• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PUASA DAN PERASAAN KEMANUSIAAN (10)

PUASA DAN PERASAAN KEMANUSIAAN (10)
Kasus Satpol PP merazia warung saat bulan puasa rasanya memang mengusik kemanusiaan banyak orang. Apakah dengan atas nama agama lalu kita mengusik kehidupan orang lain dengan cara-cara yang berbeda dengan pesan agama yang sungguh mulia. Adakah bahwa beragama itu harus mengabaikan rasa kasih sayang dan kemanusiaan kita yang terdalam.
Rasanya ada sejumlah pertanyaan yang patut kita ajukan terkait dengan keberagamaan kita ini. Bagaimana mungkin kita beragama lalu mengabaikan kemanusiaan yang seharusnya kita pupuk dengan basis agama. Sungguh terkadang kita tidak memahami sesungguhnya kita ini ada apa.
Ada banyak pedagang makanan yang beragama Islam. Mereka memakai jilbab dan berpakaian layaknya umat Islam lain. Mereka kebanyakan pastilah orang desa dahulunya yang kemudian sebagaimana sekelompok orang lainnya yang terpaksa harus mengais rizki di wilayah perkotaan. Nasib tentu bisa mengantarkannya untuk memperoleh rizki sebagai pedagang yang menjual nasi di warungnya yang kecil. Itulah pekerjaan yang dilakoninya semenjak dia migrasi dari desanya.
Orang seperti Saeni tentu sangat banyak di negeri ini, terutama di kota-kota besar. Mereka adalah orang yang mengadu peruntungan di kota dan kemudian mengantarkannya sebagai pedagang kaki lima. Jutaan orang yang seperti ini. Jika orang seperti Saeni ini ditanya, maka keinginannya adalah menjadi pengusaha restoran yang berhasil. Sayang nasibnya tidak mengantarkannya untuk bisa seperti itu.
Ada banyak pedagang kaki lima yang penghasilannya tentu pas-pasan saja. Tidak berkelebihan bahkan mungkin sekali waktu juga tidak mencukupi. Apalagi jika anak-anaknya sedang sekolah. Dapat dipastikan bahwa kehidupannya tergolong sekelompok orang ekonomi lemah.
Pada saat musim hujan seperti ini, tentu akan dipastikan bahwa penghasilannya tentu berkurang. Banyak orang yang tidak suka makan di luar sebab hujan tiba-tiba bisa turun dengan lebatnya, apalagi di kota juga sangat macet. Orang cenderung untuk makan di rumah saja. Apa adanya. Itulah sebabnya jika musim hujan akan dapat dipastikan penghasilnnya mengalami penurunan yang sangat signifikan.
Sebagai penjual makanan, Saeni tentulah mengalami kesulitan di bulan puasa seperti ini. Mau berhenti tidak membuka warungnya berarti rizkinya juga akan susut. Akan tetapi dengan tetap membuka warungnya tentu merasakan bahwa sekarang saatnya puasa. Saya berkeyakinan bahwa ada pertentangan batin terkait dengan usahanya ini.
Akan tetapi kehidupan tentulah tidak boleh berhenti. Maka diputuskan untuk tetap membuka warungnya dengan harapan tetap ada orang yang tidak puasa untuk makan di warungnya. Bagi Saeni dan lainnya, maka rizki yang diberikan Allah memang melalui warung nasi itu. Maka kala warungnya tutup maka berarti rizkinya juga tertutup pula. Itulah sebabnya orang seperti Saeni tetap saja berjualan meskipun berada di bulan puasa.
Mereka dirazia dengan alasan untuk menghormati orang yang berpuasa. Jadi dalilnya hanyalah dalil penghormatan saja. Tetapi persoalannya adalah apakah penghormatan kepada orang yang berpuasa harus dengan cara untuk menutup pintu rizki seseorang yang memang diberikan melalui pintu itu. Inilah yang saya maksudkan bahwa beragama tentu harus menggunakan rasio dan hati sekaligus. Rasio akan membimbing kita agar beragama kita itu menggunakan logika kemanfaatan dan dengan hati maka akan membimbing kita ke arah kemanusiaan yang agung.
Dengan demikian, tidak ada alasan secara kemanusiaan untuk melakukan kekerasan terhadap orang dengan profile seperti ini. Mereka hanya bekerja sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Mereka harus menghidupi keluarganya. Karena yang bisa dilakukan hanyalah menjual makanan atau nasi, maka itulah yang dilakukannya.
Jika kemudian atas nama agama lalu mereka dirazia, dasar apa yang digunakannya. Tidak ada dasar kemanusiaan yang kemudian melarang mereka berjualan. Basis pemikiran menghormati orang berpuasa juga tidak bisa dikenakan untuk melakukan razia terhadap mereka. Berpuasa adalah urusan pribadi seseorang dengan Allah. Bagi yang berpuasa tidak perlu dihormati secara berlebihan seakan-akan dirinya orang paling baik yang harus dihormati atau diperlakukan secara istimewa. Makanya memperlakukan orang seperti Saeni dan lainnya secara kasar tentu bukanlah inti ajaran agama yang mewajibkan orang melakukan puasa.
Beragama semestinya berpegang pada prinsip saling menghargai dan menghormati dan bukan saling memaksakan. Islam mengajarkan bahwa “tidak boleh ada paksaan di dalam beragama”. Bahkan secara tegas juga dinyatakan “bagimu agamamu dan bagiku agamaku” artinya bahwa di dalam beragama itu unsur yang paling dominan adalah kesadaran, kepahaman, keselamatan dan penyerahan diri total kepada Allah.
Dalam hal melakukan puasa, maka puasa itu adalah urusan manusia dengan Allah. Tidak ada kaitannya dengan penghormatan yang harus diberikan oleh orang lain. Tidak ada kaitannya dengan membuka atau menutup warung, restoran atau rumah makan lainnya. Yang mau puasa tentu harus puasa dengan kepasrahan dirinya. Mereka yang puasa dengan penuh keimanan dan keikhlasan pastilah tidak akan tergoda dengan apapun yang ada dihadapannya. Semuanya bisa ditanggulanginya dengan meminimalkan hawa nafsu yang tidak linear dengan ajaran agama.
Jadi, tindakan yang memaksakan agar orang menghormati orang puasa merupakan tidakan yang bertentangan dengan prinsip ajaran agama yang berisi dimensi kemanusiaan yang sedemikian luhur. Oleh karena itu sebelum bertindak mari lakukan analisis terlebih dahulu secara cermat agar apa yang kita lakukan mengandung tindakan religious yang luar biasa baiknya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

PUASA DAN RASA KEMANUSIAAN (9)

PUASA DAN RASA KEMANUSIAAN (9)
Puasa hakikatnya merupakan salah satu jalan agar manusia mengembangkan lebih jauh rasa kemanusiaannya. Tentu tidak melakukan puasa kala seseorang berpuasa lalu tidak semakin peka rasa kemanusiaannya. Orang yang melakukan puasa pasti akan marasakan bagaimana menjadi orang miskin, menjadi orang yang terpinggirkan dan menjadi orang yang serba kekurangan.
Ada dua makna puasa berdasarkan penafsiran umum, yaitu untuk mencegah agar tidak melakukan perbuatan makan, minum dan bernafsu sex pada siang hari, akan tetapi juga terdapat makna kemanusiaan kapan dan dimanapun. Dengan demikian, puasa merupakan ajaran yang lengkap tentang bagaimana kita berhakikat menjadi manusia.
Salah satu asma Allah yang sangat indah untuk dimaknai terkait dengan ajaran kemanusiaan adalah al rahman dan al Rahim. Dua pasangan kata yang selalu menghiasai awal kita membaca al Qur’an adalah kata itu. Yaitu “Bismillah al rahman al Rahim.” Yang artinya kurang lebih adalah “dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi penyayang”. Alangkah indahnya nama Allah itu.
Meskipun tidak masuk di dalam sifat Allah, akan tetapi sesungguhnya jika dinalar lebih jauh akan kelihatan betapa hebatnya asma Allah ini. Manakah ada yang lebih indah dari kata pemberi kasih dan sayang tersebut. Tidak salah jika kemudian Allah disebut sebagai dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Jika dilacak lebih jauh, maka dapat dipahami bahwa Allah memberikan segalanya bagi kehidupan ini. Coba jika dipikirkan berapa banyak kebutuhan oksigen yang diberikan oleh Allah karena udara yang bisa dihirup secara gratis. Bukankah harga oksigen yang sudah direkayasa oleh manusia harganya sangat mahal. Oleh karena itu, dengan rahmannya Allah maka semua manusia memperoleh oksigen gratis yang kita butuhkan setiap hari. Mana ada yang lebih penyayang dibandingkan dengan kasih Tuhan kepada manusia ini.
Dengan menggunakan penalaran saja, akan bisa diketahui bahwa al rahman dan al Rahim merupakan seperangkat asma atau nama yang melazimi seluruh sifat Allah yang berjumlah 20 sebagaimana pandangan al Asy’ariyah atau sifat 13 sebagaimana pandangan al Maturidiyah. Dengan demikian, seluruh sifat Allah itu basisnya adalah al rahman dan al Rahim ini.
Hal ini yang mendasari mengapa seluruh Nabi dan Rasul Allah memiliki sifat kasih sayang yang melebihi safat kasih sayang manusia pada umumnya. Jika manusia masih memiliki sifat marah dan keinginan berkuasa, maka Nabi dan Rasul tidaklah demikian. Rasulullah Muhammad saw sangat dikenal dengan sebutan orang yang memiliki kasih sayang melebihi manusia lainnya. Nabi Isa as, juga memiliki sifat kasih sayang yang melebihi manusia lainnya. Nabi Ayub as, Nabi Ibrahim as, dan Nabi-nabi lainnya juga seluruhnya diberi oleh Allah sifat kasih sayang yang tinggi.
Bukankah ketika Rasulullah Muhammad saw dilecehkan oleh Kaum Thaif, dengan dilempati kotoran hewan dan batu, maka beliau tetap pada prinsipnya bahwa tugasnya adalah untuk menyadarkan mereka agar kembali kepada agama yang benar.
Hampir seluruh Nabi yang diutus Allah memiliki sifat-sifat yang melebihi manusia pada umumnya. Hal ini tentu merupakan modal dasar bagi para Nabi untuk melakukan dakwah kepada umat manusia. Bagaimana dakwah akan berhasil jika para da’inya tidak memiliki sifat sedemikian indah ini. Makanya, jika para Nabi memperoleh keberhasilan, maka hal ini tentu disebabkan oleh kuatnya modal dasar di kalangan para Nabi penyebar agama tersebut.
Pertanyaannya adalah apakah dengan puasa bisa membuat orang menjadi memiliki sikap kasih sayang sebagaimana para Nabi tersebut. Pastilah bahwa sifat dan kasih sayang tersebut tidak akan sama sebangun. Akan dapat dipastikan bahwa puasa akan membuat seseorang memiliki rasa kasih sayang yang lebih dibandingkan dengan orang yang tidak melakukan puasa.
Secara normative seharusnya seperti itu. Akan tetapi jika tidak terjadi sikap kasih sayang dari mereka yang melakukan puasa, maka berarti bahwa ada kegagalan menerjemahkan puasa di dalam sikap keseharian kita. Puasa dimaknai sebagai sesuatu yang terkait dengan kewajiban ibadah saja dan memberikan kasih sayang adalah hal lain yang tidak terkait langsung dengan ibadah dimaksud.
Orang yang berhasil puasanya adalah kala ada kesesuaian antara apa yang dilakukan di dalam ibadah puasa dengan bagaimana tampilan kasih sayangnya kepada sesama umat manusia. Profile yang diharapkan adalah adanya kesesuaian antar setiap ibdah dengan tampilan sosialnya.
Jika di dalam puasa kemudian terjadi pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan oleh individu atau lembaga bahkan struktur kekuasaan, maka berarti bahwa masih perlu dipertanyakan bagaimana makna puasanya tersebut. Kita tentu berharap bahwa puasa akan membawa kepada kita agar lebih menyayangi kepada siapa saja yang perlu diberi kasih sayang tersebut.
Wallahu a’lam bi al shawab.

MAKNA PUASA DARI PERSPEKTIF PENDIDIKAN (8)

MAKNA PUASA DARI PERSPEKTIF PENDIDIKAN (8)
Puasa bukan hanya sebuah perilaku untuk menahan makan, minum dan berlaku seksual di siang hari saja, akan tetapi sebenarnya adalah proses untuk melatih diri agar memiliki sejumlah perilaku terpuji, baik kala berhadapan dengan Allah, maupun sesama manusia.
Sebagaimana makna aslinya bahwa puasa adalah menahan, secara lebih spesifik adalah menahan dari hal-hal yang menyebabkan batalnya puasa. Namun secara lebih luas adalah menahan dari semua hal yang bisa merusak keabsahan puasa. Makanya, inti puasa yang paling mendalam adalah bagaimana puasa menjadi instrument mental untuk mengelola potensi keburukan menjadi kebaikan.
Puasa adalah ajaran agama yang sangat fundamental terkait dengan perintah langsung untuk menahan berbagai godaan di dalam menjalankan puasa dimaksud.
Sebagai medan untuk menjadi tempat pelatihan perilaku, maka puasa memiliki potensi untuk mengarahkan seseorang pada kesabaran, kepasrahan dan kepatuhan.
Dunia dewasa ini sedang dalam keadaan carut marut. Ada banyak kekerasan yang dilakukan oleh individu, kelompok bahkan negara. Ada berbagai situasi darurat terutama di Indonesia. Ada darurat narkoba, darurat pornografi, darurat kekerasan seksual, darurat kekerasan anak dan seterusnya. Semua mengindikasikan bahwa ada kesalahan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Terlepas apakah jumlahnya signifikan atau tidak, akan tetapi kenyataan terhampar yang kita lihat memberikan gambaran bahwa berbagai macam situasi darurat tersebut perlu memperoleh perhatian ekstra.
Dan yang menarik adalah antara satu dengan lainnya saling berkaitan. Misalnya terjadinya darurat pornografi diakibatkan oleh narkoba dan terpaan teknologi informasi yang telah meluber di kalangan generasi muda kita. Bahkan serangan pornografi yang luar biasa melalui internet dianggap sebagai cyber war atau proxy war, yaitu perang tanpa pertempuran, tanpa letupan senjata, mempengaruhi ideology dan membuat ketergantungan.
Dunia internet telah menjadi medan proxy war yang sesungguhnya. Coba kalau diamati bahwa dengan aktivasi pornografi, maka secara realistis telah terjadi pertempuran yang luar biasa. Internet telah memberikan pengaruh negative yang luar biasa, seperti akses pornografi, membuat ketergantungan yang sangat tinggi dan juga menyebabkan rusaknya ideology bangsa secara umum. Bisa dibayangkan jika setiap hari terdapat sebanyak 25.000 pengakses pornografi dan yang mengakses adalah generasi muda, maka betapa tingkat kerusakan moral generasi muda kita itu.
Dunia pendidikan harus sungguh-sungguh memperhatikan terhadap persoalan ini jika kita tidak ingin ke depan akan terjadi lost generation. Kitalah yang bertanggungjawab terhadap penyiapan generasi masa depan yang andal untuk negeri ini. Oleh karena itu, pendidikan adalah institusi terpenting yang mengembangkan tugas untuk membangun kesiapan generasi masa depan dalam menjemput peran sertanya bagi pengisian kemerdekaan Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan merupakan tulang punggung pengembangan generasi muda masa depan. Tidak ada yang menyangkal mengenai hal ini. Melalui pendidikanlah generasi emas Indonesia akan terbangunkan. Oleh karena pendidikan haruslah berhasil dan menuai out come yang memadai. Di antara out come tersebut adalah kemampuan generasi mendatang untuk semakin memakmurkan masyarakatnya.
Tentu tidak sia-sia jika Nabi Muhammad saw menyatakan bahwa “menuntut ilmu adalah kewajiban bagi muslim dan muslimat”. Dia bukan keharusan yang bisa diwakilkan atau didelegasikan kepada kelompok atau individu lainnya, akan tetapi adalah keharusan yang melekat kepada masing-masing individu untuk melakukannya.
Tentu bukan sebagaimana kewajiban shalat yang jika tidak dilakukan akan berdosa, akan tetapi kewajiban ini merupakan keharusan yang berdimensi kepentingan diri bagi yang bersangkutan. Dengan demikian setiap orang berkeharusan untuk menjadi pintar dan berkompeten di dalam bidangnya. Untuk itu maka setiap orang haruslah berpendidikan dalam kapasitas yang bisa dilakukannya.
Bagaimana keterkaitan antara puasa dengan pentingnya pendidikan ini. Puasa mendidik seseorang untuk selalu menjaga akhlaknya. Menjaga agar bisa terus menerus membangun perilakunya ke arah kebaikan. Melalui puasa maka seseorang akan bisa mengekang hawa nafsunya. Makanya, puasa sangat relevan dengan tujuan pendidikan yaitu untuk mendidik generasi muda agar ke depan menjadi teladan bagi masyarakatnya.
Oleh karena penyemaian bibit akhlakul karimah sebenarnya bisa dimulai dengan mengajarkan puasa kepada anak didik agar mereka dapat menjaga dirinya dari berbagai tindakan yang terkait dengan kejujuran, kesabaran dan kesalehan. Puasa dan pendidikan memiliki satu tujuan mencetak generasi yang unggul di masa yang akan datang.
Wallahu a’lam bi al shawab.

PUASA DALAM PERSPEKTIF SOLUSI KONFLIK (7)

PUASA DALAM PERSPEKTIF SOLUSI KONFLIK (7)
Sesungguhnya, puasa adalah sarana yang tepat untuk menjadi solusi atas berbagai konflik sosial yang dipicu oleh keinginan berlebihan atas penguasaan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Keinginan menguasai merupakan bentuk dari eksistensi nafsu lawwamah (nafsu kehewanan) yang mementingkan dimensi keterpuasaan fisikal dari keterpuasaan pada dimensi spiritual dan sosial.
Dewasa ini, seirama dengan semakin banyaknya populasi suatu negara dan konsentrasi penduduk yang tidak merata, maka juga memunculkan kerawanan terkait dengan penguasaan sumber daya dimaksud. Jika menggunakan ukuran kota Jakarta dan Surabaya betapa menggambarkan bahwa tingkat kepadatan penduduk itu luar biasa. Makanya di kedua kota ini juga terjadi banyak wilayah yang disebut sebagai slum area.
Secara umum sesungguhnya keamanan tetap terjaga. Jika ada sedikit gesekan sosial, sesungguhnya hal tersebut dipicu oleh ketidakseimbangan di dalam kehidupan. Biasanya terjadi karena perebutan sumber daya kehidupan yang memang terbatas. Lahan parkir, tempat ngamen, lahan hiburan dan sebagainya sering menjadi pemicu kekerasan. Dalam beberapa kasus kekerasan ternyata sumbernya berasal dari perebutan wilayah ekonomi yang terbatas.
Yang menyedihkan tentunya adalah kekerasan antar pelajar. Ada beberapa kasus yang melibatkan para pelajar untuk tawuran. Biasanya yang seperti ini dipicu oleh pertentangan antar geng dan kemudian melibatkan institusi. Dalam beberapa kasus yang terjadi terkait dengan kekerasan pelajar, hakikatnya adalah factor perkawanan dan solidaritas antar sesama kawan. Biasanya ada pimpinan informal dari masing-masing kelompok dan kemudian menyulut solidaritas sesama kawan.
Yang dijadikan sebagai inti solidaritas adalah seperasaan almamater. Makanya, selalu saja perkelahian antar pelajar menjadi massif. Padahal penyebabnya terkadang hal-hal yang sangat sepele, misalnya ketersinggungan antar satu dengan lainnya. Bahkan pernah terjadi pembunuhan karena perkelahian antar siswa tersebut.
Pendidikan memang bisa menjadi medium perbaikan moral. Pendidikan merupakan instrument yang paling ampuh untuk mengembangkan karakter yang baik. Makanya melalui pendidikan kita berharap banyak agar terjadi perubahan karakter anak didik agar lebih mengarah kepada kebaikan. Jika pendidikan berhasil maka banyak orang berharap akan terjadi perubahan signifikan bagi kebaikan bangsa di masa depan.
Pendidikan akhlak seharusnya menjadi tumpuan untuk memperbaiki moralitas generasi muda. Makanya pendidikan akhlak tentu berbeda dengan mengajarkan sains atau ilmu sosial lainnya. Pendidikan akhlak harus momot perubahan mentalitas generasi muda agar selaras dengan tujuan agama, yaitu masyarakat yang bermoral atau berakhlakul karimah.
Di antara ajaran agama yang penting dan dapat menjadi instrument untuk mengubah perilaku para generasi muda adalah puasa. Ajaran puasa di dalam agama-agama selalu menekankan pentingnya menjaga agar menahan segala bentuk perilaku amarah dan lawwamah. Bahkan kala seseorang sudah merasa cukup usia untuk kawin dan tidak mampu melakukannya, maka disarankan agar yang bersangkutan melakukan puasa. Ada apa dengan puasa? Puasa ternyata bisa meredam nafsu syahwat dan mengarahkannya kepada perilaku terpuji. Dengan perut kosong di siang hari, maka gejolak nafsu syahwat akan bisa dikurangi. Tentu bukan menghilangkan nafsu syahwat akan tetapi mengurangi besaran nafsu syahwat dan selanjutnya akan mengarahkannya kepada perilaku kebaikan.
Berbahagialah orang yang bisa berpuasa. Melalui puasa maka seseorang akan bisa meredam nafsunya amarah dan lawwamahnya dan kemudian mengarahkannya kepada perilaku yang didasari oleh nafsu muthmainnah. Jika seseorang bisa memasuki arena nafsu muthmainnah, maka hidupnya akan menjadi bahagia sebab syahwat yang mengarahkan untuk menguasai, memenangkan, dan menihilkan orang lain akan tereduksi sedemikian rupa.
Makanya, puasa tentunya bisa menjadi wahana untuk menyelesaikan masalah yang dirasakan oleh sebagian masyarakat kita. Masalah yang didasari oleh nafsu amarah dan lawwamah akan bisa diredam dengan memaksimalkan peran nafsu mthmainnah, sehingga masalah tersebut akan bisa dipecahkannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

MAKNA PUASA DALAM PERSPEKTIF SOLUSI KONFLIK (6)

MAKNA PUASA DALAM PERSPEKTIF SOLUSI KONFLIK (6)
Di dalam suatu kesempatan memberikan ceramah agama di Mushallah al Amanah Sekretariat Jenderal Kementerian Agama (04/06/2016), saya sampaikan kepada jamaah shalat dzuhur bahwa puasa bisa menjadi instrument untuk mengurangi konflik sosial yang sekarang sering terjadi.
Banyak perang yang terjadi di dunia ini. Di Timur Tengah, di Afrika, di Amerika Selatan dan tempat lainnya. Semua peperangan sebenarnya adalah manifestasi nafsu amarah yang tidak dikelola dengan baik. Nafsu amarah bahkan digunakan untuk saling menghancurkan satu dengan lainnya.
Manusia sesungguhnya diciptakan dalam keadaan bergolong-golongan. Hal ini merupakan sunnatullah yang azali. Manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Meskipun sumbernya berawal dari Allah swt dan kemudian melalui Nabiyullah Adam as., akan tetapi kemudian berkembang menjadi bervariasi kesukubangsaannya dan etnisnya. Ada yang ke wilayah Benua Afrika dengan kulit yang hitam dan rambut ikal. Ada yang ke arah Eropa dengan kulit putih dan ada yang ke wilayah Asia dengan dengan kuning dan coklat. Dan ada yang ke wilayah Amerika dengan kulit kemerah-merahan.
Ada ras Monggoloid yang berkulit terang atau kekuning-kungan dengan mata sipit, ada ras Negroid dengan kulit kehitam-hitaman dan rambut ikal, dan ada ras Kaukasoid dengan kulit putih bermata biru. Selain juga bentuk tubuh dan watak umum yang berbeda-beda.
Meskipun agama besar dunia itu muncul pertama kali di wilayah Timur Tengah, akan tetapi mengalami fase perkembangan yang berbeda. Semula adalah Millah Ibrahim, yaitu Yahudi, Nasrani dan Islam. Yahudi tetap berada di wilayahnya secara geografis, sedangkan Nasrani berkembang ke utara di Eropa, Afrika dan Amerika. Sedangkan Islam berkembang ke timur wilayah Asia dan sebagian Afrika. Dahulu Islam pernah berkembang di daratan Eropa akan tetapi setelah kekalahan kerajaan-kerajaan Islam di Eropa, maka kemudian berganti kembali menjadi Nasrani.
Disebabkan oleh berbagai varian tersebut, maka tidak dapat disangkal juga sering terjadi berbagai perbedaan, pertentangan, rivalitas dan bahkan konflik. Bahkan secara vulgar bisa juga dapat dinyatakan bahwa hal itu merupakan sunnatullah. Perbedaan, pertentangan, rivalitas dan konflik adalah ciri kehidupan manusia. Makanya, jangan pernah ada yang berkeinginan menihilkan hal itu. Sejauh yang bisa dilakukan adalah memanej agar hal tersebut menjadi realitas yang saling dipahami. Sering saya nyatakan bahwa nadi kehidupan manusia itu salah satunya adalah konflik selain keteraturan. Keduanya merupakan kenyataan yang selalu menyertai kehidupan manusia dan masyarakatnya.
Ada sumber-sumber kehidupan yang selalu dipertentangkan. Bisa sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Manusia butuh wilayah, makan, minum, dan menguasai sumber-sumber daya tersebut. Makanya, konflik dalam banyak hal difasilitasi oleh perebutan akan kekuasaan atau penguasaan satu atas lainnya. Banyaknya peperangan di dunia ini tentu juga disebabkan oleh perebutan sumber daya yang mereka inginkan.
Dengan demikian, sejarah kemanusiaan sesungguhnya adalah pertarungan antara keteraturan sosial dan konflik sosial ini. Keduanya silih berganti dan saling mengintip peluang untuk rivalitas. Meskipun juga diakui bahwa sesungguhnya dalam batin semua manusia menginginkan kedamaian dan bukan sebaliknya. Jika ada perang atau lainnya kebanyakan dipicu oleh factor eksternal yang sangat kuat dan tidak dapat ditolaknya.
Di sini maka diturunkan agama untuk mengatur agar manusia memiliki pedoman di dalam bermasyarakat dan membangun peradaban yang agung. Seluruh peradaban agung di dunia ini tentu diciptakan saat suasana damai. Peradaban Mesir yang agung, peradaban Yunani yang agung, peradaban Persia yang agung, peradaban Cina yang agung dan kemudian peradaban Islam yang agung juga dibangun pada saat perdamaian. Dan sumbernya adalah ajaran agama yang diyakininya.
Salah satu ajaran agama yang penting untuk menjadi instrument di dalam kerangka mengeliminasi konflik adalah puasa. Hal ini tentu disebabkan puasa adalah sarana untuk menahan hawa nafsu keserakahan, keinginan untuk memenangkan diri sendiri, keinginan untuk berkuasa yang berlebihan. Makanya, Tuhan menurunkan ajaran puasa agar manusia memiliki kendali diri di dalam menghadapi semua hal yang terkait dengan perbedaan, rivalitas, pertentangan dan konflik.
Inilah kira-kira rahasia kenapa Tuhan memberikan ajaran puasa kepada semua agama. Kiranya puasa akan dapat dijadikan sebagai instrument untuk membangun perdamaian. Jadi puasa adalah ajaran yang strategis untuk mengarungi kehidupan ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.