TEROSISME DAN ANCAMAN GLOBAL (5)
Siapa yang tidak mengenal Baghdad, Ibu kota Iraq, kota 1001 malam? Baghdad adalah saksi kejayaan Islam di masa lalu. Baghdad menjadi ikon sejarah peradaban Islam yang luar biasa. Di kota ini Islam menjadi mercu suar dunia berkat kemajuan peradaban Islam yang sungguh-sungguh mengagumkan. Perkembangan peradaban Islam yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di mulai dari Baghdad. Khalifah-khalifah Islam yang luar biasa terutama di era Kerajaan Abbasiyah tentu masih dicatat dengan tinta emas di dalam buku-buku sejarah Islam. Jika kita membaca sejarah Islam, pastilah kita tahu hal ini.
Sebagai ibukota kerajaan Islam, saya memastikan bahwa Baghdad adalah kota idaman untuk dikunjungi. Sisa-sisa peradaban Islam masa lalu tentu menjadi magnet tidak terelakkan untuk dikagumi. Nyaris semua kota yang pernah menjadi ibukota kerajaan kuat, ternyata memang menyimpan keagungan yang sangat tinggi. Sebutlah misalnya kota-kota di Marokko, Mesir, Turki dan beberapa kota di Eropa barat yang pernah menjadi pusat kebanggaan kerajaan Islam.
Saya memang belum pernah berkunjung ke Iraq, akan tetapi saya pernah mengunjungi Kairo, beberapa kota di Marokko, Istambul dan Iskandariyah serta beberapa kota di Eropa Barat yang pernah menjadi pusat kebudayaan Islam, maka gambaran kemegahan dan kehebatan kota itu tergambar hingga sekarang. Makanya, saya meyakini bahwa di Iraq dipastikan juga terdapat kehebatan dan kemewahan masa lalu yang terpapar di dalam gambaran bangunan-bangunannya, apakah dalam bentuk masjid, museum, bangunan istana, perpustakaan, dan bangunan bersejarah lainnya. Dan melalui teknologi informasi tentu kita tahu bagaimana keindahan Baghdad itu di masa lalu.
Baghdad menjadi rusak di kala terjadi proyek perang yang dipimpin oleh George Walker Bush, Presiden Amerika Serikat. Dengan dalih Baghdad mengembangkan senjata nuklir, maka Presiden Saddam Hussein, symbol perlawanan terhadap Barat, diperangi dan dihancurkan pemerintahannya. Saddam Hussein pun tumbang oleh tentara koalisi Barat di bawah komando George Bush. Semenjak itu, maka Baghdad sudah tidak lagi indah. Ada banyak gedung dan bangunan yang runtuh karena terkena bom atau rudal.
Baghdad menjadi serangan pihak eksternal bukan kali itu saja. Jauh di masa meredupnya kejayaan kerajaan Abbasiyah, Baghdad juga pernah diserang oleh Hulagu Khan. Baghdad pun jatuh di bawah kekuasaan Kerajaan Mongol. Tetapi anehnya, para penakluk ini justru memeluk Islam dan mengembangkan kerajaan yang kuat. Kita masih ingat nama Jengis Khan sebagai raja yang kuat di kala itu. Di kala terjadi serangan Hulagu Khan itu digambarkan bahwa sungai Eufrat dan Tigris airnya menjadi berwarna biru karena kitab-kitab yang dibuang di dalamnya. Episode kelamnya ilmu pengetahuan terjadi saat itu.
Namun demikian, perang antara Kerajaan Abbasiyah dan Pasukan Mongol itu tidaklah merusak seluruh monument berupa bangunan-bangunan yang indah. Perang di kala itu adalah perang tradisional dengan pasukan berkuda dan senjata pedang atau lainnya atau paling-paling menggunakan panah-panah berapi untuk menggempur pasukan lawan. Daya rusaknya tentu masih sebatas perang tradisional.
Sungguh perang dewasa ini sangatlah berbeda. Perang sekarang menggunakan bom eksplosif berdaya ledak sangat tinggi dan juga rudal-rudal darat serta ranjau darat yag tidak terkirakan daya rusaknya. Perang sekarang sungguh usaha untuk menghancurkan semuanya. Tidak hanya manusia akan tetapi juga bangunan monumental di dalamnya. Kita tidak bisa membayangkan berapa ratus tahun untuk mengembalikan kota atau wilayah sebagaimana sedia kala di saat perang itu belum berkecamuk.
Baghdad kira-kira seperti itu. Kota yang hancur. Tidak hanya penduduknya, tetapi juga fisikal kotanya. Jika di masa lalu kita melihat keindahan dan keagungan kota Baghdad ini, maka sekarang tinggallah puing-puing yang menyesakkan dada. Siapapun yang melihat gambaran kota Baghdad pasti menjerit meratapi kehancurannya.
Masjid yang dibangun ratusan tahun lalu menjadi puing-puing berantakan, bangunan hotel, perumahan, pusat perbelanjaan, museum, perpustakaan dan bahkan makam-makam Auliya menjadi rusak berantakan. Kota-kota indah seperti Baghdad menjadi hancur berantakan. Di kala saya menuliskan betapa kehancuran Baghdad, tiba-tiba bergulir titik air mata saya merasakan betapa kehancuran negeri 1001 malam ini. Betapa keganasan manusia yang mengatasnamakan kekuasaan untuk menghancurkam warisan budaya bangsa yang adiluhung. Duh Gusti Allah, apakah memang demikian keganasan manusia di dalam merebut kekuasaan.
George Bush telah meninggalkan warisan peperangan yang tiada hentinya di Iraq dan kemudian datanglah ISIS yang juga memiliki tujuan yang sama yaitu penguasaan atas negeri ini untuk tujuan politiknya. Bahkan yang membuat sedih mereka menggunakan Islam sebagai pintu masuknya. Islam dijadikan sebagai basis tafsir untuk melakukan perebutan kekuasaan.
Kita sungguh tidak tahu kapan perang ini akan berakhir dan siapa yang akan menjadi pemenangnya. Tetapi sebagaimana lazimnya, bahwa baik yang kalah atau yang menang tentu akan menanggung beban kerusakan sosial, fisik dan kebudayaan yang tiada taranya.
Bagi kita, adakah keadaan di Baghdad ini menjadi pelajaran agar kita tidak bercerai berai dan tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa. Saya kira kita masih memiliki nalar untuk mempertahankan keindonesiaan kita di tengah upaya radikalisme atau ekstrimisme yang terus berkembang.
Duh Gusti Allah, lindungi bangsa Indonesia ini agar tidak terjebak pada peperangan yang tidak lain adalah upaya untuk mendegradasi manusia dan kemanusiaan bahkan juga mendegradasi warisan peradaban yang adi luhung.
Wallahu a’lam bi al shawab.
TERORISME DAN ANCAMAN GLOBAL (4)
Kampung Melayu Jakarta, 24 Mei 2017, yang selama ini damai lalu tiba-tiba menjadi sorotan mata masyarakat Indonesia dan bahkan dunia, sebab terjadi bom bunuh diri yang dilakukan oleh orang Indonesia. Warga kita sendiri, Ahmad Sukri dan Ichwan Nurul Salam. Dua ledakan bom panci, itu mengkoyak yang membawanya dan juga beberapa yang terluka dan ada juga yang meninggal dunia. Peristiwa ini berbarengan dengan terorisme di Manchester Inggris dan berdekatan waktunya dengan pemberontakan di Marawi Filipina.
Teror melalui bom bunuh diri tentu bukan barang baru di negeri ini. Sudah banyak kejadian bom bunuh diri, baik yang terjadi atau yang bisa digagalkan oleh aparat. Semua mengindikasikan bahwa gerakan terorisme memang tetap menjadi ancaman bagi negeri ini, kapan dan di manapun. Lalu muncullah sejumlah analisis tentang siapa dibalik bom bunuh diri ini. Terlepas ada atau tidak ada yang menyatakan bertanggung jawab, akan tetapi jelaslah bahwa ancaman terror bukanlah sekedar gertakan mulut belaka, akan tetapi tetap menjadi kenyataan yang realistis.
Namun demikian, di beberapa WA yang sempat saya baca, bahwa ada sejumlah kecil masyarakat yang meragukan bahwa bom bunuh diri ini dilakukan oleh kelompok ekstrimis di Indonesia. Alasannya adalah jika bom bunuh diri itu dilakukan oleh kelompok ekstrimis pastilah setelah bom meledak lalu ada yang menyatakan bertanggungjawab. Misalnya dalam kasus terror di Manchester Inggris, maka kelompok ISIS lalu mengklaim bahwa mereka dibalik terror tersebut. Lalu alasan lain bahwa bom bunuh diri itu dilakukan bukan di tempat keramaian, akan tetapi di tempat yang relative bukan terjadi kerumunan massa. Walhasil kelompok ini menyatakan bahwa bom bunuh diri itu adalah rekayasa.
Beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan Pak Saud Usman mantan Kepala BNPT dan mantan Kapolda Sumsel, yang bertepatan Beliau datang ke Kantor untuk urusan penegerian Sekolah Tinggi Agama Islam Madinah Medan, lalu tentu secara sengaja saya tanyakan tentang berbagai terror yang terjadi akhir-akhir ini, maka beliau dengan tegas menyatakan bahwa gerakan terror memang telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari rencana kaum ekstrimis untuk mengoyak persatuan dan kesatuan bangsa.
Orang yang pernah lama bertugas di Timor Timur dan Poso ini dengan tegas menyatakan bahwa terorisme itu memang benar-benar akan menghancurkan Indonesia dan menggantinya dengan system pemerintahan baru, khilafah. Jika ada orang yang meragukannya, maka itu sebuah kesalahan besar. “saya ini pelaku yang berhadapan langsung dengan kaum teroris itu”.
Ada juga yang menyatakan bahwa terorisme itu merupakan rekayasa, kelompok agama lain dan seterusnya. Tetapi itu hal yang salah. Beliau menyataan: “Sama sekali tidak ada rekayasa dari manapun dan dari siapapun juga. Saya beragama Islam dan saya pelaku yang melakukan tindakan anti terror dan saya mengepalai Densus 88 Anti Teror. Mereka ini bekerja untuk bangsa dan negara dan bukan perekayasa terhadap terror demi terror di Indonesia.”
Di Indonesia memang banyak tersebar informasi yang menyesatkan dengan menjadikan aparat pemerintah sebagai musuh Islam. Informasi melalui medsos ini lalu dianggap sebagai kebenaran. Padahal sesungguhnya merupakan informasi yang menghasut, penuh dengan ketidakbenaran dan menyesatkan. Salah satu di antaranya ialah pernyataan Ustadz Hasyim Yahya. Ustadz Hasyim Yahya, sebagaimana ceramahnya di Mujahidin TV yang menyebar di medsos, menyatakan bahwa Densus 88 dan BNPT adalah musuh Islam. Berita-berita seperti ini yang selama ini dijadikan sebagai sumber pembenaran terhadap tindakan melakukan terror dan perlawanan terhadap masyarakat.
Ada sebagian kecil orang Indonesia yang kemudian mempercayai terhadap informasi seperti ini. Dianggapnya bahwa ceramah ini adalah ceramah agama dan penuh dengan semangat keagamaan. Dijadikan sebagai rujukan dan dijadikan sebagai pedoman untuk beragama. Padahal sebagaimana yang diketahui oleh khalayak umat Islam lainnya justru merupakan cara untuk merusak bangsa Indonesia.
Bagi kalangan ekstrimis yang memiliki agenda politik kenegaraan, maka di antara tujuan utamanya ialah mendirikan negara Islam. Dianggapnya bahwa negara Indonesia sekarang ini merupakan negara yang tidak menjadikan Islam sebagai dasarnya dan mengingkari terhadap hukum agama Islam. Hanya saja yang dilakukannya justru akan merusak misi Islam yang sarat dengan kedamaian. Bukan cara terror yang dilakukan oleh kaum ekstrimis. Mereka memanfaatkan medsos untuk menyebarkan keinginannya dan ternyata memiliki sejumlah pengaruh terhadap sebagian kecil umat Islam.
Oleh karena itu diperlukan kontra pandangan terhadap hal-hal semacam ini tentu dengan bahasa dan cara yang penuh dengan misi kemanusiaan. Umat Islam wasathiyah tentu harus melawan terhadap ajakan-ajakan provokatif untuk membenturkan umat Islam dengan pemerintah, dengan sesama umat Islam dan pemeluk agama lain. Harus ada upaya cerdas untuk menangkal hal ini agar kehidupan masyarakat Indonesia yang damai akan terus berlangsung.
Wallahu a’lam bi al shawab.
TERORISME DAN ANCAMAN GLOBAL (3)
Benar juga ternyata ISIS sudah memenuhi janjinya bahwa akan melebarkan sayapnya ke wilayah lain, dan salah satu wilayah yang dijadikan sebagai sasaran ialah Filipina. Di Marawi –yang selama ini disebut sebagai The City of Islam—ternyata dijadikan sebagai tempat untuk melakukan gerakan makar dan terror bagi kaum ISIS. Organisasi local yang berbaiat kepada ISIS melakukan penyerangan untuk menguasai Marawi dan menjadikannya sebagai basis bagi pergerakan ISIS di Asia Tenggara.
Filipina ternyata yang dipilih sebagai tempat strategis untuk menjadi basis bagi pengembangan ISIS di wilayah Asia Tenggara, sebab di sinilah terdapat sejumlah organisasi yang memang hingga saat ini masih memendam bara keinginan untuk mendirikan negara Islam di Filipina. Meskipun Marawi sudah menjadi daerah otonom, namun mereka masih menginginkan status yang lebih tinggi yaitu sebagai negara merdeka dengan Islam sebagai dasarnya. Tentu saja adalah Islam sesuai dengan tafsir yang dimilikinya.
Ada dua orang kuat yang menjadi motor bagi tumbuhnya gerakan ekstrim di Marawi, yaitu Omarkhayam Maute dan Abdullah Maute. Salah satunya, Omarkhayam Maute menikahi orang Indonesia, salah satu putri Ketua MUI Bekasi dari Pondok Pesantren Darul Amal Kampung Buni Bekasi. Semula mereka berkenalan di Universitas Al Azhar dan kemudian menikah setelah keduanya lulus dari sana. Semula mereka berdua menetap di pesantren di Bekasi, akan tetapi dalam dua tahun ini mereka berdua kembali ke Filipina.
Tiba-tiba saja dua orang bersaudara ini menjadi tokoh dalam penyerangan terhadap kota Marawi yang menewaskan lebih dari seratus orang. Korban terdiri dari para tentara Filipina dan juga warga sipil di Marawi. Bahkan juga terdapat sebanyak 17 orang Indonesia yang terjebak di dalam peperangan di Filipina Selatan ini. Anggota Jamaah Tabligh yang sedang melakukan program “khuruj” di Marawi harus berhadapan dengan kenyataan peperangan di antara pasukan Filipina dengan Maute.
Yang menarik adalah banyak di antara yang terlibat di dalam peperangan itu berasal dari Indonesia, Malaysia dan juga Singapura. Hal ini mengindikasikan bahwa keterlibatan ISIS dengan gerakan ekstrimismenya memang sangat kuat. Bagi orang Indonesia yang terlibat di sini adalah mereka yang sudah kembali ke Indonesia dari ladang peperangan di Syria, lalu ada yang langsung dari Syria setelah mereka makin terdesak dan tidak ada peluang balik ke Indonesia atau mereka yang memang semula menetap di Filipina. Menurut sementara analisis, bahwa mereka yang terlibat di dalam gerakan Maute ini adalah kelompok Jamaah Anshorud Daulah (JAD) di bawah pimpinan Aman Abdurahman dan Santoso. Jadi memang ada relasi antara gerakan radikal di Indonesia dengan gerakan ekstrimis di Marawi.
Yang menarik bagi kita adalah gerakan semacam ini selalu mengusung tentang tafsir agama yang bercorak kekerasan. Membunuh, melakukan pengeboman dan merusak property dan sebagainya merupakan hal yang biasa dan bahkan wajib dilakukan untuk mencapai tujuannya. Tidak hanya orang lain yang bisa terluka atau mati, bahkan dirinya juga rela untuk mati dalam upaya bom bunuh diri. Begitulah dahsyatnya indoktrinasi yang dilakukan oleh kaum Jihadis ini. Luar biasa.
Dengan terjadinya peperangan di Marawi ini tentu menjadi gambaran utuh bahwa kaum ekstrimis jihadis telah memasuki babak baru di dalam gerakannya. Dewasa ini banyak negara yang harus meningkatkan kewaspadaannya. Indonesia tentu menjadi salah satu negara yang harus mewaspadai terhadap gerakan eksodus ideologis di Filipina. Apalagi Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki celah-celah yang bisa dimanfaatkan oleh kaum jihadis ini untuk memasuki kawasan Indonesia.
Makanya, Jenderal Gatot Nurmantyo, Panglima TNI, lalu melakukan banyak keputusan untuk memperkuat wilayah yang berbatasan dengan Filipina, seperti di kepulauan Sangihe, Natuna, dan sebagainya. Sejumlah pasukan sudah ditempatkan untuk berjaga-jaga di dalam menghadapi kelompok Ekstrimis Jihadis. Jika mereka terpukul mundur dan sudah tidak ada lagi tempat bagi mereka untuk melakukan perlawanan bukan tidak mungkin mereka akan menyusup ke Indonesia.
Apalagi mereka tahun bahwa di Indonesia tidak memiliki aturan yang tegas untuk melakukan penangkapan atau memberangus terhadap gerakan terror. Sesuai dengan Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme tidak memberikan peluang untuk melakukan penangkapan terhadap orang yang diidentifikasi akan melakukan tindakan terror, terkecuali terror itu sudah dilakukan. Makanya, mereka memiliki peluang yang cukup besar untuk hidup di Indonesia, seandainya mereka terdesak dan harus keluar dari Filipina.
Menyadari akan bahaya seperti ini, maka Presiden Joko Widodo sudah memberikan perintahnya agar semua komponen bangsa ini melakukan gerakan untuk mempersempit ruang gerak kaum ekstrimis dan bahkan juga tindakan penanggulangan terhadap radikalisme dan ekstrimisme. Melalui perintah ini, maka Panglima TNI melakukan sejumlah kunjungan kerja di antaranya di Aceh dan Poso untuk memastikan bahwa semua aparat keamanan menjalankan tugas untuk menjaga wilayah NKRI.
Saya kira tidak hanya aparat keamanan saja yang harus melakukan tindakan preventif, akan tetapi para ulama, kyai dan tokoh masyarakat juga harus melakukan hal yang sama sebagai konsekuensi persaksian bahwa semuanya adalah warga negara Indonesia dan keluarga besar bangsa Indonesia yang harus mempertahankan keindonesiaan kita.
Kita semua dituntut pro-aktif di dalam menegakkan dan membela bangsa ini di tengah serbuan gerakan-gerakan intoleran dan ekstrim yang menggunakan agama sebagai basis tafsirnya. Dan kita yakin semuanya bisa diatasi.
Wallahu a’lam bi al shawab.
TERORISME DAN ANCAMAN GLOBAL (2)
Dunia sesungguhnya berada di dalam bayang-bayang kekerasan. Nyaris akhir-akhir ini dunia masih di bawah bayang-bayang peperangan yang terjadi tidak hanya di wilayah Timur Tengah, tetapi juga di belahan negara lain. Makanya, saya sering menyatakan bahwa dunia kita sekarang berada di tubir jurang kerusakan disebabkan oleh banyaknya peperangan yang terjadi.
Kita sungguh sangat menyesalkan bahwa negeri-negeri dongeng, seperti Iraq dan Syria menjadi ladang pembantaian. Banyak raga yang terpisah dari rohnya disebabkan oleh berkecamuknya peperangan. Berapa banyak korban nyawa yang disebabkan oleh peperangan ini. Rasanya, masih tedengar nyaring bagaimana jeritan Ulama besar Syria, yang menangisi kepergian anaknya karena peperangan yang terjadi. Masih terdengar bagaimana jeritan rakyat yang menangisi sanak kerabatnya karena peperangan itu.
Negara dengan masjid dan museum-museum peradaban ratusan tahun bahkan ribuan tahun menjadi luluh lantak karena peperangan. Banyak masjid, gereja, dan tempat ibadah monumental yang diagungkan oleh masyarakat dunia menjadi luluh lantak karena terkena hantaman bom. Berapa banyak syuhadak dari ulama-ulama Islam wasathiyah yang menjadi tumbal atas keyakinannya. Semua menggambarkan betapa peperangan tidak pernah menjadi pilihan positif bagi kemanusiaan dan peradaban.
Makam-makam suci yang selama ini menjadi tempat untuk berziarah juga berserakan disebabkan oleh hantaman rudal dalam peperangan. Semua menggambarkan betapa dahsyatnya akibat negative peperangan yang dilakukan oleh manusia. Dan anehnya mereka yang berperang selalu mengumandangkan kata “jihad fi sabilillah”. Kata “jihad” yang sesungguhnya berkonotasi positif lalu menjadi daya “hancur’ bagi peradaban dan kemanusiaan.
Bukankah kalangan ISIS juga menggunakan kata sakti “jihad” di dalam tindakan kekerasan yang dilakukannya. Bahkan kata “jihad” ini yang juga memicu sekelompok orang Indonesia untuk merasa terpanggil berperang membela ISIS. Nama Bahrun Naim, Aman Abdurahman, Santoso dan juga kelompok Anshar al Daulah, juga mengimami ISIS dan menjadi jamaah setia kalangan ini. Mereka merupakan bagian tidak terpisahkan dari perkembangan gerakan ISIS di Indonesia.
Saya sebagai orang Islam yang tergabung di dalam kalangan wasathiyah, atau bahkan NU, tentu tidak bisa memahami atas pilihan tindakan yang dilakukan mereka ini. Dan memang tidak semua hal bisa dipahami terutama yang menyangkut pilihan politik berbalut agama seperti kaum ISIS ini. Kita hanya memahami bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak puas atas system politik dan ekonomi dan kemudian menemukan solusi kehidupannya melalui gerakan-gerakan militant bahkan ekstrim, seperti ISIS.
Mereka selama ini memang sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari gerakan kekerasan yang mengklaim agama sebagai pemicunya. Mereka sudah lama mengikuti tafsir agama yang ekstrim dan menihilkan lainnya. Tidak ada kebenaran selain kebenaran atas tafsir agamanya. Semua salah dan semua harus dinihilkan. Semua harus diperangi dan semua akan masuk neraka. Dan sayangnya bahwa di dalam doktrin yang diyakininya benar adalah doktrin ekstrim yang menihilkan sang “liyan”. Semua negara yang tidak mengamalkan system yang diyakini kebenarannya atau khilafah adalah system dunia yang salah dan pasti tidak akan mampu menyelesaikan problem keumatan. Makanya negara dengan system thaghut ini harus dienyahkan dan diganti dengan system khilafah yang diyakininya sebagai system yang paling benar dan relevan dengan kenyataan empiris bernegara.
Dan yang paling menarik tentu adalah daya pikatnya terhadap sekelompok orang di berbagai negara untuk meyakini kebenaran doktrin ini. Banyak anak-anak muda yang tertarik dengan doktrin ini. Diyakini bahwa doktrin ini adalah ajaran Islam yang paling benar. Dan yang membuat miris adalah keyakinan bahwa bom diri merupakan ajaran Islam. Banyaknya “pengantin” bom bunuh diri yang rela meledakkan dirinya hancur berkeping-keping adalah cerita keberhasilan indoktrinasi yang dilakukannya. Bahkan tidak hanya lelaki tetapi juga perempuan. Para jihadis ini mampu mencuci otak calon “pengantin” bom bunuh diri dan melakukan tindakan yang against humanity. Kita yang terbiasa hidup di kalangan Islam wasathiyah, Islam yang mengedepankan kedamaian, sungguh tidak bisa menalar tindakan ini. Apapun janji yang dikedepankan, misalnya surga, bidadari, bidadara atau kehidupan yang nikmat di alam lain, rasanya tidak masuk logika dan tafsir agama yang kita yakini selama ini.
Akan tetapi demikianlah kekuatan indoktrinasi. Bagi para mentor yang sudah sangat mumpuni, tentu bukan barang sulit untuk mencuci otak ortang yang menjadi mangsanya. Kita yang orang awam di dalam hal gerakan ekstrim ini juga tidak bisa menduga dengan pasti siapa itu yang tergabung di dalam gerakan ekstrimisme.
Dengan demikian, sungguh diperlukan upaya keras untuk memahami apa dan siapa mereka ini, sehingga kita akan bisa untuk melakukan pencegahan dini terhadap dan menghadapi gerakan ekstrimisme. Tetapi di atas segalanya, kewaspadaan tentu menjadi sangat penting untuk melakukan cegah tangkal terhadap lahirnya anak-anak muda dan siapapun yang terpapar oleh virus ekstrimisme. Hanya dengan cara deteksi dini, maka peluang untuk mencegah gerakannya yang makin meluas bisa dihambat atau bahkan dihilangkan.
Wallahu a’lam bi al shawab.
TERORISME DAN ANCAMAN GLOBAL (1)
Akhir-akhir ini saya kira banyak negara disibukkan oleh berbagai ancaman terror yang dilakukan oleh sekelompok orang yang ingin melakukan sejumlah kekacauan. Siapapun mereka maka tujuannya jelas yaitu ingin memberikan warning bahwa kelompok ekstrimis ini memang masih ada dan di suatu kesempatan masih bisa melakukan tindakan yang membahayakan perdamaian dunia.
Di dalam banyak hal, maka gerakan terror itu dinisbahkan kepada kelompok yang disebut ISIS atau Islamic State of Iraq and Syria. Merekalah yang di dalam banyak hal mengakui melakukan tindakan kekerasan atau terror terhadap kepentingan masyarakat di banyak negara, misalnya di Inggris, Iran, Afghanistan dan bahwa di Filipina. Mereka melakukan maneuver dengan tindakan terror di negara-negara yang dianggapnya sebagai tempat yang pantas untuk dilakukan tindakan terror dimaksud.
Jika dirunut, maka sesungguhnya ada beberapa factor pemicu mengapa mereka melakukan tindakan terror tersebut. Pertama, posisi mereka yang semakin terjepit karena aliansi untuk melakukan perlawanan terhadapnya. Koalisi negara-negara barat untuk melakukan penyerangan terhadap posisi mereka di Iraq dan Syria menyebabkan mereka harus melakukan “hijrah” ke tempat lain, dan melakukan kejutan demi kejutan untuk memperingatkan dunia bahwa mereka masih eksis dan bisa melakukan perlawanan di manapun mereka berada.
Serangan terhadap Jerman, Inggris dan juga ke Mesir dan Iran memberikan gambaran bahwa mereka bisa melakukan serangan di mana saja dan kapan saja. Persekutan barat untuk memerangi dan mengusir mereka dari basis wilayah kekuasaannya di Iraq dan Syria menyebabkan mereka melakukan tindakan eksodus dengan tetap menguasai beberapa wilayah di tempat semula, sambil melakukan serangan mendadak ke tempat-tempat strategis di belahan dunia manapun. Tidak menutup kemungkinan bahwa mereka juga menyiapkan serangan ke negara-negara barat lainnya yang dianggapnya akan melakukan tindakan perlawanan terhadap wilayah ISIS di Timur Tengah.
Kedua, perlawanan yang semakin tampak di basis wilayah-wilayah Syria dan Iraq. Sebagaimana diketahui bahwa pemerintah Syria dan Iraq semakin kuat untuk melakukan penguasaan kembali terhadap wilayah yang dikuasai oleh ISIS. Dengan bantuan negara-negara aliansi yang membelanya, maka sejumlah wilayah yang semula dikuasai oleh ISIS lalu kembali direbut, misalnya wilayah Mosul dan sebagainya. Artinya, bahwa ISIS di ranahnya sendiri semakin tersudut, baik oleh serangan internal maupun kekuatan aliansi eksternal.
Ketiga, dengan semakin sedikitnya wilayah yang diuasainya, maka berarti sumber kekuatan anggarannya semakin minim, sehingga kekuatan militernya juga semakin menurun. Di dalam konteks ini, maka setiap penguasaan wilayah tentu ada kaitannya dengan sumber daya minyak yang melimpah. Dan ketika wilayah dengan kaya sumber daya alam tersebut jatuh kembali ke pemerintah setempat, maka dipastikan bahwa amunisi untuk perang semakin sedikit, dan jika kekuasaan mereka makin sedikit berarti kekalahan dalam pertempuran dipastikan akan terjadi.
Peperangan dengan menggunakan agama (baca Islam), sesungguhnya bukanlah semata-mata disebabkan oleh agama atau perang agama. Akan tetapi sebenarnya adalah peperangan untuk memperebutkan sumber daya ekonomi, khususnya minyak bumi. Tambang minyak di Syria dan Iraq tentu menjadi daya tarik untuk dikuasai. Dan jika informasi mengenai penjualan minyak dengan harga murah dari kelompok ISIS ini terhadap beberapa negara Barat lainnya, maka sebenarnya bisa saja ditafsirkan bahwa perang di Timur Tengah ini sesungguhnya adalah global game untuk penguasaan bahan bakar minyak di era yang akan datang.
Negara-negara besar sebenarnya membutuhkan cadangan bahan bakar minyak (BBM) yang cukup untuk investasi di masa mendatang. Jadi sebenarnya, dibalik perang ini ada kepentingan untuk memiliki cadangan minyak dan investasi besar-besaran di bidang perminyakan. Makanya, ada yang menyatakan bahwa perang ini sesungguhnya bukan jihad agama atau jihad fi sabilillah akan tetapi jihad ekonomi atau jihad fil iqtishadiyah. Kelompok ISIS yang dipimpin oleh Abu Bakar al Baghdadi yang dianggap sebagai Khalifah dunia berbasis pada gerakan khilafah untuk menguasai dunia, sebenarnya merupakan bagian tidak terpisahkan dari keinginan untuk menguasai sumber daya ekonomi untuk kepentingan kelompoknya.
ISIS ternyata juga telah menjadi bagian dari fenomena global. Yang terlibat di dalam gerakan ini bukan hanya dari kelompok “orang Arab” atau “orang Timur Tengah” akan tetapi telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari fenomena global akan perlawanan terhadap kekuasaan di negara-negara di dunia. Bayangkan bahwa yang tergabung di dalam ISIS adalah sejumlah orang dari Indonesia yang berjumlah sekitar 1300 orang, Malaysia, India, Pakistan, Filipina dan bahkan dari negara-negara barat. Jadi ISIS bukan lagi fenomena “Orang Timur Tengah” akan tetapi telah menjadi fenomena dunia.
Dengan demikian, semakin terdesak kaum ISIS di tempatnya semula, maka akan semakin besar peluangnya untuk menyebar di berbagai belahan dunia. Makanya, negara-negara lain memang harus meningkatkan kewaspadaannya agar bisa terhindar dari serangan ISIS yang mendadak dan temporer.
Di era sekarang, saya kira tidak ada wilayah yang kebal terhadap gerakan terror ini sebab terror sudah menjadi fenomena dunia. Indonesia saya kira termasuk targeted state yang bisa saja menjadi sasaran gerakan ini. makanya, pemerintah melalui aparat keamanan, masyarakat dan tokoh-tokoh agama harus terus menerus bersinergi untuk melawannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.