• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PENTINGNYA KOORDINASI DAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PENTINGNYA KOORDINASI DAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Pertemuan Presiden RI, Joko Widodo dan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla dengan para Menteri Kabinet Indonesia Kerja dan seluruh pejabat eselon I Kementerian dan Lembaga (KL) terasa sangat mendasar. Pertemuan ini memberikan gambaran tentang bagaimana sesungguhnya visi Presiden RI, JokoWidodo, tentang bagaimana membangun Indonesia ke depan. Rapat Kerja pemerintah (RKP) tersebut dilakukan di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPERA) yang dilaksanakan pada tanggal 23 Maret 2016.

Ada yang menarik di dalam forum ini sebab Pak Wapres memberikan sambutan terlebih dahulu sebelum Pak Presiden, Joko Widodo. Sambutan tanpa teks yang dilakukan oleh Wapres tersebut juga sangat penting sebab menguraikan tentang bagaimana kondisi perekonomian Indonesia dewasa ini, dan bagaimana cara kita untuk merespon terhadap pertumbuhan ekonomi yang cenderung lambat. Salah satu yang penting adalah dengan melakukan analisis ulang terhadap APBN tahun 2016.

Sebagaimana diketahui bahwa pertumbuhan APBN kita terjadi perubahan signifikan dalam siklus lima tahunan. Kenaikan tersebut mencapai angkat hampir 100 persen. Pada tahun 2010 kira-kira APBN sebesar 1000 trilyun dan pada tahun 2015 sudah mencapai angka 2000 trilyun. Hanya sayangnya bahwa perubahan anggaran yang signifikan tersebut tidak serta merta menambah nilai pertumbuhan ekonomi. Makanya kelihatan bahwa tidak ada korelasi antara pertambahan APBN dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Yang perlu dikoreksi adalah bahwa pertambahan APBN tersebut terjadi justru pada persentase belanja rutin dan bukan pada anggaran pembangunan. Seharusnya pertambahan APBN itu pada anggaran pembangunan nasional, sehingga dampak positifnya akan dapat dirasakan oleh masyarakat secara umum.

APBN juga harus disesuaikan dengan fakta empiris pendapatan nasional. Jadi, jika ada APBN-P jangan lantas diartikan sebagai penambahan anggaran akan tetapi juga bisa bermakna pengurangan anggaran. Semua harus disesuaikan dengan mana yang paling prioritas di dalam pembangunan tersebut. Yang harus diutamakan adalah yang memiliki dampak langsung untuk masyarakat. Jadi program yang tidak memiliki dampak luas seharusnya dikurangi atau bahkan dihilangkan. Oleh karena itu, diperlukan adanya sakala prioritas pembangunan nasional.

Senada dengan uraian Pak Wapres, Pak Presiden juga menyampaikan hal tersebut dengan sangat mendalam. Beliau menyampaikan tiga hal yang sangat penting terkait dengan visi pembangunan nasional. Saya akan menuliskannya dalam tiga hal, yaitu:

Pertama, terkait dengan deregulasi. Di Indonesia ini sangat banyak regulasi yang dibuat untuk mengatur pemerintahan. Bayangkan berdasarkan informasi dari Bappenas ada sebanyak 42.000 regulasi dan ada sebanyak 3000 Peraturan daerah. Perda-perda ini kebanyakan adalah perda yang bermasalah. Ke depan Perda-perda yang bermasalah ini harus hilang. Tidak boleh dipelihara hal-hal yang membuat keruwetan ini. Dengan banyaknya regulasi itu justru menjerat kita untuk bermasalah. Melalui banyaknya regulasi tersebut maka percepatan pembangunan tidak bisa dilakukan. Selalu ada hambatan regulasi yang mengikat kita untuk melakukan akselerasi pembangunan. Bahkan melalui regulasi tersebut juga bisa menjerat terhadap pejabat-pejabat pelaksana pembangunan.

Perubahan-perubahan yang cepat akhir-akhir ini menyebabkan banyak prediksi yang salah. Misalnya kita berkonsentrasi pada masalah kirisis ekonomi Yunani, tiba-tiba terjadi pemotongan nilai mata uang Yuan. Ketika kita konsentrasi pada depresiasi nilai mata uang Yuan, ternyata justru terjadi masalah di The Fed di United State. Problem seperti ini yang menghantui kita setahun terakhir dan kiranya masih akan terjadi di tahun ini.

Kedua, Arus perdagangan bebas dan Era Kompetisi. Di era sekarang, kata kunci untuk menghadapi perubahan yang cepat adalah melalui kemampuan untuk berkompetisi. Kompetisi menjadi kata penting di dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia ini bangsa yang besar. Sekali lagi Indonesia adalah bangsa yang besar. Sebagai bangsa yang besar dan bermartabat, kita tidak boleh tergantung kepada bangsa lain. Kita harus mendiri.

Di era perdagangan bebas, maka semuanya adalah competitor. Semua negara adalah competitor. Makanya, tidak ada lain kecuali kita harus berpikir dan mengubah mindset kita bahwa kita harus berkompetisi di era sekarang dan akan datang. Dulu ketika, Maskapai Penerbangan Garuda tidak ada pesaingnya, maka para crew tidak bekerja keras untuk memberikan pelayanan terbaik. Para direksi juga bekerja sesuai dengan kemauannya saja. Tidak ada yang perlu dipikirkan secara mendalam mengenai bagaimana harus merebut pasar dan sebagainya. Akan tetapi setelah ada pesaing banyak, maka semua bergerak untuk memperbaiki kinerjanya dan akhirnya Maskapai Penerbangan Garuda memperoleh keuntungan. Dulu ketika Pertamina belum memiliki competitor, maka para direksi dan seluruh stafnya hanya bekerja apa adanya. Easy going. Tidak ada pikiran untuk mengembangkan usahanya. Tetapi setelah datang Perusahaan Shel, Petronas dan sebagainya, maka mereka semua berubah untuk menaikkan kinerjanya. Maka yang kita lihat sekarang Pertamina lebih stabil dan untung. Jadi kita tidak harus takut dengan competitor. Kita bangsa yang besar. Namun demikian, kita juga harus bekerja keras agar kita memenangkan kompetisi.

Birokrasi kita juga mengalami tantangan pelayanan yang sangat kuat. Pelayanan yang optimal dan hasil yang optimal pula. Oleh sebab itu semua harus berubah untuk bekerja lebih keras lagi. Aparat Sipil Negara harus mengembangkan kemampuan mereka secara optimal agar para user atau stakeholder kita menjadi terpuaskan. Ke depan kita harus masuk ke dalam World Class Bureaucracy (WCB). Mustahil kita akan memenangkan pertarungan birokrasi dunia kalau kita hanya berpikir business as usual. Harus ada lompatan berpikir dan aksi yang nyata.

Ketiga, reformasi penganggaran dan pelaksanaan anggaran. Tindakan untuk mengubah tradisi penganggaran dan pelaksanaan anggaran mutlak diperlukan. Perlu ada perubahan mendasar mengenai focus pada program prioritas. Harus diubah minset bahwa anggaran pemerintah harus dibagi-bagi habis sesuai dengan fungsi organisasi pemerintah. Selama ini ada tradisi bahwa anggaran itu digunakan untuk memenuhi fungsi birokrasi, sehingga menafikan mana program yang harus diprioritaskan dan mana yang bukan prioritas. Jadi, money follow function, seharusnya money follow program. Jadi yang diutamakan adalah programnya dan bukan pemenuhan fungsinya. Ke depan bisa jadi akan ada unit organisasi dalam birokrasi yang tidak memperoleh anggaran kecuali anggaran untuk operasional saja. Di cabinet ini sudah dicanangkan bahwa prioritas pemerintah adalah infrastruktur. Makanya, program-program di luar itu agar dicek ulang fungsinya. Apakah program itu memenuhi kebutuhan masyarakat secara massal atau tidak. Jadi yang dipentingkan sekarang adalah program yang memiliki dampak langsung bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Fokuskan program untuk peningkatan perluasan akses infrastruktur yang memiliki manfaat bagi rakyat.

Selain itu juga harus dilakukan percepatan penyerapan anggaran. Jangan sampai pelaksanaan anggaran itu dilakukan kebanyakan pada triwulan empat. Agar semua kementerian/lembaga melakukan pengawasan secara ketat terhadap serapan anggaran dan juga ketepatan sasaran pelaksanaan anggaran. Untuk itu juga diperlukan reformasi penganggaran dalam kaitannya dengan belanja modal. Upayakan agar belanja modal lebih besar dibanding dengan penganggaran belanja barang dan jasa. Selama ini belanja barang dan jasa lebih besar dibandingkan dengan belanja modal. Ini yang harus dilakukan perubahan.

Ke depan juga harus dirancang program yang memprioritaskan wilayah timur dan wilayah perbatasan dan pinggiran terutama yang terkait dengan Negara-negara tetangga. Agar diupayakan pembangunan Indonesia Timur menjadi prioritas demikian pula wilayah perbatasan. Infrastruktur dalam pengertian yang luas agar diprioritaskan pada penganggaran belanja pemerintah.

Fokuskan program, jangan banyak-banyak, utamakan program yang bersentuhan langsung dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dan memiliki pengaruh bagi kehidupan rakyat. Demikian pula mengenai koordinasi. Selama ini koordinasi kita antar K/L masih lemah. Makanya harus dilakukan upaya untuk mengkoordinasikan berbagai program pemerintah yang memiliki relevansi dan kesamaan. Jangan terjadi ego sektoral. Semua harus bermuara pada peningkatan kemandirian dan kedaulatan.

Jika kita bisa melakukannya, maka percepatan hasil pembangunan masyarakat pasti akan terwujud dan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat juga akan segera tercapai.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..