PUASA DALAM PERSPEKTIF SOLUSI KONFLIK (7)
PUASA DALAM PERSPEKTIF SOLUSI KONFLIK (7)
Sesungguhnya, puasa adalah sarana yang tepat untuk menjadi solusi atas berbagai konflik sosial yang dipicu oleh keinginan berlebihan atas penguasaan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Keinginan menguasai merupakan bentuk dari eksistensi nafsu lawwamah (nafsu kehewanan) yang mementingkan dimensi keterpuasaan fisikal dari keterpuasaan pada dimensi spiritual dan sosial.
Dewasa ini, seirama dengan semakin banyaknya populasi suatu negara dan konsentrasi penduduk yang tidak merata, maka juga memunculkan kerawanan terkait dengan penguasaan sumber daya dimaksud. Jika menggunakan ukuran kota Jakarta dan Surabaya betapa menggambarkan bahwa tingkat kepadatan penduduk itu luar biasa. Makanya di kedua kota ini juga terjadi banyak wilayah yang disebut sebagai slum area.
Secara umum sesungguhnya keamanan tetap terjaga. Jika ada sedikit gesekan sosial, sesungguhnya hal tersebut dipicu oleh ketidakseimbangan di dalam kehidupan. Biasanya terjadi karena perebutan sumber daya kehidupan yang memang terbatas. Lahan parkir, tempat ngamen, lahan hiburan dan sebagainya sering menjadi pemicu kekerasan. Dalam beberapa kasus kekerasan ternyata sumbernya berasal dari perebutan wilayah ekonomi yang terbatas.
Yang menyedihkan tentunya adalah kekerasan antar pelajar. Ada beberapa kasus yang melibatkan para pelajar untuk tawuran. Biasanya yang seperti ini dipicu oleh pertentangan antar geng dan kemudian melibatkan institusi. Dalam beberapa kasus yang terjadi terkait dengan kekerasan pelajar, hakikatnya adalah factor perkawanan dan solidaritas antar sesama kawan. Biasanya ada pimpinan informal dari masing-masing kelompok dan kemudian menyulut solidaritas sesama kawan.
Yang dijadikan sebagai inti solidaritas adalah seperasaan almamater. Makanya, selalu saja perkelahian antar pelajar menjadi massif. Padahal penyebabnya terkadang hal-hal yang sangat sepele, misalnya ketersinggungan antar satu dengan lainnya. Bahkan pernah terjadi pembunuhan karena perkelahian antar siswa tersebut.
Pendidikan memang bisa menjadi medium perbaikan moral. Pendidikan merupakan instrument yang paling ampuh untuk mengembangkan karakter yang baik. Makanya melalui pendidikan kita berharap banyak agar terjadi perubahan karakter anak didik agar lebih mengarah kepada kebaikan. Jika pendidikan berhasil maka banyak orang berharap akan terjadi perubahan signifikan bagi kebaikan bangsa di masa depan.
Pendidikan akhlak seharusnya menjadi tumpuan untuk memperbaiki moralitas generasi muda. Makanya pendidikan akhlak tentu berbeda dengan mengajarkan sains atau ilmu sosial lainnya. Pendidikan akhlak harus momot perubahan mentalitas generasi muda agar selaras dengan tujuan agama, yaitu masyarakat yang bermoral atau berakhlakul karimah.
Di antara ajaran agama yang penting dan dapat menjadi instrument untuk mengubah perilaku para generasi muda adalah puasa. Ajaran puasa di dalam agama-agama selalu menekankan pentingnya menjaga agar menahan segala bentuk perilaku amarah dan lawwamah. Bahkan kala seseorang sudah merasa cukup usia untuk kawin dan tidak mampu melakukannya, maka disarankan agar yang bersangkutan melakukan puasa. Ada apa dengan puasa? Puasa ternyata bisa meredam nafsu syahwat dan mengarahkannya kepada perilaku terpuji. Dengan perut kosong di siang hari, maka gejolak nafsu syahwat akan bisa dikurangi. Tentu bukan menghilangkan nafsu syahwat akan tetapi mengurangi besaran nafsu syahwat dan selanjutnya akan mengarahkannya kepada perilaku kebaikan.
Berbahagialah orang yang bisa berpuasa. Melalui puasa maka seseorang akan bisa meredam nafsunya amarah dan lawwamahnya dan kemudian mengarahkannya kepada perilaku yang didasari oleh nafsu muthmainnah. Jika seseorang bisa memasuki arena nafsu muthmainnah, maka hidupnya akan menjadi bahagia sebab syahwat yang mengarahkan untuk menguasai, memenangkan, dan menihilkan orang lain akan tereduksi sedemikian rupa.
Makanya, puasa tentunya bisa menjadi wahana untuk menyelesaikan masalah yang dirasakan oleh sebagian masyarakat kita. Masalah yang didasari oleh nafsu amarah dan lawwamah akan bisa diredam dengan memaksimalkan peran nafsu mthmainnah, sehingga masalah tersebut akan bisa dipecahkannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.