MESYUARAT PEGAWAI-PEGAWAI KANAN (SOM) MABIMS KE 40 (2)
MESYUARAT PEGAWAI-PEGAWAI KANAN (SOM) MABIMS KE 40 (2)
Mesyuarat Pegawai-Pegawai Kanan (SOM) ke 40 digelar di The Empire Hotel and Resort di Brunei Darussalam, tanggal 19-22 Oktober 2015. Pada tahun lalu SOM dan Pertemuan Informal Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) dilaksanakan di Denpasar Bali.
The Empire Hotel Brunei Darussalam, adalah hotel berbintang lima. Rasanya, ini merupakan hotel termegah di Brunei Darussalam. Letaknya yang strategis di bibir pantai Laut Cina Selatan, mengingatkan akan beberapa hotel di Bali yang juga dibangun di pinggir laut. Jika kita melihat ke arah utara, maka bentangan laut Cina Selatan kelihatan memutih di waktu siang hari. Ingin rasanya saya berlama-lama di tempat ini untuk menikmati keindahan pantai yang didesain sedemikian indah.
The Empire Hotel memang menjual laut Cina selatan sebagai view yang sangat indah. Bibir pantai dan kolam renang yang bersebelahan, memberikan kesan bahwa ketika seseorang berenang di kawasan hotel itu, maka rasanya seperti berada di lautan lepas. Sungguh disayangkan bahwa waktu yang sangat terbatas, sehingga keindahan hotel dan pantainya tersebut tidak sempat dinikmati dengan leluasa.
Meskipun demikian, saya tetap bisa menikmati jalan-jalan sore di seputar kawasan Brunei. Ditemani oleh Prof. Ahmad Gunaryo dan Pak Ibrahim (staf pada Kementerian Hal Ehwal Ugama Brunei Darussalam), maka saya sempat melihat Mall Biru di tengah kota Brunei. Jangan membandingkannya dengan Mall besar di Jakarta, seperti Plaza Indonesia, Grand Indonesia, Plaza Senayan, Senayan City, Pacific Place, Pondok Indal Mall dan sebagainya, maka Mall di Brunei ini tergolong biasa saja. Soal harga, misalnya barang-barang seperti pakaian dan lain-lain masih lebih murah di Jakarta atau Bandung.
Saya juga berkesempatan untuk melihat dan foto di Masjid Hasanah Bolkiah, yang sangat indah. Menaranya dilapisi emas dengan ornamen-ornamen yang sangat indah. Lambang-lambang segi delapan menghiasi seluruh pagar masjid dan juga di dalam masjid. Sayang sekali, saya tidak sempat bertanya apa makna lambang-lambang tersebut. Warna biru dan kuning mendominasi elemen ornament di masjid ini. Saya kira tingkat keindahannya luar biasa. Rasanya, desainer masjid ini dipengaruhi oleh masjid-masjid di Mesir, dengan kubah-kubahnya yang besar dan menaranya yang indah.
Landscape masjid juga ditata dengan baik. Taman-tamannya yang sangat indah tentu dibuat dengan cita rasa budaya yang tinggi. Masjid ini telah menjadi ikon baru di Kerajaan Brunei Darussalam. Masjid ini dibuat tahun 90-an. Dipimpin langsung oleh Yang Mulia Raja Hasanah Bolkiah.
Saya juga bisa melakukan shalat berjamaah di Masjid Umar Ali Syaifuddin, orang Tua Raja Hasanah Bolkiah. Masjid ini berdekatan dengan Kampung Air yang menjadi ikon bagi kerajaan Brunei Darussalam. Bahkan konon katanya, Istana Kerajaan Brunei Darussalam, sebenarnya dahulu berada di wilayah ini. Masjid ini juga termasuk masjid tua karena didirikan pada tahun 1954 pada saat Beliau menjabat sebagai Raja Kerajaan Brunei Darussalam. Sebelum didirikan Masjid Hasanah Bolkiah, maka semua hal yang terkait dengan upacara keagamaan dipusatkan di masjid ini. Namun demikian setelah berdiri masjid Hasanah Bolkiah berdiri, maka upacara keagamaan dilakukan secara berselang-seling.
Masjid ini juga sangat istimewa. Dibangun dengan arsitektur kuno, berbeda dengan Masjid Hasanah Bolkiah yang lebih modern, maka masjid ini juga menggambarkan tentang keindahan masjid kerajaan. Kubahnya tinggi dan menaranya juga berlapis emas. Masjid ini didesian menghadap ke bibir pantai yang berbatasan langsung dengan Kampung Air. Jika Masjid Hasanah Bolkiah diurus langsung oleh kerajaan, maka masjid Umar Ali diurus oleh yayasan yang dapat memperoleh sumbangan dari masyarakat dan juga pemerintah.
Saya juga sempatkan untuk melihat dari dekat Kampung Air itu. Kerajaan sangat konsern untuk menetapkan Kampong Air sebagai ikon negara. Luas Kampung Air kira-kira satu kecamatan di Jawa. Makanya, keberadaan Kampung Air tersebut dilestarikan oleh negara dan diberikan kemudahan dalam pelayanannya. Jika akan kembali atau akan pergi dari Kampung Air, maka seseorang harus naik ojek air atau perahu bermesin. Mereka harus membayar 0,5 ringgit Brunei. Ojek air itu melaju dengan cepat di perairan laut yang menghubungkan wilayah daratan dengan wilayah laut atau Kampung Air. Bagi pemula, bisa saja orang tidak tahan dengan kecepatan ojek air ini.
Menariknya, jika orang Kampung Air memiliki mobil, maka mobil harus ditinggalkan atau diparkir di wilayah daratan dan kemudian mereka kembali ke rumahnya dengan ojek air. Makanya, banyak mobil parkir di sekitaran wilayah yang berdekatan dengan Kampong Air. Sebagai wilayah ikon kerajaan, maka Kampong Air akan dipertahankan oleh kerajaan. Kerajaan berharap bahwa ke depan, Kampung Air akan menjadi tujuan wisata di Brunei.
Banyak hal yang kita bisa pelajari dari Brunei Darussalam. Di antara yang mendasar adalah bagaimana pemerintah memanej wajah depan negara, misalnya menjaga kebersihan wilayah pesisir, melakukan dan menjaga penghijauan di semua wilayah kerajaan dan menata transportasi secara memadai. Selain itu juga menyediakan perumahan yang aksesabel bagi seluruh warga Brunei Darussalam.
Kunjungan saya ke Brunei tentu yang lebih mendasar adalah membincang mengenai peran MABIMS dalam kancah wilayah yang lebih luas. Makanya, selama dua hari penuh saya dan seluruh delegasi membahas tidak kurang dari 20 agenda, yang akhirnya disepakati dalam Minit Meeting MABIMS pada Rabo sore. Dan setelah itu saya harus kembali ke Jakarta.
Wallahu a’lam bi al shawab.