• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

HOAX DI TENGAH KEBEBASAN EKSPRESSI (1)

HOAX DI TENGAH KEBEBASAN EKSPRESSI (1)
Kita tentu mengapresiasi terhadap tindakan Kepolisian Republik Indonesia atas ditemukannya situs penyebar hoax di Indonesia, Saracen. Situs ini ternyata menjadi salah satu di antara sekian banyak situs-situs di media sosial yang melakukan tindakan tidak terpuji, dengan memperdagangkan berita bohong, hate speech, penghinaan, caci maki, kebencian dan sebagainya di media sosial. Bahkan Saracen sudah menjadi media bisnis berita bohong atau hoax.
Kita memang sedang berada di era proxy war atau cyber war. Di tengah membeludaknya praktik teknologi informasi melalui penggunaan media sosial, maka kehidupan kita dijejali dengan berbagai ragam informasi, baik yang positif maupun yang negative. Semua berada di dalam genggaman kita. Di sinilah maka diperlukan “kearifan” di dalam menyikapi berita bohong atau hoax tersebut, terutama di kalangan masyarakat yang tergolong “well educated”.
Begitu banyaknya atau semaraknya informasi, baik berupa gambar atau pernyataan-pernyataan terkadang juga berpengaruh terhadap alat komunikasi. Saya beberapa kali mengalami trouble terkait dengan medium informasi ini disebabkan telah mengalami overload di dalam contennya. Memang harus diakui dengan misalnya WA, maka kemudahan komunikasi juga akan terjadi, tetapi dengan banyaknya muatan group di dalamnya, maka juga berpotensi “merusak” terhadap media komunikasi yang kita gunakan. Terkadang kita juga heran, bahwa apapun yang kita lakukan, lalu kita sebar ke media sosial. Makanan yang biasa saja bisa diupload sedemikian rupa melalui WA. Jadilah kehidupan kita mendapatkan tambahan, yaitu menghapus content WA yang sangat variatif tersebut.
Sudah seharusnya kita bermedia komunikasi secara efektif dan efisien. Jadi tidak semua hal dibicarakan dan diunggah atau diunduh. Harus ada “kearifan” dari kita semua untuk membatasi apa yang perlu dan apa yang tidak perlu. Kita harus membatasi apa yang urgen dan mana yang sekedar perlu saja atau bahkan tidak perlu. Media sosial memang sudah menjadi kebutuhan, akan tetapi tetap diperlukan “ kearifan” di dalam penggunaannya.
Memang masyarakat kita sedang berada di dalam era transisi untuk menuju masyarakat terbuka atau open society. Era ini ditandai dengan semakin tingginya penggunaan media komunikasi. Dewasa ini nyaris tidak ada bedanya antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan dalam hal penggunaan media komunikasi. Para pengguna media komunikasi ini yang di dalam banyak hal justru menjadi konsumen passif di dalam perang media. Dan merekalah yang di dalam banyak hal menjadi konsumen berbagai berita bohong atau hoax. Dianggapnya bahwa semua yang terupload di media sosial pastilah “kebenaran”.
Di tengah nuansa seperti ini dan pengetahuan psikhologi massa seperti itu, maka sangat memungkinkan terjadinya pemberitaan yang bertujuan untuk “mencederai” terhadap orang lain atau kelompok lain. Ada banyak berita bohong yang berseliweran di antara kita. Dan anehnya, kita menjadi makhluk “aktif” sebagai penyebar berita bohong itu tanpa konfirmasi secukupnya.
Di saat terjadi Pemilihan Umum, baik untuk Legislatif, Presiden dan Wakil Presiden, serta pilkada, maka dipastikan bahwa hoax itu muncul bak segerombolan lebah yang menyengat secara proaktif terhadap siapa saja. Racun yang diakibatkan itu berpengaruh terhadap fisik kita sehingga menjadi panas dan demam. Begitulah kiranya serangan hoax itu terhadap masyarakat. Orang yang memperoleh berita bohong tersebut tersengat emosinya sehingga menjadi “marah” dan kemudian menyebarkan berita tersebut sedemikian rupa.
Dengan ditemukannya situs Saracen dan kemudian ditangkap para pelakunya, maka dapat dipastikan bahwa persebaran berita bohong akan berkurang. Saya berpikir akan berkurang saja dan bukan hilang sama sekali. Mereka yang suka menyebarkan berita bohong ini sudah memiliki sejumlah jaringan, yang di saat yang satu tertangkap atau diblokir, maka yang lainnya sudah siap menggantikannya. 800 situs diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, maka 800 situs baru yang menggantikannya.
Rasanya perang melawan berita bohong itu terasa “mencekam”. Meskipun pemerintah tidak akan pernah “lempar handuk” akan tetapi genderang perang itu terus bertalu-talu. Makanya, sungguh diperlukan kesiapan ekstra keras untuk melakukan perlawanan terhadap situs-situs yang menjadi penyebar hoax. Kapan dan di manapun harus dikejar dan ditangkap pelakunya.
Sama dengan kaum pedagang atau perantara Narkoba, atau penyebar situs porno, bahwa meskipun mereka yang tertangkap dihukum dengan sekeras-kerasnya atau seberat-beratnya, akan tetapi mereka juga tidak kapok. Mereka terus melakukan tindakan bisnisnya itu tanpa ada kekhawatiran akan ditangkap oleh aparat hukum.
Kita semua tentu berharap bahwa dengan tertangkapnya bisnis berita bohong yang dinakhodai oleh Saracen, akan membuka mata kita bahwa hoax bukan lagi perkara individu akan tetapi sudah memasuki jejaring bisnis. Makanya, kita harus memperkuat barisan untuk melawannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

FIRST TRAVEL DAN PROBLEM UMRAH

FIRST TRAVEL DAN PROBLEM UMRAH
Sungguh saya merasakan betapa problem calon jamaah umrah yang seharusnya berangkat dengan menggunakan jasa Biro Travel Haji dan Umrah First Travel sungguh sangatlah menderita. Bukan hanya karena factor ketidakmungkinan mereka berangkat, akan tetapi juga kecilnya peluang uang yang disetor ke First Travel akan sulit dikembalikan.
Rasanya, persoalan yang mendera calon jamaah umrah di Indonesia ini sudah memasuki masa yang krusial, sebab peluang untuk berangkat sangat kecil bahkan nyaris tidak ada peluang untuk refund uang mereka. Nasib mereka seperti digantung oleh Biro Travel perjalanan First Travel yang pimpinan perusahaannya sudah dijadikan tersangka oleh Kepolisian ini.
Di dalam konteks ini, maka saya berulang-ulang dimintai sebagai nara sumber baik oleh media cetak maupun media televisi. Tidak dapat dihitung berapa kali saya menjadi nara sumber dari berbagai media ini. Akan tetapi problemnya tentu nyaris sama, yaitu bagaimana peran Kementerian Agama di dalam menghadapi problem tersebut.
Pagi ini, 29/08/2017, saya dijadikan sebagai narasumber tunggal oleh Metro TV dalam perbincangan di seputar Biro perjalanan Haji dan Umrah yang oleh khalayak dianggap bermasalah. Di dalam berbagai informasi ternyata ada banyak Biro Perjalanan Haji dan Umrah yang mengalami masalah terkait dengan pemberangkatan calon jamaah umrah maupun jamaah haji. Bahkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mensinyalir ada sebanyak 23 Biro Perjalanan Haji dan Umrah yang bermasalah berdasarkan laporan pengaduan masyarakat. Daftar ini sudah dirilis oleh YLKI dan kemudian diberitakan oleh berbagai media, baik media on line, media televisi maupun media cetak.
Acara yang dipandu oleh Zilfia Iskandar ini memang sengaja menjadikan saya sebagai nara sumber tunggal terutama di dalam kerangka memperoleh gambaran tentang apa dan bagaimana langkah Kemenag di dalam menghadapi berbagai Biro Travel yang diindikasikan bermasalah. Saya sampaikan tiga hal yang merupakan ringkasan dari pembicaraan di dalam acara Prime Time Metro TV pagi ini.
Pertama, apakah memang ada biro travel haji dan umrah yang memang bermasalah? Saya sampaikan bahwa di Kementerian Agama sudah tercatat beberapa Biro Travel Haji dan Umrah yang sudah berada di dalam pengamatan apakah diperlukan pembatalan ijin operasionalnya. Berdasarkan laporan-laporan yang kita terima, bahwa beberapa Biro Travel tersebut memang gagal memberangkatkan calon jamaah umrah maupun jamaah haji. Berdasarkan laporan masyarakat tersebut tentu Kemenag, melalui Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) sudah termasuk daftar yang akan dilakukan pencabutan ijin operasionalnya. Perlu diketahui bahwa untuk mencabut ijin operasional Biro Travel itu tentu tidak semudah membalik tangan. Akan tetapi harus dengan bukti-bukti akurat tentang pelanggaran yang dilakukannya. Kita harus menjaga agar di kala dicabut ijinnya, maka peluang mereka untuk menuntut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kemenag tidak mengalami kekalahan. Jika sekurang-kurangnya 3 (tiga) hal penyelewengan sudah dilakukan, yaitu: pengingkaran janji pemberangkatan, penelantaran jamaah dan adanya laporan masyarakat, maka sudah pasti ijin operasionalnya akan dicabut. Seperti pengalaman pencabutan ijin operasional First Travel, maka di kala tiga hal ini sudah dilakukan, maka tidak ada keraguan untuk mencabut ijinnya.
Kedua, apa saja selama ini yang dilakukan oleh Kemenag, sebab ada pandangan bahwa Kemenag lambat di dalam menangani masalah calon Jemaah umrah. Ada beberapa pemahaman yang saya rasa perlu untuk diluruskan, bahwa kewenangan Kemenag sesuai dengan regulasi itu terkait dengan hal-hal yang bersifat administrative. Jadi yang dilakukan pengecekan secara mendasar itu adalah kelengkapan administrasinya. Misalnya di dalam perpanjangan ijin, maka harus ada beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi, misalnya tentang rekomendasi dari Dinas Pariwisata Daerah, rekomendasi dari Kakanwil Kemenag, akreditasi minimal C dan laporan setahun terakhir dari Akuntan Publik dengan penilaian Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan juga persyaratan administrasi lainnya. Setelah dilakukan pengecekan kelengkapan administrasinya, maka dilakukan pengecekan on the spot terhadap hal-hal ini. Jika hasilnya relevan antara kelengkapan administratif dengan kenyataan secara empiris, maka tentu tidak ada halangan bagi Kemenag (Ditjen PHU) untuk menahan ijin operasionalnya. Dalam konteks First Travel, maka semua kelengkapan tersebut dia miliki, maka Kemenag mengeluarkan ijin perpanjangannya.
Ketiga, apa langkah ke depan yang akan dilakukan oleh Kemenag agar tidak terjadi korban yang semakin banyak? Ada tiga hal yang perlu dilakukan, yaitu: 1) melakukan revisi terhadap regulasi yang menjadi dasar penyelenggaraan umrah. Di dalam konteks ini, maka kewenangan pengawasan Kemenag tidak hanya bercorak administratif tetapi lebih mendalam atau luas. 2) menjalin kerjasama secara lebih baik dengan YLKI, PPATK, KPPU, OJK dan Kepolisian RI. Selama ini, masyarakat tidak melapor ke Kemenag tentang pelanggaran yang dilakukan oleh Biro Travel Haji dan Umrah, dan mereka justru melaporkannya ke YLKI, maka data-data dari YLKI akan dapat menjadi dasar untuk melakukan pengecekan lebih lanjut. 3) memperkuat pengawasan dan memperketat perizinan terhadap Biro Travel Haji dan Umrah serta Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) sehingga peluang untuk melakukan malpraktek di dalam penyelenggaraan haji dan umrah akan bisa diminimalisasikan.
Saya kira dengan problem First Travel ini, ada banyak hikmah yang bisa diambil oleh Kemenag, masyarakat dan juga lembaga-lembaga lain yang terkait dengan penyelenggaraan umrah dan haji untuk semakin “peka”di dalam penyelenggaraan haji dan umrah. Jadi ke depan harus ada sinergi yang semakin baik.
Wallahu a’lam bi al shawab.

MENDORONG E-GOVERNMENT PADA KEMENTERIAN AGAMA

MENDORONG E-GOVERNMENT PADA KEMENTERIAN AGAMA
Sesungguhnya semenjak awal tahun 2017, saya sudah menulis tentang “Tahun 2017 sebagai tahun digitalalisasi pelayanan Kementerian Agama”. Sayangnya bahwa pelaksanaannya ternyata tidak semudah memberikan arahan secara konseptual. Di dalam hal yang sangat teknis sekalipun, maka diperlukan keterlibatan secara mendalam.
Saya menyadari bahwa padatnya tugas terkait dengan jabatan-jabatan di Kementerian Agama menyebabkan menjadi kurang focus untuk menangani persoalan yang sesungguhnya memerlukan penanganan lebih memadai. Itulah sebabnya di kala saya melihat bahwa perkembangan digitalisasi pelayanan ini terasa stagnan, maka saya meminta kepada tim untuk menjelaskan apa yang sesungguhnya menjadi bottle neck yang menjadi penghambatnya.
Makanya, di dalam dua minggu terakhir ini kami memerlukan berbagai penjelasan tentang problema dan hambatan pelaksanaan e-government yang menjadi idaman kita semua. Yang menjadi focus saya ialah bagaimana agar kinerja ASN Kemenag segara bisa didigitalisasikan secara memadai, sehingga bagaimana profile kinerja ASN tersebut dapat dilakukan secara lebih mendalam. Saya sudah sering mendengar mengenai rencana di Biro Kepegawaian yang akan mengaplikasikan 7 (tujuh) layanan elektronik. Lalu, apa dan bagaimana 7 (tujuh) layanan tersebut dipersiapkan, dan bagaimana ketersediaan perangkat lunak dan piranti kerasnya tentu harus dipetakan secara akurat.
Pada minggu ketiga bulan Agustus, maka saya kumpulkan seluruh jajaran Biro Kepegawaian yang terlibat di dalam penyiapan electronic government tersebut. Hadir pejabat eselon 3 dan 4 serta teknisi ICT yang bekerja di Biro Kepegawaian. Mereka laporkan tentang 7 (tujuh) aplikasi yang direncanakan, yaitu: e-izin belajar dan tugas belajar, e-kenaikan pangkat otomatis, e-kinerja ASN, e-administrasi pensiun, e-penghargaan, dan lainnya.
Di antara sekian aplikasi yang akan dikembangkan, maka yang sungguh-sungguh menjadi perhatian saya ialah mengenai e-kinerja. Mengapa e-kinerja perlu untuk didorong lebih kuat agar bisa dicapai. Di dalam konteks manajemen kinerja, maka tolok ukur ketercapaian kinerja sangat tergantung pada bagaimana ASN melakukan pekerjaan yang relevan antara visi, misi, sasaran strategis dan indicator kinerja, sehingga out put dan out come yang dirancang akan bisa dihasilkan produknya secara optimal.
Dari pertemuan ini menghasilan beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu: memperkuat tim IT di biro Kepegawaian, melakukan pertemuan dengan Tim BKN yang sudah memiliki aplikasi e-kinerja dan merumuskan apa saja yang dibutuhkan untuk mendukung terhadap implementasi e-kinerja Kemenag dan kapan kegiatan ini bisa dimulai. Bagi saya, bahwa apapun hasilnya, tahun ini harus dilaunching e-kinerja Kemenag oleh Menteri Agama.
Maka, hari Selasa, 22/08/17, dilakukan pertemuan dengan Tim BKN, yang dihadiri oleh Diretur Kinerja ASN pada BKN, Ibu Nenny dan Ibu Siwi, ahli IT BKN. Saya sangat bersyukur bahwa berdasarkan pemaparan dari Ibu Direktur, maka kita mendapatkan gambaran bahwa ke depan, seluruh K/L harus menerapkan system aplikasi e-kinerja sebagai salah satu alat ukur ketercapaian program dan kegiatan pada K/L dimaksud. Secara seloroh saya nyatakan bahwa “kenapa tidak dulu-dulu saya bertemu dengan Ibu”. Sambil saya lanjutkan, bahwa “dengan bertemu Ibu rasanya, saya memperoleh gambaran apa yang seharusnya dilakukan oleh Kemenag”.
Menurut Ibu Penny, bahwa BKN memerlukan waktu 3 (tiga) tahun untuk mengaplikasikan e-kinerja sehingga bisa ditampilkan lebih sempurna. Tentu dilakukan dengan perbaikan demi perbaikan sehingga sekarang sudah relative lebih memadai untuk menggambarkan laporan kinerja ASN di BKN. Secara umum sudah terdapat 37 K/L yang menggunakan aplikasi ini, dengan modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Ada 6 (enam) tahap di dalam mengimplementasikan e-kinerja di BKN. Enam tahapan sebagai berikut: Tahap pertama, membangun system data aktivitas harian. Tahap Kedua, Pendataan aktivitas kedinasan yang terkait dengan SPK. Tahap ketiga, menyusun dan mengimplementasikan data rencana kegiatan bulanan sebagai tahapan sasaran kinerja pegawai dan rencana data kegiatan tahunan (perjanjian Kinerja/Renstra/DPA/POK). Tahap keempat, mengkaitkan system dengan Evaluasi Jabatan (data base tupoksi dan jabatan/ analisis jabatan). Tahap kelima, menggabungkan system dengan data base kompetensi PNS. Tahap keenam, Pemanfaatan data PNS dalam rangka merit system.
Sebagaimana yang disampaikan oleh tim kerja Biro Kepegawaian, maka untuk penerapan e-kinerja Kemenag tahun 2017 diharuskan seluruh ASN Sekretariat Jenderal harus menerapkan e-kinerja itu pada tahun 2017 dan seluruh unit eselon satu akan menerapkannya tahun 2018. Dari meeting ini juga dihasilkan beberapa kesimpulan utama, yaitu: membentuk tim kerja unit setjen, yang terdiri dari seluruh tim ICT setjen, lalu melakukan pertemuan secara rutin dengan tim BKN, dan membuat penjadwalan tentang implementasi e-kinerja secara utuh, serta memetakan kekuatan sarana dan prasarana yang terkait dengan implementasi e-kinerja bagi ASN Kemenag.
Saya tetap yakin bahwa ke depan, pelayanan Kemenag harus berbasis elektronik karena hal ini bukan pilihan tetapi kewajiban. Di dalam konteks ini maka harus terjadi perubahan mindset ASN dari laporan berbasis paper menjadi laporan kinerja elektronik. Saya kira memang perlu usaha lebih keras untuk mewujudkannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

MEMBANGUN KUALITAS PELAYANAN KERUMAHTANGGAN KANTOR

MEMBANGUN KUALITAS PELAYANAN KERUMAHTANGGAN KANTOR
Hari Sabtu, 26/08/17, di halaman Kantor Kementerian Agama (Kemenag) di Jalan Lapangan Banteng, 3-4 Jakarta Pusat diselenggarakan apel dalam rangka persiapan pemberangkatan peserta Pelatihan dan Pendidikan Pelayanan Kerumahtanggaan pada Biro Umum Kemenag Jakarta. Acara ini diikuti oleh sebanyak 300 orang yang terdiri dari tenaga kebersihan, tenaga keamanan dan tenaga outsourcing lainnya. Sebanyak 140-an orang akan melakukan touring dengan menaiki sepeda motor sementara lainnya akan naik bus Kemenag. Mereka semua akan menuju ke Ciloto Puncak untuk mengikuti pembinaan pelayanan kerumahtanggan Kemenag.
Acara ini memang dikemas dengan menggunakan prinsip learning by having fun, yaitu acara pembinaan pegawai akan tetapi juga dikaitkan dengan acara touring, kerja bakti membersihkan masjid di daerah yang dilewati tim touring dan juga outbound yang diikuti oleh segenap peserta. Acara yang saya kira cukup menarik sebab selama ini mereka bekerja sebagai satuan pengamanan dan satuan kebersihan tentu pekerjaan yang bergerak dari itu ke itu saja. Dengan menyelenggarakan touring ini, maka mereka akan merasakan sesuatu yang berbeda dengan nuansa pekerjaan yang dilakukannya selama ini.
Sebagai pengarahan, maka saya sampaikan tiga hal mendasar, yaitu: pertama, saya mengapresiasi terhadap inovasi baru terkait dengan model pembinaan pegawai. Jika selama ini selalu menggunakan pola ceramah searah, terutama terhadap pekerja outsourcing, maka dengan mengombinasikan acara pembinaan dengan kemasan having fun, maka akan diperoleh nuansa baru, yaitu joyfull learning. Saya tentu sangat mengapresiasi terhadap kegiatan pembinaan pegawai dengan pola seperti ini.
Kedua, saya tekankan bahwa pekerjaan pengamanan dan pembersihan adalah pekerjaan mulia. Bayangkan seandainya sebuah kantor tanpa kehadiran satuan ini, maka sungguh nuansa kantor akan menjadi tidak menyenangkan. Kebersihan menjadi amburadul dan keamanan kantor akan menjadi terancam. Bukankah di dalam kantor itu terdapat ratusan milyar Barang Milik Negara (BMN) yang harus dijaga dan diamankan. Dan juga harus dijaga kebersihannya. Makanya, kehadiran satuan keamanan dan satuan kebersihan menjadi sangat vital. Orang sering kali meremehkan terhadap pekerjaan seperti ini. akan tetapi menjadi tenaga keamanan dan kebersihan bagi saya adalah pekerjaan yang sangat mulia karena memiliki fungsi yang sangat penting bagi jalannya roda pemerintahan.
Kita semua mendambakan sebuah kantor yang hijau, bersih dan aman. Green office adalah bagian tidak terpisahkan di dalam kerangka membangun Indonesia berkelanjutan. Sustainable Development Goals (SDG) tentu akan diawali dengan bagaimana kantor dan ruang di dalamnya memiliki kebersihan dan keindahan. Indah itu tentu terkait dengan bagaimana kita mengemas kantor kita itu menjadi hijau dan bersih. Yang paling sederhana untuk melihat kebersihan kantor itu ialah melihat kebersihan toiletnya. Jika toiletnya bersih, maka yang lain juga akan bersih. Kepada Pak Syafrizal, Kepala Biro Umum, kiranya diperlukan “Lomba Kebersihan Toilet” di kantor kita.
Semua pekerjaan itu sesungguhnya mulia jika dimaknai sebagai ibadah. Jadi yang dibutuhkan bukan hanya honor atau gaji bulanan, akan tetapi juga pahala dari Allah SWT. Saya yakin bahwa setiap orang yang bekerja dan diniati sebagai ibadah, maka akan mendapatkan pahala dari Alla SWT. Oleh karena itu mari kita niatkan kita bekerja selain untuk memberikan nafkah keluarga, juga untuk beribadah kepada Allah SWT. Jangan sampai kita hanya berhenti pada bekerja untuk dunia, tetapi mari kita bekerja untuk akhirat kita semua. Jika ada kantor yang bersih, maka dipastikan itu adalah peran para office boy, yang sering disingkat dengan OB. Jika kantor kita aman, maka pasti itu adalah peran satuan pengamanan (satpam). Pengamanan kantor itu menjadi sangat vital, sebab satpam itu akan menjaga terhadap keamanan kantor secara fisik, misalnya keberadaan air, keamanan listrik, keamanan fasilitas milik negara dan bahkan keamanan nyawa orang-orang yang berada di dalamnya. Jadikanlah orang yang bekerja merasa nyaman, jadikan orang yang menaruh barang di kantor ini merasa enjoy dan jadikan semua yang ada di dalam maupu luar kantor berada di dalam rasa keamanan. Dengan cara ini, maka orang akan bisa bekerja secara terfokus sebab sudah ada sekelompok orang yang akan mengamankan dirinya dan barang-barang miliknya. Oleh karena itu sungguh-sungguh kita memiliki tanggung jawab yang besar bagi kehidupan dan keberlangsungan penyelenggaraan birokrasi di kantor kita.
Ketiga, jadilah kita ini petugas yang ramah. Jadilah petugas yang melayani. Siapkan diri dengan 3 S, yaitu: Senyum, Salam dan Sapa. Upayakan kita bisa tersenyum dengan senyum yang ikhlas, bukan senyum yang dipaksakan. Upayakan agar kita memberi salam kepada siapapun yang datang ke kantor kita dan upayakan sapa mereka semua dengan sebaik-baiknya. Tanyakan mau kemana dan tunjukkan tempatnya dan bahkan jika perlu diantarkan ke tempat yang dituju. Berikan kepada orang yang datang bahwa kita memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Jasa kita itu akan dikenang sebagai pelayanan yang optimal. Di akhir pidato, saya minta mereka untuk bersama-sama meneriakkan tiga hal, yaitu: “kita harus sehat” dan agar dijawab “yes, yes, yes.” Lalu, saya teriakkan “memberikan pelayanan optimal” agar dijawab “Oke, Oke, Oke” dan saya teriakkan “Kementerian Agama” agar dijawab dengan “hebat, hebat, hebat”.
Saya sungguh yakin bahwa dengan kebersamaan dan kesungguhan bekerja yang baik, maka citra Kemenag akan semakin baik di masa yang datang. Sebagaimana slogan kita “semakin bersih dan semakin dekat dengan umat”, maka hal itu akan menjadi realitas yang sesungguhnya terjadi di kalangan kita semua, jika kita berkarya nyata.
Wallahu a’lam bi al shawab.

MENENTUKAN TANGGAL SATU DZULHIJJAH 1438 H

MENENTUKAN TANGGAL SATU DZULHIJJAH 1438 H
Sungguh perputaran bulan terasa cepat sekali. Seingat saya, rasanya baru saja saya menjemput jamaah haji Indonesia untuk kloter terakhir di Madinah tahun 1437 Hijriyah atau tahun 2016 Masehi. Tetapi hari-hari ini jamaah haji Indonesia sudah berangkat lagi untuk melaksanakan haji tahun 1438 Hijriyah atau 2017 Masehi. Dunia berputar semakin cepat.
Tanggal 22 Agustus 2017 atau bertepatan tanggal 29 Dzulqo’dah 1438 Hijriyah yang baru lalu, saya diberi amanah oleh Menteri Agama RI, Bapak Lukman Hakim Saifuddin, untuk memimpin pelaksanaan Sidang Itsbat dalam rangka menentukan tanggal 1 Dzulhijjah 1438 H. Sebagaimana biasanya, maka sidang itsbat ini dihadiri oleh para Duta Besar dan Kepala Perwakilan Negara-Negara Sahabat. Datang antara lain, Duta Besar Bosnia Herzegovina, Duta Besar Lybia, Arab Saudi, Brunei, dan beberapa lainnya. Selain itu juga hadir para perwakilan organisasi Islam, seperti NU, Muhammadiyah, Perti, Jamiyatul Washiliyah, Persis dan lain sebagainya. Tentu saja juga Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, dan para pejabat eselon dua dan tiga, serta para pakar di bidang ilmu falaq dari seluruh Indonesia.
Sebagaimana tradisi yang selama ini sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari prosesi menentukan awal Dzulhijjah, awal Ramadlan dan awal Syawal, maka acara inti dimulai dengan pemaparan pandangan ilmiah tentang metodologi Hisab oleh Cecep Purwendaya, anggota Majelis Hisab dan Rukyat Kementerian Agama. Di dalam uraian yang sangat akademis, Pak Cecep menjelaskan tentang bagaimana metodologi hisab modern digunakan dan bagaimana hasilnya. Dari uraian panjang tersebut maka sesungguhnya terdapat 4 (empat) indicator yang digunakan untuk menentukan awal bulan, yaitu: tinggi hilal, jarak elongasi, lama hilal dan umur hilal. Empat hal ini yang dijadikan sebagai ukuran untuk menentukan dan dijadikan sebagai referensi untuk melalukan rukyatul hilal. Berdasarkan perhitungan sains tentang hilal, maka dijelaskan bahwa tinggi hilal berada di dalam kisaran 6-8 derajat. Di Lembang ketinggian hilal sebesar 7,50 derajad, lama hilal 31,55 detik, umur hilal 16,22,22 detik, dan jarak elongasi 7,54 derajat. Dengan menggunakan referensi yang bervariasi, misalnya Odeh dan lain-lain, maka dipastikan bahwa hilal akan terlihat atau bisa dirukyat. Meskipun di beberapa daerah dalam keadaan hujan atau cerah berawan, maka dipastikan bahwa hilal akan terlihat dengan mata kepala, baik langsung atau menggunakan bantuan teknologi pengindraan atau teleskop.
Sidang itsbat menggunakan urutan, yaitu: pertama, pembukaan. Di dalam acara ini saya gambarkan kesimpulan dari pemaparan Pak Cecep dan kemudian membuka secara resmi acara sidang itsbat. Kedua, mendengarkan laporan dari Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Drs. Mohammad Thambrin, MAg., sebagai pertanggungjawaban atas pelaksanaan rukyat yang dilakukan di 70 titik di seluruh Indonesia. Ternyata ada sebanyak 10 orang yang bersumpah melihat hilal, yaitu dua orang dari peneliti BOSCA, dua orang dari Lajnah Falaqiyah NU, dari pesantren, dari kementerian agama dan dari UIN Walisongo Semarang. Berdasarkan atas kesaksian tersebut, maka disimpulkan bahwa tanggal 1 Dzulhijjah sudah bisa ditetapkan malam ini.
Ketiga, berdasarkan Keputusan Fatwa MUI No. 2 Tahun 2004, bahwa Kementerian Agama memiliki otoritas di dalam menentukan 1 (satu) Ramadlan, 1 (Satu) Syawal dan 1 (satu) Dzulhijjah. Atas fatwa ini, maka Kementerian Agama memiliki kewenangan secara syar’i untuk menentukan kapan awal bulan tersebut terjadi. Namun demikian, sebagaimana tradisi penentuan awal bulan di Kementerian Agama, maka segenap peserta sidang istbat tentu diperkenankan untuk memberikan tanggapan secukupnya. Lalu, KH. Ghazali Masruri, Ketua Lajnah Falaqiyah PBNU memberikan tanggapannya bahwa setiap tahun, NU sudah mengeluarkan kalender hijriyyah yang didadasrkan atas peritungan atau hisab dan juga dipadukan dengan rukyah. Dan hasilnya dapat diketahui oleh masyarakat umum.
Mendengarkan pemaparan para ahli, baik dari sisi hisab maupun rukyat, maka NU menentapkan bahwa tanggal 1 (satu) Dzulhijjah jatuh pada hari Rabu, 23 Agustus 2017. Dengan penetapan ini, maka NU berharap agar kerukunan, harmoni dan kebersamaan antar umat beragama akan menjadi semakin baik. Kemudian, Pak Yunahar Ilyas dari MUhammadiyah juga menyatakan agar segera ditetapkan tanggal 1 (satu) Dzulhijjah sebab sudah tidak ada lagi pertentangan di dalamnya.
Keempat, berdasarkan atas hasil rukyat dan hisab sebagaimana yang menjadi tradisi di dalam penentuan awal bulan, dan juga mendengarkan tanggapan dari tokoh organisasi Islam, maka dapat ditentukan bahwa tanggal 1 Dzulhijjah 438 Hijriyah akan jatuh pada Hari Rabo Kliwon tanggal tanggal 23 Agustus 2017. Tahun ini sebagaimana tradisi Indonesia untuk melakukan sidang itsbat yang menggunakan dua metode sekaligus, yaitu berpatokan pada prinsip imkanur rukyat, maka akhirnya dapat diketahui bahwa pelaksanaan Hari Raya Idul Adha akan dapat dilaksanakan secara bersama-sama.
Kita tentu merasa bersyukur bahwa penyelenggaraan hari raya idul adha dapat dilaksanakan serentak pada hari yang sama, meskipun perbedaan tentang penyelenggaraan hari raya bukanlah masalah prinsip, akan tetapi kebersamaan tentu akan memiliki makna yang lebih baik.
Wallahu a’lam bi al shawab.