafat, ilmu sosial, dan juga ilmu agama berkembang sangat pesat karena tradisi riset di madrasah itu. Kita kenal nama-nama ilmuwan seperti ibn Bajah, ibn Tufail, Al Farabi, al Qindi, ibn Sina, ibn Rusyd, al Baqillani, al Asyari, al Ghazali, al Razi, Jabir ibn Hayyan, al Khawarizmi, dan sebagainya adalah sejumlah nama yang sangat terkenal dalam dunia ilmu pengetahuan. Bahkan melalui mereka sesungguhnya dunia barat mengenal ilmu yang berkembang sekarang.
Sesungguhnya membicarakan riset bagi dunia madrasah bukanlah sesuatu yang asing. Bagi dunia Islam, madrasah sudah merupakan pusat riset. Oleh karena itu jika kemudian digalakkan program riset bagi madrasah hal itu merupakan kewajaran sejarah yang memang harus dilakukan. Makanya program ini bukan untuk mengembangkan riset di kalangan madrasah akan tetapi lebih tepatnya adalah mentradisikan riset di madrasah. Riset perlu ditransmisikan sehingga kejayaan ilmu pengetahuan di kalangan umat Islam akan menjadi kenyataan.
Hal ini tentu diamini oleh semua kalangan. Menteri Agama, Dr. Suryadharma Ali juga menyatakan bahwa riset merupakan unggulan pendidikan Islam. Ke depan diharapkan bahwa akan lahir ilmuwan-ilmuwan yang berlatar belakang madrasah dan juga pesantren. Jika sekarang sudah banyak tokoh madrasah dan pesantren yang menjadi tokoh masyarakat, maka dengan program madrasah riset tentu akan lahir tokoh akademis yang unggul dengan kemampuan risetnya.
Melalui program ini tentu saja akan dapat dikaji berbagai ilmu pengetahuan yang sekarang sudah berkembang sedemikian rupa. Akan tetapi salah satu di antara yang membedakan antara dunia ilmu pengetahuan keislaman dengan dunia barat adalah pada sumber ilmu pengetahuan. Di dalam Islam, bahwa sumber ilmu pengetahuan itu adalah Allah SWT. Makanya, kalam Tuhan yang berupa Kitab Suci AL Quran dan juga sabda Nabi Muhammad SAW dapat menjadi landasan bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Banyak ayat di dalam AL Quran yang dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan atau sebaliknya.
Penciptaan langit dan bumi, bagaimana bumi dihamparkan, gunung ditegakkan, langit ditinggikan, bagaimana hujan menghidupkan semua tanaman, bagaimana air menghidupkan bumi dan sebagainya adalah bagian penting dari kajian ilmu pengetahuan yang harus dipikirkan oleh umat manusia dan khususnya umat Islam. Ayat tentang keluarga, ayat tentang lebah, ayat tentang sapi, ayat tentang kehancuran dunia dan sebagainya adalah ayat-ayat yang menggelitik untuk dijadikan sebagai sumber inspirasi untuk melakukan riset. Bahkan secara lebih ekstrim bisa dinyatakan bahwa semua ayat AL Quran merangsang untuk melakukan kajian dalam bentuk riset akademis.
Kita selayaknya menjadi bagian dari riset akademis ini. Kita tentu merasakan betapa pentingnya riset bagi kehidupan umat manusia. Riset dengan tujuan untuk menyejahterakan masyarakat. Bukan riset untuk tujuan merusak kehidupan masyarakat. Kita tahu bahwa dewasa ini ada banyak riset yang dikembangkan oleh manusia untuk tujuan melakukan kerusakan di muka bumi. Misalnya riset tentang senjata pemusnah massal, senjata kimia, bahan peledak dan sebagainya yang jika digunakan dalam suatu peperangan maka akan menjadi senjata yang bisa merusak kehidupan manusia.
Dengan demikian, riset yang dikembangkan tentunya harus berbasis pada etika yang bersumber dari ajaran agama. Melalui pedoman ajaran agama di dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang berbasis pada riset, maka kehidupan umat manusia akan menjadi lebih sejahtera dan bahagia.
Wallahualam bisshawab.

PROBLEMA MERAIH PROFESOR

PROBLEMA MERAIH PROFESOR
Di masa lalu, profil profesor atau guru besar identik dengan orang yang sudah tua atau sangat senior, sebab menjadi guru besar atau profesor hanya bisa diraih di kala usia sudah senja. Makanya, sebutan profesor itu identik dengan orang yang usianya senja tersebut. Keadaan itu tentu berangsur berubah, di kala orang menjadi profesor tidak lagi terkait dengan kesenjangan usia akan tetapi karena prestasi akademis yang diperoleh oleh seorang dosen.
Saya menjadi profesor di kala usia saya masih 46 tahun. Saya dikukuhkan sebagai profesor pada 01 Oktober 2005. Tentu masih ada orang yang lebih muda lagi pada waktu yang bersangkutan meraih guru besar. Saya tentu bersyukur sebab bagi saya gelar profesor adalah jabatan tertinggi di dunia akademik yang siapapun dosen pasti menginginkannya.
Beberapa hari yang lalu saya terlibat di dalam proses penilaian kepangkatan akademis para dosen untuk kepentingan kenaikan jabatan profesor. Tentu kehadiran saya dalam kapasitas sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Islam dan sekaligus sebagai anggota tim penilai para calon guru besar. Tim ini terdiri dari para direktur program studi pasca sarjana, dan para profesor yang memiliki reputasi yang memadai. Tim ini dipimpin oleh Prof. Dr. M. Quraisy Syihab, guru besar Tafsir dari UIN Jakarta.
Menurut saya, ada tiga hal yang akhir-akhir ini menjadi kendala bagi proses kenaikan jabatan guru besar. Di dalam kesempatan itu, maka saya utarakan tentang beberapa kendala kesulitan seorang dosen meraih jabatan guru besar. Pertama tentang linearitas pendidikan. Isu yang menarik dibahas adalah tentang linearitas ini. Di masa lalu, linearitas pendidikan bukanlah menjadi masalah bagi kandidat profesor. Bagi seseorang yang sudah memiliki angka kredit kumulatif yang cukup dan telah memenuhi persyaratan akademis dan administrasi yang memadai, maka baginya memiliki kesempatan yang besar untuk menjadi guru besar.
Saya melihat bahwa banyak dosen PTAIN yang tidak linear di dalam melanjutkan program studinya. Bisa saja seorang dosen dengan mata kuliah yang diampu adalah ilmu dakwah, dan memang yang berangkulan adalah lulusan fakultas dakwah lalu mengambil program studi strata dua dan tugasnya di bidang sosiologi. Atau ada juga misalnya dosen lulusan program studi pendidikan agama Islam, tetapi melanjutkan program studinya pada program studi psikologi. Tentu saja dari sisi pendidikan dan ijazah yang dimilikinya tidak linear. Jika hal ini ditambah dengan mata kuliah yang diasuhnya adalah tentang pendidikan Islam, maka akan terdapat kesulitan yang besar untuk meraih guru besar tersebut. Jika seperti ini, maka akan terdapat ribuan doktor yang tidak bisa meraih gelar profesor.
Kedua, Lalu masalah jurnal internasional. Semua akademisi tentu setuju bahwa menulis di jurnal internasional merupakan hal yang sangat penting bagi seorang dosen. Dosen adalah kaum akademisi sehingga ukuran yang tepat adalah mempertanyakan berapa banyak karya akademis yang dihasilkannya. Karya akademis tersebut berupa buku berstandar nasional atau internasional atau karya akademis di jurnal berstandart nasional atau internasional. Semakin banyak karya akademis maka logikanya juga akan semakin berpeluang untuk menjadi profesor. Akan tetapi karya akademis tersebut tentunya juga harus relevan dengan bidang studi yang digelutinya dan juga mata kuliah yang diampunya. Makanya, banyaknya buku dan tulisan di jurnal yang tidak relevan dengan mata kuliah yang diampu akan menjadi penyebab kerumitan meraih jabatan profesor.
Masalah yang dihadapi oleh para calon guru besar adalah terkait kelangkaan jurnal internasional yang terkait dan berkonten ilmu keislaman. Ada banyak jurnal ilmu keislaman misalnya di Timur Tengah, akan tetapi jurnal tersebut tidak termasuk jurnal yang diakui sebagai jurnal internasional. Termasuk juga banyak jurnal di dalam negeri yang mengusung tema ilmu keislaman, akan tetapi juga tidak termasuk di dalam jurnal internasional. Hal ini tentu saja salah satunya disebabkan oleh realitas bahwa yang menerbitkan standart jurnal internasional adalah akademisi barat. Skopus atau ISI, misalnya jelas-jelas tidak mengadaptasi jurnal yang tidak relevan dengan misinya. Kalaupun ada pengakuan tentang jurnal religius studies, maka yang diangkat juga tulisan yang terkait dengan agama-agama lain.
Ketiga, Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah tentang akreditasi program studi strata tiga. Kenyataannya masih terdapat program studi strata tiga yang belum terakreditasi dengan standart akreditasi B. Ada di antaranya yang masih berakreditasi C. Persoalan akreditasi ini juga menjadi masalah bagi program studi strata tiga yang baru. Sebagaimana diketahui bahwa bagi program studi baru, maka hanya akan memperoleh status akreditasi C, sehingga kalau ada mahasiswa program doktor dari program studi baru tentunya yang bersangkutan tidak akan bisa meraih gelar profesor.
Beberapa dilema ini yang kiranya menjadi persoalan bagi para dosen yang akan menjadi profesor. Jika problem ini tidak diselesaikan melalui perumusan kebijakan yang baru dan memihak kepada para dosen, maka dikhawatirkan bahwa akan terdapat masa kesenjangan di mana jumlah profesor akan terus berkurang. Jadi kiranya diperlukan kearifan di dalam memandang masalah ini.
Wallahualam bisshawab.