KE ARAB SAUDI LAGI: RIHLAH KE THAIF (7)
KE ARAB SAUDI LAGI: RIHLAH KE THAIF (7)
Meskipun saya telah sebanyak 5 (lima) kali hadir di Arab Saudi, 2 (dua) kali ibadah haji, dan 3 (tiga) kali melakukan tugas evaluasi dan penjemputan kloter akhir Jamaah Haji Indonesia, akan tetapi baru kali ini saya menyempatkan diri untuk datang ke Thaif, sebuah kota bersejarah dalam historical evidence tentang dakwah Nabi Muhammad saw.
Thaif, merupakan daerah yang pernah dikunjungi Nabi untuk berdakwah dan diabadikan di dalam Al Qur’an, Surat Az Zukhruf, ayat 31. Di kala Nabi Muhammad saw berdakwah di Thaif ini, maka penduduk menolaknya dan bahkan kemudian Beliau dilempari batu hingga berdarah dan bahkan juga dilempari dengan kotoran. Ketika Malaikat Jibril mengetahui peristiwa ini, maka Malaikat Jibril menyampaikan kepada Muhammad saw untuk menghancurkan umat ini, akan tetapi Nabi Muhammad saw justru menyatakan bahwa Beliau diutus untuk membawa kerahmatan bagi umat manusia dan menunjukkan manusia kepada jalan kebenaran dan memiliki generasi penerus yang bertauhid kepada Allah, (HR. Bukhori dan Muslim).
Episode ini diceritakan di dalam dengan sangat indahnya, sebagai gambaran bagaimana akhlak Nabi Muhammad saw sebagai utusan Allah bukan untuk membawa kekerasan kepada umat manusia. Bahkan ketika dirinya disakiti dengan lemparan batu dan kotoran, akan tetapi Nabi Muhammad saw memiliki tingkat kesabaran yang luar biasa. Beliau memang diutus Allah untuk kebaikan manusia dan bukan sebaliknya.
Thaif adalah kota pegunungan dengan jarak 67 KM atau 1 (satu) jam 45 menit perjalanan dari Mekkah. Thaif terletak di sebuah wilayah pegunungan Asir dan Hada di Arabia yang tandus, tetapi tentu berhawa dingin dan segar, sebab memang hawa pegunungan. Jika di Jakarta mungkin seperti puncak. Hanya bedanya di Puncak dengan pepohonan yang rindang dan asri, sedangkan di Thaif tentu adalah gunung padang pasir yang kering kerontang, dan hanya tetumbuhan perdu khas gurun saja yang hidup di sini.
Saya tentu tidak sempat menghitung berapa jumlah gunung-gunung selama perjalanan ke Thaif ini. yang jelas bahwa ada sepuluh lebih puncak gunung yang terlihat selama perjalanan. Semua adalah susunan batu dan pasir serta tanah kering berpasir yang sudah berdiri dalam ribuan tahun yang lalu. Semua itu menggambarkan betapa lingkungan di sekitar Thaif adalah dataran tinggi yang tidak ramah bagi kehidupan, termasuk kehidupan manusia. Sejauh yang kita lihat di perjalanan hanya burung dara, anjing, kucing dan kera saja yang hidup di sini. Penglihatan ini tentu saja berbeda dengan ahli riset tentang binatang gurun yang bisa hidup di sini, sesuai dengan yang disiarkan televisi dalam paket acara Discovery Channel.
Untuk mencapai Kota Thaif yang indah, tentu sekarang tidak sulit. Sepanjang jalan menuju Thaif telah menjadi jalan tol yang sangat luar biasa. Saya membayangkan berapa trilyun riyal yang dikeluarkan oleh Pemerintah Saudi untuk pembiayaan tol sepanjang Mekkah ke Thaif. Jalan tol yang membelah dan berhimpitan atau berada di bibir gunung, berkelok-kelok, berpagar kuat dan di bawahnya terdapat jurang menganga yang sangat dalam. Pemerintah Saudi tidak tanggung-tanggung untuk menjadikan perjalanan menuju Thaif sebagai perjalanan yang menyenangkan.
Jika di Sumatera Barat ada Kelok Sembilan yang indah, maka di perjalanan ke Thaif ini tidak terhitung berapa jumlah keloknya. Tikungan-tikungan itu mengikuti pinggir gunung yang secara sengaja dijadikan sebagai badan jalan. Ketika kita berada di bawah lalu mendongak ke atas ternyata jalan yang sudah kita lewati itu berada di ketinggian bibir gunung yang sangat tinggi. Meskipun indah tetapi ada juga kengerian menyusuri jalan tol di sepanjang jalan ke dan dari Thaif ini. Seandainya saya diminta untuk mengendarai sendiri di jalan tol ini rasanya saya tidak berani. Untunglah Pak Sudi –yang selalu pakai kopyah—adalah sopir yang hebat dan paham betul medan-medan sulit di Arab Saudi.
Di Thaif, saya sempatkan untuk shalat sunnah Tahiyatal Masjid. Masjid ini diberi nama Masjid Abdullah bin Abbas. Masjid yang sangat unik dengan dinding dari batu-batu alam berwarna kekuningan tua dan indah. Masjid ini memiliki tiang atau pilar yang sangat banyak. Jika kita di dalamnya, maka kita akan tahu kerapian, besaran tiang-tiang dan begitu banyaknya. Pak Syihab sudah pernah ke sini beberapa kali dan Pak Ali juga sudah pernah ke sini. Kata Pak Ali, “masjid ini baru saja dibangun sebab beberapa tahun yang lalu tidak seperti ini bangunan luarnya.”
Menjelang masuk ke Thaif terdapat tempat rekreasi, ada hiburan naik onta yang dihias, ada makanan jagung bakar, dan juga pedagang buah-buahan yang sangat komplit. Ada banyak kendaraan yang berhenti untuk membeli buah-buahan, baik untuk dimakan sendiri ataupun dibawa pulang. Ada banyak buah-buahan dijual, akan tetapi yang kita kenal hanyalah jeruk, anggur, delima, mangga, dan lain-lain.
Hawa yang dingin dan angin sepoi-sepoi tentu membuat orang kerasan berkunjung di Thaif ini. Di depan masjid Abdullah bin Abbas juga terdapat beberapa hotel yang tentu disediakan bagi orang yang akan menginap di Thaif. Sayangnya karena waktu yang terbatas, sehingga kami tidak bisa lebih lama menikmati hawa dingin di dataran tinggi Thaif. Kami harus segera kembali ke Mekkah, agar esok pagi bisa shalat jamaah Shubuh dan thawaf wada’.
Kami kembali ke Mekkah dengan menyusuri jalan tol indah sepanjang Thaif ke Mekkah. Saya marasakan bahwa pemerintah Saudi Arabia telah merancang pembangunan jalan tol yang hebat ini. Dan jalan tol Thaif yang indah itu hanya ada di Saudi Arabia.
Wallahu a’lam bi al shawab.