TANTANGAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
TANTANGAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
Hari Sabtu, 13 Desember 2013, menteri Agama RI, Dr. Suryadharma Ali meresmikan berdirinya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam di di enam PTAIN, yaitu: UIN Makasar, UIN Jogyakarta, IAIN Walisongo Semarang, IAIN Sumatara utara, IAIN Surakarta dan IAIN Palembang. Dengan berdirinya fakultas baru ini, maka tentu akan menambah akses bagi masyarakat untuk memasuki pendidikan tinggi dengan program studi dan jurusan yang semakin banyak.
Acara yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa UIN Makasar, para guru besar dan dosen serta pimpinan PTAIN ini tentu sangat menarik, sebab yang meresmikan adalah Menteri Agama yang memang sangat layak untuk meresmikannya. Dengan bertambahnya fakultas baru ini maka tentunya bisa memberikan peluang agar masyarakat bisa mengakses program studi ekonomi yang berbasis ilmu keislaman. Melalui pembukaan fakultas baru di bidang ekonomi, maka sekarang ini tidak hanya ada aku kata ekonomi di perguruan tinggi umum, akan tetapi juga fakultas ekonomi di PTAIN.
Acara peresmian fakultas baru ini menjadi menarik sebab juga dihadiri oleh pada pejabat pusat yang memang sedang hadir di Makasar. Selain acara ini juga ada acara gerak jalan kerukunan dan dialog antar umat beragama di kota Makasar. Hadir juga Dirjen Bimas Islam, Dirjen Bimas Budha, Direktur Pendidikan tinggi Islam, Sekretaris Ditjen Pendidikan Islam, sekretaris Bimas Islam, dan pejabat lainnya. Banyaknya pejabat yang hadir di acara ini tentu menjadi keistimewaan tersendiri bagi peresmian fakultas batu ini.
Di dalam kesempatan ini, Menteri Agama menyampaikan tentang tantangan umat Islam dan khususnya tantangan pendidikan tinggi Islam tekait dengan perkembangan ekonomi baik nasional maupun internasional. Tantangan ini merupakan masalah yang harus dijawab oleh PTAIN dengan program studi atau fakultas ekonomi Dan bisnis Islam.
Pertama, adalah tantangan tentang pemerataan, penguasaan dan akses ekonomi masyarakat. Di Indonesia ternyata penguasaan ekonomi dan pemerataan ekonomi merupakan masalah yang terus ada dan terus terjadi. Semenjak Pemerintah orde baru mengembangkan ekonomi pertumbuhan sebagai konsep pembangunan ekonomi, maka terjadilah kesenjangan ekonomi yang menganga. Melalui konsep trickle Down effect yang dibanggakan sebagai terapi terhadap konsep ekonomis growth, maka diharapkan akan terjadi penetesan ke bawah. Akan tetapi kenyataannya bahwa konsep tersebut tidak berlaku. Pertumbuhan ekonomi yang tidak dibarengi dengan pemerataan ekonomi akan menjadikan jurang atau kesenjangan ekonomi semakin menganga.
Kenyataannya bahwa jumlah orang miskin sampai hari ini masih banyak, kira- kira 11,5 persen, jumlah para pengusaha yang hanya 0,01 persen ternyata menguasai 46 persen ekonomi nasional. Dengan demikian, jumlah para pengusaha mikro dan menengah serta masyarakat luas hanya menguasai 54 persen ekonomi nasional. Melalui kenyataan semacam ini, maka tantangan kita yang mendasar adalah bagaimana membuat keseimbangan ekonomi nasional tersebut terjadi di masa depan.
Kedua, tantangan masih sedikitnya kaum pengusaha dan pada wirausahawan yang berbasis pada kala menengah dan bawah. Kenyataannya bahwa para pengusaha besar nasional adalah mereka yang memperoleh dukungan politik di asa lalu. Melalui konsep pertumbuhan, maka yang menjadi jadi besar adalah para pengusaha yang sudah memperoleh akses kebijakan ekonomi. Pertumbuhan kaum wirausahawan di Indonesia memang lambat dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya, misalnya Malaysia dan Singapura. Kita masih membutuhkan banyak kaum wirausahawan yang menggeluti berbagai jenis usaha di Indonesia.
Tantangan kedua adalah pengembangan ekonomi syariah. Perkembangan ekonomi syariah sangat baik dalam dua dekade terakhir. Perkembangan ekonomi syariah secara nasional mengalami perkembangan sebesar 40 persen, dibanding perkembangan ekonomi konvensional yang hanya 19 persen setiap tahunnya. Potensi Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah memang menggembirakan. Ketika Presdien Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan Gerakan Ekonomi Syariah (GRESS) pada 17 Nopember 2013 dinyatakan bahwa perkembangan ekonomi syariah bukanlah sebuah utopia. Pertumbuhan ekonomi syariah tidak hanya pada perba kan dan non bank, akan tetapi juga pada sektor lain seperti pendidikan, perdagangan, fashion, industri kreatif, UMKM dan investasi.
Kemudian, di sektor perbankan syariah, data pertumbuhan dan struktur perba kan syariah memperlihatkan daya tahan si tengah gejolak pasar keuangan global. Pertumbuhan aset bank syariah juga mengalami peningkatan yang tinggi. Misalnya pada tahun 2012, terjadi peningkatan Rp156,41 triliun menjadi Rp218,57 triliun pada tahun 2013. Pembiayaan syariah tumbuh 45,61 persen dan penghimpunan dana mencapai pertumbuhan 37,46 persen. Dengan kondisi seperti ini, maka perbankan syariah menjadi nomor empat setelah Iran, Malaysia dan Arab Saudi. Dengan pertumbuhan seperti ini, maka tentunya harus ada usaha yang lebih keras dari para pengembang ekonomi syariah untuk semakin mempercepat pertumbuhan ekonomi syariah. Bukan tidak mungkin ke depan ekonomi syariah akan bisa menduduki peringkat yang lebih baik.
Tantangan ketiga, adalah SDM ekonomi syariah yang andal. Perkembangan ekonomi syariah yang menggembirakan tersebut tentu saja membutuhkan para pengelola ekonomi syariah yang andal. Banyaknya pertumbuhan kelembagaan ekonomi syariah entah saja membutuhkan tenaga-tenaga yang memiliki kecakapan dan profesionalisme di dalam mengembangkan lembaga ekonomi syariah tersebut. Oleh karena itu, maka bagi FEBI, hal ini merupakan tentangan yang bersifat Angsana terhadap perlunya penyediaan tenaga profesional ekonomi syariah.
Dengan 180 juta muslim Indonesia yang berpotensi untuk menjadi pasar ekonomi syariah, maka tentu diperlukan adanya tenaga profesional ekonomi syariah. Dan ini sekaligus juga menjadi tantangan ulama bagi perguruan tinggi yang memiliki prodi ekonomi syariah.
Ke depan, kita semua berharap agar keberadaan FEBI akan bisa menandai kebangkitan tenaga profesional yang memiliki keahlian di bidang ekonomi syariah. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menghadirkan tenaga profesional ekonomi syariah tersebut di tengah keinginan untuk mengembangkan ekonomi syariah dalam jenjang yang lebih baik.
Wallahualam bisshawab.