TUJUH BELAS AGUSTUS 2016 (2)
Setahun itu terasa sangat pendek. Saya rasa perjalanan waktu itu singkat saja. Saya tentu tidak tahu apakah ini perasaan saja, tetapi kiranya factor kesibukan yang menyebabkan hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun pun berlalu dengan cepat. Sungguh bahwa rasanya waktu itu berjalan begitu cepat. Dan perayaan kemerdekaan juga berlalu begitu saja.
Benarkah kita memang sudah benar-benar merdeka? Pertanyaan ini yang masih sering kita dengar di saat kita memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Pertanyaan ini pula yang muncul tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya. Pertanyaan yang sepertinya mudah dijawab tetapi sesungguhnya sulit untuk dijelaskan. Ada berbagai perspektif untuk menjawab pertanyaan ini, tergantung dari mana kita akan menjawabnya.
Sebagai warga negara bangsa, maka tugas dan kewajiban kita adalah untuk mencapai tujuan dibentuknya bangsa ini, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun perdamaian abadi dan meningkatkan kesejahteraan sosial dan mensupport kemerdekaan bangsa secara keseluruhan.
Di dunia ini tidak boleh ada penindasan dan peminggiran suatu bangsa oleh bangsa lain. Tidak boleh ada kekerasan suatu bangsa atas bangsa lain. Dan yang tidak kalah penting tidak boleh ada eksploitasi suatu bangsa atas bangsa lain. Semua bangsa di dunia harus mendapatkan kemerdekaannya.
Slogan kita adalah “Sekali Merdeka Tetap Merdeka”, “Ever Free Free forever”. Sebagai bangsa kita sudah memasuki alam kemerdekaan dalam rentang waktu 71 tahun. Waktu yang cukup untuk menyiapkan generasi ke depan untuk membangun Indonesia yang makin jaya dan makin sejahtera.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, besar dalam jumlah penduduknya, luas wilayahnya dan juga kekuatan spirit kebangsaannya. Semua ini mendukung posisi Indonesia yang seharusnya sebagai bangsa yang disegani di seluruh dunia. Dengan wilayah yang luas dan aneka sumber daya alam yang sangat variatif dan meluber, maka tidak ada bangsa di dunia ini yang tidak tergantung kepada pangsa pasar Indonesia. Bandingkan dengan Singapura yang hanya bersumber dari pelabuhan lautnya, atau Jepang dan Korea Selatan yang mengandalkan industrinya.
Indonesia ini sungguh sangat kaya segalanya. Indonesia itu seperti serpihan surga di dunia. Makanya, Indonesia itu ibarat gula, yang tentu dapat menarik banyak semut untuk datang dan memakan gula itu. Sumber daya alam yang kaya tentu menjadi incaran semua bangsa di dunia yang memiliki industri terkait dengan sumber daya alam itu. Jepang dan Korea Selatan sangat tergantung kapada produk biji besi dari Indonesia untuk kepentingan industri otomotifnya. Demikian pula dengan batubara, kopra, kelapa, dan aneka tambang lainnya. Tentang kelapa, bahkan kita memiliki lagu “Rayuan Pulau Kelapa”. Betapa indahnya digambarkan di dalam lagu itu.
Kekayaan Indonesia yang luar biasa ini memang menjadi kebanggaan, namun demikian belum menjadi sumber daya peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah siapapun yang menjadi pemimpin bangsa ini dalam semua levelnya. Jepang dan Korea Selatan menjadi unggul dari sisi ekonomi sebab mengolah bahan setengah jadi menjadi produk jadi. Bahan besi setengah jadi diproduksi di Indonesia dan kemudian diekspor ke Jepang atau Korea Selatan dan kemudian setelah menjadi barang jadi kembali diimpor ke Indonesia, sehingga harganya menjadi berlipat-lipat dan hal itu menguntungkan pemerintah di kedua Negara. Ini sekedar contoh tentang bagaimana mekanisme perdagangan yang tidak menguntungkan pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Saya bukan ahlinya untuk membahas tentang hal ini, akan tetapi saya kira yang lebih mendasar adalah merumuskan kebijakan agar bagaimana di dalam paket perdagangan internasional keuntungan itu berada pada bangsa Indonesia. Saya rasa paket-paket kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah tentu bertujuan agar pengembangan ekonomi masyarakat Indonesia makin baik di masa depan.
Sebagaimana yang menjadi tema di dalam peringatan Hari Kemerdekaan RI ke 71 “Indonesia Bekerja Nyata”, maka yang menjadi pekerjaan kita ke depan adalah bagaimana meningkatkan kekuatan infrastruktur untuk mendukung pengembangan ekonomi. Di sinilah arti penting dari upaya Presiden RI, Joko Widodo, untuk terus mengembangkan infrastruktur yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Misalnya tol laut, pelabuhan laut, Bandar udara, jalan tol, waduk dan infrastruktur irigasi dan sebagainya untuk mendukung percepatan pembangunan ekonomi.
Perubahan paradigma pembangunan yang lebih mengarah kepada pemenuhan infrastruktur ini tentu dimaksudkan untuk tujuan pengembangan ekonomi. Oleh karena itu semua pimpinan Kementerian/Lembaga dan juga segenap komponen masyarakat juga harus mendukung program ini. Bagi kita, perubahan paradigma ini penting di dalam kerangka menjemput Indonesia ke depan, yang sebagaimana prakiraan para ahli di bidang ekonomi, bahwa Indonesia akan menjadi negara peringkat tujuh di dunia dengan percepatan pertumbuhan ekonomi.
Pencapaian ini tentu bukan sesuatu yang given akan tetapi harus melalui usaha tiada henti. Semua program harus diarahkan untuk menuju satu tujuan ini, yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Wallahu a’lam bi al shawab.
TUJUH BELAS AGUSTUS 2016 (1)
Rasanya baru kemarin kita merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 70. Rasanya baru saja kita apel bersama seluruh Aparat Sipil Negara Republik Indonesia pada Kementerian Agama. Rasanya juga baru saja kita mengibarkan Sang Saka Merah Putih, dan ternyata hari ini kita kembali melakukannya untuk memoeringati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia yang ke 71 baru saja kita lakukan. Kita telah merdeka selama 71 tahun. Angka yang sesungguhnya memberikan gambaran bahwa kita telah lama merdeka. Rakyat ini telah selama 71 tahun merasakan bukan dalam penjajahan bangsa lain. Kita telah menjadi bangsa yang merdeka. Tentu merdeka dalam segala hal sebagaimana negara dan bangsa yang merdeka.
Dari sisi fisik kenegaraan dan kebangsaan tentu kita sudah lama menikmati kemerdekaan itu. Bangsa-bangsa penjajah sudah pulang ke negaranya masing-masing. Belanda dan Jepang yang pernah menjajah negeri ini sudah kembali ke negaranya sendiri. Mereka sudah tidak lagi memaksa kita untuk menuruti kehendaknya. Kita tentu sudah merdeka karena sudah berkesempatan untuk membangun negeri kita sendiri, mengatur negeri kita sendiri dan menuju cita-cita negeri yang dijanjikan oleh kemerdekaan itu sendiri.
Kita tentu sudah bangga sebab negeri ini sudah memasuki era modern dengan banyaknya gedung-gedung pencakar langit. Kita tentu juga sudah merasa nyaman karena semua barang konsumtif ada di tempat kita dan dapat diperoleh dengan mudah. Apa saja sudah ada di tempat kita ini.
Jika kita hidup di Jakarta atau Surabaya, maka lihatlah semakin banyaknya pembangunan gedung-gedung bertingkat, hotel-hotel bintang lima, kota baru dengan rumah-rumahnya yang mewah, pantai yang menjadi perumahan-perumahan indah dan juga semakin banyaknya mall-mall modern sebagaimana di negeri maju lainnya. Rasanya kita sudah berada di Chicago atau Washington DC atau Melbourne atau di Den Haag.
Negeri ini memang sudah menapaki kemajuan dalam banyak hal. Kita sudah menjadi bagian dari Group 20 atau G20. Yaitu Negara-negara dengan tingkat kemajuan ekonomi yang memadai. Di Asia kita sudah menjadi lima Negara yang masuk dalam G20, yaitu India, Cina, Jepang, dan Korea Selatan. Hal ini mengindikasikan bahwa di dalam percaturan global, bangsa Indonesia sesungguhnya sudah termasuk yang diperhitungkan.
Sesungguhnya negeri ini sudah mengalami kemajuan dalam banyak hal. Misalnya dalam perkembangan ekonomi, yang juga terus membaik. Pertumbuhan ekonomi juga semakin baik dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan economi membaik dibandingkan dengan triwulan keempat 2015 dan triwulan pertama tahun 2016, dari 4,9 persen menjadi 5,1 persen. Tren ini tentu akan semakin baik ke depan. Tentunya masih ada harapan tentang perkembangan ekonomi national.
Pertanyaan yang sering dikemukakan adalah apakah perkembangan Indonesia menuju kepada tren ke arah positif ini realitas atau semu belaka. Pertanyaan ini yang selalu berkumandang di tengah upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang makin baik. Di sisi lain, juga selalu ada perdebatan yang tidak ada ujung akhirnya tentang kesejahteraan rakyat sebagai akibat pertumbuhan ekonomi dimaksud.
Di kalangan pemerintah tentu berpedapat bahwa melalui pertumbuhan ekonomi yang baik tentu akan berimplikasi pada kesejahteraan rakyat. Pembangunan tentu juga akan berjalan dengan memadai. Melalui pertumbuhan ekonomi yang diupayakan terus menerus melalui paket-paket kebijkan ekonomi tentu akan berakibat pada peningkatan lapangan kerja dan tentu juga secara berantai akan berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat secara umum.
Namun di kalangan organisasi non pemerintah maka selalu melihat hal-hal yang riil di tengah kehidupan masyarakat. Mereka selalu menyuarakan bahwa pembangunan ekonomi tidak mengenai sasaran rakyat banyak. Ada gap antara pembangunan ekonomi dengan kenyataan masih tingginya angka kemiskinan absolut di tengah masyarakat. Mereka nyaris tidak percaya bahwa angka kemiskinan yang dilansir oleh pemerintah sebesar 10 persen adalah angka riil. Makanya, mereka selalu menafsirkan bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia ini masih belum tepat sasaran. Bagi mereka yang berkembang adalah kaum konglomerat, sedangkan rakyat yang sebenarnya mitra pembangunan masih berada di garis pinggiran.
Kita memang bisa berdebat dengan logika kita masing-masing. Akan tetapi satu hal yang pasti bahwa tidak ada pimpinan negara yang tidak menginginkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Makanya, upaya yang dilakukan oleh pemerintah sekarang ini tentu juga harus dimaknai sebagai upaya optimal yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejehtaraan rakyat.
Wallahu a’lam bi al shawab.
KERUKUNAN, HARMONI DAN SLAMET
Saya memperoleh kesempatan yang sangat istimewa untuk hadir pada acara Peringatan Hari Tridharma Indonesia tahun 2016. Acara ini dihadiri oleh ratusan Jamaah Buddha Tridharma dari seluruh Indonesia.
Acara yang digelar di Grand Galaxi Park, Bekasi, 14/08/2016, memang sangat special, sebab diadakan setiap tahun. Hadir dalam acara ini, Sekretaris Jenderal Bimbingan Masyarakat Budha, para Pandita, Para Rama dan Ramani, Pimpinan Majelis Buddha Tridharma dan juga para Pimpinan Generasi Muda Agama Buddha.
Majelis Agama Buddha Tridharma ini diperingati untuk mengenang jasa Almarhum Bapak Kwee Tek Hoay, yang dianggap dan diresmikan sebagai “Bapak Tridharma Indonesia”. Berkat beliaulah Tridharma menjadi besar dan berkembang di Indonesia. Beliaulah yang dianggap sebagai peletak dasar Tridharma Indonesia. Melalui kerja dan karya nyata beliau maka tridharma sebagai sekte dalam agama Buddha memperoleh pengakuan dan berkembang hingga saat ini.
Beliau tidak hanya dikenal di kalangan masyarakat Buddha Indonesia akan tetapi juga di kalangan sastrawan. Beliau dikenal sebagai sastrawan Tionghwa Melayu. Banyak karyanya yang hingga saat ini masih dibaca dan dilestarikan. Tulisan-tulisan Beliau selain dicetak menjadi buku dan juga tersebar di berbagai media, misalnya Majalah Moestika Dharma, dan Sam Kauw Goat Poo. Baginya, sastra merupakan alat untuk menyebarkan dharma.
Di dalam kesempatan ini, saya menyampaikan tiga hal penting, yaitu:
Pertama, apresiasi dan ucapan selamat atas terselenggaranya upacara peringatan Hari Tridharma Indonesia yang diselenggarakan dengan sangat meriah dan dihadiri oleh semua tokoh di dalam Buddha Tridharma. Bahkan para pendiri dan pengembang awal Tridharma Indonesia juga hadir di tempat ini. Ucapan selamat juga atas telah ditetapkannya Guru Kwee Tek Hoay sebagai pendiri atau Bapak Tridharma Indonesia. Kepada seluruh panitia baik pusat maupun daerah sudah selayaknya diapresiasi karena keberhasilannya menyelenggarakan acara ini. Saya yakin bahwa yang hadir pada upacara ini adalah penerus dari Guru Kwee Tek Hoay dan akan menjadikan pemikirannya sebagai pedoman di dalam kehidupan di dunia ini.
Kedua, harmoni sebagai inti dari kehidupan. Saya mengapresiasi terhadap tema upacara peringatan ini, yaitu “Harmoni dalam Tridharma”. Di dalam falsafat hidup masyarakat Nusantara dikenal ada tiga hal mendasar, yaitu: rukun, harmoni dan selamat. Tiga hal ini merupakan falsafat hidup masyarakat Nusantara yang telah teruji keberadaannya semenjak dahulu kala.
Di dalam bahasa Jawa dinyatakan “rukun agawe sentosa” artinya bahwa kerukunan akan menjadikan kesentosaan. Kata sentosa itu lebih hebat dibanding kuat. Kata sentosa itu mengandung kekuatan fisik dan rohani. Jadi orang yang memperoleh kesentosaan berarti telah memiliki kekuatan fisik dan rohani. Makanya, yang harus dicari di dalam kehidupan ini adalah kesentosaan dan bukan hanya kekuatan. Orang yang telah memperoleh kesentosaan berarti telah memperoleh pencerahan kekuatan lahir dan batin.
Rukun di dalam kehidupan ini yang akan mengantarkan kesentosaan di dalam kehidupan. Maka rukun adalah prasyarat untuk memperoleh kesentosaan. Jika di dalam suatu masyarakat tidak didapatkan kerukunan maka kesentosaan juga akan hilang. Itulah sebabnya filsafat kehidupan ini kemudian dilanjutkan “congkrah agawe bubrah” atau konflik akan membuat kita binasa. Jadi apapun yang terjadi konflik tidak akan membawa kebaikan, tetapi sebaliknya akan membawa kepada kerusakan. Tidak hanya kerusakan fisik tetapi juga kerusakan rohani. Bubrah itu lebih dari kehancuran. Sebab kata hancur juga hanya bercorak fisikal, sedangkan bubrah juga berimplikasi pada kerusakan rohaniyah. Orang bisa menjadi sedih, susah, sengsara dan bisa melupakan Tuhan.
Lalu yang tidak kalah penting ialah harmoni atau keselarasan. Harmoni di dalam konsep hidup orang Nusantara tidak hanya selaras antara satu dengan yang lain, akan tetapi justru keselarasan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam seluruhnya. Harmoni lebih kompleks ketimbang keselarasan dalam arti sempit, keselarasan antara manusia satu dengan lainnya. Keselarasan antara makro dan mikro kosmos antara dunia kecil dengan dunia besar, keselarasan antara kehidupan duniawi dan kelanjutannya di alam akherat. Kehidupan dunia adalah jembatan untuk menuju kehidupan akherat. Semua bisa memperoleh karma yang baik kalau di dalam kehidupannya mengembangkan keselarasan yang komplit ini.
Jika dua hal itu bisa dilakukan maka konsekuensinya akan memperoleh keselamatam. Inti kehidupan adalah keselamatan tersebut. Jika manusia berada di dalam kerukunan, terus mengembangkan harmoni maka hasilnya adalah keselamatan. Di dalam alam pikiran masyarakat Nusantara, maka keselamatan juga bukan hanya keselamatan lahir atau fisikal tetapi juga keselamatan batin atau spiritual. Jadi masyarakat Nusantara sangat menghargai terhadap jalan spiritual, karena lewat jalan itu maka keselamatan yang hakiki akan bisa diperoleh. Keselamatan hanya bisa diperoleh jika semua manusia mengembangkan kehidupan yang rukun dan harmoni.
Ketiga, teladani Guru Kwee Tek Hoay untuk bekal kehidupan yang rukun, harmoni dan selamat. Makanya, upacara seperti ini jangan hanya dipandang sebagai upacara ritual tahunan dengan menghadirkan banyak orang, akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana menghadirkan spiritualitas yang dicontohkan oleh Guru Kwee Tek Hoay di dalam merajut kehidupan ini.
Saya berkeyakinan bahwa banyak hal yang diajarkan oleh Guru Kwee Tek Hoay di dalam membangun kebersamaan di dalam kehidupan ini tanpa memandang seseorang berasal dari mana, suku apa yang bagaimana tingkat kekayaannya. Saya yakin beliau orang yang menghargai pluralitas dan multikulturalitas. Dan atas nama pluralitas dan multikulturalitas itu, maka merajut kehidupan yang rukun, harmoni dan slamet sungguh akan bisa diperoleh.
Wallahu a’lam bi al shawab.
MAKNA OPEN RECRUITMENT BAGI CALON PEJABAT
Dalam bulan ini, Kementerian Agama menyelenggarakan seleksi terbuka untuk para pejabat di lingkungan Kementerian Agama. Sesuai dengan Undang-Undang No. 5 tahun 2014, bahwa bagi para calon pejabat, terutama untuk Pejabat Tinggi Pratama, Madya dan Utama harus menggunakan seleksi terbuka. Amanah Undang-Undang ini yang sekarang sedang dilaksanakan untuk memperoleh pejabat pada JPT Pratama di Kementerian Agama.
Jabatan sesungguhnya adalah amanah. Jabatan tentu bukan sebagai sesuatu yang given atau terberi. Akan tetapi jabatan merupakan hasil dari akumulasi prestasi yang terukur di dalam kehidupan birokrasi. Sebagai amanah, tentu jabatan mengandung tanggung jawab baik bagi diri sendiri, masyarakat, negara dan bahkan Tuhan Yang Maha Esa.
Banyak orang yang beranggapan bahwa jabatan adalah prestise atau harga diri. Makanya harus diraih dengan cara apapun. Padahal sesungguhnya jabatan tentu merupakan amanah yang diberikan oleh negara kepada seseorang dan kemudian harus dipertanggungjawabkan secara berantai tersebut.
Bagi orang yang menganggap bahwa jabatan adalah harga diri, maka dia akan melakukan berbagai upaya agar jabatan itu bisa diraihnya. Tidak akan memperdulikan bagaimana cara memperolehnya. Dan ketika jabatan itu sudah diperolehnya, maka jabatan itu akan dipertahankan dengan cara apapun juga. Dia tidak akan memperdulikan cara-cara yang ditempuhnya itu legal atau illegal, haram atau halal atau bahkan bermoral atau tidak bermoral, yang penting jabatan itu didapatkannya dan terus di dalam genggamannya.
Jika ada di antara kita yang berpikiran seperti itu, maka di sinilah awal mula dari semua masalah yang terjadi di dunia birokrasi. Adanya anggapan bahwa para pejabat di negeri ini melakukan berbagai penyimpangan tentu salah satunya disebabkan oleh perilaku seperti ini. Oleh karena itu, marilah kita hindari pikiran jabatan sebagai harga diri atau prestise. Marilah kita beranggapan bahwa jabatan adalah prestasi yang ketika diraih maka mengandung pertanggungjawaban berantai tersebut.
Kita harus berkeyakinan bahwa jabatan mengandung nikmat tetapi juga niqmat. Mengandung nikmat karena setiap jabatan memiliki fasilitas yang lebih dibanding dengan yang bukan pejabat. Namun demikian jabatan juga berpotensi niqmah atau bisa membawa masalah. Misalnya, peluang untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan agama. Oleh karena itu, jabatan selalu mengayuh di antara dua sisi ini, apakah akan lebih cenderung kepada kenikmatan atau keniqmahan.
Bagi mereka yang beranggapan bahwa jabatan adalah prestasi, maka dia akan melakukan tindakan yang relevan dengan regulasi dan perundang-undangan. Dia akan menggunakan pertimbangan akal budi, pertimbangan manfaat bagi umat dan pedoman syariah yang diyakininya. Orang yang seperti ini pastilah akan menggunakan seluruh jiwa dan raganya untuk mengembangkan institusi di mana yang bersangkutan bekerja.
Melalui open recruitment yang benar, saya berkeyakinan bahwa akan didapatkan pejabat yang memiliki prestasi yang baik. Sesungguhnya open recruitment bukan hanya sekedar mode atau cara untuk berbeda di dalam proses penentuan pejabat, akan tetapi melalui proses recruitment yang benar tentu akan dihasilkan pejabat yang kompeten.
Melalui tahapan seleksi administrasi, lalu seleksi karya tulis atau makalah dan dilanjutkan dengan assessment yang ketat dan terakhir dengan wawancara oleh panitia seleksi nasional, maka saya berkeyakinan bahwa akan didapatkan pejabat yang kompeten dan professional. Melalui seleksi yang bertahap dengan penilaian yang terukur, maka yang berhasil memasuki tahapan berikutnya adalah benar-benar mereka yang teruji.
Bisa digambarkan dari sebanyak 276 yang memasukkan namanya di dalam e-seleksi, maka melalui verifikasi yang ketat didapatkan sebanyak 167 orang. Artinya ada seseorang yang masuk dua kali di dalam e-seleksi, sehingga jumlahnya membengkak seperti itu. Lalu, dari sebanyak 167 orang yang terdaftar berdasarkan berkas yang masuk ke panitia seleksi, maka melalui proses penyaringan administrasi yang dilakukan oleh pansel ternyata hanya terdapat sebanyak 88 orang yang lolos untuk tahap ke dua. Mereka inilah yang kemudian mengikuti seleksi penulisan makalah dan assessment.
Hasil penulisan makalah dan assessment akan menjadi dasar untuk menentukan berapa jumlah mereka yang dapat lolos pada tahap berikutnya. Mereka yang lolos itulah kemudian akan mengikuti tahap seleksi wawancara. Dari tahap akhir inilah kemudian akan ditentukan sebanyak tiga orang pada masing-masing jabatan. Jadi akan lolos sebanyak 42 orang yang akan dikirim ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk memperoleh persetujuan. Dari mereka yang memperoleh persetujuan ini, maka menteri kemudian menetapkan siapa yang akan menjadi pejabat pada jabatan tinggi pratama atau eselon dua.
Bisa dibayangkan bahwa dengan recruitment yang ketat seperti ini, maka pasti akan dihasilkan pejabat yang profesional dan kompeten. Maka, kita tentu berharap bahwa transparansi dan akuntabilitas di dalam seleksi jabatan akan dapat dihasilkan pejabat yang terbaik.
Wallahu a’lam bi al shawab.
INSTITUSI KEAGAMAAN SEBAGAI MITRA PEMERINTAH
Saya memperoleh kesempatan untuk memberikan pengarahan pada acara yang diselenggarakan oleh Ditjen Bimas Budha di Hotel Santika, Jakarta (14/08/2016) dengan tema “Sosialisasi Regulasi Tanda Daftar Organisasi Keagamaan pada Ditjen Bimas Budha”.
Hadir pada acara ini adalah Sesdirjen Bimas Budha, dan seluruh pengurus organisasi yang berafiliasi pada Ditjen Bimas Budha. Seluruh pengurus organisasi keagamaan Budha hadir pada acara ini. Di dalam acara pengarahan ini saya menyampaikan dua hal penting terkait dengan bagaimana menguatkan institusi keagamaan khususnya di agama Budha.
Pertama, mengapa kita membutuhkan organisasi. Organisasi tentu sangat penting di dalam kehidupan kita. Organisasi merupakan bagian tidak terpisahkan di dalam kehidupan sosial kita. Organisasi merupakan tempat untuk melakukan sosialisasi diri dan masyarakat. Dengan organisasi maka kita akan memiliki identitas diri.
Meskipun organisasi itu sangat penting di dalam kehidupan kita, namun organisasi itu ibaratnya baju. Warna warni rupanya: ada yang merah, putih, hijau, lurik, dan sebagainya. Itulah sebabnya, baju bisa dilepas jika sudah tidak lagi fungsional dan bisa juga ganti baju baru atau tetap baju lama tetapi dengan jahitan baru dan sebagainya.
Baju itu harus fungsional untuk menutup tubuh kita dan bahkan spiritualitas kita. Oleh karena itu sebaiknya kita tidak bertentangan atau konflik karena organisasi. Sebab isi baju itu pasti sama. Tubuh dan seluruh yang terdapat di dalamnya sama. Ada daging, kulit, otot dan sebagainya. Jika organisasi itu sama dengan baju, maka apakah pentingnya kita berselisih karena organisasi. Bukankah yang lebih penting adalah agama atau spiritualitas di dalam organisasi itu yang harus menjadi pedoman kita untuk merajut kebersamaan. Marilah kita menggunakan filsafat baju tersebut untuk memaknai institusi keagamaan kita.
Kedua, mengapa kita perlu memperkuat organisasi keagamaan. Organisasi keagamaan adalah mitra pemerintah, sehingga kehadirannya merupakan kepanjangan tangan pemerintah untuk menjalankan sebagian fungsi pemerintah yang tidak mampu dijangkaunya. Makanya, peran organisasi keagamaan itu sangat penting.
Menurut saya, ada beberapa variabel untuk memperkuat institusi keagamaan, yaitu: 1) Faktor Kepemimpinan. Organisasi menjadi baik atau tidak tergantung pada pemimpinnya. Untuk itu, maka dibutuhkan pemimpin yang memiliki kemampuan human relation yang baik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, bahwa seorang pemimpin itu harus ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri andayani. Seorang pemimpin itu harus menjadi teladan yang baik. Dia harus memberikan contoh kerja yang baik. Lalu jika di tengah umatnya dia harus membangun semangat kerja yang unggul. Harus mengajak dan memompa semangat kerja yang tanpa pamrih. Bekerja yang ulet dan optimal. Jika berada di belakang maka pemimpin harus mendorong agar umatnya menjadi terbaik dan mengarahkan umatnya untuk sukses.
2) Factor organisasi dan manajemen. Meskipun organisasi keagamaan, akan tetapi harus dimanaj dengan benar sesuai dengan prinsip manajemen modern. Perhatikan perubahan manajemen sebagaimana disarankan oleh David Burkus dalam bukunya “Under New Management”. Organisasi harus bekerja dengan “plan, do, check and action”. Harus ada perencanaan yang bisa dikerjakan sesuai dengan sasarannya, harus selalu dikontrol di dalam pelaksanaan programnya, dan juga harus ada tindakan perbaikan jika dirasakan ada constrain dan enablingnya.
3) harus jelas regulasi atau anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. Organisasi yang baik mestilah harus berbasis pada regulasi yang baik. Dengan demikian, jika kita menginginkan kebaikan di dalam institusi kita maka mestinya kita merumuskan regulasi yang baik. Regulasi sebagai pattern for behavior pelaku organisasi, tentunya harus dijadikan sebagai pedoman bersama.
4) penganut organisasi yang responsive terhadap kebutuhan bersama. Di dalam konteks ini, maka kebaikan organisasi juga tergantung kepada sikap dan mental anggotanya. Jika mereka selalu mendukung terhadap kebijakan untuk kebaikan bersama, maka tentu akan dihasilkan kebaikan bersama pula. Harus diingat bahwa tujuan didirikannya organisasi adalah untuk kepentingan kesejahteraan bersama.
Di dalam konteks pemikiran inilah semua pimpinan organisasi diharapkan dapat membawa organisasi mencapai visi dan misi organisasi itu. Jangan kembangkan charisma individu pemimpinnya, akan tetapi kembangkan charisma system organisasinya. Jika yang berkembang adalah charisma pimpinannya, maka kala pemimpin itu pergi, maka hancurlah organisasi itu. Namun jika yang berkembang adalah charisma system organisasinya, maka siapapun pemimpinnya akan tetap membawa kemajuan bagi organisasi dimaksud.
Wallahu a’lam bi al shawab.