INSTITUSI KEAGAMAAN SEBAGAI MITRA PEMERINTAH
INSTITUSI KEAGAMAAN SEBAGAI MITRA PEMERINTAH
Saya memperoleh kesempatan untuk memberikan pengarahan pada acara yang diselenggarakan oleh Ditjen Bimas Budha di Hotel Santika, Jakarta (14/08/2016) dengan tema “Sosialisasi Regulasi Tanda Daftar Organisasi Keagamaan pada Ditjen Bimas Budha”.
Hadir pada acara ini adalah Sesdirjen Bimas Budha, dan seluruh pengurus organisasi yang berafiliasi pada Ditjen Bimas Budha. Seluruh pengurus organisasi keagamaan Budha hadir pada acara ini. Di dalam acara pengarahan ini saya menyampaikan dua hal penting terkait dengan bagaimana menguatkan institusi keagamaan khususnya di agama Budha.
Pertama, mengapa kita membutuhkan organisasi. Organisasi tentu sangat penting di dalam kehidupan kita. Organisasi merupakan bagian tidak terpisahkan di dalam kehidupan sosial kita. Organisasi merupakan tempat untuk melakukan sosialisasi diri dan masyarakat. Dengan organisasi maka kita akan memiliki identitas diri.
Meskipun organisasi itu sangat penting di dalam kehidupan kita, namun organisasi itu ibaratnya baju. Warna warni rupanya: ada yang merah, putih, hijau, lurik, dan sebagainya. Itulah sebabnya, baju bisa dilepas jika sudah tidak lagi fungsional dan bisa juga ganti baju baru atau tetap baju lama tetapi dengan jahitan baru dan sebagainya.
Baju itu harus fungsional untuk menutup tubuh kita dan bahkan spiritualitas kita. Oleh karena itu sebaiknya kita tidak bertentangan atau konflik karena organisasi. Sebab isi baju itu pasti sama. Tubuh dan seluruh yang terdapat di dalamnya sama. Ada daging, kulit, otot dan sebagainya. Jika organisasi itu sama dengan baju, maka apakah pentingnya kita berselisih karena organisasi. Bukankah yang lebih penting adalah agama atau spiritualitas di dalam organisasi itu yang harus menjadi pedoman kita untuk merajut kebersamaan. Marilah kita menggunakan filsafat baju tersebut untuk memaknai institusi keagamaan kita.
Kedua, mengapa kita perlu memperkuat organisasi keagamaan. Organisasi keagamaan adalah mitra pemerintah, sehingga kehadirannya merupakan kepanjangan tangan pemerintah untuk menjalankan sebagian fungsi pemerintah yang tidak mampu dijangkaunya. Makanya, peran organisasi keagamaan itu sangat penting.
Menurut saya, ada beberapa variabel untuk memperkuat institusi keagamaan, yaitu: 1) Faktor Kepemimpinan. Organisasi menjadi baik atau tidak tergantung pada pemimpinnya. Untuk itu, maka dibutuhkan pemimpin yang memiliki kemampuan human relation yang baik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, bahwa seorang pemimpin itu harus ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri andayani. Seorang pemimpin itu harus menjadi teladan yang baik. Dia harus memberikan contoh kerja yang baik. Lalu jika di tengah umatnya dia harus membangun semangat kerja yang unggul. Harus mengajak dan memompa semangat kerja yang tanpa pamrih. Bekerja yang ulet dan optimal. Jika berada di belakang maka pemimpin harus mendorong agar umatnya menjadi terbaik dan mengarahkan umatnya untuk sukses.
2) Factor organisasi dan manajemen. Meskipun organisasi keagamaan, akan tetapi harus dimanaj dengan benar sesuai dengan prinsip manajemen modern. Perhatikan perubahan manajemen sebagaimana disarankan oleh David Burkus dalam bukunya “Under New Management”. Organisasi harus bekerja dengan “plan, do, check and action”. Harus ada perencanaan yang bisa dikerjakan sesuai dengan sasarannya, harus selalu dikontrol di dalam pelaksanaan programnya, dan juga harus ada tindakan perbaikan jika dirasakan ada constrain dan enablingnya.
3) harus jelas regulasi atau anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. Organisasi yang baik mestilah harus berbasis pada regulasi yang baik. Dengan demikian, jika kita menginginkan kebaikan di dalam institusi kita maka mestinya kita merumuskan regulasi yang baik. Regulasi sebagai pattern for behavior pelaku organisasi, tentunya harus dijadikan sebagai pedoman bersama.
4) penganut organisasi yang responsive terhadap kebutuhan bersama. Di dalam konteks ini, maka kebaikan organisasi juga tergantung kepada sikap dan mental anggotanya. Jika mereka selalu mendukung terhadap kebijakan untuk kebaikan bersama, maka tentu akan dihasilkan kebaikan bersama pula. Harus diingat bahwa tujuan didirikannya organisasi adalah untuk kepentingan kesejahteraan bersama.
Di dalam konteks pemikiran inilah semua pimpinan organisasi diharapkan dapat membawa organisasi mencapai visi dan misi organisasi itu. Jangan kembangkan charisma individu pemimpinnya, akan tetapi kembangkan charisma system organisasinya. Jika yang berkembang adalah charisma pimpinannya, maka kala pemimpin itu pergi, maka hancurlah organisasi itu. Namun jika yang berkembang adalah charisma system organisasinya, maka siapapun pemimpinnya akan tetap membawa kemajuan bagi organisasi dimaksud.
Wallahu a’lam bi al shawab.
