RISET APLIKATIF UNTUK PTAIN
RISET APLIKATIF UNTUK PTAIN
Dalam acara perhelatan PIONIR atau Pekan Ilmiah, Olah raga, Seni dan Riset yang dilaksanakan pada tanggal 19 sampai 24 Agustus 2013 di Banten, maka ada momen yang menarik yaitu pertemuan antara Menteri Agama RI, Dr. Suryadharma Ali, MSi dengan para rektor PTAIN SE Indonesia. Pertemuan tersebut membahas masalah riset yang seharusnya dilakukan oleh PTAIN.
Hadir di dalam pertemuan ini adalah Dirjen Pendidikan Islam, Prof. Dr. Nur Syam, Direktur Pendidikan Tinggi Islam, Prof. Dr. Dede Rosyada, Rektor IAIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten, Prof. Dr. Syibli Syarjaya, dan juga ketua Forum PTAIN, Prof. Dr. Farid Wajdi. Selain para rektor yang datang juga para ketua STAIN dan wakil rektor dan wakil ketua III STAIN.
Di dalam pertemuan ini dibahas secara mendalam tentang riset macam apa yang seharusnya menjadi konsern PTAIN. Menteri agama memulainya dengan suatu ungkapan yang sangat menarik, yaitu tentang pentingnya mengembangkan riset aplikatif selain tetap mengembangkan riset akademis. Mengapa harus mengembangkan riset aplikatif, maka menteri agama menyatakan bahwa ada banyak pernyataan yang mendiskreditkan tentang institusi kementerian agama. Ada banyak penelitian yang terkadang secara sengaja dikembangkan untuk membuat public opinion tentang Kementerian Agama.
Di antara yang menonjol adalah tentang pembentukan opini tentang isu meningkatnya intoleransi penganut agama di Indonesia. Misalnya ada penelitian dengan pertanyaan apakah Anda setuju kalau di wilayah Anda didirikan gereja? Ya maka jawabannya kebanyakan adalah tidak setuju. Lalu disimpulkan bahwa di Indonesia terjadi semakin meningkatnya intoleransi penganut agama. Pertanyaan semacam ini jika ditanyakan kepada umat Islam di mana saja jawabannya mestilah begitu. Sama halnya ketika pertanyaan itu berbunyi apakah Anda setuju jika didirikan masjid di daerah yang mayoritas beragama lain. Pastilah jawabannya akan tidak setuju. Jika pertanyaan ini dijadikan rujukan tentang meningkatnya intoleransi beragama tentu tidak cocok.
Perguruan tinggi mestinya memiliki kewajiban untuk melakukan konfirmasi tentang hal ini. Jadi perlu ada confirmatory research. Melalui penelitian ini maka seharusnya dijawab secara akademis apakah penelitian ini benar atau kurang tepat. Dengan begitu maka PTAIN akan memiliki jawaban akademis tentang hasil penelitian tentang meningkatnya atau tidak meningkatnya intoleransi umat beragama tersebut. Para rektor dan juga Badan Litbang harus menjawab secara akademis dan ilmiah tentang upaya untuk mendiskreditkan umat beragama di Indonesia tersebut.
Kalau di Indonesia terjadi intoleransi maka pelaksanaan MTQ di Ambon tentu tidak sukses sebagaimana yang kita ketahui. Bisa dibayangkan bagaimana kontingen Banten yang harus menginap di Kantor Keuskupan di Ambon. Di situ diselenggarakan shalat jamaah dan juga acara perlombaan tilawatil Qur’an. Juga dapat diketahuin bagaimana juga sambutan masyarakat Kristiani terhadap pelaksanaan MTQ. Kiranya kerukunan umat beragama di Indonesia sungguh tergambar di dalam peristiwa MTQ tersebut.
Juga misalnya tuduhan tentang pelanggaran HAM. Ada pernyataan bahwa negara harus memberikan perlindungan dan memberikan kebebasan kepada umat yang mau membuat agama apa saja. Makanya, beberapa tahun yang lalu juga ada usaha dari sejumlah LSM untuk menghapus UU No 1 tahun 1965. Baginya mereka bahwa UU ini diskriminatif terhadap agama-agama lain. Mereka membuat opini bahwa umat Islam melanggar hak asasi manusia sebab tidak menoleransi terhadap berdirinya agama-agama baru. Kita harus beranggapan bahwa ketika ada kelompok yang menyatakan di dalam syahadatnya “asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu Anna pangeran anu Rasulullah” tentu harus ditolak sebab di sini ada penodaan terhadap agama. Sama halnya ketika ada umat mengaku sebagai umat Islam tetapi mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Maka yang demikian ini tentu harus dikaji dan diteliti untuk menghasilkan rujukan akademis bahwa penodaan agama bukan untuk ditoleransi akan tetapi harus ditolak oleh umat Islam. Di sini PTAIN memiliki peran strategis untuk menghasilkan penelitian andal sebagai konfirmasi terhadap hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Tidak kalah menariknya juga tentang survei yang diselenggarakan oleh lembaga survei di Indonesia. Dewasa ini ada banyak lembaga survei yang berdiri untuk kepentingan politik. Lembaga survei ini secara sengaja digunakan oleh para politisi untuk meningkatkan popularitas. Makanya penelitian ini juga dapat dianggap sebagai penelitian pesanan dan untuk kepentingan yang memesan. Di dalam hal ini maka PTAIN sesungguhnya bisa menjadi lembaga penelitian yang berperan untuk menyangga kejujuran dan kebenaran sebuah fakta. Kita tidak berharap bahwa perguruan tinggi menjadi lembaga penelitian pesanan ini. Perguruan tinggi harus menjaga netralitas penelitian agar hasil penelitiannya menjadi lebih akurat dan tepercaya.
Di dalam konteks ini, maka kita semua berharap agar PTAIN dapat memberikan sumbangan kepada dunia akademis dan juga dunia nyata yang kita hadapi sehari-hari. Dengan demikian PTAIN akan dapat memiliki peran yang lebih besar bagi peningkatan kualitas masyarakat Indonesia.
Wallahualam biasshawab.