• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

DAKWAH ISLAM DI ERA MODERN

DAKWAH ISLAM DI ERA MODERN
Dalam suatu acara Seninar internasional yang diselenggarakan di IAIN Walisongo Semarang, tentang Dawah Islam, maka saya sampaikan bahwa ada dua tantangan mendasar tentang dakwah islamiyah dalam kajian akademik maupun praksis.
Secara historis dapat diketahui bahwa proses Islamisasi di nusantara terjadi karena aktivitas dakwah. Tanpa usaha yang dilakukan oleh para dai, maka rasanya tidak mungkin akan terjadi ke pengantar terbesar umat Islam di Indonesia sebagaimana yang kita ketahui sekarang.
Dakwah Islam memiliki dua tantangan sekaligus. Pertama adalah tantangan keilmuan dakwah yang hingga sekarang belum tampak perkembangannya yang menggembirakan. Ilmu dakwah tampak stagnan dalam tataran pengembangan keilmuannya. Jika mengacu pada dimensi pengembangan keilmuan tersebut pada tulisan-tulisan ilmu dakwah yang sangat menonjol, maka rasanya tidak kita jumpai karya akademis outstanding tentang dakwah tersebut. Banyaknya buku atau jurnal yang di dalamnya menjadi instrumen bagi pengembangan ilmu dakwah maka tentu akan menjadi ajang bagi pengembangan ilmu dakwah tersebut.
Ada banyak pengkaji ilmu dakwah yang kemudian berubah pikiran untuk mengembangkan ilmu komunikasi atau community development atau bahkan kajian konseling. Akibatnya, orang lebih melihat pada cabang-cabangnya dan bukan pada pohon atau akarnya. Jika kita lihat di lapangan, maka tidak banyak kajian tentang dimensi-dimensi ontologis dan epistemologis keilmuan dakwah. Melalui diskusi atau kajian yang mendasar tentang hal ini, maka pengembangan keilmuan dakwah akan menjadi lebih semarak. Harus kita ingat bahwa hanya dengan diskusi atau kajian yang hangat saja maka pengembangan ilmu dakwah akan menjadi kenyataan.
Kedua, problem atau tantangan praksis dakwah. Harus kita akui bahwa dakwah bil lisan memang mendominasi terhadap percaturan dakwah di Indonesia. Ada banyak tokoh yang mengembangkan dakwah bil lisan ini. Baik dakwah bil lisan yang dilakukan melalui aktivitas bertajuk dakwah atau yang berupa sisipan dakwah dalam acara-acara yang khusus, misalnya peristiwa pernikahan, khitanan, jumatan, atau lainnya. Selain ini juga ada dakwah yang dilakukan melalui media massa, seperti televisi, radio, atau media massa lainnya. Tentu saja semuanya memiliki sejumlah pengaruh bagi para audiennya.
Dakwah Islam memang merupakan usaha yang dilakukan oleh para dai kepada masyarakat agar etika menjadi penganut Islam yang benar. Melalui dakwah Islam, maka masyarakat akan dapat menjadi pemeluk Islam yang menaati ajaran agamanya. Dan melalui dakwah Islam maka masyarakat yang memegangi prinsip kehidupan berdasarkan ajaran agama akan didapatkan.
Meskipun secara general bahwa masyarakat Indonesia adalah umat Islam terbesar di dunia, akan tetapi dari sisi kehidupannya belumlah menjadi masyarakat yang ideal. Yaitu masyarakat yang memiliki keyakinan keagamaan yang kuat, memiliki prinsip kehidupan yang benar dan memiliki ketercukupan secara ekonomis. Banyak masyarakat Indonesia yang belum seperti gambaran ini.
Ada banyak masyarakat Indonesia yang beragama Islam dalam keadaan masih miskin atau kaum mustadafin. Mereka yang masih terasa di bawah garis kemiskinan dan masih terpinggirkan. Oleh karena itu, gerakan ke arah mengembangkan ekonomi umat Islam saya kira merupakan gerakan yang tepat bagi masyarakat Islam di Indonesia.
Dakwah Islam memang sudah menggunakan pendekatan yang modern. Dakwah sudah menggunakan medium informasi yang mutakhir. Dakwah sudah dikemas dengan medium televisi, radio, surat kabar dan sebagainya. Dakwah sudah menghiasi halaman demi halaman surat kabar, dakwah sudah menghiasi tayangan demi tayangan medium televisi. Akan tetapi dakwah yang berpusat pada peningkatan ekonomi umat tentu belumlah menjadi arus utama bagi masyarakat kita.
Dakwah dengan menggunakan pendekatan ekonomi memang masih menjadi keinginan dan belum memperoleh sentuhan yang maksimal. Memang sudah ada gerakan dakwah melalui ekonomi, misalnya yang dilakukan oleh yayasan-yayasan yang memang bergerak di bidang perekonomian. Namun demikian, gerakannya belumlah lincah di dalam mempercepat peningkatan kualitas ekonomi umat.
Ke depan saya kira harus semakin banyak dakwah melalui pemberdayaan ekonomi umat, sehingga upaya untuk mempercepat tujuan dakwah yakni terbentuknya masyarakat Islami yang berkecukupan secara ekonomi akan dapat dicapai. Jika kita menggunakan ukuran bahwa kesejahteraan ekonomi adalah indikator kebahagiaan, maka dengan ketercukupan ekonomi maka akan lebih cepat untuk menggapai kebahagiaan tersebut.
Wallahualam bisshawab.

TEMU TOKOH AGAMA DI MALAYSIA

TEMU TOKOH AGAMA DI MALAYSIA
Saya sangat senang mengikuti kunjungan Pak Menteri Agama, Dr. Suryadharma Ali, di Malaysia kali ini. Selain bisa menikmati jalan darat dari Singapura ke Malaysia juga dapat menikmati makanan khas Malaysia dan acara pertemuan yang berbobot antara menteri agama dengan tokoh agama di Malaysia. Jalan darat antara Singapura dan Malaysia juga sangat indah. Ada hutan buatan yang dapat digunakan sebagai pemandangan yang menarik. Makanya jalan itu dinamakan woodland. Kira-kira falsafah pembuatannya adalah jadikan sekitar jalan adalah pemandangan hutan buatan.
Malam hari, 15 Desember 2013 dilakukan pertemuan di hotel Thirston antara Menteri Agama dengan pejabat agama dan juga pimpinan UTM. Pertemuan ini, sesuai dengan temanya adalah tentang kerukunan antar dan intern umat beragama. Di dalam bahasa Malaysia disebut sebagai Harmonian Kehidupan beragama, Internal dan eksternal. Pertemuan ini dihadiri oleh Ketua Jabatan Mufti Johor Bahru, Datuk Taqrir, Rektor Universitas Al Azhar Cawangan Malaysia, Prof. Salamat, Dekan Fakultas Tamadun Islam, Prof. Hussein Salamun, mantan Dekan FTI, Prof. Azmi, timbalan Dekan FTI, Prof. Ramli Awang, dan sejumlah pejabat agama di Johor Bahru. Acara ini dipimpin oleh Prof. Jandra dari UTM.
Menteri Agama memulai ceramahnya dengan menyatakan bahwa kehidupan beragama di Indonesia sesungguhnya sangat baik. Hal ini bukan sebuah omong kosong akan tetapi merupakan kenyataan yang diketahui oleh banyak orang Indonesia. Di dalam hal ini, maka kita semua tahu bahwa kerukunan umat beragama adalah merupakan kerukunan yang bukan hanya sekedar di luarnya saja akan tetapi merupakan kerukunan yang sesungguhnya seperti itu.
Di Indonesia, kerukunan sudah merupakan budaya bangsa. Hampir di seluruh wilayah dijumpai ungkapan-ungkapan yang merupakan bahasa simbolik tentang kerukunan tersebut. Misalnya ungkapan satu tungku tiga batu di Papua. Kitorang Basudara di Sulawesi Utara, Pela Gandong di Maluku, dan sebagainya. Semua ini menggambarkan bahwa kerukunan telah menjadi kebudayaan masyarakat Indonesia.
Kerukunan bukan hanya berada di luarnya saja akan tetapi memasuki aspek mendalam di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kerukunan bukan hanya berada di dalam ucapan saja akan tetapi telah menjadi tindakan masyarakat Indonesia. Cobalah amati tentang bagaimana masyarakat Indonesia menghargai agama-agama lain. Tidak hanya menghargai agama yang besar akan tetapi juga menghargai agama dengan jumlah penganut yang kecil. Kita tahu bahwa Konghucu hanya diikuti oleh sangat sedikit masyarakat Indonesia, akan tetap saja penghargaan terhadap agama ini dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada konflik antar umat beragama. Dan harus juga diakui bahwa tidak ada di dunia ini suatu masyarakat yang sama sekali tidak ada konflik di dalamnya. Jangankan masyarakat luas dengan aneka kepentingannya, yang namanya rumah tangga saja juga ada konfliknya. Makanya, konflik di dalam kehidupan merupakan hal yang wajar terjadi di dalam suatu masyarakat. Apalagi dalam masyarakat majemuk seperti di Indonesia ini.
Bisa dibayangkan jumlah penduduk sebanyak 240 juga lebih, dengan 17 ribu pulau, dengan 500 lebih bahasa dan sukunya, dengan jumlah yang sebegitu besar, maka tentunya juga akan sangat sulit untuk memanej kerukunan beragama tersebut. Akan tetapi dengan kenyataan kerukunan di Indonesia, tentunya semua harus mengapresiasi. Oleh karena itu sangat pantas jika kerukunan beragama merupakan isu yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia.
Ada sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh Prof. Azmi, yaitu tentang hubungan antara sunni dan Syiah di Indonesia dan sunni dan Ahmadiyah. Menteri Agama memberikan jawaban bahwa di Indonesia memang sedang diramaikan tentang isu antara Sunni dan Syiah. Padahal sesungguhnya yang terjadi di Sampang Madura, bahwa konflik itu sebenarnya semula bukan konflik antar agama antara konflik antar keluarga. Memang mereka memiliki pemahaman agama yang berbeda. Ada yang penganut Syiah dan ada yang penganut Sunni. Dari konflik antar keluarga ini kemudian dijadikan sebagai konflik masyarakat dan kemudian konflik agama.
Kita tidak bisa menyatakan sebagai konflik Sunni dan Syiah, sebab kaum Syiah juga banyak variasinya. Kita tidak bisa menggeneralisir kaum Syiah dengan sebutan yang sama. Sebab ada yang berkeyakinan bertentangan dengan sunni dan ada juga yang tidak. Makanya, di dalam kasus di Sampang harus dilihat sebagai hubungan sesama tentangga, sesama komunitas dan bukan atas nama agama. Jika ada tetangga yang menghina keyakinan agama kita, maka kita pasti akan marah, jika ada tetangga kita menghina istri atau anak kita, kita juga pasti marah, bahkan kalau ada tetangga kita yang menendang binatang kesayangan kita, maka kita juga akan marah. Itulah sebabnya kita harus membangun hubungan baik di dalam bertetangga. Inilah yang seharusnya menjadi tema di dalam penyelesaian kasus di Sampang Madura.
Tentang Ahmadiyah, ada cara penyelesian yang baik. Telah terdapat sebanyak 700 lebih warga Ahmadiyah yang konversi ke sunni. Akan tetapi problemnya adalah mereka kemudian diisolir oleh kaum Ahmadiyah lainnya. Maka kemudian mereka kita berikan pengembangan usaha melalui dana dan ketrampilan. Kita berharap bahwa dengan perubahan keyakinan ini akan meneguhkan lainnya untuk juga berubah.
Bagi kita, bahwa kalau ada orang Islam tetapi Nabinya Bukan Nabi Muhammad SAW, maka pastilah mereka bukan orang Islam. Sama halnya dengan ada orang yang menghina terhadap sahabat Rasul: Abu bakar, Umar dan Usman, atau menganggap bahwa Aisyah adalah pelacur, maka pastilah mereka itu menghina kepada umat Islam lainnya. Jadinya ukurannya jelas. MUI sudah membuat kriteria tentang mana ajaran yang sesat dan yang tidak. Jika ajaran tersebut menyimpang dari 10 prinsip di dalam ajaran Islam, maka dianggap sebagai penyimpangan.
Oleh karena itu, kita selalu menghargai terhadap keyakinan agama lain dalam kapasitas apa adanya. Jika ingin hidup rukun maka syaratnya harus saling menghargai satu dengan lainnya. Kerukunan interen dan antar umat beragama hanya akan terjadi manakala di antara mereka terdapat saling pemahaman dan saling penghargaan.
Pertanyaan lain yang tidak kalah menarik sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Salamat tentang bagaimana mengembangkan kerukunan umat beragama, sebab banyak sekali upaya untuk melakukan penghinaan terhadap ajaran agama. Selain itu juga ada banyak usaha yang dilakukan untuk melakukan dakwah kepada agama lain. Tentang hal ini pasti akan terdapat benturan-benturan.
Kita sesungguhnya tidak bisa memaksakan keyakinan kita kepada siapapun. AL Quran sendiri mengajarkan agar kita percaya bahwa petunjuk itu hanya milik Allah semata. AL Quran menyatakan bahwa “sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau cintai sekalipun, sebab sesungguhnya Allah saja yang akan memberi petunjuk kepada siapapun yang dikehendakinya”. Makna dibalik ayat ini adalah bahwa manusia tidak memiliki kekuatan untuk mengubah keyakinan manusia lainnya. Makanya, kita juga harus menenggang rasa kepada orang lain yang berbeda keyakinan dengan kita.
Selama kita bisa melakukan tindakan yang benar sesuai dengan ajaran agama kita, maka kita pasti tidak akan melakukan penghinaan terhadap agama lain. Selama kita bisa mengarahkan terhadap nafsu amarah kita, maka rasanya bangunan kerukunan umat beragama bukan sebuah isapan jempol saja, akan tetapi akan bisa menjadi kekuatan yang hebat.
Jadi yang penting adalah bagaimana kita membangun kepedulian terhadap sesama manusia dengan tanpa membedakan apapun agama dan keadaan sosialnya, sehingga kita akan bisa hidup berdampingan satu dengan lainnya dalam kesatuan dan persatuan bangsa.
Wallahualam bisshawab.

MEMPERKUAT PENDIDIKAN AL QUR’AN

MEMPERKUAT PENDIDIKAN AL QUR’AN
Satu hal yang menarik disampaikan oleh Menteri Agama RI, Dr. Suryadharma Ali dalam pertemuan dengan para mahasiswa baru UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dalam acara istighasah akbar bersama Jam’iyah Istighasah AL Hikmah di Kampus UIN Malang.
Di dalam acara ini Menteri Agama menyampaikan betapa pentingnya mengembangkan pendidikan berbasis AL Qur’an. Baginya pendidikan yang benar adalah pendidikan yang menjadikan AL Qur’an sebagai sumber inspirasi dan dasar bagi pengembangannya. Dengan menjadikan al Qur’an sebagai sumber inspirasi dan sumber pembelajarannya maka pendidikan tersebut akan berada di dalam arah yang benar. Pendidikan yang menjadikan AL Quran sebagai rohnya maka akan menghasilkan intelektual yang ulama dan ulama yang intelektual.
Pengembangan IAIN menjadi UIN sesungguhnya memiliki tujuan yang sangat mulia terkait dengan pendidikan di Indonesia. Dengan mengembangkan IAIN menjadi UIN, maka berarti akan terdapat pengembangan keilmuan yang luar biasa. Jika selama ini IAIN kental dengan pengembangan ilmu keislaman, maka dengan menjadi UIN maka akan didapatkan pengembangan yang luas mengenai ilmu keislaman dimaksud. Di dalamnya akan didapati pendidikan ilmu sosial dan humaniora serta sains dan teknologi.
Melalui wider mandate seperti ini, maka peluang untuk mengembangkan pendidikan yang akan menjadikan AL Quran sebagai basisnya akan diperoleh. Betapa hebatnya jika didapatkan sarjana yang memiliki kemampuan hard skilled di bidang sains dan teknologi lalu memiliki softskilled yang sangat memadai d bidang ilmu AL Quran. Alangkah indahnya jika seorang psikolog atau sosiolog juga hafal AL Quran 30 jus. Mereka ahli fisika dan hafal AL Quran, mereka ahli biologi tetapi ahli AL Quran. Mereka tidak hanya hafal AL Quran akan tetapi juga ahli agama yang andal.
Sesungguhnya dibentuknya IAIN dan UIN didalam dunia pendidikan adalah untuk mencetak sarjana yang memiliki keahlian di dalam ilmu agama akan tetapi juga memiliki ilmu pengetahuan lain yang menunjang terhadap ilmu keislaman tersebut. Dengan demikian, pendidikan yang dikembangkan adalah pendidikan agama berbasis pada pengetahuan lainnya.
Didirikannya UIN adalah untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan ilmu-ilmu yang memiliki relevansi langsung dengan kebutuhan masyarakat. Misalnya betapa pentingnya ilmu sains dan teknologi di tengah kehidupan masyarakat yang sedang membangun. Demikian pula yang diinginkan adalah bagaimana UIN tersebut bisa menghasilkan ilmuwan yang tidak hanya memiliki kemampuan yang baik di bidang ilmu sebagai hard skilled-nya, akan tetapi juga memiliki kemampuan pengetahuan keagamaan yang sangat baik. Oleh arena itu maka menjadi pantas jika para pimpinan PTAI memiliki kepedulian terhadap peningkatan pemahaman agama pada mahasiswa.
Saya merasa senang dewasa ini, bahwa melalui program Ma’had AL Jami’ah, maka kemudian pengkajian ilmu keislaman menjadi semakin semarak. Di UIN Malang ada sebanyak 20 persen yang menghafal AL Quran. Demikian pula di UIN Sunan Ampel juga ada ratusan mahasiswa yang menghafal AL Quran, demikian pula di PTAIN lain. Hampir seluruh PTAIN yang memiliki Ma’had AL Jami’ah, pastilah di dalamnya ada praktik hafalan AL Quran.
Kita juga merasa gembira sebab perhatian Menteri Agama, Dr. Suryadharma Ali terhadap para penghafal AL Quran sangat besar. Hal ini ditunjukkan dengan adanya program beasiswa yang dikhususkan bagi para penghafal AL Quran. Tahun 2013 kementerian agama telah memulai program baru terkait dengan pemberian bantuan pendidikan bagi para penghafal AL Quran.
Meskipun jumlahnya belum banyak akan tetapi sebagai program rintisan saya kira akan sangat bermakna bagi para penghafal AL Quran. Melalui pemberian bantuan pendidikan ini, maka mereka merasa memperoleh perhatian dari pemerintah. Sungguh merupakan berita yang sangat menggembirakan bagi para mahasiswa yang memiliki kemampuan untuk menghafal Alquran.
Dengan demikian, melalui penguatan pendidikan AL Quran, apakah dalam bentuknya menghafal Alquran, kajian tafsir atau pendalaman kitab kuning berbasis AL Quran, maka ke depan akan dihasilkan para alumni pendidikan tinggi
yang memiliki kemampuan plus. Jadi, ke depan tidak akan dikhawatirkan akan berkurangnya orang Indonesia yang memiliki kemampuan di bidang ilmu AL Quran.
Dan tempat untuk mengembangkannya adalah Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), yang memenan semenjak awal didesain untuk kepentingan tersebut.
Wallahualam bisshawab.

TANTANGAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

TANTANGAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
Hari Sabtu, 13 Desember 2013, menteri Agama RI, Dr. Suryadharma Ali meresmikan berdirinya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam di di enam PTAIN, yaitu: UIN Makasar, UIN Jogyakarta, IAIN Walisongo Semarang, IAIN Sumatara utara, IAIN Surakarta dan IAIN Palembang. Dengan berdirinya fakultas baru ini, maka tentu akan menambah akses bagi masyarakat untuk memasuki pendidikan tinggi dengan program studi dan jurusan yang semakin banyak.
Acara yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa UIN Makasar, para guru besar dan dosen serta pimpinan PTAIN ini tentu sangat menarik, sebab yang meresmikan adalah Menteri Agama yang memang sangat layak untuk meresmikannya. Dengan bertambahnya fakultas baru ini maka tentunya bisa memberikan peluang agar masyarakat bisa mengakses program studi ekonomi yang berbasis ilmu keislaman. Melalui pembukaan fakultas baru di bidang ekonomi, maka sekarang ini tidak hanya ada aku kata ekonomi di perguruan tinggi umum, akan tetapi juga fakultas ekonomi di PTAIN.
Acara peresmian fakultas baru ini menjadi menarik sebab juga dihadiri oleh pada pejabat pusat yang memang sedang hadir di Makasar. Selain acara ini juga ada acara gerak jalan kerukunan dan dialog antar umat beragama di kota Makasar. Hadir juga Dirjen Bimas Islam, Dirjen Bimas Budha, Direktur Pendidikan tinggi Islam, Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam, sekretaris Bimas Islam, dan pejabat lainnya. Banyaknya pejabat yang hadir di acara ini tentu menjadi keistimewaan tersendiri bagi peresmian fakultas batu ini.
Di dalam kesempatan ini, Menteri Agama menyampaikan tentang tantangan umat Islam dan khususnya tantangan pendidikan tinggi Islam tekait dengan perkembangan ekonomi baik nasional maupun internasional. Tantangan ini merupakan masalah yang harus dijawab oleh PTAIN dengan program studi atau fakultas ekonomi Dan bisnis Islam.
Pertama, adalah tantangan tentang pemerataan, penguasaan dan akses ekonomi masyarakat. Di Indonesia ternyata penguasaan ekonomi dan pemerataan ekonomi merupakan masalah yang terus ada dan terus terjadi. Semenjak Pemerintah orde baru mengembangkan ekonomi pertumbuhan sebagai konsep pembangunan ekonomi, maka terjadilah kesenjangan ekonomi yang menganga. Melalui konsep trickle Down effect yang dibanggakan sebagai terapi terhadap konsep ekonomis growth, maka diharapkan akan terjadi penetesan ke bawah. Akan tetapi kenyataannya bahwa konsep tersebut tidak berlaku. Pertumbuhan ekonomi yang tidak dibarengi dengan pemerataan ekonomi akan menjadikan jurang atau kesenjangan ekonomi semakin menganga.
Kenyataannya bahwa jumlah orang miskin sampai hari ini masih banyak, kira- kira 11,5 persen, jumlah para pengusaha yang hanya 0,01 persen ternyata menguasai 46 persen ekonomi nasional. Dengan demikian, jumlah para pengusaha mikro dan menengah serta masyarakat luas hanya menguasai 54 persen ekonomi nasional. Melalui kenyataan semacam ini, maka tantangan kita yang mendasar adalah bagaimana membuat keseimbangan ekonomi nasional tersebut terjadi di masa depan.
Kedua, tantangan masih sedikitnya kaum pengusaha dan pada wirausahawan yang berbasis pada kala menengah dan bawah. Kenyataannya bahwa para pengusaha besar nasional adalah mereka yang memperoleh dukungan politik di asa lalu. Melalui konsep pertumbuhan, maka yang menjadi jadi besar adalah para pengusaha yang sudah memperoleh akses kebijakan ekonomi. Pertumbuhan kaum wirausahawan di Indonesia memang lambat dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya, misalnya Malaysia dan Singapura. Kita masih membutuhkan banyak kaum wirausahawan yang menggeluti berbagai jenis usaha di Indonesia.
Tantangan kedua adalah pengembangan ekonomi syariah. Perkembangan ekonomi syariah sangat baik dalam dua dekade terakhir. Perkembangan ekonomi syariah secara nasional mengalami perkembangan sebesar 40 persen, dibanding perkembangan ekonomi konvensional yang hanya 19 persen setiap tahunnya. Potensi Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah memang menggembirakan. Ketika Presdien Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan Gerakan Ekonomi Syariah (GRESS) pada 17 Nopember 2013 dinyatakan bahwa perkembangan ekonomi syariah bukanlah sebuah utopia. Pertumbuhan ekonomi syariah tidak hanya pada perba kan dan non bank, akan tetapi juga pada sektor lain seperti pendidikan, perdagangan, fashion, industri kreatif, UMKM dan investasi.
Kemudian, di sektor perbankan syariah, data pertumbuhan dan struktur perba kan syariah memperlihatkan daya tahan si tengah gejolak pasar keuangan global. Pertumbuhan aset bank syariah juga mengalami peningkatan yang tinggi. Misalnya pada tahun 2012, terjadi peningkatan Rp156,41 triliun menjadi Rp218,57 triliun pada tahun 2013. Pembiayaan syariah tumbuh 45,61 persen dan penghimpunan dana mencapai pertumbuhan 37,46 persen. Dengan kondisi seperti ini, maka perbankan syariah menjadi nomor empat setelah Iran, Malaysia dan Arab Saudi. Dengan pertumbuhan seperti ini, maka tentunya harus ada usaha yang lebih keras dari para pengembang ekonomi syariah untuk semakin mempercepat pertumbuhan ekonomi syariah. Bukan tidak mungkin ke depan ekonomi syariah akan bisa menduduki peringkat yang lebih baik.
Tantangan ketiga, adalah SDM ekonomi syariah yang andal. Perkembangan ekonomi syariah yang menggembirakan tersebut tentu saja membutuhkan para pengelola ekonomi syariah yang andal. Banyaknya pertumbuhan kelembagaan ekonomi syariah entah saja membutuhkan tenaga-tenaga yang memiliki kecakapan dan profesionalisme di dalam mengembangkan lembaga ekonomi syariah tersebut. Oleh karena itu, maka bagi FEBI, hal ini merupakan tentangan yang bersifat Angsana terhadap perlunya penyediaan tenaga profesional ekonomi syariah.
Dengan 180 juta muslim Indonesia yang berpotensi untuk menjadi pasar ekonomi syariah, maka tentu diperlukan adanya tenaga profesional ekonomi syariah. Dan ini sekaligus juga menjadi tantangan ulama bagi perguruan tinggi yang memiliki prodi ekonomi syariah.
Ke depan, kita semua berharap agar keberadaan FEBI akan bisa menandai kebangkitan tenaga profesional yang memiliki keahlian di bidang ekonomi syariah. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menghadirkan tenaga profesional ekonomi syariah tersebut di tengah keinginan untuk mengembangkan ekonomi syariah dalam jenjang yang lebih baik.
Wallahualam bisshawab.

RENSTRA BAGI TOKOH PENDIDIKAN TINGGI

RENSTRA BAGI TOKOH PENDIDIKAN TINGGI
Di dalam forum pertemuan para pakar pendidikan, saya mengemukakan beberapa masalah yang dihadapi oleh pendidikan tinggi. Di antaranya adalah tentang problem jumlah prodi dengan lembaga tidak seimbang. Terkait dengan hal ini, maka diperlukan perluasan akses yang memungkinkan bagi daerah yg belum ada PTAIN-nya harus ada PTAIN-nya, misalnya Sulawesi Barat, NTT dan sebagainya,
Selain itu, juga ada kecenderungan PTU mengadakan prodi dan fakultas agama, misalnya Universitas Trunojoyo Madura dan juga didirikannya prodi ekonomi syariah di beberapa PTN. Yang tidak kalah pentingnya adalah jumlah mahasiswa PTAIN dan PTAIS yang tidak seimbang, di mana jumlah PTAIN sedikit dengan jumlah mahasiswa yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah PTAS yang banyak dengan jumlah mahasiswa yang lebih sedikit. Dan bagi PTAI ternyata problem akreditasi juga masih menjadi masalah utama, sebab masih banyak PTAI yang belum maksimal peringkat akreditasinya. Padahal ke depan kita sungguh membutuhkan pengakuan internasional, yang berbasis pada program unggulan masing- masing PTAIN
Pada aspek lain, Dr, Bahrul Hayat, Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, juga memandang perlu adanya perencanaan strategis. Untuk ini maka harus ada task force untuk pengembangan PTAIN dan juga madrasah. Harus ada dokumen untuk mengembangkan strategi pembangunan pendidikan khususnya PTAI dan Madrasah, yang dapat menjadi buku putih yang akan dapat dijadikan sebagai bluenprint di Kementeian agama di dalam pengembangan pendidikan. Untuk PTAIN yang jmlahnya 53 itu akan dibawa kemana dan untuk ini maka akan dihasilkan strategi pengembangan PTAIN. Coba harus dicari nama yang bagus agar marketable dan bisa dijual ke lembaga internasional maupun nasional.
Untuk kepentingan ini juga diperlukan Pengembangan SDM yang harus dipikirkan betul sehingga akan dapat menunjang terhadap pengembangan PTAIN dan juga pe ngembangan infrastruktur agar dikuatkan asalkan ada data yang mendukung tentang hal ini. Oleh karena itu diperlukan beberapa tim. Ada tim penasihat atau tim pengarah, tim teknis dan tim ini akan menghasilkan dokumen lalu dilakukan diskusi dengan Bappenas, lalu tokoh-tokoh mantan menteri atau tokoh pendidikan lainnya.
Bagi Prof. Dr. Doddy Nandika, Bahwa Renstra tidak hanya kumpulan program akan tetapi justru harus ada rohnya. Harus bisa menjadi tolok ukur bagi kemajuan PTAIN. Perlu ada reward terhadap kinerja PTAIN misalnya harus ada kartu biru, kuning merah dan sebagainya. Renstra juga harus didrive sedemikian kuat sehingga akan ada kemajuan. Harus ada percepatan pada PTAIN tertentu dan tidak bisa semuanya dimajukan bersama. Untuk kepentingan itu, maka pengungkit terbesar adalah SDM. Perlu ada penguatan SDM tentang pengembangan PTAIN. SDM adalah prime mover. Anggaran akan datang melalui outstanding person ini. Kita harus ingat bahwa kekuatan Indonesia terdapat pada aspek basis pendidikan dengan makro ekonomi yang baik. Di dalam hal ini, maka harus ada percepatan PTAIN, misalnya 10 PTAIN untuk menjadi research University.
Prof. Dr. Azyumardi Azra, mengungkapkan akan arti penting ditekankan adanya integrasi ilmu. Juga harus diungkapkan tentang integrasi keislaman, keindonesiaan dan kemodernenan. Gagasan ini diperlukan untuk memperkuat basis Islam wasatiyah tetapi tetap berorientasi pada masa depan. Islam dan keindonesiaan harus tetap diperkuat dan dikembangkan.
Ke depan tentu juga diperlukan Pengembangan jaringan antar PTAIN yaitu jaringan antar PTAIN, PTU dan universitas luar negeri. Jaringan ini bisa berbentuk pertukaran dosen, riset bersama dan sebagainya. Dengan perguruan tinggi luar negeri mestinya harus ada jaringan untuk membangun WCU. Termasuk juga dosen luar negeri yang mengajar di PTAIN. Bahkan para mahasiswa luar negeri bisa juga digunakan untuk mengajar di PTAIN. Perlu riset based learning, misalnya untuk S2 dan s3.
Untuk menunjang pengembangan PTAIN juga diperlukan banyak profesor yang baik. Untuk memperoleh profesor yang banyak dan baik, maka seleksi untuk menjadi profesor juga harus sering dilakukan sidang. Jangan hanya dua kali sidang akan tetapi bisa lebih banyak. Profesor perlu diperbanyak untuk kepentingan akreditasi. Jika perlu agar profesor itu bisa dikeluarkan surat keputusannya oleh misalnya kementerian agama sendiri.
Prof. Dr. Amin Abdullah, juga menyatakan bahwa Perubahan ke depan adalah integrasi ilmu dan dipadukan dengan keindonesiaan, keilmuan dan kemodernenan. Kiranya akan ada Higher Education Long Term Strategy atau HELTS baru yang digagas dan didokumentasikan. Dewasa ini, keinginan untuk alih status tidak bisa dibendung, maka harus ada kecermatan di dalam pengembangan PTAIN. Untuk itu, maka harus dikembangkan ke depan untuk memperoleh pemimpin PTAI yang baik dan berwawasan luas. Yang memiliki mimpi untuk membangun PTAIN-nya. Maka, Harus ada Center of leadership PTAIN. Berdasarkan pengamatan lapangan, bahwa pengetahuan para pimpjnan dan dosen PTAIN tentang integrasi ilmu masih sangat dangkal. Di Fakultas Psikologi UIN Riau, masih ada yang tidak tahu tentang integrasi ilmu. Makanya, sosialisasi dan pengembangan konsep dan implementasi integrasi ilmu perlu memperoleh basis penekanan yang kuat.
Prof. Dr. Imam suprayogo, mengungkapkan bahwa perubahan ke UIN menjadi penting. Maka STAIN harus diubah menjadi IAIN. untuk hal ini, maka yang penting adalah mengubah mental dosen dan pimpinan PTAIN bahwa kelembagaannya agar bisa sejajar dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya.Untuk pengembangan PTAIN maka harus dipandu oleh ulul Albab. Mestinya harus ada perubahan bukan hanya Ushuluddin, syariah, dan ilmu Islam lainnya akan tetapi juga ilmu lainnya.
PTAIN harus dikembangkan agar jangan ada mahasiswa yang dikirim ke Yaman, Libya, dan sebagainya akan tetapi harus ke PTAIN. Memang ada PT yang baik di luar negeri, misalnya Di Baghdad ada PT yang unggul di bidang riset. Ada keunggulan PT di tepi sangsi Tigris itu yang mengembangkan riset berpedoman dengan agama. Pendidikan Islam seharusnya dikembangkan dengan mencipta sebagaimana nama Allah yang pertama adalah yang maha mencipta.
Menurut Dr. Jamhari, agar Renstra diarahkan kepada pengembangan dosen melalui studi lanjut. Jadi dosen harus disekolahkan secara maksimal, sehingga akan diperoleh pengembangan kualitas yang kuat. UIN Jakarta memiliki 30 orang doktor di bidang kedokteran dan sekarang melonjak peringkatnya menjadi 10 fakultas kedokteran terbaik di Indonesia. Ternyata bahwa transformasi ke UIN merupakan keharusan sejarah, sebab pengaruhnya besar sekali bagi imaj masyarakat. Pengembangan prodi baru di bidang ilmu eksakta dikira sangat penting untuk mempercepat pengembangan kampus.
Dengan demikian, menurut para pakar pendidikan ini bahwa ke depan harus dirumuskan Renstra yang berbasis pada pengembangan kelembagaan, akademik, dosen, kualitas mahasiswa dan pengembangan sarana prasarana pendidikan secara khusus. Selain itu, juga diperlukan pengembangan ilmu integratif yang ke depan akan menjadi ciri khas pengembangan keilmuan di PTAIN.
Wallahualam bisshawab.