AKSIOMA PADA MADRASAH
AKSIOMA PADA MADRASAH
Penyelenggaraan acara Ajang Kompetisi Seni dan Olahraga Madrasah (AKSIOMA), Kompetisi Sains Madrasah (KSM) dan Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) bagi siswa madrasah sudah usai. Saya diberi kesempatan untuk menutup acara ini. AKSIOMA, KSM dan LKTI diselenggarakan di Jogyakarta dengan diikuti oleh perwakilan siswa madrasah se Indonesia. Acara ini diselenggarakan semenjak tanggal 7 sampai 11 Agustus 2017.
Keluar sebagai juara umum dan memperoleh piala bergilir ialah kontingen Jawa Timur, dan juara umum KSM dan LKTI adalah kontingen Jogyakarta. Saya bersyukur karena para siswa dari madrasah-madrasah di luar Jawa juga menunjukkan gairah yang luar biasa dengan menjuarai beberapa nomor lomba di ajang kompetisi kali ini. Aceh, Gorontalo, Kalimantan Tengah, Sulsel, Sulawesi Utara, Bali, NTB, DKI, Jawa Barat, Banten dan daerah lainnya ternyata juga berhasil menyabet beberapa nomor lomba yang dipertandingkan di dalam ajang kompetisi ini. Hadir pada acara ini, Wakil Walikota Daerah Istimewa Jogyakarta (Drs. Heru Purwadi, MA, Kakanwil DIY (Luthfi Hamid), para pejabat eselon III dan segenap jajaran madrasah dari seluruh Indonesia.
Acara ini dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan backing vocal dari Paduan Suara MAN II Jogyakarta, lalu dilanjutkan dengan penampilan Amir (Komedian dari Siswa MAN II Jogyakarta dan sekaligus juga pesulap) yang pernah mengikuti ajang kompetisi di TV Swasta Nasional kita. Anak ini ternyata memang bisa melakukan perannya yang sangat baik, dengan penampilan yang sangat memadai. Lalu juga diminta kepada beberapa orang untuk menulis angka sesuai dengan perintahnya. Saya menuliskan angka 1,3,5,7,9,11.13 dan yang lain juga menulis angka untuk mengisi kolom-kolom yang sudah disediakan. Si Pesulap ini memiliki angka keramat yang ditutup dengan kain hitam. Lalu dipanggilah seorang audience untuk datang ke panggung dalam rangka menjumlahkan angka-angka yang sudah ditulis oleh kami. Ketepatan yang maju ke depan ialah salah seorang siswi dari MAN di Jawa Timur. Dari penjumlahan angka tersebut ternyata tercatat angka yang ternyata cocok dengan angka keramat yang ada di dalam papan berbalut kain hitam. Dan yang menarik ternyata ketika dibalik angka tersebut dapat membentuk huruf “AKSIOMA”. Maka tepuk tangan para audience menjadi membahana.
Selain itu juga ada hiburan lagu pop yang disuarakan oleh pemenang “Singer Madrasah”, Hani, kontestan dari Jogyakarta. Suaranya merdu. Saya memberikan komentar, sebagaimana komentator pada Ajang Akademi Dangdut, bahwa artikulasinya bagus, temponya sangat baik dan gerak penampilannya juga sangat indah, dan yang terpenting Islami”. Acara ini ditutup dengan penancapan Gunungan, sebagai lambang “Tutup Kayon” dalam dunia pewayangan. Sebagai orang yang menyukai Wayang, maka sebelum menancapkan Gunungan tersebut, maka layaknya seorang dalang, saya mengibas-ibaskan Gunungan dan mengerak-gerakkan Gunungan tersebut dan baru kemudian menancapkannya pada pohon pisang (gedebog) yang biasa dipakai sebagai tempat untuk menancapkan wayang di pakeliran. Memang back drop acara ini adalah seperangkat Jejeran Wayang di Kiri dan Kanan, layaknya pegelaran Wayang Kulit.
Saya menyampaikan tiga hal dalam sambutan penutupan. Pertama, ungkapan rasa terima kasih dan selamat. Saya sungguh merasakan bahwa keberhasilan penyelenggaraan acara ini karena dukungan Pak Gubernur, Ingkang Sinuhun Hamengkubuwono ke 10 dan segenap jajaran, serta Pak Walikota dan segenap jajarannya. Dukungan dari panitia pusat dan daerah juga sangat menentukan terhadap kelancaran acara, serta partisipasi dari para dewan juri, wasit, kepala madrasah, guru, official, pelatih, dan juga orang tua siswa dan siswa madrasah secara keseluruhan. Kepada para siswa yang memenangkan konpetisi tentu saya ucapkan selamat, dan bagi yang belum menjadi juara juga berterima kasih atas partisipasinya yang luar biasa.
Kedua, kompetisi ini sangat penting sebagai sarana untuk bersilaturahim, membangun kebersamaan dan untuk mengukur pembinaan pada madrasah. Kompetisi Seni bagi saya adalah ajang untuk olah rasa, untuk mempertajam perasaan kemanusiaan kita semua. Dengan seni maka orang akan menjadi lebih halus budinya, akan semakin peka perasaan kemanusiaannya dan akan menjadi manusia yang lebih baik. Kompetisi olahraga, bagi saya adalah ajang untuk menggerakkan badan, olah rogo, olah fisik, sehingga akan mengantarkan kita semua ke arah menjadi sehat. Fisik akan menjadi lebih sehat. Di sisi lain, Kompetisi Sains dan Karya Tulis akan mengasah otak dan pemikiran kita untuk menjadi lebih kreatif. Jika di dalam diri kita, dibangun olah roso, olah rogo dan olah pikir, maka kita akan menjadi menusia yang sempurna. Sehat fisiknya dan sehat rasanya dan juga sehat pikirannya.
Ketiga, tantangan yang kiranya harus dipikirkan adalah terkait dengan upaya untuk menjadikan program ini sebagai sarana untuk mengukur keberhasilan pendidikan baik akademik maupun non akademik. Kita telah memiliki slogan “madrasah lebih baik, lebih baik madrasah”. Program ini sudah berjalan dengan baik dan dampak positifnya juga sudah dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Jadi semuanya harus sevisi untuk menjadikan madrasah lebih baik tersebut.
Kemudian tantangan yang tidak kalah penting ialah terkait dengan pengakuan terhadap hasil-hasil kompetisi ini. Recognisi itu harus terbentuk dan menperoleh pengabsahan dari dunia akademik maupun non akademik. Jika UIN Malang dan UIN Jogyakarta siap menerima para juara setingkat pendidikan menengah atas untuk menjadi mahasiswa di dua PTKIN tersebut, maka ke depan harus lebih banyak Perguruan tinggi yang memberikan recognisi tersebut. Jadi harus diupayakan agar pengakuan terhadap produk AKSIOMA, KSM dan LKTI itu semakin banyak.
Di akhir pidato sebagaimana biasanya, saya ajak mereka untuk berteriak dengan suara menggema dengan meneriakkan kata-kata secara serentak dan menggema. Kata itu ialah Hidup AKSIOMA yang dijawab dengan teriakan Go, Go, GO. Lalu teriakan Hidup Madrasah yang dijawab dengan Yes, Yes, Yes, dan teriakan Hidup Indonesia, yang dijawab dengan teriakan Oke, Oke, Oke.
Dengan menancapkan Gunungan, maka acara ini berakhir. Joyo Joyo Wijayanti, nir ing rubedo lan sambikolo, rahayu kang pinanggih.
Wallahu a’lam bi al shawab.
