• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

HOAX DI TENGAH KEBEBASAN EKSPRESSI (1)

HOAX DI TENGAH KEBEBASAN EKSPRESSI (1)
Kita tentu mengapresiasi terhadap tindakan Kepolisian Republik Indonesia atas ditemukannya situs penyebar hoax di Indonesia, Saracen. Situs ini ternyata menjadi salah satu di antara sekian banyak situs-situs di media sosial yang melakukan tindakan tidak terpuji, dengan memperdagangkan berita bohong, hate speech, penghinaan, caci maki, kebencian dan sebagainya di media sosial. Bahkan Saracen sudah menjadi media bisnis berita bohong atau hoax.
Kita memang sedang berada di era proxy war atau cyber war. Di tengah membeludaknya praktik teknologi informasi melalui penggunaan media sosial, maka kehidupan kita dijejali dengan berbagai ragam informasi, baik yang positif maupun yang negative. Semua berada di dalam genggaman kita. Di sinilah maka diperlukan “kearifan” di dalam menyikapi berita bohong atau hoax tersebut, terutama di kalangan masyarakat yang tergolong “well educated”.
Begitu banyaknya atau semaraknya informasi, baik berupa gambar atau pernyataan-pernyataan terkadang juga berpengaruh terhadap alat komunikasi. Saya beberapa kali mengalami trouble terkait dengan medium informasi ini disebabkan telah mengalami overload di dalam contennya. Memang harus diakui dengan misalnya WA, maka kemudahan komunikasi juga akan terjadi, tetapi dengan banyaknya muatan group di dalamnya, maka juga berpotensi “merusak” terhadap media komunikasi yang kita gunakan. Terkadang kita juga heran, bahwa apapun yang kita lakukan, lalu kita sebar ke media sosial. Makanan yang biasa saja bisa diupload sedemikian rupa melalui WA. Jadilah kehidupan kita mendapatkan tambahan, yaitu menghapus content WA yang sangat variatif tersebut.
Sudah seharusnya kita bermedia komunikasi secara efektif dan efisien. Jadi tidak semua hal dibicarakan dan diunggah atau diunduh. Harus ada “kearifan” dari kita semua untuk membatasi apa yang perlu dan apa yang tidak perlu. Kita harus membatasi apa yang urgen dan mana yang sekedar perlu saja atau bahkan tidak perlu. Media sosial memang sudah menjadi kebutuhan, akan tetapi tetap diperlukan “ kearifan” di dalam penggunaannya.
Memang masyarakat kita sedang berada di dalam era transisi untuk menuju masyarakat terbuka atau open society. Era ini ditandai dengan semakin tingginya penggunaan media komunikasi. Dewasa ini nyaris tidak ada bedanya antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan dalam hal penggunaan media komunikasi. Para pengguna media komunikasi ini yang di dalam banyak hal justru menjadi konsumen passif di dalam perang media. Dan merekalah yang di dalam banyak hal menjadi konsumen berbagai berita bohong atau hoax. Dianggapnya bahwa semua yang terupload di media sosial pastilah “kebenaran”.
Di tengah nuansa seperti ini dan pengetahuan psikhologi massa seperti itu, maka sangat memungkinkan terjadinya pemberitaan yang bertujuan untuk “mencederai” terhadap orang lain atau kelompok lain. Ada banyak berita bohong yang berseliweran di antara kita. Dan anehnya, kita menjadi makhluk “aktif” sebagai penyebar berita bohong itu tanpa konfirmasi secukupnya.
Di saat terjadi Pemilihan Umum, baik untuk Legislatif, Presiden dan Wakil Presiden, serta pilkada, maka dipastikan bahwa hoax itu muncul bak segerombolan lebah yang menyengat secara proaktif terhadap siapa saja. Racun yang diakibatkan itu berpengaruh terhadap fisik kita sehingga menjadi panas dan demam. Begitulah kiranya serangan hoax itu terhadap masyarakat. Orang yang memperoleh berita bohong tersebut tersengat emosinya sehingga menjadi “marah” dan kemudian menyebarkan berita tersebut sedemikian rupa.
Dengan ditemukannya situs Saracen dan kemudian ditangkap para pelakunya, maka dapat dipastikan bahwa persebaran berita bohong akan berkurang. Saya berpikir akan berkurang saja dan bukan hilang sama sekali. Mereka yang suka menyebarkan berita bohong ini sudah memiliki sejumlah jaringan, yang di saat yang satu tertangkap atau diblokir, maka yang lainnya sudah siap menggantikannya. 800 situs diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, maka 800 situs baru yang menggantikannya.
Rasanya perang melawan berita bohong itu terasa “mencekam”. Meskipun pemerintah tidak akan pernah “lempar handuk” akan tetapi genderang perang itu terus bertalu-talu. Makanya, sungguh diperlukan kesiapan ekstra keras untuk melakukan perlawanan terhadap situs-situs yang menjadi penyebar hoax. Kapan dan di manapun harus dikejar dan ditangkap pelakunya.
Sama dengan kaum pedagang atau perantara Narkoba, atau penyebar situs porno, bahwa meskipun mereka yang tertangkap dihukum dengan sekeras-kerasnya atau seberat-beratnya, akan tetapi mereka juga tidak kapok. Mereka terus melakukan tindakan bisnisnya itu tanpa ada kekhawatiran akan ditangkap oleh aparat hukum.
Kita semua tentu berharap bahwa dengan tertangkapnya bisnis berita bohong yang dinakhodai oleh Saracen, akan membuka mata kita bahwa hoax bukan lagi perkara individu akan tetapi sudah memasuki jejaring bisnis. Makanya, kita harus memperkuat barisan untuk melawannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..