• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MADRASAH PUN MELAKUKAN UJIAN NASIONAL BERBASIS KOMPUTER

MADRASAH PUN MELAKUKAN UJIAN NASIONAL BERBASIS KOMPUTER
Pagi ini, 4 April 2016, saya melakukan kunjungan untuk pengawasan Ujian Nasional (UN) di Madrasah Aliyah. Ketepatan yang saya kunjungi adalah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Bogor. Bersama saya adalah Kakanwil Kementerian Agama Jawa Barat, Kakankemenag Kota Bogor dan sejumlah pejabat lainnya. Setelah memonitor pelaksanaan ujian nasional di MAN 2 Bogor, maka berikutnya saya bersama tim melakukan monitoring di MAN 1 Cibinong.
Tahun ini, sebanyak 17 MA/MTs yang mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Ada yang berbeda dengan system ujian ini. Jika ujian nasional beberapa tahun sebelumnya menggunakan cara manual, maka sekarang menggunakan piranti computer untuk melakukan ujian. Jadi harus dipersiapkan secara memadai agar pelaksanaan ujian tersebut bisa berjalan secara baik.
Di MAN 2 Bogor maupun MAN 1 Cibinong diselenggarakan UNBK dalam tiga gelombang. Untuk ujian Bahasa Indonesia, maka dilakukan ujian dalam tiga gelombang. Mulai dari jam 7.30 WIB sampai jam 14.00 WIB. Bagi MAN 2 Bogor dengan peserta UNBK sebanyak 370 orang, maka haruslah dibagi menjadi tiga gelombang. Keterbatasan piranti computer tentu menjadi alasan mengapa UNBK harus dibagi dalam tiga gelombang ini.
Untuk persiapan ujian dilakukan dua kali uji coba. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa pelaksanaan ujian akan dapat dilakukan sesuai dengan prosedurnya. Sesuai dengan pengamatan lapangan, bahwa UNBK dapat diselenggarakan dengan tertib dan lancar. Satu saja yang dikhawatirkan adalah kalau listrik padam. Akan tetapi sudah ada jaminan dari PLN bahwa selama pelaksanaan UNBK maka diupayakan tidak ada pemadaman listrik.
Sesuai dengan prosedurnya, maka siswa peserta UNBK dapat mengakses soal UN dari Dapodik Kemendikbud. Lewat jaringan LAN, maka siswa dengan mudah dapat mengakses soal dan kemudian menjawabnya. Melalui system ini, siswa juga memperoleh kemudahan, sebab kalau menggunakan system manual, maka kalau ada jawaban yang salah harus menghapus, harus mengisi nama secara manual dan sebagainya. Melalui system ini maka didapatkan kemudahan, karena hanya tinggal tekan tombol tertentu untuk melakukan pengisian identitas dan menjawab soal-soal.
Sesuai dengan kebiasaan, maka sebelum acara ujian dimulai, maka dilakukan upacara terlebih dahulu yang diikuti oleh seluruh siswa dan juga para guru dan para pengawas, baik dari madrasah maupun sekolah. Sesuai dengan regulasinya, maka memang disiapkan pengawasan silang, yaitu pengawas dari sekolah di bawah Kemendikbud dan dari Kemenag.
Di dalam acara sambutan pengarahan dan wejangan kepada seluruh siswa madrasah yang akan mengikuti ujian, maka saya sampaikan beberapa hal terkait dengan pelaksanaan ujian nasional tahun 2016.
Pertama, ujian adalah keniscayaan di dalam menjalani pendidikan. Semua orang, termasuk saya, tentu pernah mengalami ujian sebagai bagian tidak terpisahkan di dalam program pendidikan. Sebagai bagian dari proses pendidikan, maka mengalami ujian adalah hal yang biasa saja. Ujian bukanlah hal yang luar biasa dan untuk dihindari. Akan tetapi ujian adalah hal yang terus terjadi di dalam proses pembelajaran dan harus dihadapi.
Ujian demi ujian telah dialami oleh anak-anak madrasah, mulai dari ulangan harian, semesteran dan yang sekarang adalah ujian nasional. Yang membedakannya hanyalah namanya saja. Hakikatnya sama saja, hanya cakupan dan waktunya saja yang berbeda. Oleh karena itu, saya berkeyakinan bahwa anak-anak sudah mempersiapkan dengan baik untuk menghadapi ujian ini.
Kedua, perlu kesiapan mental. Salah satu yang penting di dalam ujian apapun adalah kesiapan mental. Jika mental kita siap, maka kita akan bisa menjawab soal-soal ujian dengan baik. Jika mental kita lemah, maka apa yang kita persiapkan akan hilang semua. Hadapilah ujian ini dengan heppy, dengan senang. Perlakukan UN sebagaimana pengalaman selama ini mengikuti ujian.
Jika kita senang menghadapi ujian ini, maka kita akan merasakan aura kemudahan di dalam menjawab soal-soal ujian. Semua sudah dipersiapkan. Belajar secara sungguh-sungguh, berdoa dan istighasah, memohon doa dan keridlaan orang tua dan guru, sehingga saya berkeyakinan bahwa anak-anak sudah memiliki kesiapan yang sangat baik. Sekali lagi hadapi ujian dengan rasa senang dan bukan rasa sedih.
Ketiga, siswa madrasah sekarang sudah setara dengan siswa sekolah. Berdasarkan pengalaman selama ini, bahwa hasil ujian siswa madrasah dan siswa sekolah tidaklah berbeda secara signifikan. Atau hasil ujian siswa sekolah jauh di atas lebih baik dari siswa madrasah. Sekarang sudah ada kesamaan hasil ujian nasional. Hal ini menggambarkan bahwa siswa madrasah tidak ketinggalan disbanding dengan siswa sekolah.
Oleh karena itu, mari kita tunjukkan kepada masyarakat bahwa anak-anak madrasah bisa, anak-anak madrasah dapat berprestasi. Melalui UN ini mari kita angkat derajat madrasah kita setara atau bahkan melebihi kualitas lembaga pendidikan lainnya.
Saya yakin bahwa dengan usaha yang sungguh-sungguh, maka anak-anak akan mencapai keberhasilan secara maksimal. Selamat ujian, insyaallah anak-anak akan berhasil dengan gemilang.
Wallahu a;lam bi al shawab.

MEMBERIKAN PELAYANAN OPTIMAL UNTUK RAKYAT

MEMBERIKAN PELAYANAN OPTIMAL UNTUK RAKYAT
Di dalam Rapat Koordinasi yang dilakukan oleh Biro Umum Sekretariat Jenderal Kementerian Agama, di Bogor, 24 Maret 2016, maka saya menyampaikan hal-hal yang menurut saya mendasar ialah bagaimana agar seluruh jajaran di Biro Umum dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi masyarakat.
Rapat Koordinasi ini diikuti oleh semua pejabat sruktural dan fungsional pada Biro Umum Sekretariat Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia. Sebagaimana rakor pada umumnya, maka rakor ini juga akan menjadi ajang untuk melakukan evaluasi kinerja tahun 2015 dan langkah pelaksanaan anggaran tahun 2016.
Pada kesempatan ini, saya sampaikan beberapa hal, yaitu: pertama, biro umum itu tempat untuk melaksanakan semua hal yang tidak ada di unit lain. Contoh, ketika saya harus memberikan disposisi dan sudah tidak ada lagi unit yang relevan dengan tugas yang akan didisposisikan, maka yang paling akhir adalah ke biro umum saja. Artinya, biro umum menjadi tempat penugasan dari aneka ragam pekerjaan yang tidak terdapat fungsinya di dalam kelembagaan Kemenag. Namanya saja biro umum, tentunya akan menghandle hal-hal yang bercorak umum di dalam penugasan.
Kedua, menangani hal-hal yang bercorak fisik. Di dalam banyak hal, maka yang ditangani oleh biro umum adalah kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik. Maka, tugasnya menjadi sangat riil dan dapat dengan mudah diketahui. Contoh, ketika lift kita mengalami kerusakan, maka betapa banyaknya complain yang disampaikan oleh para ASN Kementerian Agama. Seluruh media informasi di Kemenag memberitakan keluhan mengenai hal itu. Kala ada tumpahan kopi di lantai, maka yang pertama ditanya adalah biro umum. Demikian pula kalau ada listrik padam, lampu ngadat, internet lemot, dinding kotor, lantai kotor, sound system ngadat dan seterusnya yang bersifat fisikal, maka yang ditanyakan orang adalah di mana biro umum. Jadi, kebanyakan pekerjaan biro umum adalah pelayanan fisikal kepada pelanggan internal dan juga pelanggan eksternal Kemenag yang sifatnya lebih fisikal.
Ketiga, pelayanan optimal. Sebagai garda depan perkantoran, maka biro umum menjadi penjaga gawang terdepan di dalam pelayanan kepada pelanggan internal maupun eksternal. Berdasarkan kenyataan empiris, bahwa kebersihan, penataan internal maupun eksternal perkantoran, ketersediaan sarana dan prasarana perkantoran, serta infrastruktur lainnya tentu menjadi ukuran secara faktual tentang bagaimana para punggawa biro umum menata terhadap perkantorannya.
Di era Go Green, maka salah satu syarat keindahan kantor adalah apakah ada penghijaun yang terdapat di kantor tersebut. Baik di luar maupun di dalam kantor akan terlihat keindahan yang didasari oleh keberadaan penghijuan. Taman-taman di luar kantor haruslah memberikan kesan bahwa para penghuni kantor memiliki kepedulian terhadap keasrian dan keindahan kantornya.
Lalu, di dalam kantor juga terdapat keasrian dan keindahan yang disebabkan oleh banyak pepohonan atau bunga-bunga yang tertata rapi. Bukan bunga atau pohon plastic akan tetapi bunga dan pohon asli. Sekarang tentu sudah tidak sulit lagi untuk mengakses terhadap keindahan internal kantor. Ada banyak penyedia jasa yang bisa memberikan layanan bunga atau pohon dengan sewa dan penataan yang baik. Semua dengan mudah bisa dilakukan. Oleh karena itu, program Go Green, tidak hanya di luar kantor tetapi juga mengejawantah di dalam kantor.
Saya menggaris bawahi tentang pelayanan itu terumuskan di dalam singkatan CTM2 atau Cepat, Tepat, Murah dan Melayani optimal. Pelayanan harus cepat sesuai dengan Standard Operating Procedur (SOP), setiap aparat haruslah bekerja sesuai dengan prosedur yang sudah dibakukan. Pelayanan harus tepat sesuai dengan kebutuhan para pelanggan, pelayanan haruslah berdasarkan apa yang menjadi prioritas atas kebutuhan para pelanggan, dan pelayanan haruslah didasarkan atas hasil analisis tentang prioritas kebutuhan.
Pelayanan harus murah atau efektif dan efisien. Murah tidak harus jelek, sebab murah itu tentu terkait dengan bagaimana kualitas barang atau jasa serta modal yang dikeluarkan. Hal ini hanya bisa dilakukan jika tidak ada mark up atas pelayanan dimaksud.
Lalu pelayanan harus optimal atau pelayanan yang terbaik. Sesungguhnya kita bisa memberikan pelayanan yang terbaik itu, asalkan kita sungguh di dalam bekerja dan berkarya. Lambang Kemenag: kerja keras, kerja cepat dan kerja ikhlas tentu haruslah menjadi mind set kita di dalam pengabdian kepada Kementerian Agama.
Saya kira bahwa jargon Kementerian Agama Bersih dan Melayani hanya akan bisa diraih jika semua di antara kita, tentu termasuk biro umum, bisa memberikan yang terbaik bagi rakyat dan bagi negara.
Wallahu a’lam bi al shawab.

HADAPI MEA DENGAN MEMPERKUAT KOMPETENSI

HADAPI MEA DENGAN MEMPERKUAT KOMPETENSI
Di dalam kesempatan saya menghadiri wisuda Diploma III, sarjana Strata I dan Strata II Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jurai Siwo Metro Lampung (31/03/2016), saya berkesempatan untuk memberikan wawasan terutama menghadapi MEA yang sekarang sedang menjadi perbincangan kuat, terutama menyangkut kesiapan kita untuk menghadapinya.
Hadir di di dalam wisuda ini adalah Ketua STAIN Jurai Siwo Metro Lampung, Prof. Enizar, dan seluruh civitas akademika, jajaran pemerintah daerah Metro Lampung, Rektor IAIN Lampung Prof. Mohammad Mukri, Kakanwil Lampung, Suhaili, dan juga Ketua Alumni STAIN Metro Lampung, Haiatin Shalihatin. Acara wisuda diikuti oleh sebanyak 580 lebih wisudawan dan wisudawati.
Di dalam kesempatan ini saya sampaikan bahwa kita sedang menghadapi tantangan yang luar biasa di tengah Masyarakat Eknomi Asean (MEA), yaitu Sumber Daya Manusia Indonesia yang masih belum sesuai dengan yang diharapkan, rendahnya kaulitas kompetisi kita di tengah globalisasi dan juga kualitas pendidikan yang belum sesuai dengan yang diharapkan.
MEA adalah keharusan untuk dihadapinya. Tidak ada kata mundur atau mengindarinya. Harus dihadapi dengan kekuatan kita sebagai bangsa yang besar. Makanya, kita harus mempersiapkan diri secara sungguh-sungguh agar kita tidak tertinggal dengan Negara lain yang juga terus berkembang.
Salah satu yang menjadi tantangan kita adalah arus bebas tenaga kerja. Ke depan akan didapati arus tenaga kerja yang datang ke Indonesia dengan jumlah yang makin banyak. Tidak hanya puluhan ribu atau ratusan ribu akan tetapi akan menjadi jutaan dengan berbagai varian kebangsaannya. Ada Cina, Korea, Thailand, Jepang, India dan sebagainya. Mereka akan menjadikan Indonesia sebagai lahan untuk mengais pendapatan.
Makanya di dalam menghadapi semua ini tidak ada lain yang harus dipersiapkan kecuali dengan kompetensi yang baik agar kita dapat berkopetisi dengan bangsa lan atau tenaga kerja lain yang akan dating ke bumi Indonesia. Kompetensi dan kompetisi adalah dua kata yang memiliki arti sangat penting di tengah MEA dengan arus bebas tenaga kerjanya.
Perguruan tinggi tentu diharapkan agar dapat menjadi penggerak bagi terciptanya insan akademis dan professional untuk menghadapi MEA. Kita harus melakukan perubahan demi perubahan untuk memperkuat kompetensi kita sebagai bangsa. Rangking kompetisi bangsa sebagaimana tercantum di dalam Global Competitiveness Index (GCI) memang cukup menggembirakan, secara perlahan ada kenaikan yang signifikan. Sekarang kita sudah menduduki rangking 34 setelah tahun sebelumnya di urutan 38. Memang masih kalah disbanding dengan Malaysia dan Thailand, akan tetapi dengan kenaikan ini juga memberikan gambaran bahwa ada kemajuan yang signifikan.
Perguruan tinggi harus menghasilkan tenaga-tenaga akademis dan professional yang baik. Oleh karena itu, diperlukan beberapa upaya untuk membenahi kompetensi mahasiswa. Jangan hanya terpaku pada kemampuan sesuai dengan hard skilled saja, akan tetapi mahasiswa juga harus diberikan tambahan soft skilled yang akan dapat dijadikan sebagai modal di dalam menghadapi persaingan.
Yang perlu dipikirkan dan dilaksanakan adalah bagaimana merumuskan ukuran kompetensi yang unggul, misalnya dengan memperkuat basis keilmuan mahasiswa melalui penguatan kurikulum yang memiliki kompetensi yang baik. Agara perguruan tinghi merumuskan ukuran yang tepat untuk mendeteksi apakah dengan kurikulum dan silabus yang digunakan sekarang sudah dapat menjadi ukuran baku untuk memperkuat kompetensi mahasiswa.
Lalu yang tidak kalah penting juga agar perguruan tinggi merumuskan kemampuan soft skilled apa yang kiranya relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Kebutuhan tentang teknologi informasi (TI) rasanya menjadi sangat penting. Mahasiswa harus memiliki kemampuan dasar mengenai TI sehingga ketika yang bersangkutan menghadapi dunia kerja yang membutuhkan kemampuan dasar TI tersebut, maka yang bersangkutan dapat melakukannya.
Saya kira ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh perguruan tinggi kita di dalam menjawab tantangan MEA. Hanya saja memang dibutuhkan tenaga ekstra dari pimpinan dan dosen perguruan tinggi untuk menyiapkan lulusan yang kompeten dan kompetitif, agar kita dapat tetap menjadi pemain kerja di negeri kita sendiri.
Wallahu a’lam bi al shawab.

PERAN PTN DALAM PERCEPATAN SERTIFIKASI HALAL

PERAN PTN DALAM PERCEPATAN SERTIFIKASI HALAL

Pagi ini, 24 Maret 2016 terdapat kegiatan yang sangat menarik dalam kaitannya dengan program pemerintah jaminan produk halal (JPH). Program penjaminan produk halal dilakukan sebagai tindak lanjut atas terbitnya UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Terbitnya UU ini tentu berimplikasi terhadap perlunya pemerintah bersama masyarakat melakukan program peningkatan jaminan produk halal.

Sebagaimana diketahui bahwa selama ini jaminan produk halal dilakukan oleh MUI sebagai lembaga yang menghimpun para ulama dalam melaksanakan salah satu tugasnya ialah memfasilitasi penyelenggaran jaminan produk halal. Namun demikian, mengingat beberapa pengalaman negara lain tentang jaminan produk halal yang menjadi tanggungjawab negara, maka Indonesia pun memberlakukan peran negara untuk menjamin produk halal.

Penandatanganan MoU ini dilakukan oleh Kementerian Agama dan Universitas Brawijaya Malang. Hadir di dalam acara ini Prof. Nur Syam, selaku Sekjen Kementerian Agama, Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Mohammad Bisri, dan segenap jajaran pimpinan perguruan tinggi lainnya. Acara ini juga mengundang para pemerhati, pelaku usaha dan juga mahasiswa.

Ada tiga hal yang saya sampaikan terkait dengan acara ini. Pertama, hadirnya UU JPH menjadi wahana untuk memberikan jaminan hukum tentang produk-produk usaha, baik yang terkait dengan makanan, minuman, barang gunaan, obat, kosmetik dan sebagainya. Melalui terbitnya UU ini, maka di negara kita akan dijamin mana produk halal yang bisa dimakan, diminum, digunakan dan diperjualbelikan. Jaminan produk halal akan memberikan kepastian hukum kepada umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk di Indonesia untuk memanfaatkan produk-produk lokal maupun luar negeri yang diedarkan di Indonesia.

Melalui jaminan produk halal ini, maka tidak akan ada keraguan kala seseorang akan memanfaatkan produk-produk barang atau makanan/minuman untuk kepentingannya. Dengan demikian masyarakat akan merasa aman terhadap apa yang dilakukannya. Misalnya, ketika kita akan makan di sebuah restoran, lalu tertera di situ sebuah tulisan atau lambang sebagai produk halal, maka tentu tidak akan terjadi keraguan. Ketika kita membeli barang di Supermarket atau kios-kios yang barang atau produk disitu tertera lambang kehalalannya, maka juga kita tidak akan ragu.

Masyarakat menjadi lebih nyaman dan tenteram batinnya, karena barang yang dipakai atau produk yang dimakan/diminum halal sesuai dengan tuntutan agama. Bukankah agama mengajarkan agar kita makan dan minum atas barang-barang yang halal dan thayiban. Halal dari sisi hukumnya dan thayiban dari sisi kemanfaatannya. Keduanya merupakan paket syariah yang terkait dengan makanan dan minuman atau barang-barang gunaan lainnya.

Islam mengajarkan bahwa makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh kita akan menjadi darah dan daging dan akan mempengaruhi terhadap diri kita. Jika kita memakan makanan yang halal maka tubuh kita juga merasakan manfaatnya. Ketika kita memakan makanan yang thayiban, maka tubuh kita akan merasakan sehat. Jika fisik kita sehat maka rohani kita juga akan menjadi sehat. Qalbun salim fi jismin salim. Hati yang sehat terletak di dalam fisik yang sehat.

Kedua, memberikan kepastian bahwa setiap produk, misalnya makanan/minuman atau barang-barang gunaan sudah melalui sebuah uji laboratoris mengenai kehalalannya. Sebagaimana kita tahu bahwa untuk mendapatkan sertifikat halal tentu harus melalui proses yang teruji. Bukan sulit dan berbelit atau lama dan berliku-liku. Jika sebuah produk ingin mendapatkan uji kehalalan, maka harus mendaftarkannya ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), lalu oleh BPJPH akan akan dikirimkan ke Lembaga Penjamin Halal (LPH) terkait dengan sampel produknya, hasil uji laboratorium kemudian didiskusikan oleh pakar di bidang hokum Islam (MUI) dan juga tim ahli lainnya. Jika berdasarkan kajian terhadap sampel produk tersebut memberikan kepastian kehalalannya, maka MUI akan memberikan fatwa halal dan setelah itu BPJPH akan mengeluarkan sertifikat halal dengan segala konsekuensinya.

Produk halal juga harus tetap diawasi agar tidak terjadi penyimpangan. Makanya setiap produk yang telah disertifikasi harus dimonitoring baik secara regular atau incidental. Negara benar-benar harus terus memberikan jaminan bahwa produk yang sudah disertifikasi tetap menjaga komitmennya. Tidak ada kebohongan public yang dilakukan oleh produsen maupun oleh tim BPJPH sendiri.

Di berbagai supermarket masih kita jumpai banyak produk yang belum bersertifikat halal. Bahkan penataannya juga dilakukan secara tidak mencerminkan penghormatan terhadap produk halal. Tentu ke depan, harus dilakukan perubahan agar dari sisi penataan barang juga dilakukan penertiban. Minuman beralkohol tentu tidak bisa ditempatkan bersamaan dengan makanan/minuman yang wajib halal. Jadi harus ada perubahan tata kelola mengenai bagaimana memanej barang-barang di pertokoan atau lainnya.

Ketiga, peran perguruan tinggi dalam mengimplementasikan jaminan produk halal. Ada perubahan signifikan terkait dengan program pembangunan masyarakat dewasa ini terkait juga dengan jaminan produk halal. Pembangunan tidak hanya menjadi kewenangan pemerintah untuk melakukannya tetapi juga masyarakat termasuk institusi pendidikan. Kita berharap banyak mengenai peran institusi pendidikan tinggi untuk terlibat di dalam proses jaminan produk halal. Institusi pendidikan bisa menjadi kepanjangan tangan pemerintah untuk sosialisasi dan implementasi jaminan produk halal. Ada ribuan perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa jutaan. Mereka tentu bisa menjadi agen-agen untuk menyosialisasikan jaminan produk halal. Di setiap institusi pendidikan tinggi terdapat lembaga riset dan lembaga pengabdian masyarakat, maka keduanya bisa berperan menjadi agen structural untuk menjelaskan kepada masyarakat luas mengenai jaminan produk halal. Melalui risetnya, maka akan bisa dihasilkan temuan-temuan tentang jaminan produk halal, dan melalui lembaga pengabdian masyarakatnya maka bisa memberikan pelayanan bagi masyarakat tentang jaminan produk halal.

Institusi pendidikan tinggi memiliki infrastruktur yang kuat, baik SDM maupun sarana prasarana untuk membantu pemerintah di dalam program jaminan produk halal. Oleh karena kehadiran institusi pendidikan tinggi untuk melaksanakan amanat UU Jaminan produk halal tentu memiliki makna yang signifikan.

Pada kesempatan ini tentu Kementerian Agama mengapresiasi terhadap Universitas Brawijaya yang menjadi mitra pertama Kemenag dari institusi pendidikan tinggi dalam kerangka mengembangkan jaminan produk halal. Melalui kerjasama yang baik ini, maka ke depan diharapkan akan semakin banyak institusi pendidikan tinggi yang bisa terlibat atau dilibatkan untuk mengembangkan jaminan produk halal yang sekarang telah menjadi tuntutan masyarakat.

Wallahu a’lam bi al shawab.

PENTINGNYA KOORDINASI DAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PENTINGNYA KOORDINASI DAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Pertemuan Presiden RI, Joko Widodo dan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla dengan para Menteri Kabinet Indonesia Kerja dan seluruh pejabat eselon I Kementerian dan Lembaga (KL) terasa sangat mendasar. Pertemuan ini memberikan gambaran tentang bagaimana sesungguhnya visi Presiden RI, JokoWidodo, tentang bagaimana membangun Indonesia ke depan. Rapat Kerja pemerintah (RKP) tersebut dilakukan di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPERA) yang dilaksanakan pada tanggal 23 Maret 2016.

Ada yang menarik di dalam forum ini sebab Pak Wapres memberikan sambutan terlebih dahulu sebelum Pak Presiden, Joko Widodo. Sambutan tanpa teks yang dilakukan oleh Wapres tersebut juga sangat penting sebab menguraikan tentang bagaimana kondisi perekonomian Indonesia dewasa ini, dan bagaimana cara kita untuk merespon terhadap pertumbuhan ekonomi yang cenderung lambat. Salah satu yang penting adalah dengan melakukan analisis ulang terhadap APBN tahun 2016.

Sebagaimana diketahui bahwa pertumbuhan APBN kita terjadi perubahan signifikan dalam siklus lima tahunan. Kenaikan tersebut mencapai angkat hampir 100 persen. Pada tahun 2010 kira-kira APBN sebesar 1000 trilyun dan pada tahun 2015 sudah mencapai angka 2000 trilyun. Hanya sayangnya bahwa perubahan anggaran yang signifikan tersebut tidak serta merta menambah nilai pertumbuhan ekonomi. Makanya kelihatan bahwa tidak ada korelasi antara pertambahan APBN dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Yang perlu dikoreksi adalah bahwa pertambahan APBN tersebut terjadi justru pada persentase belanja rutin dan bukan pada anggaran pembangunan. Seharusnya pertambahan APBN itu pada anggaran pembangunan nasional, sehingga dampak positifnya akan dapat dirasakan oleh masyarakat secara umum.

APBN juga harus disesuaikan dengan fakta empiris pendapatan nasional. Jadi, jika ada APBN-P jangan lantas diartikan sebagai penambahan anggaran akan tetapi juga bisa bermakna pengurangan anggaran. Semua harus disesuaikan dengan mana yang paling prioritas di dalam pembangunan tersebut. Yang harus diutamakan adalah yang memiliki dampak langsung untuk masyarakat. Jadi program yang tidak memiliki dampak luas seharusnya dikurangi atau bahkan dihilangkan. Oleh karena itu, diperlukan adanya sakala prioritas pembangunan nasional.

Senada dengan uraian Pak Wapres, Pak Presiden juga menyampaikan hal tersebut dengan sangat mendalam. Beliau menyampaikan tiga hal yang sangat penting terkait dengan visi pembangunan nasional. Saya akan menuliskannya dalam tiga hal, yaitu:

Pertama, terkait dengan deregulasi. Di Indonesia ini sangat banyak regulasi yang dibuat untuk mengatur pemerintahan. Bayangkan berdasarkan informasi dari Bappenas ada sebanyak 42.000 regulasi dan ada sebanyak 3000 Peraturan daerah. Perda-perda ini kebanyakan adalah perda yang bermasalah. Ke depan Perda-perda yang bermasalah ini harus hilang. Tidak boleh dipelihara hal-hal yang membuat keruwetan ini. Dengan banyaknya regulasi itu justru menjerat kita untuk bermasalah. Melalui banyaknya regulasi tersebut maka percepatan pembangunan tidak bisa dilakukan. Selalu ada hambatan regulasi yang mengikat kita untuk melakukan akselerasi pembangunan. Bahkan melalui regulasi tersebut juga bisa menjerat terhadap pejabat-pejabat pelaksana pembangunan.

Perubahan-perubahan yang cepat akhir-akhir ini menyebabkan banyak prediksi yang salah. Misalnya kita berkonsentrasi pada masalah kirisis ekonomi Yunani, tiba-tiba terjadi pemotongan nilai mata uang Yuan. Ketika kita konsentrasi pada depresiasi nilai mata uang Yuan, ternyata justru terjadi masalah di The Fed di United State. Problem seperti ini yang menghantui kita setahun terakhir dan kiranya masih akan terjadi di tahun ini.

Kedua, Arus perdagangan bebas dan Era Kompetisi. Di era sekarang, kata kunci untuk menghadapi perubahan yang cepat adalah melalui kemampuan untuk berkompetisi. Kompetisi menjadi kata penting di dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia ini bangsa yang besar. Sekali lagi Indonesia adalah bangsa yang besar. Sebagai bangsa yang besar dan bermartabat, kita tidak boleh tergantung kepada bangsa lain. Kita harus mendiri.

Di era perdagangan bebas, maka semuanya adalah competitor. Semua negara adalah competitor. Makanya, tidak ada lain kecuali kita harus berpikir dan mengubah mindset kita bahwa kita harus berkompetisi di era sekarang dan akan datang. Dulu ketika, Maskapai Penerbangan Garuda tidak ada pesaingnya, maka para crew tidak bekerja keras untuk memberikan pelayanan terbaik. Para direksi juga bekerja sesuai dengan kemauannya saja. Tidak ada yang perlu dipikirkan secara mendalam mengenai bagaimana harus merebut pasar dan sebagainya. Akan tetapi setelah ada pesaing banyak, maka semua bergerak untuk memperbaiki kinerjanya dan akhirnya Maskapai Penerbangan Garuda memperoleh keuntungan. Dulu ketika Pertamina belum memiliki competitor, maka para direksi dan seluruh stafnya hanya bekerja apa adanya. Easy going. Tidak ada pikiran untuk mengembangkan usahanya. Tetapi setelah datang Perusahaan Shel, Petronas dan sebagainya, maka mereka semua berubah untuk menaikkan kinerjanya. Maka yang kita lihat sekarang Pertamina lebih stabil dan untung. Jadi kita tidak harus takut dengan competitor. Kita bangsa yang besar. Namun demikian, kita juga harus bekerja keras agar kita memenangkan kompetisi.

Birokrasi kita juga mengalami tantangan pelayanan yang sangat kuat. Pelayanan yang optimal dan hasil yang optimal pula. Oleh sebab itu semua harus berubah untuk bekerja lebih keras lagi. Aparat Sipil Negara harus mengembangkan kemampuan mereka secara optimal agar para user atau stakeholder kita menjadi terpuaskan. Ke depan kita harus masuk ke dalam World Class Bureaucracy (WCB). Mustahil kita akan memenangkan pertarungan birokrasi dunia kalau kita hanya berpikir business as usual. Harus ada lompatan berpikir dan aksi yang nyata.

Ketiga, reformasi penganggaran dan pelaksanaan anggaran. Tindakan untuk mengubah tradisi penganggaran dan pelaksanaan anggaran mutlak diperlukan. Perlu ada perubahan mendasar mengenai focus pada program prioritas. Harus diubah minset bahwa anggaran pemerintah harus dibagi-bagi habis sesuai dengan fungsi organisasi pemerintah. Selama ini ada tradisi bahwa anggaran itu digunakan untuk memenuhi fungsi birokrasi, sehingga menafikan mana program yang harus diprioritaskan dan mana yang bukan prioritas. Jadi, money follow function, seharusnya money follow program. Jadi yang diutamakan adalah programnya dan bukan pemenuhan fungsinya. Ke depan bisa jadi akan ada unit organisasi dalam birokrasi yang tidak memperoleh anggaran kecuali anggaran untuk operasional saja. Di cabinet ini sudah dicanangkan bahwa prioritas pemerintah adalah infrastruktur. Makanya, program-program di luar itu agar dicek ulang fungsinya. Apakah program itu memenuhi kebutuhan masyarakat secara massal atau tidak. Jadi yang dipentingkan sekarang adalah program yang memiliki dampak langsung bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Fokuskan program untuk peningkatan perluasan akses infrastruktur yang memiliki manfaat bagi rakyat.

Selain itu juga harus dilakukan percepatan penyerapan anggaran. Jangan sampai pelaksanaan anggaran itu dilakukan kebanyakan pada triwulan empat. Agar semua kementerian/lembaga melakukan pengawasan secara ketat terhadap serapan anggaran dan juga ketepatan sasaran pelaksanaan anggaran. Untuk itu juga diperlukan reformasi penganggaran dalam kaitannya dengan belanja modal. Upayakan agar belanja modal lebih besar dibanding dengan penganggaran belanja barang dan jasa. Selama ini belanja barang dan jasa lebih besar dibandingkan dengan belanja modal. Ini yang harus dilakukan perubahan.

Ke depan juga harus dirancang program yang memprioritaskan wilayah timur dan wilayah perbatasan dan pinggiran terutama yang terkait dengan Negara-negara tetangga. Agar diupayakan pembangunan Indonesia Timur menjadi prioritas demikian pula wilayah perbatasan. Infrastruktur dalam pengertian yang luas agar diprioritaskan pada penganggaran belanja pemerintah.

Fokuskan program, jangan banyak-banyak, utamakan program yang bersentuhan langsung dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dan memiliki pengaruh bagi kehidupan rakyat. Demikian pula mengenai koordinasi. Selama ini koordinasi kita antar K/L masih lemah. Makanya harus dilakukan upaya untuk mengkoordinasikan berbagai program pemerintah yang memiliki relevansi dan kesamaan. Jangan terjadi ego sektoral. Semua harus bermuara pada peningkatan kemandirian dan kedaulatan.

Jika kita bisa melakukannya, maka percepatan hasil pembangunan masyarakat pasti akan terwujud dan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat juga akan segera tercapai.

Wallahu a’lam bi al shawab.