Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KE ARAB SAUDI LAGI; EVALUASI HAJI 2017 DI MADINAH (10)

KE ARAB SAUDI LAGI; EVALUASI HAJI 2017 DI MADINAH (10)
Laporan evaluasi ini ternyata cukup mendasar untuk menggambarkan bahwa penyelenggaran haji kita memang memerlukan sejumlah perubahan untuk menuju kepada palayanan yang lebih optimal.
Di dalam kesempatan ini, saya menyampaikan tiga hal terkait dengan penyelenggaraan haji tahun 2017. Pertama, tentu saja saya mengapresiasi atas keberhasilan menyelenggarakan ibadah haji tahun 2017, yang berdasarkan pandangan banyak pihak menuai keberhasilan. Banyak yang memberikan komentar bahwa penyelenggaraan haji tahun ini lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. Termasuk media juga memberikan apresiasi terhadap penyelenggaraan haji kita. Kepada seluruh jajaran PPIH tentu saya mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga atas keberhasilan penyelenggaraan haji tahun ini. juga kepada awak media. Kerja keras semua pihak dan keikhlasan bekerja tentu menjadi motivator penting di dalam menggapai kesuksesan.
Kedua, ada beberapa catatan yang saya kita penting untuk digarisbawahi di dalam kerangka akan dilakukannya evaluasi penyelenggaraan haji di Jakarta sebagaimana yang biasa kita lakukan. Catatan tersebut ialah: 1) pemaparan sebagaimana kita lihat di slide demi slide itu perlu memperoleh sentuhan tambahan, misalnya tidak hanya menggambarkan tentang fakta dan data terkait dengan deskripsi Jemaah haji, deskripsi transportasi, dan lain-lain, tetapi yang jauh lebih penting ialah menggambarkan problema dan tantangan yang dihadapi oleh PPIH selama penyelenggaraan haji. Pemaparan secara oral sudah sangat baik, tetapi agar menjadi poin penekanan dalam kerangka untuk memperoleh jalan keluar atau solusi, maka di dalam slide perlu ditegaskan tentang tantangan dan problem yang dirasakan oleh para pelaku langsung, yaitu para PPIH.
Bagi saya, di dalam evaluasi itu akan menggambarkan tiga hal, yaitu: a) gambaran penyelenggaraan haji melalui pemaparan data dan fakta penyelenggaraan haji beserta seluruh variabel-variabel yang ada, lalu success story dan juga problematic story. Cerita kesuksesan diperlukan agar kita marasakan bahwa kita berhasil di dalam penyelenggaraan haji, dan cerita problem penyelenggaraan haji diperlukan dalam kerangka untuk perbaikan di masa depan.
2) petugas kita tahun ini kurang proporsional baik dalam jumlah maupun dalam perspektif gender. Jumlah petugas lelaki jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah petugas perempuan. Padahal jumlah Jemaah haji perempuan lebih banyak. Di dalam konteks ini rasanya perlu ada upaya untuk membuat kebijakan yang memihak kepada perspektif jender ini. Harus dimulai untuk memberikan peluang bagi petugas perempuan lebih banyak dibandingkan lelaki. Lalu, tahun ini juga dirumuskan kebijakan tentang tambahan tugas bagi para Karu dan Karom, pertanyaannya ialah apakah tugas tambahan ini berjalan atau tidak. Rasanya memang perlu evaluasi secara lebih mendalam.
3) tentang kebijakan system blocking time pada penentuan pemondokan jamaah di Madinah. Rasanya dengan mendengarkan keluhan tentang banyaknya jamaah yang kopernya ketelingsut dan baru ditemukan beberapa hari kemudian serta ketidakmungkinan memberikan tambahan manasik haji bagi mereka karena terdapat juga jamaah dari negara lain, dan juga rumitnya pemindahan dan sebagainya, maka diperlukan kajian atau eksersais apakah di Madinah juga perlu menggunakan system full time haji. Tentu harus dilakukan kajian yang mendasar agar semua pihak memahami tentang masalah ini.
4) tentang pelayanan bandara, saya kira harus ada keberanian untuk membuat kebijakan baru terkait dengan kapan harus menggunakan kain ihram. Dengan semakin ketatnya pelayanan di bandara, dan problem jamaah kita terkait dengan pemakaian kain ihram dan sebagainya, maka ke depan harus dipikirkan juga bagaimana agar jamaah di plaza bandara lebih cepat waktunya. Selama ini membutuhkan waktu 4-5 jam dengan fakta pemakaian ihram di bandara. Dengan memakai kain ihram di Bandara masing-masing cukup waktu 2 (dua) jam saja.
5) tentang pemeriksaan barang bawaan jamaah yang makin ketat. Rasanya juga diperlukan kerjasama yang semakin baik dengan otoritas bandara agar peristiwa-peristiwa seperti pemulangan jamaah atau pengembalian jamaah dan juga persoalan barang bawaan jamaah tidak bermasalah. Mungkin diperlukan pemeriksaan lebih awal dengan otoritas bandara baik di Arab Saudi maupun di Indonesia. Termasuk di dalamnya juga tentang e-hajj yang harus memperoleh perhatian ekstra keras.
Ketiga, dirasakan perlunya untuk melakukan banyak hal, yaitu: 1) menyusun kebijakan yang berselaras dengan kepentingan Pemerintah Arab Saudi terkait misalnya penerimaan di Bandara Jeddah maupun Madinah, e-hajj, barang bawaan jamaah dan sebagainya. 2) diperlukan kebijakan internal Kementerian Agama untuk merumuskan hal-hal yang diperlukan dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan pelayanan kepada jamaah. 3) diperlukan kajian secara mendalam terhadap kebijakan yang sudah dilakukan atau yang akan dilakukan. Saya kira Ditjen PHU perlu bekerja sama dengan Balitbang untuk melakukan evaluasi berdasarkan atas kajian terhadap hal-hal yang diperlukan. 4) khusus untuk PIHK, saya kira juga diperlukan laporan khusus, sebab sebagai bagian dari tanggung jawab nasional penyelenggara haji, maka kemenag harus terlibat di dalam pengawasan dan monitoring terhadap penyelenggaraan PIHK. Jangan sampai ketika ada masalah yang dilakukan oleh mereka ini, lalu Kemenag yang mendapatkan kesan jeleknya. Dalam bahasa Jawa disebutkan “gak melu mangan nagkane, melu kena pulute” atau “tidak ikut makan nangkanya, akan tetapi kena getahnya”.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..