• March 2025
    M T W T F S S
    « Feb    
     12
    3456789
    10111213141516
    17181920212223
    24252627282930
    31  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PUASA DAN RASA KEMANUSIAAN (9)

PUASA DAN RASA KEMANUSIAAN (9)
Puasa hakikatnya merupakan salah satu jalan agar manusia mengembangkan lebih jauh rasa kemanusiaannya. Tentu tidak melakukan puasa kala seseorang berpuasa lalu tidak semakin peka rasa kemanusiaannya. Orang yang melakukan puasa pasti akan marasakan bagaimana menjadi orang miskin, menjadi orang yang terpinggirkan dan menjadi orang yang serba kekurangan.
Ada dua makna puasa berdasarkan penafsiran umum, yaitu untuk mencegah agar tidak melakukan perbuatan makan, minum dan bernafsu sex pada siang hari, akan tetapi juga terdapat makna kemanusiaan kapan dan dimanapun. Dengan demikian, puasa merupakan ajaran yang lengkap tentang bagaimana kita berhakikat menjadi manusia.
Salah satu asma Allah yang sangat indah untuk dimaknai terkait dengan ajaran kemanusiaan adalah al rahman dan al Rahim. Dua pasangan kata yang selalu menghiasai awal kita membaca al Qur’an adalah kata itu. Yaitu “Bismillah al rahman al Rahim.” Yang artinya kurang lebih adalah “dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi penyayang”. Alangkah indahnya nama Allah itu.
Meskipun tidak masuk di dalam sifat Allah, akan tetapi sesungguhnya jika dinalar lebih jauh akan kelihatan betapa hebatnya asma Allah ini. Manakah ada yang lebih indah dari kata pemberi kasih dan sayang tersebut. Tidak salah jika kemudian Allah disebut sebagai dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Jika dilacak lebih jauh, maka dapat dipahami bahwa Allah memberikan segalanya bagi kehidupan ini. Coba jika dipikirkan berapa banyak kebutuhan oksigen yang diberikan oleh Allah karena udara yang bisa dihirup secara gratis. Bukankah harga oksigen yang sudah direkayasa oleh manusia harganya sangat mahal. Oleh karena itu, dengan rahmannya Allah maka semua manusia memperoleh oksigen gratis yang kita butuhkan setiap hari. Mana ada yang lebih penyayang dibandingkan dengan kasih Tuhan kepada manusia ini.
Dengan menggunakan penalaran saja, akan bisa diketahui bahwa al rahman dan al Rahim merupakan seperangkat asma atau nama yang melazimi seluruh sifat Allah yang berjumlah 20 sebagaimana pandangan al Asy’ariyah atau sifat 13 sebagaimana pandangan al Maturidiyah. Dengan demikian, seluruh sifat Allah itu basisnya adalah al rahman dan al Rahim ini.
Hal ini yang mendasari mengapa seluruh Nabi dan Rasul Allah memiliki sifat kasih sayang yang melebihi safat kasih sayang manusia pada umumnya. Jika manusia masih memiliki sifat marah dan keinginan berkuasa, maka Nabi dan Rasul tidaklah demikian. Rasulullah Muhammad saw sangat dikenal dengan sebutan orang yang memiliki kasih sayang melebihi manusia lainnya. Nabi Isa as, juga memiliki sifat kasih sayang yang melebihi manusia lainnya. Nabi Ayub as, Nabi Ibrahim as, dan Nabi-nabi lainnya juga seluruhnya diberi oleh Allah sifat kasih sayang yang tinggi.
Bukankah ketika Rasulullah Muhammad saw dilecehkan oleh Kaum Thaif, dengan dilempati kotoran hewan dan batu, maka beliau tetap pada prinsipnya bahwa tugasnya adalah untuk menyadarkan mereka agar kembali kepada agama yang benar.
Hampir seluruh Nabi yang diutus Allah memiliki sifat-sifat yang melebihi manusia pada umumnya. Hal ini tentu merupakan modal dasar bagi para Nabi untuk melakukan dakwah kepada umat manusia. Bagaimana dakwah akan berhasil jika para da’inya tidak memiliki sifat sedemikian indah ini. Makanya, jika para Nabi memperoleh keberhasilan, maka hal ini tentu disebabkan oleh kuatnya modal dasar di kalangan para Nabi penyebar agama tersebut.
Pertanyaannya adalah apakah dengan puasa bisa membuat orang menjadi memiliki sikap kasih sayang sebagaimana para Nabi tersebut. Pastilah bahwa sifat dan kasih sayang tersebut tidak akan sama sebangun. Akan dapat dipastikan bahwa puasa akan membuat seseorang memiliki rasa kasih sayang yang lebih dibandingkan dengan orang yang tidak melakukan puasa.
Secara normative seharusnya seperti itu. Akan tetapi jika tidak terjadi sikap kasih sayang dari mereka yang melakukan puasa, maka berarti bahwa ada kegagalan menerjemahkan puasa di dalam sikap keseharian kita. Puasa dimaknai sebagai sesuatu yang terkait dengan kewajiban ibadah saja dan memberikan kasih sayang adalah hal lain yang tidak terkait langsung dengan ibadah dimaksud.
Orang yang berhasil puasanya adalah kala ada kesesuaian antara apa yang dilakukan di dalam ibadah puasa dengan bagaimana tampilan kasih sayangnya kepada sesama umat manusia. Profile yang diharapkan adalah adanya kesesuaian antar setiap ibdah dengan tampilan sosialnya.
Jika di dalam puasa kemudian terjadi pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan oleh individu atau lembaga bahkan struktur kekuasaan, maka berarti bahwa masih perlu dipertanyakan bagaimana makna puasanya tersebut. Kita tentu berharap bahwa puasa akan membawa kepada kita agar lebih menyayangi kepada siapa saja yang perlu diberi kasih sayang tersebut.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..