• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KE ARAB SAUDI LAGI: MELEPAS KLOTER AKHIR (11)

KE ARAB SAUDI LAGI: MELEPAS KLOTER AKHIR (11)
Salah satu tugas yang harus saya lakukan selain melakukan evaluasi penyelenggaraan haji tahun 2017 ialah melepas jamaah haji kloter terakhir di Madinah. Saya bersyukur bahwa pelepasan berjalan lancar dan juga dihadiri oleh Konsul Jenderal RI di Jeddah, Pak Mohammad Herman Hardiyanto dan jajarannya. Selain itu tentu juga petugas haji dari PPIH Arab Saudi dan petugas evaluasi dari Jakarta. Hadir bersama saya itu, Pak Jauhari, Pak Arsyad, Pak Handy, Pak Amin, dari Daker Bandara dan Daker Madinah, lalu Pak Ali (Karoren), Pak Syihab, Pak Jemi, Pak Haryanto, Pak Arfi, dan Pak Slamet.
Acara ini diselenggarakan di Hotel Warhah Rawdah Madinah (6/10/2017) dan dihadiri oleh Jamaah Haji Indonesia asal Nusa Tenggara Barat, yang tergabung di dalam kloter akhir untuk penerbangan Madinah-Jakarta. Acara ini dilaksanakan pada jam 14 WAS dan kemudian seluruh bus bergerak ke Bandara Madinah pada jam 15.30 WAS. Ikut serta juga melepas jamaah haji ialah Pak Konsul Jenderal, dan perwakilan Arab Saudi. Kami bertiga melepas keberangkatan jamaah haji Indonesia dengan kibaran Bendera Merah Putih dengan cara mengibarkan bersama-sama.
Di dalam sambutannya, Pak Herman menyatakan ucapan terima kasihnya kepada Jamaah Haji Indonesia yang selama penyelenggaraan haji dikenal sebagai jamaah haji yang tertib dan santun. Beliau juga menyatakan: “penyelenggaraan haji tahun ini sangat berhasil sebab tidak ada masalah yang sulit sebagaimana tahun lalu. Tahun ini nyaris tidak ada masalah yang membuat kerumitan”. Ditambahkan lagi: “tahun lalu ada masalah dengan pengiriman uang dalam jumlah besar, yang mengharuskan adanya diplomasi yang intensif”.
Saya menyampaikan tiga hal terkait dengan pesan-pesan di dalam pemulangan jamaah haji asal NTB ini, yaitu: pertama, ucapan terima kasih kepada seluruh PPIH yang sudah bekerja keras untuk menyukseskan penyelenggaraan haji tahun ini. menurut saya luar biasa, sebab meskipun jumlahnya terbatas akan tetapi dapat menyelesaikan tugasnya dengan sangat baik. Ucapan terima kasih juga kepada seluruh jajaran pejabat di Kedutaan Besar RI yang juga sudah memberikan atensi dan pelayanan yang optimal kepada penyelenggaraan haji Indonesia. Tentu saya juga mengapresiasi terhadap Pemerintah Arab Saudi yang telah memberikan pelayanan sangat baik bagi jamaah haji Indonesia. Sebagai pelayan Haramain, maka Pemerintah Saudi telah bekerja optimal di dalam pelayanan haji dimaksud.
Kedua, bagi para jamaah haji Indonesia, saya kira tidak ada ucapan yang lebi baik kecuali ucapan selamat dan agar bersyukur atas kesempatan Bapak dan Ibu untuk menjadi jamaah haji. Bisa dibayangkan dari sejumlah umat Islam di Indonesia yang jumlahnya 210 juta, hanya sebanyak 221.000 orang yang bisa pergi haji. Ini merupakan karunia yang luar biasa bagi kita semua. Bapak dan Ibu adalah orang yang terpilih. Orang yang telah mendapatkan panggilan dari Allah swt untuk melakukan ibadah haji. Sebab kita semua meyakini bahwa ibadah haji adalah ibadah yang hanya akan terjadi kalau kita mendapatkan panggilan dari Allah swt. Ada banyak orang kaya, ada banyak orang yang mampu tetapi tidak semuanya bisa pergi haji. Maka sekali lagi marilah kita bersyukur atas nikmat Allah yang luar biasa ini.
Kini, Bapak dan Ibu telah menjadi orang Islam yang kaffah. Sebab sudah bisa melakukan ibadah haji yang merupakan rukun Islam yang kelima. Bapak dan Ibu telah melaksanakan perintah Allah, “udkhuluu fi al silmi kaffah”. Dengan telah melaksanakan rukun Islam yang kelima, berarti seluruh rukun Islam telah kita laksanakan. Sekali lagi selamat dengan harapan dan doa kita semuua semoga Bapak dan Ibu seluruh jamaah haji Indonesia menjadi haji yang mabrur. Allahumma Amin.
Ketiga, bapak dan Ibu tentu sudah rindu rumah, rindu anak, cucu dan kerabat di tanah air, sebab sudah selama 40 hari lebih tidak bertemu. Tetapi yang jauh lebih penting ialah rindu akan selalu dalam kebaikan dan rindu akan kebenaran. Setelah menjadi haji, maka Bapak dan Ibu akan menjadi teladan di dalam pengamalan agama Islam. Bapak dan Ibu akan menjadi penerang, penyuluh, dan penyebar Islam di daerahnya masing-masing. Bapak dan Ibu akan menjadi obor yang menerangi umat Islam di daerahnya masing-masing, sehingga akan menjadi teladan bagi umat Islam.
Di sinilah makna penting kenapa Bapak dan Ibu harus rindu akan selalu berada di dalam kebaikan dan kebenaran. Kita semua tentu berharap bahwa dengan menjadi haji maka amalan ibadah kita kepada Allah akan semakin baik dan amal sosial kita juga semakin baik. Jika ini yang telah kita lakukan, maka kitalah yang sesungguhnya telah menjadi haji mabrur dan kita semua telah menjadi umat Islam yang terbaik.
Terakhir, marilah kita berdoa kepada Allah swt: “Allahummaj’al hajjana hajjan mabruro, wa sa’yana sa’yan masykuro, wa dzanbana dzanban maghfuro, wa tijaratana tijaratan lan tabur”. Semoga kita semua menjadi haji mabrur.
Wallahu a’lam bi al shawab.

KE ARAB SAUDI LAGI; EVALUASI HAJI 2017 DI MADINAH (10)

KE ARAB SAUDI LAGI; EVALUASI HAJI 2017 DI MADINAH (10)
Laporan evaluasi ini ternyata cukup mendasar untuk menggambarkan bahwa penyelenggaran haji kita memang memerlukan sejumlah perubahan untuk menuju kepada palayanan yang lebih optimal.
Di dalam kesempatan ini, saya menyampaikan tiga hal terkait dengan penyelenggaraan haji tahun 2017. Pertama, tentu saja saya mengapresiasi atas keberhasilan menyelenggarakan ibadah haji tahun 2017, yang berdasarkan pandangan banyak pihak menuai keberhasilan. Banyak yang memberikan komentar bahwa penyelenggaraan haji tahun ini lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. Termasuk media juga memberikan apresiasi terhadap penyelenggaraan haji kita. Kepada seluruh jajaran PPIH tentu saya mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga atas keberhasilan penyelenggaraan haji tahun ini. juga kepada awak media. Kerja keras semua pihak dan keikhlasan bekerja tentu menjadi motivator penting di dalam menggapai kesuksesan.
Kedua, ada beberapa catatan yang saya kita penting untuk digarisbawahi di dalam kerangka akan dilakukannya evaluasi penyelenggaraan haji di Jakarta sebagaimana yang biasa kita lakukan. Catatan tersebut ialah: 1) pemaparan sebagaimana kita lihat di slide demi slide itu perlu memperoleh sentuhan tambahan, misalnya tidak hanya menggambarkan tentang fakta dan data terkait dengan deskripsi Jemaah haji, deskripsi transportasi, dan lain-lain, tetapi yang jauh lebih penting ialah menggambarkan problema dan tantangan yang dihadapi oleh PPIH selama penyelenggaraan haji. Pemaparan secara oral sudah sangat baik, tetapi agar menjadi poin penekanan dalam kerangka untuk memperoleh jalan keluar atau solusi, maka di dalam slide perlu ditegaskan tentang tantangan dan problem yang dirasakan oleh para pelaku langsung, yaitu para PPIH.
Bagi saya, di dalam evaluasi itu akan menggambarkan tiga hal, yaitu: a) gambaran penyelenggaraan haji melalui pemaparan data dan fakta penyelenggaraan haji beserta seluruh variabel-variabel yang ada, lalu success story dan juga problematic story. Cerita kesuksesan diperlukan agar kita marasakan bahwa kita berhasil di dalam penyelenggaraan haji, dan cerita problem penyelenggaraan haji diperlukan dalam kerangka untuk perbaikan di masa depan.
2) petugas kita tahun ini kurang proporsional baik dalam jumlah maupun dalam perspektif gender. Jumlah petugas lelaki jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah petugas perempuan. Padahal jumlah Jemaah haji perempuan lebih banyak. Di dalam konteks ini rasanya perlu ada upaya untuk membuat kebijakan yang memihak kepada perspektif jender ini. Harus dimulai untuk memberikan peluang bagi petugas perempuan lebih banyak dibandingkan lelaki. Lalu, tahun ini juga dirumuskan kebijakan tentang tambahan tugas bagi para Karu dan Karom, pertanyaannya ialah apakah tugas tambahan ini berjalan atau tidak. Rasanya memang perlu evaluasi secara lebih mendalam.
3) tentang kebijakan system blocking time pada penentuan pemondokan jamaah di Madinah. Rasanya dengan mendengarkan keluhan tentang banyaknya jamaah yang kopernya ketelingsut dan baru ditemukan beberapa hari kemudian serta ketidakmungkinan memberikan tambahan manasik haji bagi mereka karena terdapat juga jamaah dari negara lain, dan juga rumitnya pemindahan dan sebagainya, maka diperlukan kajian atau eksersais apakah di Madinah juga perlu menggunakan system full time haji. Tentu harus dilakukan kajian yang mendasar agar semua pihak memahami tentang masalah ini.
4) tentang pelayanan bandara, saya kira harus ada keberanian untuk membuat kebijakan baru terkait dengan kapan harus menggunakan kain ihram. Dengan semakin ketatnya pelayanan di bandara, dan problem jamaah kita terkait dengan pemakaian kain ihram dan sebagainya, maka ke depan harus dipikirkan juga bagaimana agar jamaah di plaza bandara lebih cepat waktunya. Selama ini membutuhkan waktu 4-5 jam dengan fakta pemakaian ihram di bandara. Dengan memakai kain ihram di Bandara masing-masing cukup waktu 2 (dua) jam saja.
5) tentang pemeriksaan barang bawaan jamaah yang makin ketat. Rasanya juga diperlukan kerjasama yang semakin baik dengan otoritas bandara agar peristiwa-peristiwa seperti pemulangan jamaah atau pengembalian jamaah dan juga persoalan barang bawaan jamaah tidak bermasalah. Mungkin diperlukan pemeriksaan lebih awal dengan otoritas bandara baik di Arab Saudi maupun di Indonesia. Termasuk di dalamnya juga tentang e-hajj yang harus memperoleh perhatian ekstra keras.
Ketiga, dirasakan perlunya untuk melakukan banyak hal, yaitu: 1) menyusun kebijakan yang berselaras dengan kepentingan Pemerintah Arab Saudi terkait misalnya penerimaan di Bandara Jeddah maupun Madinah, e-hajj, barang bawaan jamaah dan sebagainya. 2) diperlukan kebijakan internal Kementerian Agama untuk merumuskan hal-hal yang diperlukan dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan pelayanan kepada jamaah. 3) diperlukan kajian secara mendalam terhadap kebijakan yang sudah dilakukan atau yang akan dilakukan. Saya kira Ditjen PHU perlu bekerja sama dengan Balitbang untuk melakukan evaluasi berdasarkan atas kajian terhadap hal-hal yang diperlukan. 4) khusus untuk PIHK, saya kira juga diperlukan laporan khusus, sebab sebagai bagian dari tanggung jawab nasional penyelenggara haji, maka kemenag harus terlibat di dalam pengawasan dan monitoring terhadap penyelenggaraan PIHK. Jangan sampai ketika ada masalah yang dilakukan oleh mereka ini, lalu Kemenag yang mendapatkan kesan jeleknya. Dalam bahasa Jawa disebutkan “gak melu mangan nagkane, melu kena pulute” atau “tidak ikut makan nangkanya, akan tetapi kena getahnya”.
Wallahu a’lam bi al shawab.

KE ARAB SAUDI LAGI: EVALUASI HAJI TAHUN 2017 DI MADINAH (9)

KE ARAB SAUDI LAGI: EVALUASI HAJI TAHUN 2017 DI MADINAH (9)
Hari Kamis Pagi, saya dan kawan-kawan Daker Bandara Jeddah dan Madinah serta Daker Madinah menyelenggarakan acara evaluasi mengenai pelaksanaan haji tahun 2017 di Wisma Haji Indonesia di Madinah. Hadir di acara ini adalah saya (Nur Syam, Sekjen Kemenag), Pak Dr. Ali Rahmat (Karoren), Pak Syihabuddin, Amin Handoyo (Kadaker Madinah), Pak Arsyad Hidayat (Kadaker Bandara), Pak Slamet, Pak Arfi, Pak Hariyanto dan jajaran PPIH di Madinah.
Rapat evaluasi ini tentu membahas beberapa hal yang terkait dengan penyelenggaraan haji tahun 2017 untuk Arab Saudi maupun secara khusus Daerah Kerja Bandara Jeddah dan Madinah maupun Daerah Kerja Madinah. Rapat yang sangat berarti di dalam kerangka untuk membedah lebih awal tentang beberapa problem yang dihadapi oleh PPIH di dalam pelaksanaan haji.
Rapat dimulai dengan pemaparan Pak Amin Handoyo tentang penyelenggaraan haji tahun 2017 dan dilanjutkan oleh Pak Arsyad. Tidak banyak berbeda dengan pemaparan Pak Dumyati (Ketua PPIH) terutama yang menyangkut data-data deskriptif tentang jumlah jamaah haji yang datang ke tanah Suci, dan juga yang datang ke Madinah dalam rangka pelaksanaan shalat arbain. Beberapa negara yang masih menyelenggarakan shalat Arabin adalah Indonesia dan Malaysia, sedangkan Turki dan lainnya sudah tidak lagi menjalankan shalat Arbain. Jadi ke Madinah untuk berziarah ke Makam Nabi Muhammad Saw saja. Kita merasa sangat bersyukur sebab nyaris seluruh jamaah haji kita bisa melaksanakan shalat arbain, yang bagi jamaah haji Indonesia nyaris menjadi ritual “wajib”. Wajib dalam konteks mereka akan menempuh shalat arbain, dan jika tidak mencapai hal itu dianggap kurang di dalam ritual haji secara keseluruhan.
Baik Pak Amin maupun Pak Arsyad keduanya menyinggung persoalan yang dirasakan oleh PPIH dalam kaitannya dengan pelayanan haji. Pertama, terkait dengan penambahan jamaah haji yang tidak diikuti oleh pertambahan petugas haji. Bahkan lebih parah lagi bahwa jamaah haji perempuan berjumlah 55,62 persen dan jamaah laki-laki sebanyak 44,38 persen. Akan tetapi jumlah petugas haji perempuan sangat tidak berimbang. Misalnya di Daker Bandara, jumlah petugas haji perempuan sangat sedikit, padahal mereka yang sesungguhnya melayani para jamaah haji perempuan, baik yang sudah udzur maupun yang sehat, yang tua maupun yang muda. Ketidakseimbangan jumlah petugas ini tentu berakibat jamaah perempuan tidak dapat dilayani secara maksimal.
Kedua, screening haji di Arab Saudi makin ketat. Sehingga banyak hal yang dirasakan bisa menghambat terhadap proses imigrasi. Misalnya ketat di dalam melakukan pemeriksaan terhadap barang bawaan jamaah. Masih ada jamaah haji yang membawa barang-barang yang tidak diperkenankan lagi sekarang ini.
Ketiga, pembatasan waktu tunggu di plaza Bandara KIAA Jeddah. Sebagai akibat pembatasan waktu itu, maka banyak jamaah kita yang “diusir” agar segera meninggalkan bandara. Padahal banyak di antara jamaah kita yang mandi, wudlu, pakaian ihram dalam antrian panjang yang memerlukan waktu lebih dari yang diperlukan. Makanya, ke depan diperlukan suatu strategi menggunakan pakaian ihram saat di bandara masing-masing, misalnya di Surabaya, Jakarta dan lain-lain. Sekedar memakai pakaian ihram. Adapun niat hajinya dilakukan di Bandara Jeddah. Bahkan PPIH juga diultimatum agar ke depan tidak lagi seperti sekarang.
Keempat, jamaah kloter terpisah yang juga menjadi penyebab kesulitan di dalam memisahkan koper-koper yang dibawanya. Ada yang kopernya baru bisa ditemukan dalam waktu 5 (lima) hari. Tentu hal ini akan menyebabkan beban psikhologis bagi jamaah haji tersebut. Pisah pemondokan dari jamaah dalam satu kloter ternyata memang bisa menjadi penyebab masalah-masalah lainnya. Memang sewa hotel di Madinah itu berbeda dengan di Makkah. Jika di Makkah menggunakan system full time musim haji, maka di Madinah menggunakan system blocking time musim haji. Akibatnya, di dalam satu hotel terdapat sejumlah jamaah haji dari negara lain.
Kelima, masih ada catering yang menyediakan makanan basi. Hal ini tentu cepat teratasi. Tetapi prestasi yang bagus juga ada misalnya penyediaan catering yang bisa dimasukkan ke dalam plaza bandara.
Keenam, pelayanan kesehatan melalui Yankes Mobile. Hal ini menyulitkan sebab di saat ada jamaah yang memerlukan penanganan kesehatan lalu pada saat itu tidak ada yankes mobilenya. Tahun lalu, pelayanan kesehatan dilakukan di KIAA Jeddah, sehingga memudahkan.
Hal-hal ini yang memerlukan penyelesaian terutama terkait dengan pentingnya peningkatan pelayanan haji. Dan di Jakarta nanti harus diperoleh jalan pemecahan atau solusi terkait dengan evaluasi haji tahun 2017.
Wallahu a’lam bi al shawab.

KE ARAB SAUDI LAGI; SITUS MASJID NABI DI TAIF TAK TERAWAT (8)

KE ARAB SAUDI LAGI; SITUS MASJID NABI DI TAIF MEMPRIHATINKAN (8)
Saya tentu merasa sangat senang bisa mengunjungi Kota Thaif yang dingin dan indah di tengah gurun tandus di Arab Saudi. Kota ini tidak besar dan juga tidak sebagaimana kota Makkah, Jeddah atau Madinah yang dipenuhi dengan hutan beton, bangunan hotel tinggi menjulang ke langit.
Thaif hanyalah kota kecil tetapi menjadi tujuan wisata bagi warga Arab yang berkeinginan untuk menikmati hawa dingin pegunungan. Makanya, lalu lintas dari dan ke Thaif juga ramai. Banyak mobil-mobil pribadi yang lalu lalang menuju ke Thaif baik dari Riyadh maupun dari Mekkah al Mukarramah.
Thaif memiliki sejarah hebat di dalam proses Islamisasi Arab Saudi, sebab di sinilah pernah terjadi peristiwa Nabi Muhammad saw berdakwah dan ditolak oleh warga Thaif. Kejadian ini yang digambarkan oleh Hadits Nabi Muhammad sebagaimana diuraikan oleh Imam Bukhori dan Muslim. Hadits yang menggambarkan kesabaran Nabi Muhammad saw sebagai Nabi dengan gelar Ulul Azmi.
Jalan menuju ke Thaif pada zaman Nabi Muhammad saw tentu adalah jalan setapak. Jalan yang tidak sebagaimana jalan tol sekarang. Saya berkeyakinan bahwa jalan menuju ke Thaif adalah jalan masa lalu yang merupakan jalan kaum suku yang masih sederhana. Mungkin juga sudah ada jalan setapak yang menghubungkan antara mekah dan Thaif dan juga wilayah lain. Akan tetapi tentu jalan yang berkelok dan mendaki atau menurun dari gunung ke gunung. Semua tentu masih serba sulit dan berliku.
Nabi Muhammad saw tentu juga melalui jalan seperti itu untuk sampai ke Thaif. Terlepas bahwa Nabi Muhammad saw tentu memperoleh kemudahan dari Allah, sebagaimana di setiap perjalanannya selalu diikuti dengan awan yang memayunginya, maka kita juga berkeyakinan bahwa Nabi Muhammad saw juga memperoleh kemudahan untuk sampai ke Thaif. Hanya Nabi dan Allah yang mengetahui tentang hal ini.
Di Thaif Nabi Muhammad saw memperoleh perlakuan yang menyakitkan. Dilempar batu, dilempar kotoran dan juga dicaci maki. Tempat Nabi Muhammad saw tersebut lalu ditandai dengan didirikannya masjid Nabi Muhammad di sebelah kanan jalan
Tol menuju ke Mekkah atau sisi kiri dari arah jalan tol menuju ke Thaif dari Mekkah.
Mungkin masjid Nabi Muhammad saw itu sama dengan mushalla di Indonesia. Ukurannya hanya kecil saja, dengan dua pintu luar dan pintu dalam dan terdapat mimbar untuk berkhotbah. Bangunan segi empat tersebut sangat sederhana, dan menilik terhadap kayu di pintu depan, sepertinya pernah terbakar. Masih ada sisa-sisa bekas kebakaran yang dapat dilihat di masjid ini.
Dinding masjid ini juga sudah kelihatan rapuh dan tidak terawat. Atapnya yang terbuat dari kayu juga sudah jebol dan rusak cukup parah. Saya sempat melihat secara mendetil terhadap kerusakan masjid Nabi Muhammad saw ini. Bagi saya bukan menandai masa lalu yang tidak baik, tetapi yang sangat mendasar adalah bahwa masjid Nabi Muhammad saw ini perlu dilestarikan. Jika di Indonesia, maka akan bisa menjadi situs terhormat, karena di sini ada peristiwa sejarah yang tentu akan bisa dikenang. Bukan untuk melihat masa lalu yang kelam, tetapi untuk pelajaran bagi generasi mendatang bahwa di tempat ini pernah terjadi peristiwa sejarah Islamisasi.
Sungguh masjid Nabi Muhammad saw di Thaif ini memerlukan perhatian khusus, terutama dari otoritas Saudi Arabia. Sekurang-kurangnya ialah melakukan perbaikan terhadap atapnya yang jebol, memperbaiki lantainya yang kumuh dan juga sajadah-sajadah yang kotor tidak terawat. Bagi kita, masjid ini adalah monument penggalan sejarah Islam yang mesti dilestarikan.
Dalam jarak 500 M di sebelah sisi jalan kanan menuju ke Thaif, juga dijumpai Masjid Sayyidina Ali Karramahullahu wajhah. Kondisi masjid Sayyidina Ali ini lebih baik. Ada menaranya, dan juga kelihatan agak terawat. Masjid ini tentu didirikan untuk mengenang Thaif sebagai tempat perjuangan Nabi Muhammad saw dan menjadi masjid yang di kala itu dianggap baik. Masjid ini dindingnya juga mulai rapuh tetapi masih lebih baik dibandingkan dengan masjid Nabi Muhammad saw.
Menurut saya, 2 (dua) masjid ini harus direnovasi dengan tidak menghilangkan ciri khasnya, sehingga keaslian masjid ini akan tetap terjaga. Kita tentu merasa kurang nyaman melihat situs peninggalan masa lalu ini dalam keadaan yang tidak terawat dan bahkan cenderung diabaikan.
Sebagai bagian dari umat Islam yang menyayangi terhadap situs-situs penting di dalam proses islamisasi di mana saja, maka saya merasakan betapa tindakan kita terhadap situs sejarah tersebut kurang optimal. Makanya, tidak ada kata lain, bahwa kedua situs tersebut harus dibenahi dan dipelihara sebagai bagian sejarah umat Islam yang tidak boleh terlupakan.
Wallahu a’lam bi al shawab.

KE ARAB SAUDI LAGI: RIHLAH KE THAIF (7)

KE ARAB SAUDI LAGI: RIHLAH KE THAIF (7)
Meskipun saya telah sebanyak 5 (lima) kali hadir di Arab Saudi, 2 (dua) kali ibadah haji, dan 3 (tiga) kali melakukan tugas evaluasi dan penjemputan kloter akhir Jamaah Haji Indonesia, akan tetapi baru kali ini saya menyempatkan diri untuk datang ke Thaif, sebuah kota bersejarah dalam historical evidence tentang dakwah Nabi Muhammad saw.
Thaif, merupakan daerah yang pernah dikunjungi Nabi untuk berdakwah dan diabadikan di dalam Al Qur’an, Surat Az Zukhruf, ayat 31. Di kala Nabi Muhammad saw berdakwah di Thaif ini, maka penduduk menolaknya dan bahkan kemudian Beliau dilempari batu hingga berdarah dan bahkan juga dilempari dengan kotoran. Ketika Malaikat Jibril mengetahui peristiwa ini, maka Malaikat Jibril menyampaikan kepada Muhammad saw untuk menghancurkan umat ini, akan tetapi Nabi Muhammad saw justru menyatakan bahwa Beliau diutus untuk membawa kerahmatan bagi umat manusia dan menunjukkan manusia kepada jalan kebenaran dan memiliki generasi penerus yang bertauhid kepada Allah, (HR. Bukhori dan Muslim).
Episode ini diceritakan di dalam dengan sangat indahnya, sebagai gambaran bagaimana akhlak Nabi Muhammad saw sebagai utusan Allah bukan untuk membawa kekerasan kepada umat manusia. Bahkan ketika dirinya disakiti dengan lemparan batu dan kotoran, akan tetapi Nabi Muhammad saw memiliki tingkat kesabaran yang luar biasa. Beliau memang diutus Allah untuk kebaikan manusia dan bukan sebaliknya.
Thaif adalah kota pegunungan dengan jarak 67 KM atau 1 (satu) jam 45 menit perjalanan dari Mekkah. Thaif terletak di sebuah wilayah pegunungan Asir dan Hada di Arabia yang tandus, tetapi tentu berhawa dingin dan segar, sebab memang hawa pegunungan. Jika di Jakarta mungkin seperti puncak. Hanya bedanya di Puncak dengan pepohonan yang rindang dan asri, sedangkan di Thaif tentu adalah gunung padang pasir yang kering kerontang, dan hanya tetumbuhan perdu khas gurun saja yang hidup di sini.
Saya tentu tidak sempat menghitung berapa jumlah gunung-gunung selama perjalanan ke Thaif ini. yang jelas bahwa ada sepuluh lebih puncak gunung yang terlihat selama perjalanan. Semua adalah susunan batu dan pasir serta tanah kering berpasir yang sudah berdiri dalam ribuan tahun yang lalu. Semua itu menggambarkan betapa lingkungan di sekitar Thaif adalah dataran tinggi yang tidak ramah bagi kehidupan, termasuk kehidupan manusia. Sejauh yang kita lihat di perjalanan hanya burung dara, anjing, kucing dan kera saja yang hidup di sini. Penglihatan ini tentu saja berbeda dengan ahli riset tentang binatang gurun yang bisa hidup di sini, sesuai dengan yang disiarkan televisi dalam paket acara Discovery Channel.
Untuk mencapai Kota Thaif yang indah, tentu sekarang tidak sulit. Sepanjang jalan menuju Thaif telah menjadi jalan tol yang sangat luar biasa. Saya membayangkan berapa trilyun riyal yang dikeluarkan oleh Pemerintah Saudi untuk pembiayaan tol sepanjang Mekkah ke Thaif. Jalan tol yang membelah dan berhimpitan atau berada di bibir gunung, berkelok-kelok, berpagar kuat dan di bawahnya terdapat jurang menganga yang sangat dalam. Pemerintah Saudi tidak tanggung-tanggung untuk menjadikan perjalanan menuju Thaif sebagai perjalanan yang menyenangkan.
Jika di Sumatera Barat ada Kelok Sembilan yang indah, maka di perjalanan ke Thaif ini tidak terhitung berapa jumlah keloknya. Tikungan-tikungan itu mengikuti pinggir gunung yang secara sengaja dijadikan sebagai badan jalan. Ketika kita berada di bawah lalu mendongak ke atas ternyata jalan yang sudah kita lewati itu berada di ketinggian bibir gunung yang sangat tinggi. Meskipun indah tetapi ada juga kengerian menyusuri jalan tol di sepanjang jalan ke dan dari Thaif ini. Seandainya saya diminta untuk mengendarai sendiri di jalan tol ini rasanya saya tidak berani. Untunglah Pak Sudi –yang selalu pakai kopyah—adalah sopir yang hebat dan paham betul medan-medan sulit di Arab Saudi.
Di Thaif, saya sempatkan untuk shalat sunnah Tahiyatal Masjid. Masjid ini diberi nama Masjid Abdullah bin Abbas. Masjid yang sangat unik dengan dinding dari batu-batu alam berwarna kekuningan tua dan indah. Masjid ini memiliki tiang atau pilar yang sangat banyak. Jika kita di dalamnya, maka kita akan tahu kerapian, besaran tiang-tiang dan begitu banyaknya. Pak Syihab sudah pernah ke sini beberapa kali dan Pak Ali juga sudah pernah ke sini. Kata Pak Ali, “masjid ini baru saja dibangun sebab beberapa tahun yang lalu tidak seperti ini bangunan luarnya.”
Menjelang masuk ke Thaif terdapat tempat rekreasi, ada hiburan naik onta yang dihias, ada makanan jagung bakar, dan juga pedagang buah-buahan yang sangat komplit. Ada banyak kendaraan yang berhenti untuk membeli buah-buahan, baik untuk dimakan sendiri ataupun dibawa pulang. Ada banyak buah-buahan dijual, akan tetapi yang kita kenal hanyalah jeruk, anggur, delima, mangga, dan lain-lain.
Hawa yang dingin dan angin sepoi-sepoi tentu membuat orang kerasan berkunjung di Thaif ini. Di depan masjid Abdullah bin Abbas juga terdapat beberapa hotel yang tentu disediakan bagi orang yang akan menginap di Thaif. Sayangnya karena waktu yang terbatas, sehingga kami tidak bisa lebih lama menikmati hawa dingin di dataran tinggi Thaif. Kami harus segera kembali ke Mekkah, agar esok pagi bisa shalat jamaah Shubuh dan thawaf wada’.
Kami kembali ke Mekkah dengan menyusuri jalan tol indah sepanjang Thaif ke Mekkah. Saya marasakan bahwa pemerintah Saudi Arabia telah merancang pembangunan jalan tol yang hebat ini. Dan jalan tol Thaif yang indah itu hanya ada di Saudi Arabia.
Wallahu a’lam bi al shawab.