PEMIMPIN HARUS DINAMIS (2)
PEMIMPIN HARUS DINAMIS (2)
Sekali lagi saya nyatakan bahwa kata kunci kepemimpinan ialah inisiatif, fleksibilitas dan mobilitas. Saya telah membahas tentang bagaimana peran inisiatif sebagai lokomotif penting di dalam kepemimpinan. Inisiatif merupakan kata kunci awal bagi kesuksesan kepemimpinan. Makanya, organisasi atau institusi yang memiliki pemimpin dengan tingkat inisiatif yang tinggi tentu memiliki peluang keberhasilan secara lebih optimal.
Namun demikian, jangan dilupakan bahwa fleksibilitas juga menjadi kata mendasar di dalam blantika kepemimpinan. Fleksibilitas merupakan upaya untuk melakukan tindakan menyesuaikan antara gagasan atau ide dengan situasi empiris dengan melakukan berbagai modifikasi ide atau gagasan atas situasi sosial yang terjadi. Jadi fokusnya bukan ide disesuaikan begitu saja dengan situasi sosialnya, akan tetapi bagaimana relasi tersebut lebih terfokus kepada gagasannya. Dengan demikian, situasi sosial bisa diubah menuju kepada gagasan atau ide perubahan dengan melakukan modifikasi dan penyesuaian secukupnya.
Sebagaimana diketahui bahwa seorang pemimpin bisa datang dari luar dan dalam. Artinya, bahwa terkadang seorang pemimpin datang dari dalam organisasi atau institusi, dan terkadang juga bisa datang dari luar organisasi atau institusi. Bagi pemimpin yang datang dari dalam, maka tentunya sudah memahami secara mendasar tentang bagaimana situasi sosial, bahkan kekuatan SDM dan infrastrukturnya. Jika demikian, maka tentu pemimpin tersebut sudah memiliki seperangkat pengetahuan yang memadai mengenai apa yang harus dilakukannya. Dia tidak memerlukan lagi proses adaptasi secara mendasar, karena memang sudah berada di dalamnya. Tinggal running saja. Hanya saja problemnya adalah pemimpin yang datang dari dalam terkadang kurang peka terhadap apa yang sesungguhnya menjadi bahan dasar untuk menyelesaikan masalahnya. Terkecuali yang memang memiliki tingkat inteligensi yang tinggi, sehingga meskipun dari dalam tetapi perangkat pengetahuannya sangat mencukupi untuk memiliki kritisisme. Dengan demikian, pemimpin yang bersangkutan benar-benar telah siap untuk melakukan perubahan-perubahan.
Berbeda halnya dengan seorang pemimpin yang datang dari luar organisasi atau institusi, maka dia memerlukan seperangkat pengetahuan ekstra untuk memahami apa yang sudah terjadi dan bagaimana caranya dengan segera untuk beradaptasi dengan situasi sosialnya. Bagi pemimpin yang datang dari luar juga akan menghadapi kendala resistensi dari orang dalam yang sangat kuat, apalagi jika terdapat orang dalam yang juga memiliki kekuatan SDM dan dukungan yang relative massif. Makanya sering kita dengar pernyataan “mau berapa lama dia berada di sini” atau “dia hanya penumpang saja dan bukan pemilik kendaraan”.
Menghadapi situasi seperti ini, maka ada banyak pemimpin yang akhirnya mengalami kegagalan. Dia akan terus dianggap sebagai orang luar, sehingga upaya-upaya perubahan tampaknya mengalami “kegagalan”. Saya kira ada banyak pemimpin dari luar organisasi atau institusi yang datang dengan badan tegak dan keluar dengan badan bongkok. Di sinilah diperlukan “kearifan” sang pemimpin untuk memasuki “kawasan” dalam dari jantung organisasi atau institusi dengan melibatkan seluruh kemampuannya, baik kapasitas intelektualnya, sosial dan emotionalnya bahkan spiritualitasnya.
Pemimpin dari dalam juga tidak selalu mulus di dalam menjalankan kepemimpinannya. Banyak dikenal bahwa di dalam sebuah organisasi atau institusi selalu ada rivalitas untuk mencapai puncak kepemimpinan. Makanya, juga terjadi rivalitas yang sangat mendasar. Saya kira da banyak juga pemimpin dari dalam organisasi atau institusi yang kemudian juga mandul disebabkan oleh resistensi internal yang tidak mampu diselesaikannya.
Oleh karena itu, fleksibilitas memiliki makna penting. Pertama, fleksibilitas untuk melakukan pengaturan SDM. Seorang pemimpin harus fleksibel di dalam penempatan dan juga pengorganisasian SDM yang menjadi partnernya. Dia harus mampu untuk menempatkan orangnya dan juga orang lain dalam kapasitas yang tepat. Yang sering dilakukan adalah the winner takes all. Bisa jadi hal ini memang benar, akan tetapi jika tidak sangat kuat otoritas dan SDMnya, maka bisa juga akan menghalangi keberhasilannya untuk era yang akan datang. Orang yang tersisih akan terus melakukan konsolidasi untuk melakukan “perlawanan”.
Kedua, fleksibilitas dalam proses mencapai tujuan. Jika di dalam business process ternyata mengalami hambatan, maka rencana akan dapat diubah secara fleksibel. Di dalam konteks ini maka yang penting ialah pencapaian tujuan atau misi organisasi atau institusi. Konsep manajemen modern dengan prinsip plan, do, check, action (PDCA) tentu relevan dengan konsep fleksibilitas di dalam menjalankan roda kepemimpinan ini. Jika rencana sudah matang, maka lakukan pekerjaannya, lalu lakukan pengecekan dan kemudian lakukan tindakan baru yang lebih memungkinkan tujuan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.
Jadi para pemimpin harus menerapkan fleksibilitas untuk pencapaian target yang sudah ditetapkan bersama melalui mekanisme yang relevan dengan prinsip yang dijadikan sebagai acuan bersama.
Wallahu a’lam bi al shawab.
