• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

AKSIOMA PADA MADRASAH

AKSIOMA PADA MADRASAH
Penyelenggaraan acara Ajang Kompetisi Seni dan Olahraga Madrasah (AKSIOMA), Kompetisi Sains Madrasah (KSM) dan Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) bagi siswa madrasah sudah usai. Saya diberi kesempatan untuk menutup acara ini. AKSIOMA, KSM dan LKTI diselenggarakan di Jogyakarta dengan diikuti oleh perwakilan siswa madrasah se Indonesia. Acara ini diselenggarakan semenjak tanggal 7 sampai 11 Agustus 2017.
Keluar sebagai juara umum dan memperoleh piala bergilir ialah kontingen Jawa Timur, dan juara umum KSM dan LKTI adalah kontingen Jogyakarta. Saya bersyukur karena para siswa dari madrasah-madrasah di luar Jawa juga menunjukkan gairah yang luar biasa dengan menjuarai beberapa nomor lomba di ajang kompetisi kali ini. Aceh, Gorontalo, Kalimantan Tengah, Sulsel, Sulawesi Utara, Bali, NTB, DKI, Jawa Barat, Banten dan daerah lainnya ternyata juga berhasil menyabet beberapa nomor lomba yang dipertandingkan di dalam ajang kompetisi ini. Hadir pada acara ini, Wakil Walikota Daerah Istimewa Jogyakarta (Drs. Heru Purwadi, MA, Kakanwil DIY (Luthfi Hamid), para pejabat eselon III dan segenap jajaran madrasah dari seluruh Indonesia.
Acara ini dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan backing vocal dari Paduan Suara MAN II Jogyakarta, lalu dilanjutkan dengan penampilan Amir (Komedian dari Siswa MAN II Jogyakarta dan sekaligus juga pesulap) yang pernah mengikuti ajang kompetisi di TV Swasta Nasional kita. Anak ini ternyata memang bisa melakukan perannya yang sangat baik, dengan penampilan yang sangat memadai. Lalu juga diminta kepada beberapa orang untuk menulis angka sesuai dengan perintahnya. Saya menuliskan angka 1,3,5,7,9,11.13 dan yang lain juga menulis angka untuk mengisi kolom-kolom yang sudah disediakan. Si Pesulap ini memiliki angka keramat yang ditutup dengan kain hitam. Lalu dipanggilah seorang audience untuk datang ke panggung dalam rangka menjumlahkan angka-angka yang sudah ditulis oleh kami. Ketepatan yang maju ke depan ialah salah seorang siswi dari MAN di Jawa Timur. Dari penjumlahan angka tersebut ternyata tercatat angka yang ternyata cocok dengan angka keramat yang ada di dalam papan berbalut kain hitam. Dan yang menarik ternyata ketika dibalik angka tersebut dapat membentuk huruf “AKSIOMA”. Maka tepuk tangan para audience menjadi membahana.
Selain itu juga ada hiburan lagu pop yang disuarakan oleh pemenang “Singer Madrasah”, Hani, kontestan dari Jogyakarta. Suaranya merdu. Saya memberikan komentar, sebagaimana komentator pada Ajang Akademi Dangdut, bahwa artikulasinya bagus, temponya sangat baik dan gerak penampilannya juga sangat indah, dan yang terpenting Islami”. Acara ini ditutup dengan penancapan Gunungan, sebagai lambang “Tutup Kayon” dalam dunia pewayangan. Sebagai orang yang menyukai Wayang, maka sebelum menancapkan Gunungan tersebut, maka layaknya seorang dalang, saya mengibas-ibaskan Gunungan dan mengerak-gerakkan Gunungan tersebut dan baru kemudian menancapkannya pada pohon pisang (gedebog) yang biasa dipakai sebagai tempat untuk menancapkan wayang di pakeliran. Memang back drop acara ini adalah seperangkat Jejeran Wayang di Kiri dan Kanan, layaknya pegelaran Wayang Kulit.
Saya menyampaikan tiga hal dalam sambutan penutupan. Pertama, ungkapan rasa terima kasih dan selamat. Saya sungguh merasakan bahwa keberhasilan penyelenggaraan acara ini karena dukungan Pak Gubernur, Ingkang Sinuhun Hamengkubuwono ke 10 dan segenap jajaran, serta Pak Walikota dan segenap jajarannya. Dukungan dari panitia pusat dan daerah juga sangat menentukan terhadap kelancaran acara, serta partisipasi dari para dewan juri, wasit, kepala madrasah, guru, official, pelatih, dan juga orang tua siswa dan siswa madrasah secara keseluruhan. Kepada para siswa yang memenangkan konpetisi tentu saya ucapkan selamat, dan bagi yang belum menjadi juara juga berterima kasih atas partisipasinya yang luar biasa.
Kedua, kompetisi ini sangat penting sebagai sarana untuk bersilaturahim, membangun kebersamaan dan untuk mengukur pembinaan pada madrasah. Kompetisi Seni bagi saya adalah ajang untuk olah rasa, untuk mempertajam perasaan kemanusiaan kita semua. Dengan seni maka orang akan menjadi lebih halus budinya, akan semakin peka perasaan kemanusiaannya dan akan menjadi manusia yang lebih baik. Kompetisi olahraga, bagi saya adalah ajang untuk menggerakkan badan, olah rogo, olah fisik, sehingga akan mengantarkan kita semua ke arah menjadi sehat. Fisik akan menjadi lebih sehat. Di sisi lain, Kompetisi Sains dan Karya Tulis akan mengasah otak dan pemikiran kita untuk menjadi lebih kreatif. Jika di dalam diri kita, dibangun olah roso, olah rogo dan olah pikir, maka kita akan menjadi menusia yang sempurna. Sehat fisiknya dan sehat rasanya dan juga sehat pikirannya.
Ketiga, tantangan yang kiranya harus dipikirkan adalah terkait dengan upaya untuk menjadikan program ini sebagai sarana untuk mengukur keberhasilan pendidikan baik akademik maupun non akademik. Kita telah memiliki slogan “madrasah lebih baik, lebih baik madrasah”. Program ini sudah berjalan dengan baik dan dampak positifnya juga sudah dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Jadi semuanya harus sevisi untuk menjadikan madrasah lebih baik tersebut.
Kemudian tantangan yang tidak kalah penting ialah terkait dengan pengakuan terhadap hasil-hasil kompetisi ini. Recognisi itu harus terbentuk dan menperoleh pengabsahan dari dunia akademik maupun non akademik. Jika UIN Malang dan UIN Jogyakarta siap menerima para juara setingkat pendidikan menengah atas untuk menjadi mahasiswa di dua PTKIN tersebut, maka ke depan harus lebih banyak Perguruan tinggi yang memberikan recognisi tersebut. Jadi harus diupayakan agar pengakuan terhadap produk AKSIOMA, KSM dan LKTI itu semakin banyak.
Di akhir pidato sebagaimana biasanya, saya ajak mereka untuk berteriak dengan suara menggema dengan meneriakkan kata-kata secara serentak dan menggema. Kata itu ialah Hidup AKSIOMA yang dijawab dengan teriakan Go, Go, GO. Lalu teriakan Hidup Madrasah yang dijawab dengan Yes, Yes, Yes, dan teriakan Hidup Indonesia, yang dijawab dengan teriakan Oke, Oke, Oke.
Dengan menancapkan Gunungan, maka acara ini berakhir. Joyo Joyo Wijayanti, nir ing rubedo lan sambikolo, rahayu kang pinanggih.
Wallahu a’lam bi al shawab.

PELAYANAN HAJI OPTIMAL

PELAYANAN HAJI OPTIMAL
Di tengah-tengah kesibukan saya untuk menjalani 4 (empat) jabatan di Kementerian Agama (Kemenag), yaitu sebagai Sekretaris Jenderal, Plt. Dirjen Buddha, Plt. Inspektur Jenderal, dan akhirnya juga diberi mandate oleh Pak Menteri Agama, Pak Lukman Hakim Saifuddin, untuk menjabat Plt. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Tentu cukup menguras fisik dan pikiran, akan tetapi dengan semangat pengabdian, Alhamdulillah tugas tersebut dapat dilaksanakan.
Kesibukan akhir-akhir ini tentu terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji. Maklum bahwa pelaksanaan haji memang membutuhkan tenaga dan pikiran ekstra sebab selain harus memberangkatkan jamaah haji dalam jumlah yang sangat besar juga pelaksanaan haji tersebut diawasi oleh banyak pihak. Jadi, kesibukan untuk penyelenggaraan ibadah haji juga luar biasa.
Penyelenggaraan haji memang sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari Kemenag dan juga telah menjadi core business Kemenag. Sebagai pelaksana mandate penyelenggara haji, maka tugas itu tentu menjadi bagian yang sangat penting untuk ditunaikan dengan optimal.
Sebagai Plt Dirjen PHU, tentu saja saya memperoleh kesempatan untuk memberikan pengarahan di dalam berbagai peluang dan kesempatan. Salah satu di antaranya ialah dalam acara pelepasan Petugas Haji yang tergabung dalam jamaah Petugas Haji non Kolter. Ada dua kali pemberangkatan, yaitu tanggal 24 Juli 2017 dan tanggal 27 Juli 2017. Pada kesempatan memberikan pengarahan tersebut saya sampaikan tiga hal, yaitu: pertama, ucapan selamat kepada para petugas. Hari ini menandai bahwa para petugas adalah orang yang terpilih. Sungguh semua ini merupakan desain dan takdir Tuhan Yang Mahas Esa. Tidak mungkin saudara menjejakkan kaki di tempat ini, bersama kita semua, jika tidak ada rencana Allah swt untuk kita semua. Yakinlah bahwa menjadi petugas haji adalah panggilan Allah kepada orang yang terpilih. Makanya, sudah sepantasnya kita semua bersyukur atas kenikmatan Allah ini, dan kemudian melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Kedua, sebagai petugas maka saya memiliki rumus, yang saya perkenalkan sebagai 5 J, yaitu: J kesatu, jadilah petugas yang memahami secara mendalam tentang lokasi tempat kerjanya. Oleh karena itu, setibanya di Madinah dan Makkah agar segera melakukan orientasi lapangan. Sebagai petugas kita harus memastikan bahwa lokasi-lokasi tempat jamaah dan tempat ibadah kita kuasai dengan baik. Makanya, para petugas harus memahami pengetahuan tentang peta tempat bekerja.
J kedua ialah jadilah petugas yang terus berkerja sama. Tidak ada kesuksesan yang diperoleh orang perorang. Kesuksesan selalu merupakan kerja bersama antara satu petugas dengan lainnya. Jangan membedakan saya berasal dari mana. Ketika di Arab Saudi, maka semuanya adalah petugas negara, petugas pemerintah dan bukan petugas kementerian atau lembaga. Jadi kita mestilah bergandeng tangan agar semua tugas dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Saya yakin bahwa dengan kebersamaan maka kita akan meraih kesuksesan.
J ketiga ialah jadilah petugas sebagai duta bangsa Indonesia. Sesuai dengan Undang-Undang No 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji, maka haji dilaksanakan oleh negara yang di dalam hal ini dilaksanakan oleh Kementerian Agama dan terkait dengan kementerian lainnya. Sebagai petugas negara maka kita harus merasa bahwa kita adalah bangsan Indonesia. Kita bukan bangsa lain atau bahkan ketika berada di Arab Saudi kita justru merasa lebih Arab dari pada orang Arab. Tetaplah menjadi orang Indonesia dengan ciri khas orang Indonesia. Di antara ciri khas orang Indonesia itu ialah memiliki religiusitas yang tinggi, ramah dan sopan santun. Kita semuanya terkenal sebagai orang yang ramah. Dunia telah mengakui hal ini.
J keempat ialah jadilah petugas yang melayani optimal. Sungguh-sungguh harus dipahami bahwa pelayanan optimal merupakan keinginan semua orang. Termasuk para jamaah haji. Harus diingat bahwa tahun 2016, hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencapai angka baik, yaitu 83,83. Dengan skore ini maka pelayanan jamaah haji kita dinyatakan secara kualitatif memuaskan. Tugas kita semua para jamaah haji, baik kloter maupun non kloter tentu harus memberikan kepastian kita memperoleh layanan yang lebih baik. Kita harus tingkatkan pelayanan kita semua, sehingga bisa memperoleh hasil penilaian survey BPS di atas 85. Jika kita bisa maka kita akan memasuki babak baru pelayanan prima, yaitu pelayanan yang sangat memuaskan.
Ketiga, menurut saya, bahwa kita semua adalah pelayan tamu Allah, dhuyufur rahman. Sebagai pelayan tamu Allah maka keikhlasan bekerja menjadi kata kunci penting. Jangan pernah kita merasa kesal, cemberut apalagi marah kepada jamaah haji kita itu. Harus diingat bahwa mereka adalah warga bangsa Indonesia yang sama dengan kita. Namun dengan kenyataan bahwa mereka adalah orang yang rata-rata memiliki tingkat pendidikan, pengalaman dan pengetahuan yang relative tidak tinggi. Jadi, kenyataan ini harus disadari dengan optimal agar ketika kita bisa melayani dengan sebaik-baiknya. Sekali lagi layani dengan hati agar pelayanan kita itu menimbulkan efek senang dan bahagia bagi orang lain.
Wallahu a’lam bi al shawab.

PERLU KESIAPAN SDM DALAM MENYUSUN LAPORAN KEUANGAN

PERLU KESIAPAN SDM DALAM MENYUSUN LAPORAN KEUANGAN
Setelah melakukan perjalanan dari Lampung ke Jakarta, maka saya diminta untuk memberikan pengarahan dan membuka acara “Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Agama (LKKA) Semester satu tahun 2017’. Kepergian saya ke Lampung adalah untuk menghadiri acara “walimatul Ursy” puteri Prof. Dr. Moh. Mukri, MAg yang dihelat di Kampus UIN Radin Intan Lampung. Di dalam acara “walimatul Ursy” ini saya didaulat untuk mewakili dua keluarga sekaligus. Tentu menjadi kehormatan bagi saya untuk mewakili mereka semua.
Acara konsinyering di Hotel Ashley Jakarta ini dianggap sebagai hal penting sebab memang harus ada kesamaan visi di dalam penyusunan laporan keuangan. Hadir seluruh pejabat keuangan pusat dan daerah serta dari inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Ada tiga hal yang saya sampaikan di dalam acara penting ini, yaitu: pertama, saya sampaikan apresiasi saya terhadap kerja keras yang sudah dilakukan oleh semua pejabat baik structural maupun fungsional yang selama ini mengelola keuangan. Saya rasakan bahwa kehadiran para pejabat keuangan tentu sangat penting di dalam upaya untuk mengembalikan marwah kemenag di dalam kaitannya dengan LKKA tahun 2017. Dengan raihan prestasi opini BPK dengan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada tahun 2016, maka hal ini menunjukkan bahwa upaya optimal yang dilakukan oleh segenap pejabat pengelola keuangan itu sangat luar biasa.
Hanya saja satu hal yang perlu dipertimbangkan ialah jangan sampai kesalahan-kesalahan kecil di dalam pengungkapan LKKA itu terjadi di tahun 2017. Kita seharusnya sudah belajar secara optimal pada pelaksanaan anggaran tahun 2016, agar hal-hal yang dirasakan sebagai kesulitan dapat diminimalisasikan. Saya tentu teringat bgagaimana kita menyelesaikan pagu minus, revisi anggaran dan sebagainya pada tahun 2016. Akan tetapi dengan kerja keras seluruh ASN Kemenag, maka akhirnya didapatkan juga penilaian terbaik di dalam pengelolaan keuangan Kemenag.
Kedua, di dalam penyusunan LKKA maka harus diperhatikan beberapa variabel pengganggu yang akan bisa “merusak” terhadap eksistensi LKKA. Di antara variabel tersebut misalnya ialah: 1) factor suspend. Selalu saja masih ada selisih antara serapan anggaran kementerian dengan laporan serapan anggaran pada Kemenkeu. Laporan Realisasai Anggaran (LRA) dengan Laporan Operasional (LO) atau laporan di dalam SAI dan SAU masih terdapat selisih. Hal ini disebabkan oleh ketidakakuratan di dalam rekonsiliasi antara kemenag dengan kemenkeu. Masih saja ada beberapa satker yang tidak disiplin untuk melakukan rekonsiliasi. 2) factor efisiensi anggaran. Dalam dua tahun terakhir kita banyak berurusan dengan efisiensi anggaran. Tahun 2017 kita juga terkena efisiensi anggaran yang cukup besar. Tentu saja efsiensi ini akan mengganggu terhadap ketercapaian RKAKL. Berdasarkan DIPA yang sudah dirumuskan, maka pembiayaan terhadap prioritas nasional tentu sudah diancangkan dengan menggunakan ketepatan sasaran dan alokasi anggaran yang memadai. Namun dengan kenyataan efisiensi yang dilakukan pemerintah, maka kita harus menilai ulang tentang program mana yang bisa diefisiensikan dan mana yang tidak bisa dilakukan. Apapun kenyataannya, efisiensi tentu bisa menganggu terhadap capaian sasaran program yang sudah dipetimbangkan sebelumnya.
3) factor APBNP. Tahun lalu (2016) memang terjadi efisiensi yang cukup besar, sehingga konotasi APBNP itu artinya pengurangan. P yang belakang diartikan oleh sebagian orang sebagai pengurangan dan bukan penambahan. Tahun ini (2017) memang agak unik, sebab P itu bisa berarti pengurangan dan juga penambahan. Namun demikian tentu kita bersyukur sebab penambahan yang diberikan jauh di atas pengurangannya. Dan angka sebesar 4,6 T itu akan digunakan untuk penyelesaian Tunjangan Profesi Guru terhutang yang selalu menjadi bahan pembicaraan di berbagai kalangan. Dengan APBNP ini tentu kita berharap bahwa TPG terhutang itu akan bisa dibayarkan sesuai dengan kebutuhannya.
4) factor Simak-BMN yang saya kira harus ditertibkan. Sebagaimana diketahui bahwa sebagai institusi pemerintah dengan satker terbesar (4557 satker), maka tentu jumlah BMN setiap tahun yang harus direcorded sangatlah banyak. Dewasa ini BMN Kemenag senilai 40 T, yang terdiri dari tanah, bangunan dan sarana prasarana lainnya. Hal ini akan bertambah setiap tahun seiraman dengan berkembangnya BMN yang dimiliki oleh Kemenag. Maka tugas kita tentu memastikan bahwa semua BMN tercatat sesuai dengan peruntukannya dan jumlahnya.
Ketiga, kita harus memastikan bahwa tugas kita ialah mempertahankan penilain atau opini BPK atas LKKA tahun 2017 ialah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sebagaimana capaian tahun 2016. Untuk kepentingan ini maka semua satker Kemenag harus berkerjasama dan membulatkan tekad untuk pencapaian terbaik di dalam LKKA. Tidak ada kata berhenti. Dan untuk memulainya ialah dengan LKKA Semester I tahun 2017 ini. jika kita baik di dalam penyusunan LKKA dimaksud maka kepercayaan BPK terhadap kita juga akan semakin meningkat. Oleh karenanya perkecil kesalahan di dalam penyusunan LKKA lalu selesaikan semua masalah yang sudah kita lalukan. Saya yakin kita semua bisa melakukan yang terbaik.
Wallahu a’lam bi al shawab.

MENGHADAPI TEKNOLOGI INFORMASI

MENGHADAPI TEHNOLOGI INFORMASI
Humas tentu memiliki peran penting di tengah gelegak “perang” informasi yang berkembang dewasa ini. Teknologi Informasi sungguh-sungguh sudah menaklukkan dunia kita dewasa ini. Karenanya, dialah yang menguasai dunia dan berkesempatan besar untuk mengubah dunia sesuai dengan agenda settingnya. Maka sesiapapun orang yang tidak terlibat di dalam proses teknologi informasi itu, maka sepertinya dia berada di dunia yang salah. Orang tradisional yang hidup di dunia super modern.
Sekarang kita sedang hidup di era “Proxy War” atau “Cyber War”. Saya menggunakan huruf besar untuk memberikan penekanan betapa kita sedang menghadapi dunia yang berubah dengan cepat sebagai akibat perkembangan teknologi informasi. Oleh karena itu, Humas dan segenap jajarannya tentu harus mampu menghadapi berbagai tantangan teknologi informasi tersebut dengan sekuat tenaga.
Di dalam salah satu pertemuan yang diselenggarakan oleh Biro Humas, data dan informasi Kemenag, yang diselenggarakan dalam kerangka koordinasi Humas pusat dan daerah, maka saya sampaikan tiga hal, yaitu: pertama, bahwa pertemuan ini memiliki makna penting sebagai ajang untuk menyamakan visi dan misi kehumasan bagi seluruh ASN dan khususnya para pejabat yang bergerak di bidang kehumasan. Saya selalu pesankan bahwa para ASN Kemenag sebenarnya adalah humas-humasnya Kemenag dalam pengertian yang luas. Apapun yang dilakukan oleh ASN Kemenag itu membawa misi Kementerian. Meskipun yang dilakukan itu merupakan tindakan pribadi, selama itu ada kaitannya dengan masyarakat, maka akan dipastikan bahwa langsung atau tidak langsung akan membawa nama kementerian. Itulah sebabnya, setiap tindakan individu ASN dalam relasinya dengan masyarakat maka dipastikan bahwa yang bersangkutan dianggap menyuarakan misi kementerian.
Oleh karenanya, forum koordinasi untuk menyamakan visi para humas di dalam menghadapi tantangan “Proxy War” atau “Cyber War” merupakan langkah yang strategis agar kementerian akan bisa memberikan layanan informasi yang lebih obyektif dan berdaya guna bagi pembangunan manusia seutuhnya. Perlu digarisbawahi bahwa tugas dan fungsi Kemenag di dalam pembangunan bangsa tentu sangat penting, terutama di dalam kaitannya dengan pembangunan moral dan karakter bangsa, yang berbasis pada agama.
Selain itu, humas juga sedang menghadapi kedewasaan generasi milenial atau generasi Y yang memiliki kepekaan dan keingintahuan akan berbagai informasi yang sangat tinggi. Mereka adalah masyarakat well informed, yang di dalam banyak hal memang menguasai teknologi informasi. Mereka ini adalah sekelompok orang yang haus informasi dan memiliki kemampuan mengolah informasi sedemikian tinggi. Mereka ini yang harus dilayani oleh para humas di era sekarang. Saya tentu berharap para humas haruslah orang yang menguasai teknologi informasi, sehingga tidak akan tertinggal dari perubahan demi perubahan yang dilakukan oleh generasi Y ini.
Kedua, humas memiliki peran penting, yaitu: 1) sebagai corong pemerintah. Dia haruslah menjadi narasumber bagi segala keberhasilan pemerintah di dalam pembangunan dan juga memberikan penjelasan terhadap hal-hal yang kurang berhasil secara memadai. Tidak boleh kiranya Humas itu lalu hanya menjelaskan kekurangberhasilan program pemerintah tanpa sedikitpun menjelaskan bahwa ada keberhasilannya.
2) Sebagai corong kementerian. Bagi saya bahwa humas adalah agen informasi dari kementerian. Tercover atau tidak berbagai informasi mengenai kinerja kementerian tentu sangat tergantung kepada keberadaan humas itu. Humas menjadi garda depan untuk menyampaikan berita-berita berkualitas dari keberhasilan program kementerian. Termasuk di dalamnya ialah sebagai narasumber untuk menginformasikan kepada public tentang program dan kegiatan lembaga-lembaga di bawah koordinasi kepala Biro Humas. Saya tentu ingatkan bahwa perlu ada tim kerjasama yang akan menjadi tim pengarah atas informasi kementerian. Jadi di dalam konteks ini, maka humas sesungguhnya harus menjadi orang yang satu langkah di depan dalam berbagai hal yang terkait dengan informasi baik informasi yang datang maupun informasi yang akan dipublish.
Ketiga, berbagai upaya tentu harus dilakukan, yaitu: 1) saring sebelum sharing. Janganlah para humas menjadi penyebar informasi yang paling rajin akan tetapi tidak melakukan saringan terhadap apa yang dipublish tersebut. Saring betul sebuah informasi dan baru kemudian kita sharing kepada yang memerlukan saja dan bukan secara massif atas semua informasi yang diterimanya
2) Check sebelum collect. Kita tentu suka menyimpan berbagai informasi yang dianggap relevan dengan kekitaan itu. Jangan sampai semua informasi dicollect lalu suatu kali disampaikan kepada orang lain tanpa melihat apakah yang disampaikan itu benar atau salah. Bagi kita, check and recheck sebelum menyimpan atau mengirimkan informasi kepada siapapun juga. 3) coordination sebelum giving information. Hal ini diperlukan mengingat bahwa tugas humas ialah menyampaikan informasi kepada yang dianggap berkepentingan. Makanya, agar informasi yang dikirim itu merupakan sebuah fakta, maka harus dikoordinasikan terlebih dahulu kepada yang memahaminya. Jangan sampai kita merilis informasi yang ternyata tidak diketahui bahwa informasi yang disampaikan itu ternyata hoax belaka.
Di dalam kerangka ini, maka humas haruslah menjadi orang yang selangkah lebih maju dari siapapun di kementerian atau lembaga. Sebab dialah yang sesungguhnya menjadi sumber informasi yang layak dipercaya dan berdaya guna.
Wallahu a’lam bi al shawab.

MENGEDEPANKAN PERENCANAAN BERBASIS KINERJA

MENGEDEPANKAN PERENCANAAN BERBASIS KINERJA
Saya memperoleh kesempatan untuk memberikan masukan di dalam acara yang diselenggarakan oleh Biro Perencanaan Kementerian Agama dalam sebuah kegiatan “Sosialisasi PP 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga.
Sebagai bagian dari kegiatan untuk memperkuat SDM Kemenag terkait dengan perencanaan, maka saya sampaikan tiga hal penting, yang saya rasa bisa dijadikan sebagai ajang untuk mengembangkan inspirasi di dalam perencanaan program dan anggaran. Pertama, perencanaan sebenarnya menjadi kunci penting di era manajemen kinerja atau performance management. Bagi saya, para perencana itu merupakan kumpulan orang cerdas yang selalu berpikir lima atau sepuluh tahun ke depan. SDM perencanaan harus diisi oleh orang-orang berkualitas hebat yang menjadi rujukan di dalam mengembangkan arah kementerian/lembaga di masa yang akan datang.
Itulah sebabnya, up date informasi –apapun informasinya selama terkait dengan hal ihwal perencanaan—tentu menjadi sangat urgen. Makanya, sosialisasi Peraturan Pemerintah ini tentu sangat penting di dalam kerangka untuk memahami lebih jauh tentang bagaimana merumuskan perencanaan program dan anggaran yang lebih baik. Jadi, kegiatan ini tentu menjadi penting untuk up date informasi yang terkait dengan regulasi dalam bidang perencanaan.
Kedua, kita masih menghadapi problem terkait dengan perencanaan, yaitu: 1) keberulangan (redundancy) program dan kegiatan. Yang kita lakukan dari tahun ket tahun “sepertinya” merupakan pengulangan terhadap program atau kegiatan tahun-tahun sebelumnya, sehingga sering kali dianggap sebagai “copy paste”. Di dalam konteks ini, sebenarnya tidak salah jika program atau kegiatan itu memang merupakan program yang memiliki tingkat sustainability yang tinggi. Misalnya program KIP atau BOS dan program prioritas lain. Tetapi untuk program atau kegiatan yang bukan benar-benar harus sustainable, maka seharusnya bisa dipertimbangkan dari aspek evaluasinya. Jika program itu bisa diganti dengan yang lain yang lebih relevan tentu bisa saja diganti, sehingga tidak terkesan sebagai “copy paste.”
2) problem sasaran yang harus relevan dengan rencana strategis, program, kegiatan dan out put atau out come. Kita memahami bahwa sasaran strategis kemenag memang perlu dibenahi. Demikian pula mengenai indicator kinerja utama (IKU) yang kelihatan kurang relevan. Di dalam hal ini, maka harus ada upaya untuk membangun relevansi antara sasaran strategis, IKU, program, kegiatan, out put dan out come yang memadai. Jadi, saya kira memang harus ada perubahan untuk memperjelas mengenai sasaran strategis, IKU, program dan kegiatan di Kemenag.
3) problem koordinasi antar unit. Salah satu kelemahan institusi terbesar seperti Kemenag dengan 4557 satker yang terdiri dari pusat dan daerah ialah koordinasi yang sering kali ruwet. Salah satu contoh nyata adalah mengenai siapa sesungguhnya leading sector pada perencanaan program dan anggaran. Di satu sisi ada kasubag perencanaan dan keuangan di Kanwil yang secara teknis tentu terkait dengan perumusan perencanaan. Akan tetapi dia tidak memiliki kapasitas untuk meminta hal-hal yang terkait dengan jabatan yang lebih tinggi, sebab yang memiliki program adalah para kepala bidang di kanwil Kemenag. Jadi ada problem kewenangan yang terkait dengan pelaksanaan perumusan perencanaan dimaksud.
Ketiga, up grade regulasi terkait dengan penyusunan anggaran dan program tentu sangat diperlukan. Di dalam konteks ini, maka ada beberapa prinsip yang saya rasa penting untuk disampaikan di dalam forum ini, yaitu: 1) prinsip alokasi anggaran program dan kegiatan didasarkan pada tugas dan fungsi unit kerja yang diletakkan pada struktur organisasi. 2) prinsip alokasi anggaran dan program berorientasi pada kinerja. 3) prinsip fleksibilitas pengelolaan anggaran dengan menjaga prinsip akuntabilitas.
Di era pemerintahan sekarang, maka alokasi anggaran dan program ditempatkan pada unit di dalam struktur organisasi (K/L) dengan memperhatikan terhadap tugas dan fungsinya. Misalnya di Kementerian Agama dikenal ada dua tugas dan fungsi yaitu: anggaran fungsi agama dan fungsi pendidikan. Untuk anggaran fungsi pendidikan tentunya juga bisa dikaitkan dengan APBN sebesar 20 persen. Tentu kita belum merasakan pengalokasian anggaran dengan memperhatikan besaran alokasi APBN tersebut, sebab selama ini anggaran kemenag untuk alokasi fungsi pendidikan masih dalam kisaran 10 persen dari total anggaran pendidikan secara nasional.
Kemudian, anggaran didasarkan pada prinsip money follow program dan bukan money follow function. Yang dimaksudkan tentang hal ini ialah kita harus menempatkan anggaran itu berdasarkan program dan bukan fungsinya. Jadi bisa saja di dalam sebuah biro perencanaan, misalnya dengan empat kabag, namun anggarannya bisa berbeda, sebab programnya memang ada yang perlu didanai besar dan ada yang memang hanya cukup dengan anggaran kecil saja. Jadi bukanlah menggunakan prinsip anggaran dibagi-bagi habis.
Dan yang sangat penting tentu ialah menggunakan anggaran secara efisien berbasis pada prinsip akuntabilitas dan transparansi. Di era sekarang, pengguna anggaran itu layaknya seperti orang yang telanjang yang berada di dalam kaca yang tembus pandang. Siapapun bisa melihatnya dengan jelas. Makanya, transparansi dan akuntabilitas lalu menjadi prinsip mendasar di dalam pengelolaan anggaran. Di tengah dunia keterbukaan seperti sekarang, maka selayaknya memang kita harus patuh pada regulasi dan melakukan program sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan.
Wallahu a’lam bi al shawab.