• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TRADISI MUHARRAM (SUROAN) DI NUSANTARA (3)

TRADISI MUHARRAM (SUROAN) DI NUSANTARA (3)

Saya secara khusus akan menulis mengenai Orang Jawa. Pada Orang Jawa  banyak hal yang bisa dicermati dan dikaji terkait dengan bulan Muharram atau wulan Suro. Orang Jawa memiliki tradisinya sendiri di dalam merayakan bulan Muharram atau bulan Suro.

Berbeda dengan umat Islam pada umumnya yang merayakan bulan Muharram, misalnya dengan Puasa, Baca doa, Baca Yasin atau Baca Surat Al Ikhlas, sampai sedekah kepada fakir miskin dan anak yatim, maka Orang Jawa menyelenggarakan upacara Suroan dengan tradisi yang lebih unik.

Memang,  masih ada sekelopompok orang yang  membedakan antara Islam dan Jawa. Bagi mereka Jawa dan Islam merupakan  dua entitas yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri. Islam adalah suatu hal tersendiri, demikian juga Jawa adalah sesuatu hal yang lain. Sebagai entitas kebudayaan, maka Islam dan Jawa merupakan suatu hal yang berbeda. Sementara itu juga ada sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa Islam dan Jawa merupakan dua entitas yang sudah menjadi satu. Keduanya telah lama membangun dialog kebudayaan yang saling memberi dan menerima. Pandangan kedua inilah yang kiranya menjadi arus utama akhir-akhir ini.

Dengan demikian, antara Islam dan Jawa sudah merupakan suatu entitas kebudayaan yang menyatu, dan tidak terpisahkan. Ibaratnya mata uang koin, maka sisi yang satu adalah Islam dan sisi lainnya adalah Jawa. Jadi tidak bisa dipisahkan. Dalam pandangan seperti ini,  maka Islam dapat berkolaborasi dengan tradisi Jawa, sehingga Islam dan Jawa dapat membangun demokrasi dan kemoderenan. Keduanya saling memberikan sumbangannya dalam satu kesatuan untuk membangun peradaban yang agung dan mendunia.

Islam dan Jawa memang merupakan entitas budaya yang dapat memberikan warna khusus Islam dibanding dengan Islam di tempat lain. Kekhususan itu terletak pada berbagai upacara yang dalam banyak hal tidak dijumpai pada praktek Islam di tempat lain, bahkan di pusat sumber orisinalitas Islam di Timur Tengah.  Makanya, ada beberapa hal yang kiranya dapat dipahami mengenai perilaku Orang Islam Jawa,  terkait dengan perayaan tanggal 1 Muharram atau 1 Suro.

1) Tradisi mencintai dan menghormati  keris atau benda-benda pusaka lainnya. Keris atau benda-benda pusaka lainnya tentu bukanlah tradisi genuine Islam. Hampir di semua kerajaan Islam dijumpai benda-benda pusaka. Bahkan para Wali juga memiliki benda-benda pusaka. Di dalam cerita, misalnya Kanjeng Sunan Giri memiliki Kyai Kolomunyeng, kemudian Raja Mataram memiliki Kyai Sengkelat, ada juga Kyai Nogososro Sabuk Inten dan sebagainya. Ini tentu melengkapi kehebatan para empu (pembuat keris) seperti Empu Gandring dalam cerita Kerajaan Tumapel, atau Empu Supo dalam cerita Walisongo dan sebagainya. Bahkan di setiap wilayah juga menyimpan tradisi senjata-senjata sakti, seperti Rencong di Aceh, Tombak dan Keris di Jawa, dan sebagainya.

2) Tradisi melakukan puasa-puasa khas. Misalnya pada bulan Suro penganut Islam Jawa melakukan puasa patigeni, puasa mutih, puasa ngrowot, puasa ngebleng dan sebagainya. Puasa patigeni dilakukan dengan cara tidak memakan makanan hasil perapian, puasa mutih artinya hanya makan nasi putih dan air putih saja saat berbuka, puasa ngrowot dilakukan dengan hanya memakan buah-buahan, puasa ngebleng dilakukan dengan menanam dirinya di tanah dan sebagainya. Puasa-puasa ini tentu saja dilakukan dengan tujuan untuk melatih kejiwaan dan kekuatan batin agar dekat dengan Allah sing agawe urip (Tuhan yang mencipta kehidupan). Urip iku urup artinya bahwa hidup itu adalah pengabdian kepada Tuhan untuk kepentingan kemanusiaan.

Bulan Suro di kalangan Orang Jawa dikenal sebagai bulan tirakatan. Tirakat yang dilakukan oleh Orang Jawa tentu agak berbeda dengan tarekat dalam pengertian organisasi kaum sufi. Tirakatan artinya adalah tindakan untuk pendekatan khusus kepada Allah swt, melalui puasa, berdzikir atau eling kepada Allah, melanggengkan ritual-ritual khusus yang dianggap sebagai cara atau jalan agar bisa berdekatan dengan Tuhan.

3) Tradisi memandikan pusaka yang dianggap memiliki kesaktian. Mungkin ada di antara kita yang tidak meyakini bahwa pusaka (keris, tombak, bahkan batu akik) memiliki kekuatannya sendiri. Kekuatan khusus yang hanya dimiliki oleh benda-benda tersebut. Kekuatan itu adalah anugerah Allah kepada alam. Ada keistimewaan yang dimiliki oleh benda-benda tersebut karena sesungguhnya adalah representasi dari kekuasaan Allah. Orang Jawa meyakini bahwa ada representasi kekuasaan Allah pada benda-benda di alam ini.

Saya kira keyakinan tersebut  tidak sama dengan konsep dinamisme di dalam agama-agama primitive, yang beranggapan bahwa setiap benda memiliki kekuatan sehingga bisa disembah.  Di   dalam tradisi Islam-Jawa, bahwa benda-benda itu adalah representasi Tuhan untuk menunjukkan tentang tanda-tanda kebesaran Allah bisa terdapat di antara kita semua. Bukan untuk disembah,  akan tetapi dijadikan sebagai bukti bahwa Allah itu maha kuasa dan berkuasa untuk menjadikan benda atau apa saja  bisa memiliki ciri khas yang berbeda dengan lainnya.

Para empu yang  membuat keris atau tombak atau senjata lainnya tentu tidak hanya  menggunakan kekuatan fisikalnya, akan tetapi dengan lelaku atau tirakat atau riyadhah yang sangat mendasar. Mereka mencipta pusaka tersebut dengan semedi (upacara-upacara khas) untuk meminta kepada Allah agar yang diciptakannya menjadi penjaga alami bagi yang memilikinya. Di dalam tradisi Jawa, maka pembuatan pusaka-pusaka istimewa dilakukan sampai berbulan-bulan karena banyaknya upacara ritual yang harus diselenggarakan. Orang Jawa sangat menghargai prosesi itu, sehingga memuliakannya.

3)  Tradisi Ziarah kubur para Orang Suci. Ziarah kubur sekarang sudah merupakan bagian dari tradisi Islam Indonesia. Tidak hanya Orang Jawa yang melakukan ritual ziarah kubur para wali atau penyebar Islam. Akan tetapi makin banyak orang yang melakukan ziarah Wali. Di Jawa dikenal ziarah Wali Songo ( Wali Sembilan). Wisata ziarah ini dilakukan secara berjamaah. Meskipun dewasa ini ziarah Maqam Wali tidak terbatas pada bulan-bulan tertentu, namun demikian khusus bulan Muharram kuantitas peziarahnya semakin banyak. Ritual ziarah makam suci dilakukan dengan harapan bahwa Allah akan memberikan keselamatan dan keberkahan hidup selama setahun berlangsung. Mereka mempercayai bahwa para Waliyullah adalah washilah yang baik agar doanya diterima oleh Allah. Mereka bukan berdoa kepada arwah Waliyullah, akan tetapi menjadikan orang suci ini sebagai perantara yang baik untuk doa yang dilantunkannya kepada Allah swt.

4) Tradisi sedekah juga mewarnai bulan Suro. Ada keyakinan bahwa bulan Muharram adalah bulan yang sangat baik untuk sedekah. Orang yang banyak sedekah kepada orang miskin dan anak yatim akan dihindarkan oleh Allah dari marabahaya. Mereka meyakini bahwa melalui sedekah kepada anak yatim pada tanggal 10 Muharram,  maka Allah akan menurunkan keselamatan dan keberkahan kepada yang melakukannya. Itulah sebabnya, banyak orang yang berlomba-lomba mengeluarkan sedekah pada bulan Muharram ini.

Bulan Suro atau Bulan Muharram merupakan bulan yang dianggap sebagai bulan  keramat. Makanya,  orang Jawa banyak melakukan ritual-ritual untuk memperoleh keselamatan dan keberkahan.

Kita tentu tidak bisa memvonis apakah pelaksanaan upacara-upacara ini memiliki dalil naqli atau tidak, akan tetapi satu hal yang penting adalah adanya keyakinan bahwa di bulan Suro ini segala keprihatinan dan tirakatan harus dilakukan.

Keyakinan tersebut terus dijaga oleh Orang Jawa yang  tentu menggambarkan bahwa Orang Jawa memang memiliki ritualitas yang menarik untuk dicermati.

Wallahu a’lam bi al shawab

MESYUARAT PEGAWAI-PEGAWAI KANAN (SOM) MABIMS KE 40 (4)

MESYUARAT PEGAWAI-PEGAWAI KANAN (SOM) MABIMS KE 40 (4)

Tema kedua yang dibahas oleh SOM MABIMS adalah mengenai “Penguatkuasaan Undang-Undang Dalam Pengawalan Ajaran Sesat di Negara Anggota MABIMS”. Tema ini dibahas pada hari kedua SOM ke 40 di The Empire Hotel Brunei Darussalam.

Delegasi Indonesia diwakili oleh Dr. Muharram Marzuki, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan  Kehidupan Keagamaan pada Balitbangdiklat Kementerian Agama Republik Indonesia. Selain itu juga pemaparan dari delegasi Negara Anggota MABIMS: Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura.

Di dalam pemaparannya, Dr. Muharram Marzuki menjelaskan tentang berbagai penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan  Umat Beragama di Indonesia. Di antara yang mendasar adalah mengenai pemetaan profile aliran-aliran agama di Indonesia, dan penyusunan buku mengenai pedoman kerukunan umat beragama di Indonesia.

Indonesia sudah memiliki pedoman regulasi tentang penanganan penghinaan atau penistaan ajaran agama, seperti Undang Undang PNPS, No 1 Tahun 1965. Dan juga SKB tentang Pendirian Rumah Ibadah, sebagai regulasi untuk mendirikan rumah ibadah bagi penganut agama-agama di Indonesia. Sedangkan  tentang kriteria aliran sesat, pemerintah menggunakan pedoman  sesuai dengan 10 kriteria yang sudah dirumuskan oleh MUI. Di antara yang mendasar adalah ketika aliran tersebut berbeda dengan keyakinan atau paham keagamaan dan ritual yang menjadi arus utama agama Islam di Indonesia. Misalnya adalah ajaran tentang salat dalam dua bahasa, yaitu bahasa Arab dan Bahasa Indonesia yang diajarkan oleh Yusman Roy, lalu penghinaan terhadap kitab Suci Al Qur’an di Malang. Termasuk juga ajaran kesamaan agama-agama yang diajarkan oleh Lia Eden dan sebagainya.

Bagi Indonesia, kerukunan umat beragama merupakan kata kunci keberhasilan pembangunan. Tanpa kerukunan umat beragama, maka tidak akan dihasilkan produk pembangunan yang memadai. Oleh karena itu, pemerintah sangat menaruh perhatian terhadap kerukunan umat beragama ini. Kerukunan umat beragama memang sesuatu yang dinamis,  sehingga terkadang bisa terjadi benturan antar umat beragama yang tidak  terdeteksi secara lebih dini oleh pemerintah.

Indonesia berkepentingan untuk memperoleh penjelasan tentang bagaimana negara-negara anggota MABIMS di dalam menangani issu aliran sesat di negara masing-masing. Di Indonesia masih ada problem yang utama yaitu untuk menangani aliran Syiah, Ahmadiyah dan agama-agama lokal yang sering melakukan pencederaan terhadap ajaran agama-agama.

Pemerintah Malaysia juga sangat concern di dalam menangani aliran sesat ini. Pemerintah Malaysia sangat tegas di dalam menangani aliran-aliran yang membayakan negara dan pemerintah.  Misalnya aliran atau kelompok Al Arqam. Pemerintah melakukan ketegasan di dalam melarang terhadap aliran ini karena ajarannya dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa Malaysia. Sedangkan terhadap aliran Syiah pemerintah sangat hati-hati, misalnya dinyatakan bahwa ajaran Syiah tidak diperkenankan untuk disebarkan di Malaysia. Jika ada di antara mereka yang menyebarkannya,  maka dianggap melakukan tindakan criminal dan bisa dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku. Pemerintah Malaysia tentu sangat berhati-hati di dalam menangani issu Syiah, sebab kenyataannya Pemerintah Malaysia memiliki kerjasama perdagangan, pendidikan dan lainnya.

Pemerintah Singapura, sebagai negara secular tentu berbeda di dalam mengurusi persoalan aliran sesat ini. Pemerintah Singapura menyerahkan urusan agama kepada Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) yang di dalamnya terdapat lembaga fatwa yang tugasnya adalah memberikan fatwa keagamaan terkait dengan urusan-urusan agama, termasuk penangaan aliran sesat ini. Sebagai negara sekular, maka Pemerintah Singapura sama sekali tidak terlibat di dalam urusan agama-agama.

Semua urusan yang terkait dengan agama-agama diserahkan kepada Majelis Agama-Agama yang ada di Republic Singapura. MUIS memiliki kewenangan yang sangat kuat di dalam menentukan kriteria aliran sesat dan aliran yang tidak sesat. Ukuran kesesatan adalah kala ajaran itu bertentangan dengan Islam ahlu Sunnah wal jamaah.

Yang lebih keras lagi di dalam menangai aliran sesat adalah Negara Brunei Darussalam. Kerajaan Brunei Darussalam sangat ketat di dalam menerapkan ajaran Islam ala Ahli Sunnah wal Jamaah. Semua aliran yang tidak sesuai dengan akidah dan ibadah sebagaimana yang diajarkan oleh Islam ala ahli Sunnah wal jamaah dianggapnya sebagai kesesatan. Oleh karena itu negara sangat membentengi terhadap implementasi ajaran Islam Sunnah wal Jamaah ini. Selama lima tahun, mereka telah memberi fatwa sesat terhadap 19 aliran agama yang menyimpang dari akidah dan ibadah Islam yang benar.

Sebagai negara dengan corak Kerajaan, maka negara memberikan perlindungan yang sangat ketat terhadap pengamalan ajaran agama ini, sehingga negara juga sangat powerfull di dalam mengawal terhadap keberadaan aliran sesat. Melalui undang-undang yang dimilikinya, maka siapapun yang mengajarkan ajaran agama yang sesat akan dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku.

Dari perbincangan mengenai bagaimana peran negarra di dalam menangani aliran sesat, kiranya ada dua kata kunci yang sangat penting, yaitu: pertama,  aliran sesat harus ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku agar ketentraman dan kenyamanan beragama akan dapat terjaga dan terjamin secara memadai.

Kedua, Negara MABIMS harus tetap berada di dalam kerangka memelihara dan mengembangkan Islam ala ahli Sunnah wal Jamaah yang mengajarkan Islam yang rahmatan lil alamin. Islam yang berkah, yang wasatiyah, yang tawasuth, yang tawazun dan juga yang tasamuh.

Islam dan umat Islam yang mengembangkan ajaran  yang memberi keselamatan dan memberkahi kepada semua umat manusia.  Dengan demikian citra Islam yang damai akan terwujud.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

MESYUARAT PEGAWAI-PEGAWAI KANAN (SOM) KE 40 (3)

MESYUARAT PEGAWAI-PEGAWAI KANAN (SOM) KE 40 (3)

Akhirnya saya bisa datang tepat waktu untuk mengikuti acara Senior of Meeting (SOM) ke 40 di Brunei Darussalam. Pembincangan mengenai kertas kerja dengan tajuk “Jaminan Pengiktarafan Halal Negara Anggota MABIMS”dapat saya ikuti semenjak awal.  Tema ini dibahas oleh Delegasi Indonesia, yang dibacakan oleh Dr. Muchtar Ali, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Kementerian Agama RI, lalu delegasi Malaysia, Brunei Darussalam dan juga Singapura.

Di dalam pemaparannya, Dr. Muchtar Ali menggambarkan tentang bagaimana UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dapat dijadikan sebagai pijakan untuk menjamin produk halal. Melalui UU ini, maka penjaminan produk halal yang selama ini dilakukan otoritasnya oleh MUI, maka ke depan akan beralih menjadi urusan negara. Jika selama ini program sertifikasi halal dilakukan sepenuhnya oleh MUI, maka ke depan tidak lagi seperti ini. MUI hanya memiliki kewenangan untuk menentukan kehalalan produk atau barang dan mensertifikasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), sedangkan proses penjaminan halal atau penerbitan sertifikasi halal dilakukan oleh negara.

Berdasarkan Undang-Undang ini, setiap produsen bahan-bahan makanan, minuman, barang gunaan dan produk lainnya wajib melakukan sertifikasi. Hukumnya adalah mandatory. Namun demikian karena persoalan teknik yang perlu kesiapan matang,  maka diperlukan waktu lima tahun untuk menyiapkannya. Dengan demikian masih ada waktu selama empat tahun untuk menyiapkan segala sesuatunya terkait dengan implementasi mandatori sertifikasi dimaksud.

Di dalam konteks ini, maka untuk menentukan kriteria apa saja barang atau bahan untuk kepentingan umat Islam menjadi sangat penting. Misalnya, bahan gunaan seperti sepatu, ikat pinggang, baju, celana, piring, garpu, sendok dan sebagainya tentu juga harus memenuhi kriteria halal. Termasuk juga bahan-bahan kosmetik dan obat-obatan.

Yang paling krusial adalah mengenai obat-obatan. Hal ini disebabkan masih banyaknya bahan obat yang menggunakan bahan yang diragukan kehalalannya atau bahkan tidak halal. Lalu, bahan tersebut belum bisa tergantikan oleh bahan lain yang memiliki kualitas yang sama sebagai bahan obat. Di sinilah sebenarnya keberatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk mencantumkan label halal atau sertifikasi produk obat di dalam konteks halal. Dengan demikian, untuk kepentingan pengobatan atau medis, masih perlu ditangguhkan pelaksanaan sertifikasi halal dimaksud.

Di dalam konteks ini, Majelis Fatwa Malaysia menentukan bahwa untuk kepentingan medis, maka ditetapkanlah fatwa madharat untuk penggunaan obat atau kepentingan medis. Hal ini tentu dipengaruhi oleh faktor ketiadaan pengganti bahan non halal untuk produk obat-obatan.

Saya kira fatwa ini juga relevan dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia di dalam persoalan kehalalan obat. Sebab dikahwatirkan jika sertifikasi halal menjadi sangat ketat diterapkan di Indonesia, maka akan terjadi kelangkaan obat untuk kepentingan pengobatan. Tentu saja hokum madharat dapat diterapkan untuk kasus obat selama memang belum didapati pengganti sumber bahan obat halal yang jelas.

Pemerintah Malaysia sangat mengapresiasi terhadap terbitnya UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal ini. Bahkan Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) sangat antusias ingin belajar kepada pemerintah Indonesia mengenai terbitnya Undang-Undang dimaksud.

Dari empat makalah yang dipresentasikan tersebut, maka diambil kesimpulan tentang pengiktirafan halal untuk kepentingan bersama negara-negara anggota MABIMS. Jika diringkas, dari delapan kesimpulan ini, maka dapat digambarkan dalam tiga hal saja, yaitu: pertama, tentang pentingnya membangun kerjasama antar negara anggota MABIMS untuk kepentingan jaminan halal. MoU antar menteri anggota MABIMS akan dilaksanakan tahun 2016. Tahun 2015 sampai pertengahan tahun 2016 akan digunakan sebagai penyiapan bahan-bahan MoU antar menteri dimaksud.

Kedua, kerjasama untuk penguatan jaminan produk halal  akan dilaksanakan oleh Jawatankuasa Teknikal Bidang Khas Pembangunan Halal Negara-Negara Anggota MABIMS. Untuk kepentingan ini, maka akan diutamakan pentingnya mengenai jaminan kehalalalan, kesehatan dan kebersihan. Selain juga harus mengutamakan tanggungjawab syariah. Ketiga, menyediakan mekanisme terbaik untuk mendekatkan perbedaan tentang kriteria, standart,  fatwa dan sistem sertifikasi antar Negara MABIMS.

Negara anggota MABIMS sangat berkepentingan untuk membangun MoU agar penetapan kriteria atau standart halal suatu barang atau produk memiliki kesamaan. Semua menginginkan agar antar anggota Negara MABIMS memiliki standart yang kurang lebih sama, sehingga akan memiliki kekuatan untuk menjadi pusat jaminan produk halal.

Semuanya menyadari bahwa ketiadaan kesamaan standart dan fatwa mengenai produk halal akan bisa menjadi penyebab masih banyaknya sertifikat halal yang tertolak di beberapa negara lain, misalnya Negara Timur Tengah. Salah satu keluhan dari delegasi Republik Indonesia adalah masih adanya sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh MUI lalu ditolak di Uni Emirat Aran (UEA).

Melalui kesepahaman antar negara anggota MABIMS diharapkan akan dapat mengurangi kesenjangan dimaksud dan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh negara anggota MABIMS akan memiliki kekuatan yang sama dihadapan negara-negara lain yang melakukan kerjasama perdagangan dengan negara anggota MABIMS.

Wallahu a’lam bi al shawab.

MESYUARAT PEGAWAI-PEGAWAI KANAN (SOM) MABIMS KE 40 (2)

MESYUARAT PEGAWAI-PEGAWAI KANAN (SOM) MABIMS KE 40 (2)

Mesyuarat Pegawai-Pegawai Kanan (SOM) ke 40 digelar di The Empire Hotel and Resort di Brunei Darussalam, tanggal 19-22 Oktober 2015. Pada tahun lalu SOM dan Pertemuan Informal Menteri Agama  Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) dilaksanakan di Denpasar Bali.

The Empire Hotel Brunei Darussalam, adalah hotel berbintang lima. Rasanya, ini merupakan  hotel termegah di Brunei Darussalam. Letaknya yang strategis di bibir pantai Laut Cina Selatan, mengingatkan akan beberapa hotel di Bali yang juga dibangun di pinggir laut. Jika kita melihat ke arah utara,  maka bentangan laut Cina Selatan kelihatan memutih di waktu siang hari. Ingin rasanya saya berlama-lama di tempat ini untuk menikmati keindahan pantai yang didesain sedemikian indah.

The Empire Hotel memang menjual laut Cina selatan sebagai view yang sangat indah. Bibir pantai dan kolam renang yang bersebelahan, memberikan kesan bahwa ketika seseorang berenang di kawasan hotel itu, maka rasanya seperti berada di lautan lepas. Sungguh disayangkan bahwa waktu yang sangat terbatas, sehingga keindahan hotel dan pantainya tersebut tidak sempat dinikmati dengan leluasa.

Meskipun demikian, saya tetap bisa menikmati jalan-jalan sore di seputar kawasan Brunei. Ditemani oleh Prof. Ahmad Gunaryo dan Pak Ibrahim (staf pada Kementerian Hal Ehwal Ugama Brunei Darussalam), maka saya sempat melihat Mall Biru di tengah kota Brunei. Jangan membandingkannya dengan Mall besar di Jakarta, seperti Plaza Indonesia, Grand Indonesia, Plaza Senayan, Senayan City, Pacific Place, Pondok Indal Mall dan sebagainya, maka Mall di Brunei ini tergolong biasa saja. Soal harga, misalnya barang-barang seperti pakaian dan lain-lain  masih lebih  murah di Jakarta atau Bandung.

Saya juga berkesempatan untuk melihat dan foto di Masjid Hasanah Bolkiah, yang sangat indah. Menaranya  dilapisi emas dengan ornamen-ornamen yang sangat indah. Lambang-lambang segi delapan menghiasi seluruh pagar masjid dan juga di dalam masjid. Sayang sekali, saya tidak sempat bertanya apa makna lambang-lambang tersebut. Warna biru dan kuning mendominasi elemen ornament di masjid ini. Saya kira tingkat keindahannya luar biasa. Rasanya,  desainer masjid ini dipengaruhi oleh masjid-masjid di Mesir, dengan kubah-kubahnya yang besar dan menaranya yang indah.

Landscape masjid juga ditata dengan baik. Taman-tamannya yang sangat indah tentu dibuat dengan cita rasa budaya yang tinggi. Masjid ini telah menjadi ikon baru di Kerajaan Brunei Darussalam.  Masjid ini dibuat tahun 90-an. Dipimpin langsung oleh Yang Mulia Raja Hasanah Bolkiah.

Saya juga bisa melakukan shalat berjamaah di Masjid Umar Ali Syaifuddin, orang Tua Raja Hasanah Bolkiah. Masjid ini berdekatan dengan Kampung Air yang menjadi ikon bagi kerajaan Brunei Darussalam. Bahkan konon katanya, Istana Kerajaan Brunei Darussalam, sebenarnya dahulu berada di wilayah ini. Masjid ini juga termasuk masjid tua karena didirikan pada tahun 1954 pada saat Beliau menjabat sebagai Raja Kerajaan Brunei Darussalam. Sebelum didirikan Masjid Hasanah Bolkiah, maka semua hal yang terkait dengan upacara keagamaan dipusatkan di masjid ini. Namun demikian setelah berdiri masjid Hasanah Bolkiah berdiri, maka upacara keagamaan dilakukan secara berselang-seling.

Masjid ini juga sangat istimewa. Dibangun dengan arsitektur kuno, berbeda dengan Masjid Hasanah Bolkiah yang lebih modern, maka masjid ini juga menggambarkan tentang keindahan masjid kerajaan. Kubahnya tinggi dan menaranya juga berlapis emas. Masjid ini didesian menghadap ke bibir pantai yang berbatasan langsung dengan Kampung Air. Jika Masjid Hasanah Bolkiah diurus langsung oleh kerajaan, maka masjid Umar Ali diurus oleh yayasan yang dapat memperoleh sumbangan dari masyarakat dan juga pemerintah.

Saya juga sempatkan untuk melihat dari dekat  Kampung Air itu. Kerajaan sangat konsern untuk menetapkan Kampong Air sebagai ikon negara. Luas Kampung Air kira-kira satu kecamatan di Jawa. Makanya, keberadaan Kampung Air tersebut dilestarikan oleh negara dan diberikan kemudahan dalam pelayanannya. Jika akan kembali atau akan pergi dari Kampung Air, maka seseorang harus naik ojek air atau perahu bermesin. Mereka harus membayar 0,5 ringgit Brunei. Ojek air itu melaju dengan cepat di perairan laut yang menghubungkan wilayah daratan dengan wilayah laut atau Kampung Air. Bagi pemula, bisa saja orang tidak tahan dengan kecepatan ojek air ini.

Menariknya, jika orang Kampung Air memiliki mobil, maka mobil harus ditinggalkan atau diparkir di wilayah daratan dan kemudian mereka kembali ke rumahnya dengan ojek air. Makanya, banyak mobil parkir di sekitaran wilayah yang berdekatan dengan Kampong Air. Sebagai wilayah ikon kerajaan, maka Kampong Air akan dipertahankan oleh kerajaan. Kerajaan berharap bahwa ke depan, Kampung Air akan menjadi tujuan wisata di Brunei.

Banyak hal yang kita bisa pelajari dari Brunei Darussalam. Di antara yang mendasar adalah bagaimana pemerintah memanej wajah depan negara, misalnya menjaga  kebersihan  wilayah pesisir, melakukan dan menjaga penghijauan di semua wilayah kerajaan dan menata transportasi secara memadai. Selain itu juga menyediakan perumahan yang aksesabel bagi seluruh warga Brunei Darussalam.

Kunjungan saya ke Brunei tentu yang lebih mendasar adalah membincang mengenai peran MABIMS dalam kancah wilayah yang lebih luas. Makanya, selama dua hari penuh saya dan seluruh delegasi membahas tidak kurang dari 20 agenda, yang akhirnya disepakati dalam Minit Meeting MABIMS pada Rabo sore. Dan setelah itu saya harus kembali ke Jakarta.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

MESYUARAT PEGAWAI-PEGAWAI KANAN (SOM) MABIMS (1)

MESYUARAT PEGAWAI-PEGAWAI KANAN (SOM) MABIMS (1)

Seharusnya saya berangkat ke Brunei Darussalam pada hari Senin, 19/10/2015. Akan tetapi pada hari yang sama ada acara yang sangat penting di Jakarta  dan tidak mungkin saya tinggalkan yaitu acara Rapat Kerja Menteri Agama dengan Komisi VIII DPR RI. Maka,  keberangkatan saya ke Brunei Darussalam untuk mengikuti Senior Of Meeting (SOM) ke 40 MABIMS harus saya tunda pagi harinya.

Acara Rapat Kerja Menteri Agama dengan Komisi VIII DPR RI tentu sangat penting sebab membicarakan profile anggaran Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2016 yang akan datang. Raker ini menempati posisi yang sangat penting pasca konsinyering dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VIII DPR RI dengan seluruh pejabat Eselon I pada Kementerian Agama. Rapat ini  membahas penundaan dan pemotongan anggaran Kementerian Agama, yang jumlahnya cukup besar, yaitu pemotongan anggaran pendidikan sebesar Rp3,4 T dan lalu penundaan anggaran fungsi pelayanan umum dan fungsi agama Kemenag sebesar Rp1,3 T. Angka yang cukup besar mengingat besarnya fungsi Kemenag di dalam pembangunan umat beragama dan juga pendidikan agama dan keagamaan.

Jam 03 dini hari, saya harus berangkat ke Bandara Soekarno Hatta, sebab seperti biasanya untuk keperluan kepergian ke luar negeri haruslah check in lebih awal. Untuk menjaga  agar tidak terlambat. Karena menunggu pemberangkatan pesawat Royal Brunei pukul 5.10 menit, maka saya menunggu di Emerald Lounge di Bandara Soekarno Hatta.

Tepat jam itu, saya boarding dan kemudian mengangkasa dengan pesawat Royal Brunei. Cuaca sangat baik kala itu dan hanya ada goncangan kecil di sekitar wilayah Palembang. Kira-kira satu jam perjalanan dari Jakarta memang ada goncangan kecil. Tetapi secara umum penerbangan sangat menyenangkan. Pelayanan crew pesawat juga sangat baik. Rupanya mereka dibekali dengan tiga S, yaitu senyum, salam dan sapa. Perjalanan dari Jakarta ke Brunei Darussalam kira-kira dua jam, sehingga saya sampai di Brunei Darussalam jam 8.00 waktu setempat. Waktu di Brunei Darusslam lebih cepat satu jam dibandingkan dengan waktu di  Jakarta.

Rasanya saya menyesal  baru datang ke Brunei untuk kali pertama. Saya dijemput oleh Pak Harun, Wakil Setia Usaha Tetap Negara Brunei Darussalam dan juga Pak Ibrahim, pegawai pada Kementerian Urusan Ugama Brunei Darussalam. Saya memiliki kekaguman khusus terhadap  Bandara Royal Brunei Darussalam. Gedungnya yang modern, luas dan juga bersih. Bandara internasional ini memiliki jaringan penerbangan ke seluruh Negara, baik di Eropa, Amerika, Afrika maupun ke Australia.

Sebagai Negara yang kaya, maka tidak mengherankan jika tingkat kebersihan dan jalan di negeri ini sangat baik. Di sini tidak ada jalan tol. Begitu kata Pak Ibrahim. Memang tidak ada jalan tol, sebab semuanya didesain jalan tol. Jalan yang lempang, luas dan baik. Jalan yang menggambarkan bagaimana negeri ini sangat memperhatikan terhadap pelayanan transportasi yang nyaman bagi warganya.

Negeri ini juga sangat menghargai penghijauan. Di sepanjang jalan, kelihatan tertata dengan baik pepohonan yang menghijau. Taman-taman kota juga tertata rapi. Setiap jengkal tanah ditanami pepohonan. Kesadaran pemerintah dan masyarakatnya untuk mempertahankan dengan menanam dan memelihara tanaman-tanaman harus diapresiasi. Sangat baik. Sepanjang jalan, di kiri dan kanan jalan akan dijumpai tanaman-tanaman yang terpelihara dengan baik.

Dalam perjalanan saya dari bandara ke  Hotel The Empire nampak tanaman dan pepohonan yang tertata rapi. Demikian pula perjalanan saya dari Mangrove Paradise Restaurant ke Hotel juga memberikan gambaran penataan hutan kota yang baik. Rumah-rumah berada di balik rerimbunan pohon-pohon yang tertata dan tetap dipertahankan apa adanya.

Jika saya analisis, maka pemerintah memiliki kepedulian yang sangat tinggi agar wilayan Brunei yang tidak luas dalam ukuran  sebuah negara, akan tetapi wilayahnya sangat bersih dan hijau. Rupanya, konsep Green Area mereka terapkan secara tepat dalam mengelola negara dan masyarakatnya.

Kendaraan yang lalu lalang di Kota Bandar Seri Begawan juga menunjukkan bahwa manajemen transportasi dilakukan dengan baik. Saya tidak tahu bagaimana pengelolaan manajemen transportasinya, akan tetapi dengan mengamati luas ruas jalan  dengan jumlah kendaraan yang lalu lalang, maka bisa berkesan bahwa penataan transprotasinya baik.

Membandingkan jalanan di Jakarta dengan di Brunei Darussalam, tentu sangat berbeda. Jakarta yang setiap ruas jalannya penuh dengan sepeda motor dan  macet terutama pada jam-jam perjalanan ke dan dari tempat bekerja, maka di Brunei keadaan seperti itu tidak dijumpai. Mobil bisa melaju dengan kencang di jalanan karena nyaris tidak dijumpai penumpukan kendaraan.

Negeri ini sepertinya melarang sepeda motor sebagai moda transportasi darat. Di jalanan tidak dijumpai lalu lalang kendaraan roda dua. Sepenglihatan saya hanya bertemu sekali saja dengan sepeda motor dengan CC besar yang melintang di jalan raya Brunei Darussalam. Hanya ada mobil dengan variasi mereknya. Mobil-mobil pribadi ini menjadi transportasi utama. Yang  tentu saja nyaman  berkendaraan di sini adalah karena ketiadaan kemacetan yang menyesakkan.

Berbeda dengan di Jakarta yang kita tidak bisa memprediksi kapan akan sampai di tempat tujuan karena kemacetan yang tidak terduga, maka di Brunei kita masih bisa memprediksi jam berapa kita sampai ke tempat tujuan. Misalnya, perjalanan dari The Empire Hotel ke Mangrove Paradise Restaurant, yang diperkirakan 45 menit, maka waktu tempuh itu pula yang terjadi.

Sungguh  kita bisa merasakan kenyamanan dalam berkeliling kota di Brunei Darussalam sebab memang negeri ini memberikan jaminan kenyamanan bagi siapa yang hadir atau menetap di negeri ini.

Jadi  pantaslah jika warga negara Kerajaan Brunei Darussalam memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik dibanding dengan  Negara Asia Tenggara lainnya, sebab memang kenyataannya seperti itu.

Wallahu a’lam bi al shawab.