CREATIVE MINORITY UNTUK PERUBAHAN (2)
Bagi seorang pemimpin dalam skala apapun, jika memiliki sekelompok kecil orang yang terlibat di dalam kepemimpinannya untuk bekerja keras, menghasilkan ide-ide cemerlang dan dapat menggerakkan orang lain untuk melakukannya merupakan keuntungan yang tidak terkira. Perubahan tidak selalu harus berskala massive pendukungnya, akan tetapi tergantung pada ada atau tidaknya tim kreatif yang andal.
Di kalangan organisasi sosial maka keberadaan tim kreatif ini tentu penting di dalam kerangka mendinamisasikan terhadap keberadaan organisasi tersebut. Maju atau mundurnya organisasi sosial tersebut sangat tergantung kepada sekelompok orang yang mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan misi organisasi. Organisasi sosial yang maju, saya kira sangat tergantung kepada pimpinan yang memiliki visi yang jelas untuk dicapai dan misi yang akan diraih. Konon “leader is vision. There is no more to say”. Tetapi keberadaan pemimpin yang memiliki visi belum tentu berdaya guna secara optimal jika tidak didukung oleh tim kerja yang sangat memadai dan memiliki kesamaan visi dimaksud.
Di organisasi politik, juga didapati hal yang sama. Hanya saja perbedaannya adalah pada visi dan misi organisasinya. Namun selalu saja ada orang atau sekelompok orang yang memiliki pandangan jauh ke depan untuk menjadikan organisasinya memiliki konstituen yang massive dan berkomitmen. Di DPR, misalnya selalu ada staf ahli yang direkrut untuk mendampingi para anggota dewan di dalam urusan menemukan ide-ide yang penting, baik untuk kepentingan rapat maupun kepentingan konstituennya.
Dunia birokrasi juga memiliki hal yang sama. Seorang menteri selalu secara structural memiliki staf ahli dan bahkan juga staf khusus. Di dalam konteks creative minority, maka sesungguhnya mereka itu didesaian untuk kepentingan membantu para pejabat di dalam upaya untuk melakukan terobosan dan menemukan hal-hal yang spesifik dan berbobot. Misalnya untuk merumuskan program unggulan atau quick win dan mencapainya. Jika di dunia birokrasi tentu perubahan itu dilakukan dengan sangat evolusioner karena begitu banyaknya regulasi yang memang menjadi pattern for behaviornya. Dunia birokrasi tidak diciptakan untuk melakukan perubahan secara cepat. Jika pun ada perubahan tentu dilakukan dengan sangat hati-hati, sebab terkait dengan anggaran, dan pertanggungjawabannya yang memang mengharuskan kehati-hatian tersebut. Dalam kata lain, tuntutan inovasi di dunia birokrasi tentu berbeda dengan dunia usaha yang memang sangat dinamis.
Dunia inovasi yang gegap gempita adalah dunia usaha. Tuntutan perubahan itu sangat mutlak dimilikinya. Jika tidak ingin tergilas, maka dia harus terus menerus bermanuver dengan inovasinya itu. Saya ingin memberikan contoh, misalnya bagaimana perubahan konsep kantor yang dilakukan oleh dunia perbankan. Dalam waktu yang sangat lama, BRI tentu menguasai kewilayahan, sebab BRI memiliki cabang di hamper seluruh wilayah di Indonesia. Kantor-kantor cabangnya berdiri di seluruh kota-kota kecamatan di Indonesia. Tetapi makna kantor itu bangunan tereduksi dengan semakin kuatnya teknologi informasi. BNI mengembangkan kantor di dunia maya, kantor on line. Dibentuklah agen-agen sebagai kantor. Maka dibuatlah agen-agen untuk menjadi kantor dinamis. Para agen dapat melayani layaknya kantor statis. Untuk pinjam uang, transfer uang, dan sebagainya. Jadi agen merupakan kantor dinamis yang kemudian menjadi andalan di dalam proses keuangan non tunai. Jadilah agen tersebut menempati posisi kantor yang selama ini identic dengan bangunan dengan seperangkat infrastrukturnya.
Perubahan demi perubahan seperti ini tentu disebabkan oleh keberadaan tim kreatif atau creative minority yang selalu berpikir mendahului atau one step ahead. Makanya, menurut saya, pertaungan creative minority itu sesungguhnya berada di perusahaan-perusahaan. Para pimpinan perusahaan akan memberikan penghargaan yang sangat tinggi terhadap orang-orang unggulan dengan ide-ide hebat di dalam kerangka persaingan atau kompetisi realistis di dunia usaha.
Contoh lain adalah perusahaan top dunia yang kemudian harus mengalami kemunduran. Misalnya adalah Nokia sebuah merk yang sangat terkenal di dalam blantika media komunikasi atau hand phone. Kesalahan di dalam mengambil keputusan untuk menggunakan teknologi berbasis android dan peluang tersebut diambil oleh Samsung, maka menyebabkan laju perkembangan perusahaan ini tidak terhindarkan. Samsung menjadi pemain di bidang teknologi komunikasi yang melesat bak meteor dan merajai terhadap teknologi informasi ini. Mengapa Samsung menjadi perusahaan terkemuka di bidang teknologi informasi mengalahkan para pendahulunya disebabkan oleh creative minority yang hebat yang dimilikinya.
Dengan demikian, keberhasilan di dalam menjalankan manajemen dan kepemimpinan sesungguhnya tidak hanya disebabkan oleh pemimpin yang visioner, akan tetapi juga oleh sejumlah kecil orang yang bisa menjadi visi tersebut sebagai panduan untuk merumuskan misi dan program dan bahkan kegiatan-kegiatan yang baik dan kemudian dapat diimplementasikan secara memadai oleh semua staf dalam kapasitasnya masing-masing.
Creative minority tidak hanya sekedar memiliki ide cemerlang tetapi juga cara untuk merealisasikan idenya tersebut di dalam praktek nyata kehidupan organisasi, institusi dan bahkan birokrasi.
Wallahu a’lam bi al shawab.
CREATIVE MINORITY UNTUK PERUBAHAN (1)
Kata Creative Minority tentu bukan barang baru. Kata ini sudah sangat dikenal di kalangan sosiolog pembangunan dan para ahli yang mengamati perubahan sosial dalam berbagai aspeknya. Bisa di birokrasi, organisasi, institusi dan sebagainya. Jadi sudah lazim digunakan untuk menggambarkan betapa pentingnya creative minority ini di dalam proses perubahan.
Perubahan merupakan kata kunci di dalam kehidupan. Bahkan ada yang menyatakan bahwa yang abadi adalah perubahan. Hal ini untuk menggambarkan tentang betapa dahsyatnya kata perubahan tersebut di dalam kehidupan manusia. Secara sosiologis memang ada perubahan yang bercorak evolusioner dan ada yang revolusioner. Perubahan yang gradual dan pelan-pelan memang dikaitkan dengan upaya manusia atau masyarakat dan pemerintah di dalam melakukan perubahan untuk menemukan tujuan kehidupan melalui pembangunan.
Sedangkan perubahan secara revolusioner merupakan perubahan yang sangat cepat dan dilakukan melalui hal-hal yang extra ordinary, misalnya peperangan, bencana atau lainnya. Peristiwa entropi memang bisa saja terjadi di mana dan kapan saja. Misalnya meletusnya Gunung Krakatau atau meletusnya Gunung Tambora, maka akan menyebabkan perubahan tidak hanya pada skala kemanusiaan akan tetapi juga iklim dan kehidupan secara umum.
Di dalam perubahan itu, terutama yang menyangkut dunia organisasi, institusi atau birokrasi dan pemerintahan, maka selalu ada yang disebut sebagai Creative Minority. Mereka adalah tim kreatif yang memiliki gagasan yang cerdas untuk melakukan upaya-upaya bagi perubahan sosial tersebut. Tim kreatif inilah yang sesungguhnya memiliki ide-ide kreatif untuk melakukan perubahan baik yang bersifat gradual maupun cepat. Jadi keberadaan mereka sangat menentukan terhadap bagaimana masa depan perubahan itu dan akan bermuara kemana perubahan tersebut.
Mari kita lihat beberapa contoh tentang creative minority di dalam sejarah kehidupan umat manusia. Nabi Muhammad saw melakukan perubahan besar di dalam kehidupan bangsa Arab dan terus berpengaruh bagi masyarakat dunia. Adakah tim kreatif yang mendampingi Nabi Muhammad saw di dalam proses perubahan sosial. Saya kira ada. Jika dilihat di sana, maka ada “Assabiqunal awwalun”. Mereka adalah orang-orang pertama yang masuk Islam. Terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka adalah sekelompok orang yang menjadi pilar bagi kemajuan penyebaran Islam. Mereka adalah orang-orang yang dijanjikan oleh Nabi Muhammad saw akan menjadi orang pertama yang memasuki surganya Allah. Jumlahnya memang sebanyak 40 orang dan di antaranya ada sebanyak 25 orang berusia di bawah 30-an tahun. Di antara mereka misalnya Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar Ash shiddiq, Umar ibn Khattab, Ustman ibn Affan, Zubair ibn Awwam, Abdurahman bin Auf, Saad ibn Abi Waqash, Thalhah ibn Ubaiddillah, Khadijah, Aisyah dan lain-lain. Mereka adalah orang yang sangat dekat dengan Nabi Muhammad saw dan menjadi pendamping setia beliau di dalam proses penyebaran Islam.
Saya memang sengaja memasukkan kaum Assabiqunal awwalun ini ke dalam kategori creative minority sebab saya memiliki keyakinan terhadap apa yang dilakukan dalam banyak pengalaman kehidupannya bersama Nabi Muhammad saw. Saya berkeyakinan bahwa Nabi Muhammad saw tentu sering berdiskusi untuk melakukan perubahan-perubahan sosial itu. Bahkan ketika Nabi Muhammad saw merumuskan Piagam Madinah yang legendaris itu, maka Beliau pastilah melakukan serangkaian diskusi atau musyawarah dengan sahabat-sahabatnya. Para sahabatnya inilah yang memberikan pandangan dan menemani Beliau di kala Beliau sedang menghadapi masalah yang sangat berat. Di kala paman Beliau, Abu Thalib dan Khadijah wafat, maka para sahabatnya itulah yang menghiburnya. Selain tentu adalah peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang diberikan oleh Allah kepada Junjungan kita Nabi Muhammad saw sebagai bentuk kasih sayang Allah.
Dengan demikian, creative minority itu sesungguhnya menjadi “penentu” di dalam perubahan-perubahan sosial yang terjadi. Di dalam pandangan saya, bahwa selain Nabi Muhammad saw memperoleh wahyu dari Allah untuk menyelesaikan masalah-masalah keumatan, maka Nabi Muhammad saw tentu juga mendiskusikannya dengan para sahabatnya. Apalagi Nabi Muhammad saw adalah teladan dalam melakukan musyawarah untuk urusan dunia. “wa amruhum syura bainahum”.
Di dalam kehidupan ini, saya juga memiliki pandangan, bahwa pikiran banyak orang itu lebih baik dibandingkan dengan pikiran seseorang atau individu. Di dalam pikiran banyak orang tentu mengandung ada banyak perspektif dan pandangan, sehingga akan terjaga komprehensivitasnya. Jika di dalam pikiran seseorang hanya akan menampilkan dimensi yang dianggapnya relevan, maka di dalam banyak pikiran orang tentu akan ada banyak dimensi yang dipandangnya relevan. Itulah sebabnya seorang pemimpin harus banyak mendengar dari orang sekelilingnya. Bukan selalu dijadikan sebagai rujukan utama, akan tetapi untuk memperkaya pandangan dan pemikiran. Sebab ujung akhir dari keputusan atau judgment yang dihasilkannya adalah keputusan pimpinan.
Creative minority haruslah orang yang benar dan jujur. Bukan mereka yang hanya berlaku Asal Bapak Senang (ABS). mereka memang benar-benar orang yang berdedikasi untuk kepentingan rakyat dan bukan hanya mementingkan kepentingan golongan apalagi pribadi. Dengan demikian, yang diharapkan bahwa keputusan yang diambil oleh pimpinan tertinggi tentu didasari oleh pandangan atau pikiran yang jernih berbasis pada kemampuan penalaran, emosional, sosial dan bahkan spiritual.
Jadi kehadiran creative minority tentu sangat menentukan terhadap arah kebijakan ataupun keputusan seorang pemimpin dengan catatan bahwa semua keputusan yang dihasilkannya merupakan keputusan yang memihak kepada kepentingan rakyat. Perubahan apapun tentu harus diarahkan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat itu.
Wallahu a’lam bi al shawab.
PEMIMPIN HARUS DINAMIS (3)
Saya sudah membahas dua prinsip dalam kepemimpinan, yaitu: inisiatif dan fleksibilitas. Maka tulisan ini akan membahas mengenai prinsip mobilitas. Kata kunci ketiga ini menjadi sangat penting sebab prinsip inisiatif dan fleksibilitas tidak akan ada maknanya apa-apa tanpa prinsip mobilitas dari para pemimpinnya. Tanpa mobilitas, maka organisasi atau institusi akan menjadi stagnan atau tidak bergerak bahkan mati.
Gerakan merupakan kunci kehidupan. Orang bisa saja hidup, akan tetapi jika tidak bisa melakukan gerakan apapun, maka disebut sebagai koma, yaitu situasi kehidupan yang terletak di antara hidup dan mati. Sebuah organisasi atau institusi juga akan mati jika tidak ada gerakan apapun yang dilakukan oleh para pelaku di dalamnya. Prinsip mobilitas hakikatnya adalah gerakan itu.
Organisasi atau institusi tentu diharapkan oleh para pelakunya untuk terus mengalami pergerakan yang mengarah kepada kemajuan dan bukan pergerakan menuju kemunduran. Kemajuan itu identik dengan gerakan dalam kualitas dan kuantitas ke arah kebaikan dan kemajuan. Maka semua pemimpin sesungguhnya menyandang tugas yang berat untuk membawa gerakan menuju kebaikan dan kemajuan dimaksud, baik dalam kuantitas maupun kualitas.
Di dalam sejarah kehidupan manusia tentu ada banyak orang atau individu yang dapat melakukan pergerakan untuk memajukan masyarakat atau organisasi secara optimal. Misalnya ialah apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Beliau adalah seorang pemimpin yang memiliki mobilitas luar biasa. Gerakan untuk mempertahankan keyakinan agamanya dan juga menyebarkan ajaran agamanya melalui mobilitas geografis yang sangat unik.
Di dalam waktu 23 tahun, Beliau mampu mengubah masyarakat jahiliyah dalam keyakinan dan kemasyarakatan menjadi maju dan berkembang. Beliau disebut sebagai pemimpin paling berpengaruh di dunia. Di dalam buku 100 orang pemimpin yang paling berpengaruh, Beliau disebut sebagai berperingkat pertama. Meskipun Islam bukan sebagai agama dengan jumlah pengikut terbesar di dunia, akan tetapi pengaruh ajarannya luar biasa. Tidak hanya di dalam aspek moral dan religious, akan tetapi juga di dalam bidang sains dan teknologi. Perkembangan sains dan teknologi barat yang terjadi di saat sekarang tentu diinspirasikan oleh penulis-penulis Muslim pada masanya.
Dalam sejarah Islam di Nusantara, maka mobilitas para Walisongo tentu bisa dijadikan sebagai acuan, bagaimana gagasan atau ide tentang Islamisasi kultural itu bergerak dengan cepat. Wilayah Nusantara yang sebelumnya berada di dalam pengaruh agama Hindu dan Buddha, juga dalam waktu yang relative cepat menjadi dipengaruhi oleh Islam. Tentu tidak bisa dibayangkan, bahwa dengan teknologi sederhana di bidang kelautan, para Wali itu telah menyebarkan Islam ke seluruh Nusantara. Sunan Giri misalnya dikenal sebagai penyebar Islam di Kepulauan Ternate yang sangat jauh dari Gresik. Bahkan mereka juga menyebarkan ajaran Islam itu di berbagai wilayah di Nusantara, misalnya wilayah Lombok ke Timur. Semuanya memberikan ilustrasi tentang mobilitas geografis yang sangat penting.
Perkembangan akhir-akhir ini, dengan ditemukannya listrik sebagai daya untuk memudahkan kehidupan, maka Bill Gates kemudian mengembangkan perusahaan Microsoft yang bergerak di bidang teknologi informasi. Perusahaan ini kemudian menjadi sangat berpengaruh di dunia ini dan semuanya memanfaatkan produknya untuk kepentingan membangun relasi antar manusia dengan efektif dan efisien. Seluruh dunia memanfaatkan produk computer dari Microsoft untuk kepentingan perusahaan, bisnis dan juga pemerintahan. Para pimpinan dalam levelnya masing-masing di Microsoft tentu memiliki inisiatif, fleksibilitas dan mobilitas yang sangat relevan. Makanya perusahaan ini menjadi mendunia dan memiliki pengaruh yang sangat tinggi tentu disebabkan oleh kerja keras dari seluruh pegawainya yang telah memiliki virus membangun kemajuan.
Mobilitas itu memiliki cakupan yang cukup luas, misalnya mobilitas vertical untuk menggambarkan tentang bagaimana seorang individu mencapai posisinya yang lebih tinggi karena factor kerja keras dan professional yang dilakukannya. Dia terpilih di dalam posisi penting disebabkan karena kemampuannya untuk melakukan inovasi berbasis pada inisiatif pengembangan. Dia bisa berpikir out of the box di dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dia tidak hanya terpaku pada prinsip business asa usual, akan tetapi lebih dari itu.
Lalu ada mobilitas horizontal, yaitu perubahan yang dilakukan sebatas atas penyelesaian masalah atas dasar pengalaman yang dilakukan sebelumnya. Seseorang memang bekerja dengan ulet, tetapi tidak menghasilkan keluaran yang spektakuler. Makanya, dia hanya berputar-putar saja pada lingkungan dan posisi yang sama dengan yang ditempatinya itu. Di dalam konteks ini, maka bekerjalah secara optimal sambil terus mencari peluang untuk menciptakan sesuatu yang baru, sehingga peluang untuk memperoleh posisi yang lebih baik itu akan datang pada saatnya.
Mobilitas sosial bukan sesuatu yang given by takdir, akan tetapi merupakan capaian. Mobilitas adalah sesuatu yang bisa dipelajari dan direproduksi teknik dan caranya. Mobilitas bukan milik suku atau ras tertentu. Mobilitas merupakan hasil capaian atau achievement. Dengan demikian, mobilitas tentu bisa diraih bagi siapa saja yang memiliki keinginan untuk terus berkarya dengan sungguh-sungguh dengan capaian yang optimum.
Wallahu a’lam bi al shawab.
PEMIMPIN HARUS DINAMIS (2)
Sekali lagi saya nyatakan bahwa kata kunci kepemimpinan ialah inisiatif, fleksibilitas dan mobilitas. Saya telah membahas tentang bagaimana peran inisiatif sebagai lokomotif penting di dalam kepemimpinan. Inisiatif merupakan kata kunci awal bagi kesuksesan kepemimpinan. Makanya, organisasi atau institusi yang memiliki pemimpin dengan tingkat inisiatif yang tinggi tentu memiliki peluang keberhasilan secara lebih optimal.
Namun demikian, jangan dilupakan bahwa fleksibilitas juga menjadi kata mendasar di dalam blantika kepemimpinan. Fleksibilitas merupakan upaya untuk melakukan tindakan menyesuaikan antara gagasan atau ide dengan situasi empiris dengan melakukan berbagai modifikasi ide atau gagasan atas situasi sosial yang terjadi. Jadi fokusnya bukan ide disesuaikan begitu saja dengan situasi sosialnya, akan tetapi bagaimana relasi tersebut lebih terfokus kepada gagasannya. Dengan demikian, situasi sosial bisa diubah menuju kepada gagasan atau ide perubahan dengan melakukan modifikasi dan penyesuaian secukupnya.
Sebagaimana diketahui bahwa seorang pemimpin bisa datang dari luar dan dalam. Artinya, bahwa terkadang seorang pemimpin datang dari dalam organisasi atau institusi, dan terkadang juga bisa datang dari luar organisasi atau institusi. Bagi pemimpin yang datang dari dalam, maka tentunya sudah memahami secara mendasar tentang bagaimana situasi sosial, bahkan kekuatan SDM dan infrastrukturnya. Jika demikian, maka tentu pemimpin tersebut sudah memiliki seperangkat pengetahuan yang memadai mengenai apa yang harus dilakukannya. Dia tidak memerlukan lagi proses adaptasi secara mendasar, karena memang sudah berada di dalamnya. Tinggal running saja. Hanya saja problemnya adalah pemimpin yang datang dari dalam terkadang kurang peka terhadap apa yang sesungguhnya menjadi bahan dasar untuk menyelesaikan masalahnya. Terkecuali yang memang memiliki tingkat inteligensi yang tinggi, sehingga meskipun dari dalam tetapi perangkat pengetahuannya sangat mencukupi untuk memiliki kritisisme. Dengan demikian, pemimpin yang bersangkutan benar-benar telah siap untuk melakukan perubahan-perubahan.
Berbeda halnya dengan seorang pemimpin yang datang dari luar organisasi atau institusi, maka dia memerlukan seperangkat pengetahuan ekstra untuk memahami apa yang sudah terjadi dan bagaimana caranya dengan segera untuk beradaptasi dengan situasi sosialnya. Bagi pemimpin yang datang dari luar juga akan menghadapi kendala resistensi dari orang dalam yang sangat kuat, apalagi jika terdapat orang dalam yang juga memiliki kekuatan SDM dan dukungan yang relative massif. Makanya sering kita dengar pernyataan “mau berapa lama dia berada di sini” atau “dia hanya penumpang saja dan bukan pemilik kendaraan”.
Menghadapi situasi seperti ini, maka ada banyak pemimpin yang akhirnya mengalami kegagalan. Dia akan terus dianggap sebagai orang luar, sehingga upaya-upaya perubahan tampaknya mengalami “kegagalan”. Saya kira ada banyak pemimpin dari luar organisasi atau institusi yang datang dengan badan tegak dan keluar dengan badan bongkok. Di sinilah diperlukan “kearifan” sang pemimpin untuk memasuki “kawasan” dalam dari jantung organisasi atau institusi dengan melibatkan seluruh kemampuannya, baik kapasitas intelektualnya, sosial dan emotionalnya bahkan spiritualitasnya.
Pemimpin dari dalam juga tidak selalu mulus di dalam menjalankan kepemimpinannya. Banyak dikenal bahwa di dalam sebuah organisasi atau institusi selalu ada rivalitas untuk mencapai puncak kepemimpinan. Makanya, juga terjadi rivalitas yang sangat mendasar. Saya kira da banyak juga pemimpin dari dalam organisasi atau institusi yang kemudian juga mandul disebabkan oleh resistensi internal yang tidak mampu diselesaikannya.
Oleh karena itu, fleksibilitas memiliki makna penting. Pertama, fleksibilitas untuk melakukan pengaturan SDM. Seorang pemimpin harus fleksibel di dalam penempatan dan juga pengorganisasian SDM yang menjadi partnernya. Dia harus mampu untuk menempatkan orangnya dan juga orang lain dalam kapasitas yang tepat. Yang sering dilakukan adalah the winner takes all. Bisa jadi hal ini memang benar, akan tetapi jika tidak sangat kuat otoritas dan SDMnya, maka bisa juga akan menghalangi keberhasilannya untuk era yang akan datang. Orang yang tersisih akan terus melakukan konsolidasi untuk melakukan “perlawanan”.
Kedua, fleksibilitas dalam proses mencapai tujuan. Jika di dalam business process ternyata mengalami hambatan, maka rencana akan dapat diubah secara fleksibel. Di dalam konteks ini maka yang penting ialah pencapaian tujuan atau misi organisasi atau institusi. Konsep manajemen modern dengan prinsip plan, do, check, action (PDCA) tentu relevan dengan konsep fleksibilitas di dalam menjalankan roda kepemimpinan ini. Jika rencana sudah matang, maka lakukan pekerjaannya, lalu lakukan pengecekan dan kemudian lakukan tindakan baru yang lebih memungkinkan tujuan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.
Jadi para pemimpin harus menerapkan fleksibilitas untuk pencapaian target yang sudah ditetapkan bersama melalui mekanisme yang relevan dengan prinsip yang dijadikan sebagai acuan bersama.
Wallahu a’lam bi al shawab.
PEMIMPIN HARUS DINAMIS (1)
Seorang pemimpin memang diciptakan untuk menarik gerbong padat berisi aneka rupa manusia yang menjadi partnernya. Ibaratnya, seorang pemimpin itu adalah manusia dengan kekuatan melebihi manusia lainnya untuk melakukan serangkaian tindakan dalam rangka meraih kemajuan. Maka pastinya, di pundaknyalah segala harapan dari seluruh aneka penumpang itu akan selamat sampai tujuan.
Seorang pemimpin itu harus membawa gerbong pada tujuan bersama. Tidak boleh salah jalan atau juga salah kendali. Seorang pemimpin itu ibarat nakhoda kapal yang sedang berlayar di tengah samodra. Dia harus tahu persis jalan untuk menuju pantai yang menjadi tujuannya. Jika dia tidak memiliki kepekaan membaca kompas dan juga petunjuk-petunjuk alam, maka bisa jadi ia dan pengikutnya akan tersesat dan terombang-ambing di tengah lautan dan tidak tahu jalan kemana yang harus ditempuh.
Makanya, seorang pemimpin itu harus lengkap pengetahuannya atau cerdas baik cerdas intelektual, sosial, emosional dan juga spiritualnya. Berbagai kecerdasan ini sudah saya bahas dalam tulisan-tulisan saya yang lalu dan juga sudah banyak penulis yang mengulasnya. Semua memiliki kesamaan pandangan bahwa pemimpin memang harus memiliki kelengkapan kecerdasan agar bisa memimpin dengan baik.
Sesungguhnya ada tiga mantram sakti sebagai pemimpin yaitu: “inisiatif, fleksibilitas dan mobilitas”. Kata ini saya peroleh dari membaca buku “The Language of Leader” karya Kevin Murray. Saya sungguh terinspirasi dengan tulisan tersebut.
Tiga kata ini merupakan magic word bagi seorang pemimpin. Bagi mereka yang tergolong pemimpin dalam berbagai levelnya, maka tiga kata ini merupakan kata kunci bagi keberhasilan kepemimpinannya. Jika seorang pemimpin dapat mengaplikasikannya di dalam kehidupan kepemimpinannya, maka dipastikan keberhasilan akan berpihak kepadanya. Makanya, memiliki kemampuan yang relevan dengan tiga kata penting ini, kiranya akan bisa menjadi pembuka kesuksesan yang bersangkutan di dalam kepemimpinannya.
Harus diakui bahwa memang tidak semua dari tiga kata itu dapat dikuasainya. Jika benar ada yang seperti itu, maka hal itu merupakan karunia terbesar Tuhan yang Maha Kuasa kepada pemimpin itu. Ada kalanya, orang sangat piawai di dalam menemukan insiatif baru. Dia bisa berpikir jauh ke depan melampaui zamannya. Dia bisa memiliki ide atau gagasan yang sangat brilian untuk mendeteksi masa depan. Akan tetapi dia lemah di dalam melakukan eksekusi atau melakukan mobilitas. Adakalanya, orang memiliki mobilitas tinggi tetapi memiliki kelemahan di dalam fleksibilitas. Makanya, dia akan merasa berjalan sendiri tanpa dukungan dari mitra kerjanya. Manusia ide hanya akan berhasil jika didukung oleh fleksibilitas dan mobilitas yang memadai. Tanpa hal itu, maka ide demi ide itu akan menguap seperti embun pagi yang terkena terpaan sinar matahari.
Inisiatif sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin. Dia harus memiliki gagasan-gagasan perubahan, baik dalam skala besar maupun kecil. Dia harus menjadi pengungkit untuk menemukan perubahan-perubahan yang lebih efektif atau efisien tentang tata kelola di dalam kepemimpinannya. Inisiatif merupakan kemampuan seseorang untuk menemukan alternatif-alternatif dan kemudian menemukan alternatif terbaik yang dapat dilakukannya. Dia dapat menemukan sintesis dari dua persoalan atau lebih yang harus dipecahkannya. Dia juga memiliki pandangan jauh ke depan untuk mencandra perubahan-perubahan baik yang bercorak cepat atau lambat. Jadi inisiatif merupakan keahlian yang dimiliki oleh seorang individu pemimpin dalam rangka untuk menemukan solusi atau menemukan sesuatu yang baru yang terkait dengan perubahan yang diinginkannya.
Secara teoretik dapat dinyatakan bahwa kepemimpinan yang berhasil untuk melakukan perubahan ditentukan oleh seberapa kuat pemimpin tersebut memiliki gagasan untuk melakukan perubahan baik dalam skala kecil maupun besar. Tampaknya ada dua hal, yaitu: kemampuan untuk menggagas tentang solusi atas problem yang sudah akut untuk bisa dipecahkannya, atau bisa juga gagasan untuk melakukan sesuatu yang baru yang selama ini belum dilakukan. Setiap pemimpin akan bersentuhan dengan urusan lama yang tidak bisa diselesaikan pada saatnya. Ada banyak masalah yang mengendap dan menjadi tumpukan masalah terus menerus dan kemudian menyesakkan. Bisa saja hal tersebut terkait dengan asset, administrasi, maupun relasi penyelesaian. Dalam hal asset, misalya ada banyak asset yang berada di dalam proses sengketa, dikuasai oleh pihak lain, atau masuk di dalam ranah hukum.
Masalah-masalah ini terkadang tidak bisa diselesaikan dengan meeting atau rapat-rapat. Akan tetapi terkadang membutuhkan energy tambahan untuk menyelesaikannya. Salah satu tehniknya adalah dengan negosiasi atau meeting informal. Saya berkeyakinan bahwa tidak selamanya rapat formal bisa menyelesaikan masalah-masalah khususnya yang terjadi di masa lalalu. Rapat formal dapat dilakukan di saat semua penyelesaian atau solusi sudah ditemukan.
Jadi, diperlukan inisiatif untuk menyelesaikan berbagai problem institusi yang sering menjadi kendala di dalam menjalankan roda kepemimpinan, baik yang terjadi di masa lalu maupun sekarang. Seorang pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk berinisiatif di dalam menjalankan roda kepemimpinannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.