• February 2025
    M T W T F S S
    « Jan    
     12
    3456789
    10111213141516
    17181920212223
    2425262728  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

IMAN TANPA KERAGUAN

IMAN TANPA KERAGUAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Akhir-akhir ini ada keenderungan yang kuat untuk menulis tentang iman,  tetapi bukan dalam perspektif ilmu kalam, tetapi lebih kurang dari perspektif sosiologis atau antropologis. Tentu saja, sebab saya bukanlah ahli ilmu kalam dengan kerumitan tentang bagaimanakah Allah itu. Biarlah hal ini menjadi pembicaraan di kalangan ahli teologi saja. Saya akan lebih menyoroti hal yang doktriner atau yang empiris, bagaimana orang mengekspresikan tentang keyakinannya dimaksud.

Iman itu sesuatu yang misterius, sebagaimana ajaran agama juga mesti harus ada hal-hal yang misterius. Jika ajaran agama lalu semuanya masuk akal atau rasional, maka agama akan menjadi ilmu pengetahuan. Jika demikian, maka agama tidak lagi menjadi ajaran Tuhan yang penuh dengan kesakralan dan kemisteriusan. Para ahli antropologi, sosiologi dan psikhologi juga sampai pada pandangan bahwa agama itu sesuatu yang misterium tremendum et fascinosum. Agama itu penuh dengan misteri yang menyenangkan dan menakutkan.

Sebagai yang misterius tentu tidak semuanya bisa dirasionalkan. Harus tetap ada yang tersisa. Yang tersisa itu adakah bagaimana dzat Tuhan, Sifat da af’al Tuhan atas dunia dan seisinya. Bagaimana Tuhan menciptakan tata surya yang sedemikian hebat, teratur dan mengagumkan. Bagaimana Tuhan merekayasa keberadaan manusia dari tidak ada menjadi ada. Bagaimana proses awalnya dan bagaimana proses akhirnya.

Manusia diciptakan Allah dari sari pati tanah. Jika di masa sesudahnya melalui pembuahan benih sperma ke ovum dalam rahim perempuan, maka bagaimana kala penciptaan manusia pertama. Di sini lalu banyak teori, misalnya teori evolusi Darwin, yang menyatakan bahwa ada proses perubahan dari jenis primate yang kemudian berevolusi menjadi manusia. Meskipun ada missing link dari makhluk non manusia kemudian menjadi manusia, namun ini adalah ijtihad yang dilakukan oleh seorang manusia untuk memberikan penjelasan atas asal usul manusia.

Kajian ilmiah seperti ini ternyata tidak mampu menjelaskan asal usul manusia yang berasal dari primate dan kemudian menjadi manusia. Berbagai kajian berikutnya tidak mampu menjawab atas missing link yang terputus. Misalnya, perkembangan otak dan fisik yang menjadi sempurna, dan sebagainya. Tetap menyisakan misteri yang tak terjawab.

Kemudian manusia mengembangkan cara untuk memahami Tuhan lewat ciptaannya. Ditemukan berbagai teleskop untuk menjawab akan keteraturan alam dan kerumitannya sekaligus. Dari kajian sains ditemukan bahwa alam memang teratur dan sesuatu yang teratur tentu tidak bisa terjadi dengan sendirinya.  Dipastikan  ada supreme being atau rasio agung yang menciptakannya atau super intelek atau super mind, yang tentu harus melebihi apa yang diciptakannya.

Meskipun kajian-kajian sains telah membuktikan tentang adanya Tuhan sebagai pencipta, tetapi tetap saja ada orang yang meragukan keberadaan atau eksistensi Tuhan. Mereka masih beranggapan bahwa Tuhan tidak bisa diyakini keberadaannya, atau sekurang-kurangnya memberikan alternatif orang boleh percaya boleh tidak. Bagi yang percaya tentang Tuhan adalah kaum beragama dan yang tidak percaya atau meragukan keberadaannya tentu bisa disebut seorang atheis atau agnostic.

Iman kepada Tuhan memang bukan dan tidak akan pernah bisa dibuktikan secara empiris, karena Tuhan adalah Yang Maha Gaib. Ghaibul ghuyub. Kegaiban dari seluruh kegaiban. Sains tidak akan mampu menjelaskan Tuhan berbasis pada kajiannya. Yang dikaji dalam sains adalah wujud-wujud yang alami atau natural yang bersifat luar biasa, sejauh akal bisa menjangkaunya melalui peralatan seperti teleskop, bagaimana alam dan tata suryanya tersebut diadakan. Meskipun dengan telescope yang paling canggihpun tentu tidak akan dapat mendeteksi bagaimana Tuhan tersebut dan dimanakah Tuhan tersebut. Sejauh yang bisa dikaji adalah jejak-jejaknya yang berupa tata surya dengan segenap galaksi  dan keberadaan benda-benda langit dan lainnya di dalam jagat raya.

Jika Tuhan kemudian bisa dibuktikan dengan perangkat sains,  maka keberadaan Tuhan itu sudah bukan misteri lagi. Tuhan tidak lagi menempati ruang kegaiban karena kegaiban tersebut telah diacak-acak oleh sains yang diciptakan manusia. Inilah ketidakmungkinan bagi Tuhan untuk dikaji secara empiris, karena Tuhan bukan sesuatu yang empiris. Jadi biarkanlah Tuhan berada di dalam ruangnya yang misterius agar manusia terus mencari dan mencarinya. Sekali lagi, ada manusia yang menemukannya dan ada manusia yang tidak mampu menemukannya.

Di sinilah factor hidayah atau petunjuk atau bisikan gaib tersebut berperan. Ada orang yang sudah dibentangkan tanda-tanda kekuasaan Allah melalui sains dan kemudian berikrar untuk menyatakan:  “la ilaha illallah Muhammadur Rasulullah”, atau “Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”, dan ada yang tidak sampai kepada perolehan bisikan gaib di dalam hatinya sehingga hatinya tetap berada di dalam keyakinan sebelumnya, baik keyakinan adanya Tuhan dalam konsepsi agama selain Islam dan ada yang tetap berada di dalam keraguan.

Allah sudah membentangkan tanda-tanda keberadaannya melalui hipotesis keberadaan-Nya, dengan ayat-ayat Alqur’an yang “rasional” atau ayat-ayat kauniyah atau ayat alam semesta dan juga ada ayat-ayat yang hanya dapat dipahami dengan penglihatan mata batin atau ainun bashirah, yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. Hanya orang-orang khusus yang memiliki kedekatan khusus dengan Allah saja yang bisa melakukannya, karena mendapatkan keridlaan dari-Nya.

Bagi orang awam seperti kita, maka yang penting adalah meyakini dengan sepenuh hati dengan segenap pikiran, rasa, hati dan batin  bahwa Allah itu adalah Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Rahman dan Rahim, Yang Maha Pencipta, Yang Maha Kuasa dan sebagainya. Tuhan yang memiliki kekuasaan yang berbeda dengan hambanya, Tuhan yang Maha Kasih Sayang yang berbeda dengan hambanya, Tuhan yang Maha Pencipta yang berbeda dengan ciptaannya dan Tuhan yang Maha Tunggal sama sekali tidak berbilang, “qul huwallahu ahad”, “Katakan Muhammad bahwa Tuhan itu esa”.

Saya ingin menyatakan bahwa jangan pernah ada keraguan sebiji dzarrah pun tentang keberadaan Allah sebagai Rab dan Ilah dari kita semua. Tuhan yang selamanya akan tetap misterius, sampai nanti kala di surga,  maka Allah berjanji akan menemui orang yang berpasrah diri kepada-Nya atau menjadi muslim.

Wallahu a’lam bi al shawab.

MEMOHON KEPADA ALLAH DENGAN DOA

MEMOHON KEPADA ALLAH DENGAN DOA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Pada Sabtu malam di Masjid Al Ihsan diselenggarakan acara tarawih, witir dan ceramah agama. Sesuai jadual,  30/03/2024, seharusnya yang memberikan taushiyah adalah Ustadz Drs. Ahmad Rofiq, SH, MH. Akan tetapi ternyata Ustdz Rofiq berhalangan hadir, sehingga saya yang diminta oleh takmir masjid untuk menggantikannya. Tentu saja perintah ini saya laksanakan sebagai konsekuensi atas keberadaan masjid yang berada di dekat rumah.

Oleh karena itu, di dalam acara kultum ini, saya menyampaikan beberapa hal terkait dengan kehidupan kita sebagai muslim di Indonesia. Ketiga hal tersebut saya kaitkan dengan doa yang lazim dibaca oleh Imam Shalat Rawatib di Masjid Al Ihsan. Yaitu Ustasdz Firdaus, Ustdz Alief dan Ustadz Syawwal, Ustadz Alief Rifqi dan Syawwal  adalah mahasiswa UINSA, sedangkan Ustdz Firdaus adalah  alumnus UINSA. Ketiganya  hafidz Alquran.

Saya mengawali ceramah ini dengan menjelaskan mengenai salah satu doa yang sering kita panjatkan kepada Allah SWT. Nyaris setiap berdoa,  imam masjid Al Ihsan membaca doa tersebut. Memang doa tersebut  merupakan permohonan kepada Allah SWT agar doa tersebut dikabulkan. Doa menjadi mujarab, dan pemohonan kita tentang apa yang didoakan diterima oleh Allah SWT. Doa tersebut adalah: Rabbana taqabbal minna du’a ana , innaka antas sami’un ‘alim, wa tub alaina innaka antat tawwabur rahim”. Yang  artinya: Wahai Tuhan kami terimalah doa kami, sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui, dan engkau adalah Dzat yang memberi ampunan, sesungguhnya Engkau Dzat yang maha pengampun”.

Doa ini sangat luar biasa dan memang harus sering kita baca seirama dengan doa apa saja yang kita panjatkan kepada Allah SWT. Jangan pernah ragu untuk memohon kepada Allah dengan permohonan yang tulus dan mengharap dengan sebenar-benarnya tentang permohonan tersebut. Jika kita sungguh-sungguh dalam berdoa tentu tidak ada halangan Allah untuk mengabulkannya. Tetapi yang penting bahwa kita harus dalam keadaan suci atau sedang dalam keadaaan berwudhu. Allah itu Maha Suci dan tentu akan senang jika orang yang berdoa dalam kesucian. Doa tersebut akan bisa menggambarkan siapa sesungguhnya manusia.

Pertama, doa dapat menggambarkan bahwa manusia adalah makhluk yang dhaif. Makhluk yang lemah. Manusia merupakan makhluk yang tidak memiliki daya dan kekuatan yang hebat sehingga bisa menaklukkan alam. Berhadapan dengan sesama makhluk, misalnya harimau saja manusia akan kalah jika manusia tidak memiliki kelebihan khusus. Coba kalau kita datang ke Kawah Bromo lalu berdirilah di bibir kawahnya, maka akan menunjukkan betapa kecilnya manusia itu di hadapan alam. Belum lagi berhadapan  dengan kekuasaan dan kekuatan Allah SWT.

Tentu ada manusia khusus yang bisa menundukkan binatang buas,  misalnya Syekh Abdul Jalil di kala berguru kepada Pendeta Buddha, Namanya Samsitawratah, lalu Syekh Abdul Jalil dan kawan-kawannya pergi ke hutan lalu bertemu dengan seekor harimau yang besar. Kawan-kawannya melarikan diri, sedangkan Syekh Abdul Jalil sendiri bertemu. Maka dengan doa yang dibacanya, maka harimau itu justru menunduk lalu menjilati Syekh Abdul Jalil dan menghormatinya. Karena kelebihan ilmu itu,  Syekh Abdul Jalil justru bisa berteman dengan Harimau.

Tetapi secara umum manusia itu lemah. Tetapi Allah memberinya kemampuan akal yang luar biasa. Allah memberikan Rational intelligent, sehingga dapat menciptakan senjata untuk bisa membunuh harimau bahkan untuk membunuh sesama manusia. Manusia dengan kemampuan akalnya dapat menciptakan hal-hal baru, misalnya teknologi sehingga manusia dapat hidup lebih baik. Makanya yang Maha Kuat adalah Allah SWT. Kita sebagai umat Islam harus menyatakan: la haula wa la quwwata illa billah”. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali daya dan kekuatan Allah SWT.

Kedua, melalui doa tersebut, maka kedudukan manusia adalah pemohon. Bukan kita sebagai makhluk yang menentukan apakah doa kita diterima atau ditolak oleh Allah. Dalam  hal ini, maka Allahlah yang menentukan. Manusia berusaha Tuhan yang menentukan. Man proposes God disposes. Manusia adalah makhluk yang memohon pertolongan. Ada syaratnya orang memohon, yaitu sebagaimana di dalam teks Surat Al Fatihah: iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in. kepada MU ya Allah kami menyembah dan kepada MU ya Allah kami memohon. Jadi harus mengabdi dulu, harus menyembah dulu dan baru memohon kepada Allah. Jadi jangan berkali-kali memohon tetapi tidak pernah mengabdikan diri kepada Allah SWT. Jalani dulu ibadahnya dan baru memohon kepada Allah SWT. Jika kepada manusia, maka kita harus bertolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, artinya kita harus saling berwasiat untuk berbuat baik dan mengingatkan agar terus bertaqwa kepada Allah SWT. Dilarang oleh Allah untuk saling menolong dalam kejahatan dan keburukan.

Ketiga,  di dalam berdoa kita meyakini bahwa Allah yang Maha Besar. Allahu Akbar. Dengan berdoa itu akan meneguhkan bahwa manusia adalah makhluk yang dhaif dan Allah adalah Dzat yang Maha Besar. Jadi tidak salah jika itu berdzikir dengan ucapan Allahu Akbar, Allahu Akbar sebanyak 33 kali setelah selesati sholat maktubah. Dzikir ini untuk meneguhkan akan kekuasaan dan kekuatan Allah SWT. Allah itu Maha Besar. Allah itu Maha Kuasa. Tidak ada satu makhluk pun yang melebihi kekuasaan dan kekuatannya.

Oleh karena itu di dalam berdoa agar hati kita meyakini bahwa hanya Allah saja yang akan mengabulkan doa dan permohonan kita. Yakin dan tawakkal kepadanya. Hanya saja tentang doa tersebut adakalanya memang segera dikabulkan, ada yang ditunda bahkan ada yang dikabulkan nanti kala di akherat. Yang penting jangan berputus asa untuk berdoa kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

 

AMAL SHALIH SEBAGAI TOLOK UKUR KEHIDUPAN

AMAL SHALIH SEBAGAI TOLOK UKUR KEHIDUPAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagaimana biasanya, maka setiap malam pada malam Ramadlan dilakukan acara kultum atau kependekan dari kuliah tujuh menit sebagai bagian dari acara ritual shalat tarawih dan witir yang nyaris dilakukan oleh  masyarakat di seluruh Indonesia. Saya tidak tahu kapan istilah kultum itu dipakai sebagai istilah public untuk menandai ceramah agama yang dilakukan secara rutin dalam waktu yang tidak panjang. Kira-kira berkisar 15-20 menit saja.

Di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya juga diadakan acara kultum pada setiap malam pada Bulan Ramadlan. Acara yang melekat pada ritual tarawih dan witir. Kali ini, 27/03/2024, yang memberikan ceramah agama adalah Ustdz Dr. Cholil Umam, Dosen Program Studi Bimbingan Konseling Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya. Ceramahnya tidak panjang tetapi mengena dan sesuai dengan kebutuhan siraman rohani pada jamaah masjid tersebut. Tema ceramahnya adalah kata ahsan. Disampaikannya ahsan itu mirip nama masjid ini, Al Ihsan. Ada tiga hal yang disampaikannya, yaitu:

Pertama, fi Ahsani taqwim. Manusia itu diciptakan Allah sebagai sebaik-baik makhluk. Manusia itu dibandingkan makhluk lainnya di dunia ini dinyatakan oleh Allah sebagai sebaik-baik makhluk. Karena manusia memiliki kelengkapan inteligensi yaitu inteligensi rasional, inteligensi emosional, inteligensi social dan inteligensi spiritual.

Jadi kita ini makhluk terbaik. Makanya manusia itu juga harus berpenampilan yang baik. Supaya menjadi lebih baik. Kita punya baju yang baik, kita punya sarung yang baik, kita punya kopyah yang baik, kita punya celana yang baik, maka yang baik-baik tersebut harus dipakai. Yang baik tidak mesti yang baru. Yang baik di dalam agama itu adalah kebersihannya dan keterbebasannya dari najis. Kalau sarung tidak harus bermerek BHS.

Oleh karena itu, jika kita shalat hendaknya dipakai pakaian yang terbaik, yang bersih dan tidak ada najisnya. Islam mengajarkan: “annadhofatu minal iman”, kebersihan merupakan sebagian dari iman. Kita menjadi senang jika melihat seseorang yang pakaiannya bersih, rapi, potongan rambutnya rapi, jika berkumis ditata yang rapi, kalau berjenggot juga rapi.  Tentu  saja semua itu menggambarkan tampilan terbaik bagi umat Islam.

Kedua, ahsanu qaulan atau perkataan yang terbaik atau sebaik-baik perkataan. Islam itu mengajarkan kepada  kita agar tutur kata kita merupakan  perkataan yang baik. Perkataan yang membuat orang lain sebagai lawan bicara  menjadi senang dan bahagia. Kalau kita berkata, maka  perkataan kita adalah perkataan yang lemah lembut yang membuat orang yang menjadi lawan pembicaraan itu menjadi senang dan bahagia. Kita memang harus berhati-hati di dalam berbicara. Terkadang tidak kita sadari bahwa pembicaraan kita ternyata menyakitkan hati orang. Pembicaraan tersebut dapat membuat orang tidak nyaman. Oleh karena itu setiap pembicaraan harus selalu  terukur kebaikannya. Perkataan demi perkataan yang kita ucapkan harus sesuai dengan berutur kata yang baik. Terkadang kita juga harus diam. Sebagaimana hadits Nabi  Muhammad SAW: falyaqul  khairan auliyasmuth, berkatalah yang baik atau lebih baik diam. Makanya ada yang menyatakan diam itu emas. Kita itu hidup dalam relasi social yang kompleks. Makanya kita harus hati-hati dan menjaga diri terutama dalam bertutur kata agar persahabatan atau perkawanan dengan orang lain itu akan terus berlangsung dengan kebaikan-kebaikan.

Ketiga, ahsanu amalan atau sebaik-baik amal perbuatan. Amal perbuatan itu tidak hanya amal perbuatan yang ditujukan kepada umat manusia tetapi juga amal perbuatan untuk Allah SWT. Amal perbuatan yang ditujukan kepada manusia adalah amal perbuatan yang berupa kebaikan yang mendahulukan kemaslahatan umum artinya bahwa perbuatan tersebut bisa membuat orang yang terkenai perbuatan menjadi senang.

Perbuatan yang kita lakukan tersebut memiliki makna kebaikan tidak hanya untuk diri kita tetapi juga untuk orang lain. Di dalam Bahasa Jawa dinyatakan: “wong liyo melu gumuyu” atau orang lain ikut menikmati dengan tersenyum. Perbuatan  kepada orang lain tersebut didasari oleh ajaran Islam. Sebuah perbuatan yang tidak menyakitkan orang, yang tidak menyusahkan orang dan perbuatan yang tidak membawa dampak buruk bagi orang lain. Jika kita ditakdirkan kaya, maka dalam relasi social kita tidak angkuh, sombong atau merasa yang paling hebat. Jika ditakdirkan menjadi pejabat, maka yang dilakukan adalah untuk kepentingan umat. Jika membuat kebijakan public, maka kebijakan tersebut berguna dan bermanfaat bagi orang lain atau rakyat.

Contoh lainnya, jika kita kaya maka kita mengeluarkan sedekah, infaq dan zakat. kita dapat  berbagi dengan orang lain yang membutuhkan. Sebagian harta kita  ada milik kaum dhuafa’, maka harus dikeluarkan sesuai dengan kadar kemampuan yang dimiliki. Contoh lainnya, jika ada orang yang kesulitan ekonomi maka bisa dibantu sesuai dengan kemampuan. Sedekah itu bisa menghilangkan bala’ sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: ashshadaqatu tadfa’u lil bala’ atau sedekah itu dapat dapat menghindarkan dari bala’ atau menghilangkan kesulitan, kesusahan dan mara bahaya. Orang yang bahagia adalah orang yang bisa terhindar dari kesulitan besar atau kecil.

Ketiganya tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi three in one. Ketiganya merupakan system yang saling terkait. Tidak bisa dipisah-pisah tetapi harus menjadi satu kesatuan. Oleh karena itu, orang yang baik adalah orang yang penampilannya baik atau menyenangkan orang, perkataan yang terbaik sehingga merasa senang bergaul dengannya dan perilakunya juga yang terbaik atau membawa manfaat bagi orang lain.

Sesungguhnya Allah menciptakan manusia untuk saling bergaul dengan kebaikan. Manusia harus mengedepankan kebaikan-kebaikan dalam relasi social. Oleh karena itu, jika kita menginginkan kebaikan dari orang lain, maka kita juga harus melakukan kebaikan kepada orang lain. Jika kita dapat melakukannya, maka kehadiran kita akan dirindukan orang, kehadiran kita dinantikan orang dan kita akan dapat merasakan kebahagiaan bersama-sama.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

NIKMAT IMAN YANG TAK TERNILAI

NIKMAT IMAN YANG TAK TERNILAI

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Iman kepada Allah merupakan substansi di dalam ajaran Islam. Yang lain-lain merupakan konsekuensi atas keimanan kita kepada Allah dimaksud. Jadi, kalau orang sudah beriman kepada Allah lalu baginya terdapat kewajiban sebagai umat Islam yang harus dipenuhi. Sebagai substansi maka iman merupakan urusan batin atau hati manusia, tetapi berimplikasi atas lesan, pikiran dan tindakan. Iman merupakan inti dari semua tindakan di dalam beragama.

Manusia dapat hidup karena tiupan roh dari Allah. Artinya, bahwa di dalam diri manusia sesungguhnya terdapat esensi ketuhanan. Makanya di dalam diri manusia sesungguhnya terdapat kesamaan antara Roh manusia dengan esensi ketuhanan. Jadi manusia mestilah memiliki keyakinan akan keberadaan Tuhan. Ada gelombang yang sama antara manusia yang mendapatkan tiupan roh dari Allah dengan keberadaan Allah. Di dalam diri manusia terdapat gelombang ketuhanan.

Hanya saja, gelombang ketuhanan tersebut bisa tereduksi di dalam pengaruh kehidupan duniawi. Di dalam sebuah cerita tentang Malaikat Harut dan Marut yang diturunkan ke bumi dan dilengkapi dengan instrument kemanusiaan, maka kedua Malaikat tersebut lalu berlaku seperti manusia yang memiliki hawa nafsu. Dan akhirnya nafsu amarah atau nafsu biologisnya yang mengedepan dan menjadi malaikat yang terpenjara di dalam kekhilafan. Padahal semula adalah malaikat yang hanya memiliki kepatuhan dan ketundukan kepada Allah saja. Begitulah pengaruh dunia atas nafsu manusia. Meskipun manusia sudah pernah berjanji akan keberadaan Tuhan sewaktu di alam roh, akan tetapi kemudian berpaling dari kepercayaannya tersebut karena factor duniawii.

Allah melambangkan orang yang dipengaruhi harta sebagai Qarun, orang yang dipengaruhi oleh kekuasaan seperti Namrudz, atau orang yang dipengaruhi oleh pemahaman ashabiyah seperti Ibnu Muljam dan sebagainya. Jika Qarun dan Namrudz memang orang yang tidak percaya Tuhan Allah karena dua-duanya menciptakan Tuhannya sendiri, maka Ibnu Muljam adalah orang yang sangat mempercayai keberadaan Allah bahkan guru ilmu Alqur’an, namun akhirnya harus membunuh Sayyidina Allah Karramahullahu wajhah karena faksi politik yang terjadi kala itu.

Berdasarkan atas cerita ini, maka bisa dipahami bahwa ada iman yang tidak menyelamatkan, dan ada yang tidak beriman yang memang tidak terselamatkan. Orang beriman kepada Allah dengan segala atribut keimanan yang sudah dilakukannya, tetapi menjadi tidak selamat sebab terlalu mengagungkan pembenaran atas perilakunya sendiri. Truth claimed yang berlebihan memang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Sebenarnya kita termasuk orang yang beruntung. Kita bisa mengaktualkan iman yang sudah kita perjanjikan dengan Allah. Kala kita hidup di dunia, maka kita beriman kepada Allah tanpa bertanya apakah dzat Allah itu, terdiri dari apa dzat Allah itu dan tidak bertanya bagaimana Allah itu menciptakan tata surya dengan segala kelengkapannya. Cukup bagi kita bahwa Allah itu Maha Kuasa, Allah itu Maha Mencipta, Allah itu Maha Tahu, Allah itu Maha Kasih Sayang  dan sejumlah sifat yang melekat atas kekuasannya. Yang  dibuktikan adalah produk di dalam tata surya dengan menggunakan perangkat teknologi telescope untuk mengamati tata surya dan segenap galaksi yang terdapat di dalamnya.

Mari kita bayangkan ada sekian banyak orang yang mendapatkan petunjuk melalui jalan berliku penuh dengan cobaan. Saya ingin mengambil contoh istrinya almarhum Adjie Massaid, Angelina Sondakh mantan Putri Indonesia, yang mendapatkan hidayah untuk masuk Islam. Begitu masuk Islam,  maka silih berganti cobaan dan penderitaan yang dialaminya. Suaminya tiba-tiba meninggal sewaktu main futsal, lalu tersandung kasus yang mengharuskannya mendekam di penjara dalam waktu yang sangat lama, 12 tahun, sementara anaknya masih kecil. Untungnya, Angelina ini berada di dalam keluarga yang memiliki pemahaman agama yang lentur meskipun keluarganya beragama Kristen. Begitu dahsyatnya cobaan yang dialaminya. Tidak terbayangkan bagaimana penderitannya tersebut. Dari seorang perempuan yang menjadi idola perempuan Indonesia karena kecantikannya, menjadi anggota DPR yang berwibawa,  lalu harus terjerembab di dalam kehinaan menjadi narapidana.

Namun keyakinannya akan agama Islam sama sekali tidak luntur. Di dalam penjara itu Anggi justru belajar agama, belajar mengaji Alqur’an dan melakukan ibadah sebagaimana yang diwajibkan di dalam Islam. Untuk menjadi muslim ternyata harus melalui jalan yang sangat berliku penuh tantangan dan tidak mudah untuk melampauinya. Tetapi hidayah tersebut sudah melekat di dalam jiwa dan batinnya sehingga tidak menggoyahkannya untuk kembali kepada keyakinan lamanya.

Inilah iman yang sangat misterius. Keyakinan akan adanya Tuhan yang sudah dilampaui manusia dalam kurun waktu 4.000 tahun sebelum masehi hingga sekarang. Iman yang menjadikan manusia melakukan kebaikan dengan semangat beribadah kepada Tuhan dan etos relasi social yang baik dengan sesama manusia dan juga etika atas pentingnya menjaga ekosistem alam yang baik dan membawa manfaat bagi kemanusiaan.

Kita ini orang yang tanpa berjuang sudah menjadi orang Islam. Kita menjadi muslim tanpa berjuang untuk menjadi muslim. Iman kita itu  given atau diberikan begitu saja oleh Tuhan  Allah kepada kita. Iman yang tidak dicapai by achievement. Iman yang dilalui dengan perjuangan yang sangat berat, tetapi iman yang kita dapatkan karena factor orang tua dan lingkungan kita.

Oleh karena itu sudah sepantasnya jika kita bersyukur kepada Allah yang telah memberikan iman itu kepada kita. Iman yang kita peroleh tanpa perjuangan. Kita sudah menjadi muslim bahkan sebelum lahir. Kala lahir sudah diadzani, diajari shalat kala usia enam tahun, belajar Alqur’an pada usia enam tahun dan bahkan bisa mengikuti Pendidikan agama di Pondok pesantren.  Alangkah nikmatnya kita ini telah menjadi muslim semenjak kita lahir, dan coba dibayangkan dengan orang yang di kala dewasa baru memperoleh hidayah dan melalui jalan yang sangat berliku.

Marilah iman yang sudah menjadi bagian di dalam hidup itu  kita pelihara, kita pertahankan dan kita tingkatkan kapasitasnya melalui berbagai macam cara untuk memelihara, mempertahankan dan meningkatkannya. Insyaallah kita adalah orang yang selamat karena keimanan kita kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam bi al shawab.

JAGA IMAN KITA  BERTAMBAH  BUKAN BERKURANG

JAGA IMAN KITA  BERTAMBAH  BUKAN BERKURANG

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagaimana yang sudah sering saya nyatakan bahwa iman merupakan keyakinan atas hal yang abstrak bahkan sangat abstrak karena terkait dengan kegaiban berbasis ajaran agama. Memang agama itu berisi tentang kegaiban, selain juga ada ajaran yang tidak berisi kegaiban. Bahkan ada kegaiban yang karena peran sains lalu menjadi hal yang  emprik. Saya sudah banyak menjelaskan tentang hal ini. Di antaranya tentang peristiwa mi’raj Nabi Muhammad SAW yang berdasarkan penjelasan antariksawan NASA bersesuaian dengan indikator-indikator di dalam Alqur’an.

Di dalam agama, Iman itu harus diyakini dan tidak boleh ada keraguan di dalamnya. Manusia diharuskan untuk meyakini hal-hal yang gaib, seperti keberadaan Allah yang Maha Gaib, Malaikat yang gaib, hari kiamat yang masih gaib, dan juga tentang Kitab Suci dan Rasul. Di dalam Surat Al Baqarah, dijelaskan “Alif lam Mim, dzalikal kitabu la raiba fihi hudal lil muttaqin. Alladzina yu’minuna bil ghaibi wa yuqimunash shalata wa mimma razaqnahum yunfiqun…”. Artinya: “alif lam mim, Kitab (Alqur’an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka”.

Islam mengajarkan kepada kita tentang keyakinan atas kegaiban, melakukan shalat dan menafkahkan rezeki yang didapatkannya. Jadi kalau kita mengaku sebagai orang Islam maka kita harus meyakini dunia kegaiban sebagaimana diajarkan oleh Islam, yaitu iman kepada Allah, malaikat, kitab suci, rasul, takdir dan hari kiyamat. Inilah substansi keimanan di dalam Islam. Tetapi yang paling mendasar adalah keyakinan tentang eksistensi Tuhan tetapi akan berimplikasi atas keyakinan pada  malaikat, rasul, kitab suci, takdir dan hari akhir. Saya menyatakan sebagai implikasi sebab keimanan atas yang lain itu adalah kepercayaan atas ciptaan Allah. Jadi iman yang substantif adalah iman kepada Allah. Jika kita sudah percaya kepada Allah, maka hal-hal lain diharuskan mengikutinya.

Iman itu dunia kegaiban yang posisinya di luar kebenaran empiris sensual dan kebenaran empiris rasional. Iman itu berada di luar kemampuan observasi dan rasio. Jadi kalau seseorang menggunakan keduanya dipastikan tidak akan menemukan kegaiban Tuhan. Dia akan jatuh ke dalam atheisme atau gnotisisme. Meskipun kita tidak mampu membuktikan iman kita kepada Allah dengan berbagai perangkat yang ada di dalam diri kita, tetapi kita sudah mempercayainya. Kita bersyukur bahwa meskipun kita tidak tergolong dalam golongan orang khusus, misalnya para sahabat, tabiin dan tabiit-tabiin termasuk pada waliyullah, akan tetapi karena factor lingkungan maka kita menjadi orang Islam yang percaya secara penuh atas keberadaan Allah.

Manusia tidak memiliki perangkat yang memadai untuk membuktikan atas keberadaan Tuhan. Kita tidak bisa masuk ke dalam dunia kegaiban. Jangankan membuktikan keberadaan Allah,  untuk membuktikan ciptaan Allah seperti makhluk Jin saja kita tidak mampu. Memang ada orang yang bisa memasuki alam Jin dan ini bisa dipelajari, akan tetapi  hanya orang khusus yang bisa melakukannya dan berhasil. Ada orang yang bisa melihat kegaiban dunia jin dan seperti riil adanya.

Iman adalah dunia gaib, maka juga pantas jika manusia sebagai makhluk fisikal lalu terkadang mempertanyakan tentang keimanan itu. Ada yang bertanya dan kemudian kebablas bahkan keluar dari jalur keimanan dan berakhir dengan gnostik atau atheis dan murtad dari ajaran agama.   Mereka orang yang kritis terhadap ajaran agama, khususnya dalam dimensi keyakinan kepada Tuhan dan kemudian terus mencari identitas keyakinannya namun demikian justru tidak ditemukannya. Ada  orang yang semula sangat religious tetapi karena belajar tentang Marxisme, sosialisme dan komunisme lalu berakhir dengan sikap atheism. D.N. Aidit, tokoh PKI adalah seorang santri dari Sumatera Barat, tetapi karena terlibat dalam proyek komunisme internasional, maka berubah pemikirannya menjadi komunis yang atheis.  Jadi seseorang bisa berkurang atau berubah keimanannya  karena factor pembelajaran atau bacaan atas apa yang dikajinya atau kebiasaan yang kemudian akhirnya menjadi ideologi. Jika demikian, maka akhirnya iman akan berkurang bahkan berubah.

Iman juga dapat bertambah artinya perasaan, hati dan pikiran kita semakin meyakini akan keberadaan Allah. Di dalam hal ini iman dapat bertambah jika memang ada stimulus yang menjadi motif penyebabnya. Ada kalanya bacaan dapat memperkuat iman kita. Kalau kita membaca di Youtube tentang kejadian-kejadian di dalam tata surya atas hasil kajian para scientis, maka kita akan merasakan bahwa alam itu sedemikian rumitnya tetapi ada kekuatan yang mengaturnya. Semua berada dalam garis edarnya dan tidak terjadi tabrakan antar galaksi di dalam tata surya kita.

Kiamat itu diprediksi akan terjadi jika tata surya sudah tidak lagi beredar dalam garis edarnya sehingga antara satu dengan lainnya bertabrakan dan menjadikan  tata surya mengalami kerusakan. Alqur’an sudah menjelaskan banyak hal di dalam Juz 30 di dalam Alqur’an. Misalnya Surat Al Zalzalah, Surat Al Qira’ah, Surat al Insyiqaq dan sebagainya. Surat-surat di dalam juz 30 ini merupakan tandzir atau peringatan bagi manusia bahwa hari akhir itu ada dan harus dipercayai dan hal ini sesuai dengan penelitian di bidang sains.

Oleh karena itu marilah kita jaga iman kita agar iman terus berada di dalam diri kita. Jangan sampai yang sudah tertanam di dalam lubuk bertahun-tahun kemudian terpengaruh oleh factor dari luar diri kita apapun factor tersebut. Bisa factor bacaan, factor perkawanan, factor pernikahan dan sebagainya. Kita jaga sepenuh jiwa dan raga, agar iman tetap bersemayam di dalam diri kita.

Wallahu a’lam bi al shawab.