• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PERAN PTN DALAM PERCEPATAN SERTIFIKASI HALAL

PERAN PTN DALAM PERCEPATAN SERTIFIKASI HALAL

Pagi ini, 24 Maret 2016 terdapat kegiatan yang sangat menarik dalam kaitannya dengan program pemerintah jaminan produk halal (JPH). Program penjaminan produk halal dilakukan sebagai tindak lanjut atas terbitnya UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Terbitnya UU ini tentu berimplikasi terhadap perlunya pemerintah bersama masyarakat melakukan program peningkatan jaminan produk halal.

Sebagaimana diketahui bahwa selama ini jaminan produk halal dilakukan oleh MUI sebagai lembaga yang menghimpun para ulama dalam melaksanakan salah satu tugasnya ialah memfasilitasi penyelenggaran jaminan produk halal. Namun demikian, mengingat beberapa pengalaman negara lain tentang jaminan produk halal yang menjadi tanggungjawab negara, maka Indonesia pun memberlakukan peran negara untuk menjamin produk halal.

Penandatanganan MoU ini dilakukan oleh Kementerian Agama dan Universitas Brawijaya Malang. Hadir di dalam acara ini Prof. Nur Syam, selaku Sekjen Kementerian Agama, Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Mohammad Bisri, dan segenap jajaran pimpinan perguruan tinggi lainnya. Acara ini juga mengundang para pemerhati, pelaku usaha dan juga mahasiswa.

Ada tiga hal yang saya sampaikan terkait dengan acara ini. Pertama, hadirnya UU JPH menjadi wahana untuk memberikan jaminan hukum tentang produk-produk usaha, baik yang terkait dengan makanan, minuman, barang gunaan, obat, kosmetik dan sebagainya. Melalui terbitnya UU ini, maka di negara kita akan dijamin mana produk halal yang bisa dimakan, diminum, digunakan dan diperjualbelikan. Jaminan produk halal akan memberikan kepastian hukum kepada umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk di Indonesia untuk memanfaatkan produk-produk lokal maupun luar negeri yang diedarkan di Indonesia.

Melalui jaminan produk halal ini, maka tidak akan ada keraguan kala seseorang akan memanfaatkan produk-produk barang atau makanan/minuman untuk kepentingannya. Dengan demikian masyarakat akan merasa aman terhadap apa yang dilakukannya. Misalnya, ketika kita akan makan di sebuah restoran, lalu tertera di situ sebuah tulisan atau lambang sebagai produk halal, maka tentu tidak akan terjadi keraguan. Ketika kita membeli barang di Supermarket atau kios-kios yang barang atau produk disitu tertera lambang kehalalannya, maka juga kita tidak akan ragu.

Masyarakat menjadi lebih nyaman dan tenteram batinnya, karena barang yang dipakai atau produk yang dimakan/diminum halal sesuai dengan tuntutan agama. Bukankah agama mengajarkan agar kita makan dan minum atas barang-barang yang halal dan thayiban. Halal dari sisi hukumnya dan thayiban dari sisi kemanfaatannya. Keduanya merupakan paket syariah yang terkait dengan makanan dan minuman atau barang-barang gunaan lainnya.

Islam mengajarkan bahwa makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh kita akan menjadi darah dan daging dan akan mempengaruhi terhadap diri kita. Jika kita memakan makanan yang halal maka tubuh kita juga merasakan manfaatnya. Ketika kita memakan makanan yang thayiban, maka tubuh kita akan merasakan sehat. Jika fisik kita sehat maka rohani kita juga akan menjadi sehat. Qalbun salim fi jismin salim. Hati yang sehat terletak di dalam fisik yang sehat.

Kedua, memberikan kepastian bahwa setiap produk, misalnya makanan/minuman atau barang-barang gunaan sudah melalui sebuah uji laboratoris mengenai kehalalannya. Sebagaimana kita tahu bahwa untuk mendapatkan sertifikat halal tentu harus melalui proses yang teruji. Bukan sulit dan berbelit atau lama dan berliku-liku. Jika sebuah produk ingin mendapatkan uji kehalalan, maka harus mendaftarkannya ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), lalu oleh BPJPH akan akan dikirimkan ke Lembaga Penjamin Halal (LPH) terkait dengan sampel produknya, hasil uji laboratorium kemudian didiskusikan oleh pakar di bidang hokum Islam (MUI) dan juga tim ahli lainnya. Jika berdasarkan kajian terhadap sampel produk tersebut memberikan kepastian kehalalannya, maka MUI akan memberikan fatwa halal dan setelah itu BPJPH akan mengeluarkan sertifikat halal dengan segala konsekuensinya.

Produk halal juga harus tetap diawasi agar tidak terjadi penyimpangan. Makanya setiap produk yang telah disertifikasi harus dimonitoring baik secara regular atau incidental. Negara benar-benar harus terus memberikan jaminan bahwa produk yang sudah disertifikasi tetap menjaga komitmennya. Tidak ada kebohongan public yang dilakukan oleh produsen maupun oleh tim BPJPH sendiri.

Di berbagai supermarket masih kita jumpai banyak produk yang belum bersertifikat halal. Bahkan penataannya juga dilakukan secara tidak mencerminkan penghormatan terhadap produk halal. Tentu ke depan, harus dilakukan perubahan agar dari sisi penataan barang juga dilakukan penertiban. Minuman beralkohol tentu tidak bisa ditempatkan bersamaan dengan makanan/minuman yang wajib halal. Jadi harus ada perubahan tata kelola mengenai bagaimana memanej barang-barang di pertokoan atau lainnya.

Ketiga, peran perguruan tinggi dalam mengimplementasikan jaminan produk halal. Ada perubahan signifikan terkait dengan program pembangunan masyarakat dewasa ini terkait juga dengan jaminan produk halal. Pembangunan tidak hanya menjadi kewenangan pemerintah untuk melakukannya tetapi juga masyarakat termasuk institusi pendidikan. Kita berharap banyak mengenai peran institusi pendidikan tinggi untuk terlibat di dalam proses jaminan produk halal. Institusi pendidikan bisa menjadi kepanjangan tangan pemerintah untuk sosialisasi dan implementasi jaminan produk halal. Ada ribuan perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa jutaan. Mereka tentu bisa menjadi agen-agen untuk menyosialisasikan jaminan produk halal. Di setiap institusi pendidikan tinggi terdapat lembaga riset dan lembaga pengabdian masyarakat, maka keduanya bisa berperan menjadi agen structural untuk menjelaskan kepada masyarakat luas mengenai jaminan produk halal. Melalui risetnya, maka akan bisa dihasilkan temuan-temuan tentang jaminan produk halal, dan melalui lembaga pengabdian masyarakatnya maka bisa memberikan pelayanan bagi masyarakat tentang jaminan produk halal.

Institusi pendidikan tinggi memiliki infrastruktur yang kuat, baik SDM maupun sarana prasarana untuk membantu pemerintah di dalam program jaminan produk halal. Oleh karena kehadiran institusi pendidikan tinggi untuk melaksanakan amanat UU Jaminan produk halal tentu memiliki makna yang signifikan.

Pada kesempatan ini tentu Kementerian Agama mengapresiasi terhadap Universitas Brawijaya yang menjadi mitra pertama Kemenag dari institusi pendidikan tinggi dalam kerangka mengembangkan jaminan produk halal. Melalui kerjasama yang baik ini, maka ke depan diharapkan akan semakin banyak institusi pendidikan tinggi yang bisa terlibat atau dilibatkan untuk mengembangkan jaminan produk halal yang sekarang telah menjadi tuntutan masyarakat.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..