• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

JAGA IMAN KITA  BERTAMBAH  BUKAN BERKURANG

JAGA IMAN KITA  BERTAMBAH  BUKAN BERKURANG

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagaimana yang sudah sering saya nyatakan bahwa iman merupakan keyakinan atas hal yang abstrak bahkan sangat abstrak karena terkait dengan kegaiban berbasis ajaran agama. Memang agama itu berisi tentang kegaiban, selain juga ada ajaran yang tidak berisi kegaiban. Bahkan ada kegaiban yang karena peran sains lalu menjadi hal yang  emprik. Saya sudah banyak menjelaskan tentang hal ini. Di antaranya tentang peristiwa mi’raj Nabi Muhammad SAW yang berdasarkan penjelasan antariksawan NASA bersesuaian dengan indikator-indikator di dalam Alqur’an.

Di dalam agama, Iman itu harus diyakini dan tidak boleh ada keraguan di dalamnya. Manusia diharuskan untuk meyakini hal-hal yang gaib, seperti keberadaan Allah yang Maha Gaib, Malaikat yang gaib, hari kiamat yang masih gaib, dan juga tentang Kitab Suci dan Rasul. Di dalam Surat Al Baqarah, dijelaskan “Alif lam Mim, dzalikal kitabu la raiba fihi hudal lil muttaqin. Alladzina yu’minuna bil ghaibi wa yuqimunash shalata wa mimma razaqnahum yunfiqun…”. Artinya: “alif lam mim, Kitab (Alqur’an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka”.

Islam mengajarkan kepada kita tentang keyakinan atas kegaiban, melakukan shalat dan menafkahkan rezeki yang didapatkannya. Jadi kalau kita mengaku sebagai orang Islam maka kita harus meyakini dunia kegaiban sebagaimana diajarkan oleh Islam, yaitu iman kepada Allah, malaikat, kitab suci, rasul, takdir dan hari kiyamat. Inilah substansi keimanan di dalam Islam. Tetapi yang paling mendasar adalah keyakinan tentang eksistensi Tuhan tetapi akan berimplikasi atas keyakinan pada  malaikat, rasul, kitab suci, takdir dan hari akhir. Saya menyatakan sebagai implikasi sebab keimanan atas yang lain itu adalah kepercayaan atas ciptaan Allah. Jadi iman yang substantif adalah iman kepada Allah. Jika kita sudah percaya kepada Allah, maka hal-hal lain diharuskan mengikutinya.

Iman itu dunia kegaiban yang posisinya di luar kebenaran empiris sensual dan kebenaran empiris rasional. Iman itu berada di luar kemampuan observasi dan rasio. Jadi kalau seseorang menggunakan keduanya dipastikan tidak akan menemukan kegaiban Tuhan. Dia akan jatuh ke dalam atheisme atau gnotisisme. Meskipun kita tidak mampu membuktikan iman kita kepada Allah dengan berbagai perangkat yang ada di dalam diri kita, tetapi kita sudah mempercayainya. Kita bersyukur bahwa meskipun kita tidak tergolong dalam golongan orang khusus, misalnya para sahabat, tabiin dan tabiit-tabiin termasuk pada waliyullah, akan tetapi karena factor lingkungan maka kita menjadi orang Islam yang percaya secara penuh atas keberadaan Allah.

Manusia tidak memiliki perangkat yang memadai untuk membuktikan atas keberadaan Tuhan. Kita tidak bisa masuk ke dalam dunia kegaiban. Jangankan membuktikan keberadaan Allah,  untuk membuktikan ciptaan Allah seperti makhluk Jin saja kita tidak mampu. Memang ada orang yang bisa memasuki alam Jin dan ini bisa dipelajari, akan tetapi  hanya orang khusus yang bisa melakukannya dan berhasil. Ada orang yang bisa melihat kegaiban dunia jin dan seperti riil adanya.

Iman adalah dunia gaib, maka juga pantas jika manusia sebagai makhluk fisikal lalu terkadang mempertanyakan tentang keimanan itu. Ada yang bertanya dan kemudian kebablas bahkan keluar dari jalur keimanan dan berakhir dengan gnostik atau atheis dan murtad dari ajaran agama.   Mereka orang yang kritis terhadap ajaran agama, khususnya dalam dimensi keyakinan kepada Tuhan dan kemudian terus mencari identitas keyakinannya namun demikian justru tidak ditemukannya. Ada  orang yang semula sangat religious tetapi karena belajar tentang Marxisme, sosialisme dan komunisme lalu berakhir dengan sikap atheism. D.N. Aidit, tokoh PKI adalah seorang santri dari Sumatera Barat, tetapi karena terlibat dalam proyek komunisme internasional, maka berubah pemikirannya menjadi komunis yang atheis.  Jadi seseorang bisa berkurang atau berubah keimanannya  karena factor pembelajaran atau bacaan atas apa yang dikajinya atau kebiasaan yang kemudian akhirnya menjadi ideologi. Jika demikian, maka akhirnya iman akan berkurang bahkan berubah.

Iman juga dapat bertambah artinya perasaan, hati dan pikiran kita semakin meyakini akan keberadaan Allah. Di dalam hal ini iman dapat bertambah jika memang ada stimulus yang menjadi motif penyebabnya. Ada kalanya bacaan dapat memperkuat iman kita. Kalau kita membaca di Youtube tentang kejadian-kejadian di dalam tata surya atas hasil kajian para scientis, maka kita akan merasakan bahwa alam itu sedemikian rumitnya tetapi ada kekuatan yang mengaturnya. Semua berada dalam garis edarnya dan tidak terjadi tabrakan antar galaksi di dalam tata surya kita.

Kiamat itu diprediksi akan terjadi jika tata surya sudah tidak lagi beredar dalam garis edarnya sehingga antara satu dengan lainnya bertabrakan dan menjadikan  tata surya mengalami kerusakan. Alqur’an sudah menjelaskan banyak hal di dalam Juz 30 di dalam Alqur’an. Misalnya Surat Al Zalzalah, Surat Al Qira’ah, Surat al Insyiqaq dan sebagainya. Surat-surat di dalam juz 30 ini merupakan tandzir atau peringatan bagi manusia bahwa hari akhir itu ada dan harus dipercayai dan hal ini sesuai dengan penelitian di bidang sains.

Oleh karena itu marilah kita jaga iman kita agar iman terus berada di dalam diri kita. Jangan sampai yang sudah tertanam di dalam lubuk bertahun-tahun kemudian terpengaruh oleh factor dari luar diri kita apapun factor tersebut. Bisa factor bacaan, factor perkawanan, factor pernikahan dan sebagainya. Kita jaga sepenuh jiwa dan raga, agar iman tetap bersemayam di dalam diri kita.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..