• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMPERINGATI 17 AGUSTUS

MEMPERINGATI 17 AGUSTUS
Ada banyak ragam cara masyarakat dalam memperingati tujuh belasan. Keanekaragaman cara memperingati hari ulang tahun kemerdekaan tersebut menggambarkan betapa masyarakat sesungguhnya sangat menghargai kemerdekaan bangsa itu. Mereka tidak hanya memasang bendera Sang Saka Merah Putih setiang penuh, namun mereka juga merayakannya dengan berbagai macam cara. Jadi masyarakat memang memiliki logikanya sendiri di dalam memperingati ulang tahun kemerdekaan.
Gambaran kegembiraan dan kebahagiaan begitu terpancar dari rona wajah masyarakat yang menyelenggarakan peringatan tujuh belasan tersebut. Ada upacara tabur bunga di makam pahlawan. Bahkan juga renungan kemerdekaan yang dilaksanakan di istana negara, di tempat yang khusus atau tempat monumental yang penting. Jika para pejabat dan pegawai negeri memperingati tujuh belasan dengan upacara bendera maka masyarakat memperingati tujuh belasan dengan kesenian, olah raga, atau tarian dan sebagainya.
Baik di desa maupun di kota diselenggarakan peringatan kemerdekaan. Pesta rakyat tersebut sangat menarik sebab diikuti oleh diikuti oleh semua lapisan masyarakat. Mereka berdamai-ramai menyaksikan berbagai lomba yang diselenggarakan untuk peringatan 17 Agustusan tersebut.
Ada dua jenis kegiatan yang terkait dengan peringatan kemerdekaan. Pertama adalah kegiatan yang bercorak musikal. Di banyak tempat diselenggarakan acara gelar musik dengan berbagai variannya. Misalnya, adalah musik karaoke. Acara ini diselenggarakan di tempat khusus, misalnya kantor kelurahan atau kantor desa dan lapangan-lapangan desa. Bisa saja diselenggarakan untuk lomba atau memang khusus untuk pertunjukan. Kemudian, pertunjukan musik tradisional yang dikemas dengan peralatan gitar atau peralatan musik tradisional lainnya, seperti angklung, gamelan, rebana dan sebagainya. Acara semacam ini biasanya diikuti oleh kebanyakan remaja atau orang dewasa.
Kedua, olah raga yang dipadukan dengan kegiatan rekreasional. Misalnya sepakbola yang dimainkan oleh lelaki tetapi memakai pakaian perempuan. Acara ini biasanya diikuti dengan musik dangdut yang diputar melalui tape recorder. Acara ini juga menyedot perhatian masyarakat baik lelaki atau perempuan, tua atau muda. Sungguh hal ini merupakan acara atraktif dan membuat pengunjung menjadi tertawa. Yang juga termasuk di dalam kategori ini adalah lomba lari karung. Acara ini memang diikuti oleh anak-anak sekolah dasar atau sekolah menengah pertama. Acara ini menjadi menarik sebab banyak di antara mereka yang jatuh bangun. Jika pesertanya banyak, maka bisa terjadi babak pertama, kedua dan bahkan babak final. Meskipun acara ini diikuti oleh anak-anak namun pengunjungnya juga banyak dari orang dewasa.
Di antara permainan yang juga dikategorikan dalam hal ini adalah lomba pukul bantal, yang terkadang diselenggarakan di atas sungai atau bahkan laut. Mereka saling memukul di atas palang kayu yang dijadikan sebagai alas duduk. Yang kalah pastilah mereka yang jatuh ke sungai atau laut. Acara ini juga menarik sebab ada banyak perilaku lucu dari peserta untuk memenangkan perlombaan ini. Mereka saling baku pukul dan yang tahan dengan pukulan dan dapat mempertahankan dirinya tetap duduk di atas palang kayu, maka dialah yang memenangkan pertandingan. Di dalam lomba ini juga ada babak pertama sampai babak final.
Perlombaan lainnya adalah panjat Pinang. Lomba ini banyak diperlombakan di kota maupun desa. Di darat atau di laut. Pohon Pinang dilumuri dengan oli, sehingga menjadi sangat licin. Di atas pohon Pinang yang ditancapkan di tanah tersebut, maka di atasnya diberi berbagai macam hadiah. Jumlah hadiah tergantung pada banyaknya donatur yang memberikan sumbangan. Acara panjat Pinang ini termasuk sesi yang menarik. Biasanya diikuti oleh anak-anak muda. Panjat jatuh lalu panjat lagi dan jatuh lagi menjadi bahan hiburan yang menyenangkan. Mereka bisa beramai-ramai untuk memanjat Pinang tersebut. Yang menarik adalah ketika sudah mendekati puncak kemudian mereka berjatuhan bersama. Mereka ini memanjat dengan saling menopang satu dengan lainnya. Maka ketika penopang di bawah jatuh maka berjatuhanlah seluruhnya. Inilah momentum yang menarik.
Yang ketiga adalah pertandingan olah raga. Di dalam hal ini maka memang dilakukan berbagai pertandingan olah raga, seperti bulu tangkis, tenis meja, bola voli atau futsal. Sebagai pertandingan olah raga, maka acara ini memang dikemas sebagaimana layaknya pertandingan olah raga pada umumnya.
Semua acara yang digelar masyarakat ini sesungguhnya adalah cara masyarakat untuk merespons peringatan kemerdekaan yang diselenggarakan setiap tahun. Berbagai upacara ini sesungguhnya juga merupakan cara masyarakat untuk mengekspresikan peringatan kemerdekaan yang menjadi bagian penting di dalam kehidupannya. Dengan demikian, memperingati kemerdekaan adalah bagian dari sikap dan perilaku masyarakat dalam memandang kemerdekaan sebagai bagian dari sebuah bangsa. Sekali merdeka tetap merdeka.
Wallahualam biasshawab.

MEMPERINGATI KEMERDEKAAN

MEMPERINGATI KEMERDEKAAN
Sabtu, 17 Agustus 2013 adalah saat peringatan hari kemerdekaan Indonesia. Hari ini adalah peringatan kemerdekaan yang ke 68. Saya kira semua masyarakat Indonesia, terutama yang memahami tentang kemerdekaan pastilah merasakan betapa pentingnya hari kemerdekaan itu.
Tadi pagi semua pegawai negeri, anak-anak sekolah, tentara, polisi, politisi, dan komponen masyarakat lainnya juga memperingati ulang tahun kemerdekaan RI dengan upacara ritual tahunan dan sementara lainnya juga melakukan upacara yang terkait dengan kemerdekaan tersebut.
Hari ini saya mengikuti upacara di kantor Kementerian Agama Republik Indonesia di kantor lapangan Banteng dan dipimpin langsung oleh Menteri agama, Dr. Suryadharma Ali. Upacara ini tentu saja dihadiri oleh seluruh PNS kementerian agama, yang terdiri dari para pejabat eselon satu, dua, tiga, empat dan staf. Juga hadir tentu saja Wakil Menteri Agama, dan ibu-ibu Dharma wanita.
Peringatan hari kemerdekaan merupakan salah satu agenda ritual tahunan yang akan terus berlangsung sampai kapanpun. Tahun, windu, abad boleh saja berganti akan tetapi tanggal 17 Agustus sebagai hari kemerdekaan Indonesia tentu tidak akan bisa digantikan atau dihilangkan dari bumi Indonesia. Pemimpin boleh silih berganti, perubahan sosial dan perubahan budaya juga boleh berganti, akan tetapi tanggal 17 Agustus tidak bisa dipisahkan sebagai hari kemerdekaan bangsa Indonesia. Itulah sebabnya bagi bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus adalah hari keramat bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Kemerdekaan bagi bangsa indonesia bukanlah diperoleh dengan mudah. Tidak sebagaimana beberapa negara lain yang memperoleh kemerdekaan melalui pemberian Pemerintah penjajah, akan tetapi bagi kita bahwa kemerdekaan diperoleh dengan cara berdarah-darah. Indonesia menjadi merdeka berkat peperangan, diplomasi dan doa.
Semenjak Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, maka semenjak itu pula genderang perang dengan para penjajah sudah ditabuh dan dimulai. Mulai perlawanan terhadap Jepang, Belanda dan juga tentara sekutu. Semuanya bermaksud untuk merebut kembali Indonesia yang sudah merdeka itu untuk menjadi negara jajahannya. Perjuangan masyarakat terhadap para penjajah itulah yang menghasilkan hari pahlawan tanggal 10 November sebagai hari pahlawan nasional. Pertempuran di Surabaya yang sangat heroik itu menjadi penanda bagi keinginan kuat bangsa Indonesia untuk terus merdeka. Slogan yang menjadi andalannya adalah merdeka atau mati.
Kemerdekaan yang dicapai oleh masyarakat Indonesia benar-benar merupakan usaha yang tidak kenal menyerah. Meskipun dengan senjata seadanya, baik bambu runcing, rencong, pedang, dan senjata tajam lainnya yang bisa dijadikan sebagai peralatan bertempur, maka majulah masyarakat Indonesia untuk melawan penjajah. Semua masyarakat Indonesia dalam segala lapisannya terus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan.
Tentara, pelajar, petani, pedagang, buruh, santri, kyai dan segenap komponen masyarakat Indonesia semuanya berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan tersebut. Kyai Hasyim Azhari adalah seorang ulama tradisional pemimpin pesantren yang dengan lantang menyatakan resolusi jihad. Dengan tegas beliau nyatakan bahwa wajib bagi masyarakat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan itu. Dengan resolusi jihad ini maka masyarakat memiliki motivasi yang kuat bahwa mempertahankan kemerdekaan adalah kewajiban sosial atau wajib ijtimaiyah dan sekaligus juga kewajiban agama. Makanya, mereka yang gugur di dalam pertempuran melawan penjajah adalah orang yang mati syahid. Di dalam Islam bahwa orang yang mati syahid akan langsung masuk surga tanpa dihisab atau diperhitungkan amalannya ketika di dunia.
Berdasarkan catatan sejarah, maka dapat diketahui bagaimana para kyai, santri dan kaum agamawan terlibat di dalam proses mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Ada sekian banyak peperangan yang melibatkan para santri di dalam perjuangan kemerdekaan. Teriakan Allahu akbar berpadu dengan gemerincingnya senjata tajam dan letupan senjata api yang terus berkecamuk di dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan bangsa. Itulah sebabnya, kemerdekaan ini sungguh bukan hadiah dari siapapun akan tetapi merupakan hasil dari perjuangan segenap bangsa Indonesia.
Kemerdekaan bagi bangsa Indonesia adalah tonggak bagi pembangunan bangsa. Tanpa kemerdekaan yang diperjuangkan oleh generasi terdahulu maka kita tentu tidak akan menikmati indahnya pembangunan di Indonesia ini. Oleh karena itu sudah sepantasnya kalau generasi sekarang yang menjadi penerus perjuangan bangsa harus mengisi kemerdekaan dengan kerja keras dan penuh tanggung jawab. Makanya, kemajuan Indonesia sekarang tentu sangat tergantung kepada bagaimana masyarakat sekarang mengisi kemerdekaan ini. Sekali merdeka tetap merdeka.
Wallahualam biasshawab.

 

TRADISI RIYAYAN (3)

TRADISI RIYAYAN (3)
Riyayan memang sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Indonesia tidak peduli apa strata sosialnya. Sebagai tradisi sosial, maka keberadaan tradisi ini menjadi semakin kuat meskipun telah terjadi perubahan sosial yang sangat kentara. Tradisi seperti ini tampaknya tidak akan berubah meskipun perubahan demi perubahan sosial terjadi atasnya.
Salah satu tradisi yang tidak berubah itu adalah tradisi mudik sebagai subsistem kebudayaan masyarakat Indonesia. Bukankah sekarang ini dengan hadirnya teknologi informasi maka sesungguhnya bisa mereduksi terhadap keberadaan tradisi mudik ini. Akan tetapi anehnya bahwa tradisi mudik tetap menjadi pilihan di tengah kepadatan jalan raya dan juga begitu crowdednya kendaraan darat di jalan raya.
Setiap tahun bukannya berkurang jumlah pemudik tersebut, akan tetapi terus bertambah. Kemacetan jalanan bukan berkurang tetapi juga semakin bertambah. Bisa dibayangkan kemacetan jalan yang mengular sepanjang 23 km dan bahkan pada saat puncaknya bisa mencapai 50 km. Perjalanan yang biasanya bisa ditempuh dalam waktu 6 jam untuk Cirebon Jakarta, maka di saat puncak mudik maka bisa ditempuh dalam waktu 15 jam. Anak saya harus menginap di dalam mobil karena jalanan macet dan tidak lagi bisa bergerak kendaraannya. Tetapi anehnya tahun depan kala hari raya tiba, maka mereka akan mudik lagi dengan kendaraan darat juga. Aneh tapi nyata.
Suatu kenyataan bahwa ada orang yang setiap tahun mudik dengan kendaraan darat. Dari tahun ke tahun mereka memiliki pengalaman yang nyaris sama. Bahkan mereka juga memiliki prediksi tentang bagaimana kemacetan terjadi dan bagaimana cara atau strategi menghadapi kemacetan tersebut. Tancap gas jika suasana jalanan longgar dan bahkan makan saja sopirnya harus disuapi. Jangan berhenti dalam suasana kendaraan tidak padat.
Ada alasan mengapa harus mudik. Pertama, Hari raya adalah momentum untuk berkumpul dengan keluarga. Pada hari raya inilah semua saudara dan kerabat berkumpul meskipun mereka berada di tempat yang berbeda. Bahkan biasanya juga ada pertemuan keluarga yang dikemas dalam bentuk temu kerabat yang dimulai dari kakek atau nenek atau buyut dan seluruh keluarga yang terkait dengan kakek atau nenek atau buyut tersebut. Dalam struktur ke atas, maka susunannya adalah ego, bapak, kakek, buyut, canggah sesuai dengan terma-tema di dalam budaya keluarga Jawa.
Maka di sisi lain juga muncul istilah bani atau keturunan tertentu. Istilah Bani adalah istilah Arab yang sudah diindonesiakan. Lalu dikenal istilah di dalam keluarga saya adalah Bani Ismail yang diambil dari kakek saya sebagai pusat dari turunan keluarga saya secara keseluruhan. Meskipun istilah Bani adalah istilah Arab, akan tetapi sudah diadaptasi sebagai peristilahan di dalam tradisi jawa. Biasanya, istilah Bani dikaitkan dengan tradisi santri yang memang di dalam banyak hal mengadaptasi istilah dari bahasa Arab.
Kedua, Alasan lain adalah ziarah makam. Ada sebuah kebiasaan masyarakat Indonesia yang saya kira juga tidak menjadi tradisi di timur tengah adalah tradisi nyekar atau ziarah makam keluarga. Bahkan ketika orang tua sudah meninggal, maka yang dijadikan sebagai pedoman di dalam tradisi mudik adalah berkunjung ke makam leluhur. Saya juga melakukannya sebab rasanya menjadi tidak etis ketika di dalam suasana riyayan lalu tidak melakukan upacara nyekar ini. Bahkan di tahun ini, maka upacara nyekar itu dipadukan dengan perbaikan terhadap makam keluarga. Di sini lalu ada kegiatan tahlilan, yasinan dan doa untuk mengiringi prosesi penggantian maesan atau tanda makam keluarga tersebut. Ternyata ada setitik kebahagiaan juga kala bisa melakukan perbaikan terhadap makam keluarga.
Ketiga, Alasan lain adalah rekreasi. Jangan dikira bahwa kemacetan itu dianggap sebagai beban kehidupan. Semua yang melakukan mudik sudah tahu persis tentang kemacetan jalan itu. Makanya segala sesuatunya juga sudah diantisipasi. Misalnya membawa makanan kecil, kasur busa, bantal dan juga persiapan kemacetan lainnya. Oleh karena itu bukanlah pemandangan yang aneh jika di tengah kemacetan itu lalu banyak mobil yang berhenti di pinggir jalan lalu mereka tertidur dengan pulas sambil menanti jam keberangkatan lanjutan. Jadi meskipun banyak kesulitan tetap saja mudik dilakukan sebab ada juga unsur rekreasinya. Dengan demikian, mudik berkendaraan akan terus berlangsung di tengah kemacetan dan kesulitan pulang kampung.
Melalui rasionalitas seperti ini maka mudik akan tetap menjadi agenda rutin bagi banyak warga Indonesia, sebab memang memiliki rasionalitasya sendiri. Jadi kita tidak mungkin menghentikan tradisi mudik ini dan yang penting adalah tetap menjaga agar mudik tersebut tetap nyaman dan aman, sehingga mereka yang mudik juga merasa terlindungi.
Wallahualam biasshawab.

KE MAROKO

KE MAROKO
Selasa, 15 Juli 2013, tengah malam, kami beserta rombongan yang dipimpin langsung oleh Pak Menteri Agama, Dr. Suryadharma Ali melakukan kunjungan kerja ke Maroko. Kunjungan ini dilakukan di dalam kerangka menjajaki kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Kerajaan Maroko, khususnya di bidang pendidikan.
Sebagaimana biasa, kalau mau kunjungan ke luar negeri saya mesti nervous duluan, sebab membayangkan jauhnya jarak yang ditempuh dan sulitnya saya tidur di kendaraan, baik pesawat maupun kendaraan lainnya. Saya mesti gelisah menghadapi perjalanan panjang menyusuri langit biru di tengah siang dan malam.
Sebagaimana kunjungan saya ke negeri Belanda tahun lalu, yang juga sama mengalami kegelisahan, maka sekarang juga sama. Perasaan seperti ini saya rasa manusiawi saja, sebab ada orang yang bahkan sangat nervous karena takut akan ketinggian. Saya jadi ingat pemain sepak bola legendaris dari Belanda, Bergkamp, yang karena ketakutan pada ketinggian, sehingga kalau pertandingan dilakukan di luar benua Eropa, pastilah dia absen. Dia harus melewatkan pertandingan bahkan sekelas pertandingan FIFA Cup atau World Cup.
Perjalanan ke Maroko ternyata memang jauh. Selama 17 jam beserta dengan transitnya di Dubai. Memang transitnya hanya kira-kira satu setengah jam. Dari Jakarta pukul 11.50 menit WIB dan sampai di Casablanca Maroko pada pukul 11.40 menit Waktu Maroko. Perbedaan waktu antara Jakarta dengan Maroko, kira-kira 7 jam. Saya sudah dua kali transit di bandara Dubai. Yang dulu pada waktu kunjungan ke Mesir, bahkan waktunya teramat panjang, empat jam. Oleh karena itu kami sempat untuk jalan-jalan di Mall di bandara yang mewah itu. Aneka barang ada di dalamnya. Dan yang selalu saya ingat adalah jam dinding di bandara yang bermerek Rolex, sebuah jam mewah, yang di Jakarta hanya dipakai oleh kalangan tertentu.
Sebuah perjalanan panjang, memang. Disebabkan karena tidak bisa memejamkan mata dengan sangat sempurna, maka perjalanan itu terasa sangat panjang dan melelahkan. Selonjoran, tidur-tiduran, membaca, menulis dan dengarkan musik, nonton televisi ternyata tidak sanggup menghilangkan kelelahan yang terus mendera. Terapi untunglah masih bisa memejamkan mata meskipun tidak lama.
Bandara Casablanca ternyata luas juga. Sayangnya bahwa saya tidak bisa melihat keindahan di dalamnya. Kami beserta rombongan dijemput oleh Duta besar Indonesia, KH. Tosari Wijaya, seorang kyai dari Takeran, Magetan, Jawa Timur yang sudah lama menjadi Wakil Pemerintah Indonesia di Kerajaan Maroko. Oleh beliau dan stafnya, kami diajak langsung ke ruang VIP di bandara. Ternyata menjemput juga Ketua Majelis Ulama Kerajaan Maroko. Di ruang ini agak lama, karena ada ucapan selamat datang dari Yang Mulia Ketua Majelis Ulama dan juga sambutan terima kasih dari Pak Menteri Agama RI.
Dinyatakan oleh Pak Suryadharna Ali bahwa masyarakat Indonesia dan masyarakat kerajaan Maroko sudah saling mengenal dalam waktu yang sangat lama. Semenjak kemerdekaan kedua negara, maka antar Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Maroko sudah menjalin hubungan kemesraan yang sangat baik. Bahkan juga banyak ulama dari Maroko yang menjadi penyebar Islam di masa awal Islamisasi di Nusantara. Sebagai sesama masyarakat Islam, maka hubungan antar masyarakat Indonesia dengan masyarakat Maroko sudah berjalan dalam waktu yang sangat lama. Selain itu juga banyak anak-anak Indonesia yang belajar di negeri Maroko, khususnya belajar Islam. Hal ini menandakan bahwa hubungan antara Indonesia dengan Maroko sudah selayaknya saudara yang saling menghargai dan menghormati. Pak menteri juga menyampaikan bahwa keinginan untuk berkunjung ke Maroko sudah sangat lama. Akan terapi karena kesibukan di dalam negeri maka kunjungan tersebut baru bisa dilaksanakan hari ini dan dengan waktu yang sangat terbatas pula.
Disebabkan Pak Menteri Agama harus menghadiri acara tahunan pengajian dan pertemuan di istana yang dihadiri oleh Raja Muhammad VI, maka rombongan Pak menteri Agama harus segera ke hotel, sementara kami dengan rombongan harus menunggu barang yang dibagasikan. Tentu saja tidak mengalami kesulitan di dalam urusan-urusan seperti ini. Semua sudah disiapkan oleh staf KBRI di Maroko. Termasuk juga angkutan kendaraan ke Rabat, ibukota Kerajaan Maroko.
Antara Casablanca dengan Rabat sepanjang satu setengah jam perjalanan. Dengan kendaraan yang melaju cepat rata-rata 120 Km perjam, sampailah kami di hotel ‘L Amphritit yang bergaya Arab dan Perancis. Gaya Arabnya dapat dilihat dengan kubah-kubah model timur tengah dan gaya Perancis terlihat dari model bangunan yang berarsitektur Perancis. Hotel bintang lima di Rabat, saya kira.
Sepanjang jalan, saya bisa melihat lahan-lahan pertanian yang mengering. Karena musim kemarau, maka banyak pohon yang meranggas. Mengering meskipun tidak mati. Andaikan kunjungan ini di musim hujan, tentu akan terlihat betapa suburnya daerah sepanjang Casablanca Rabat ini. Menurut penuturan staf KBRI, bahwa daerah ini adalah penghasil buah-buahan. Selain itu juga gandum. Padi tidak ditanam di sini. Buah-buahan, seperti jeruk, semangka, wortel, tomat, melon dan sayur-sayuran tersebut menjadi bahan ekspor ke Eropa.
Di kiri dan kanan jalan, dapat dilihat pepohonan yang masih menghijau sementara rerumputan mengering. Kalau musim hujan tentu lahan di sekitar jalan raya atau jalan tol ini menjadi hamparan yang menghijau dengan warna-warni pepohonan dan bunga-bunganya. Maroko memang tidak seperti negeri Eropa dengan cita rasa keindahan yang luar biasa. Akan tetapi satu hal yang penting adalah bahwa Maroko adalah sebuah negeri Islam dengan masyarakatnya yang agamis dan tempat peribadatan yang luar biasa banyak.
Wallahualam a’lam bia alsahawab.

PUASA DI NEGERI MAGHRIBI

PUASA DI NEGERI MAGHRIBI
Maroko memang dikenal sebagai negeri maghribi. Atau artinya adalah negeri yang terletak di wilayah paling barat di antara negeri Islam lainnya. Jika Al Quran menyebutkan wilayah barat, atau wilayah maghribi, maka yang ditunjuk adalah wilayah negeri Maroko ini.
Dibandingkan dengan jarak wilayah Indonesia dan wilayah Maroko, maka jarak waktunya adalah tujuh jam. Dengan jeda waktu tujuh jam tersebut, maka sangat memungkinkan orang yang bepergian ke wilayah ini maka akan terkena jetlag. Saya kira hampir seluruh anggota rombongan mengalami hal yang sama. Saya juga merasakan hal yang sama dengan lainnya. Apalagi saya yang punya potensi sulit tidur, Maka dapat dipastikan bahwa persoalan jetlag adalah persoalan yang tidak sederhana. Inilah salah satu kerumitan saya di dalam bepergian ke luar negeri yang memiliki jeda waktu yang sangat memadai.
Kepergian saya sebagai bagian dari rombongan Pak Menteri Agama terjadi pada bulan puasa. Biasanya, pada bulan puasa saya menghindari bepergian jauh. Persoalannya tentu adalah kesulitan saya untuk beradaptasi dengan berbagai daerah yang baru, apalagi dengan wilayah yang sangat jauh seperti ini. Dihitung dari jarak waktu, maka Maroko itu segaris dengan waktu di London. Jadi kalau di Maroko jam 06.00 pagi, pada waktu saya menulis ini, maka di London juga memiliki waktu yang hampir sama dengan di sini.
Pak Suryadharma Ali memang memiliki jadwal yang sangat padat di dalam kunjungannya ke berbagai negeri di luar negeri. Sebagaimana bulan yang lalu ketika beliau kunjangan ke Thailand, maka di Maroko juga dengan jadwal yang sangat padat. Ada MoU dengan kementerian Wakaf dan Urusan agama Islam di Maroko, serta kunjungan ke tempat lain.
Sebagaimana yang juga sering saya nyatakan, bahwa problem lain yang selalu saya hadapi di luar negeri adalah persoalan makan. Lidah saya tidak mudah adaptasi dengan berbagai makanan. Dalam nada gurau sering saya nyatakan bahwa pikiran boleh mengglobal, akan tetapi lidah tetap saja lokal. Di bulan puasa seperti ini, maka dua kesulitan itu menjadi problem yang serius bagi saya.
Kepergian saya ke Maroko itu ibaratnya mengejar matahari terbenam. Dengan jarak waktu selama tujuh jam, maka akibatnya puasa menjadi sangat panjang. Di dalam perjalanan, maka sahur di atas wilayah Pakistan dan harus berbuka di Rabat Maroko. Jika diperhitungkan maka puasa di hari pertama kedatangan saya ke Maroko adalah sepanjang 20 jam. Semua memang telah berniat untuk tidak membatalkan puasa. Maka jadilah puasa di Maroko pada hari pertama itu sepanjang 20 jam dan merupakan pengalaman yang mengesankan. Islam memang membolehkan untuk berbuka di dalam suasana perjalanan atau sakit, akan tetapi ada sesuatu yang menggelitik agar terus menjaga puasa sampai tuntas.
Pada bulan Juli, waktu siang di Maroko jauh lebih panjang. Matahari terbenam pada jam 19.45. Sedangkan waktu subuh pada pukul 03.45. Makanya kalau dihitung bentangan waktu puasa adalah sepanjang 16 jam. Jauh lebih lama sepanjang empat jam dibandingkan dengan puasa di negara Indonesia. Tentu saja waktu empat jam bukanlah waktu yang pendek. Artinya, bagi masyarakat Indonesia sudah bisa menikmati saat berbuka puasa, maka umat Islam di Maroko masih harus berjuang menahan lapar dan dahaga dalam waktu empat jam lagi.
Berpuasa sepanjang waktu ini tentu merupakan pengalaman yang sangat penting. Dengan berpuasa jauh lebih lama di negeri orang, dengan makanan yang kurang cocok dengan lidah, dengan aktivitas yang tinggi dan kurang istirahat atau tidur, maka bisa menjadikan kita semakin bersyukur menjadi bagian dari umat Islam yang bermukim di Indonesia.
Saya kira menjadi umat Islam di Indonesia adalah rahmat Allah yang luar biasa. Bisa dibayangkan bahwa puasa sepanjang 16 jam, dengan sengatan udara yang panas dan hawa yang dingin kala malam hari, maka menjadi orang Indonesia adalah kenikmatan yang sangat besar. Ni’matul udzma, kata para ustaz.
Oleh karena itu jika menjadi orang Indonesia kemudian tidak bersyukur kepada Allah atas kenikmatan yang diberikan itu, maka rasanya akan menjadi sangat kufur. Bandingkan dengan waktu subuh jam 03.45 di maroko, yang rasanya orang indonesia masih sedang enakan istirahat, maka orang Maroko sudah harus menunaikan shalat subuh. Subuh di Indonesia menandai waktu pagi dan kemudian memulai aktivitas, dan maghrib menandai waktu masuknya malam waktu kita harus istirahat. Perbedaan waktu seperti ini, tentu bisa menjadi kaca benggala betapa waktu menjadi variabel penting di dalam aktivitas kehidupan.
Jadi, memang sudah selayaknya, orang Indonesia bersyukur atas karunia Allah yang berupa waktu yang sangat cocok dan menyenangkan tersebut.
Wallahualam bi alshawab