Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KE ARAB SAUDI LAGI: EVALUASI HAJI TAHUN 2017 DI MADINAH (9)

KE ARAB SAUDI LAGI: EVALUASI HAJI TAHUN 2017 DI MADINAH (9)
Hari Kamis Pagi, saya dan kawan-kawan Daker Bandara Jeddah dan Madinah serta Daker Madinah menyelenggarakan acara evaluasi mengenai pelaksanaan haji tahun 2017 di Wisma Haji Indonesia di Madinah. Hadir di acara ini adalah saya (Nur Syam, Sekjen Kemenag), Pak Dr. Ali Rahmat (Karoren), Pak Syihabuddin, Amin Handoyo (Kadaker Madinah), Pak Arsyad Hidayat (Kadaker Bandara), Pak Slamet, Pak Arfi, Pak Hariyanto dan jajaran PPIH di Madinah.
Rapat evaluasi ini tentu membahas beberapa hal yang terkait dengan penyelenggaraan haji tahun 2017 untuk Arab Saudi maupun secara khusus Daerah Kerja Bandara Jeddah dan Madinah maupun Daerah Kerja Madinah. Rapat yang sangat berarti di dalam kerangka untuk membedah lebih awal tentang beberapa problem yang dihadapi oleh PPIH di dalam pelaksanaan haji.
Rapat dimulai dengan pemaparan Pak Amin Handoyo tentang penyelenggaraan haji tahun 2017 dan dilanjutkan oleh Pak Arsyad. Tidak banyak berbeda dengan pemaparan Pak Dumyati (Ketua PPIH) terutama yang menyangkut data-data deskriptif tentang jumlah jamaah haji yang datang ke tanah Suci, dan juga yang datang ke Madinah dalam rangka pelaksanaan shalat arbain. Beberapa negara yang masih menyelenggarakan shalat Arabin adalah Indonesia dan Malaysia, sedangkan Turki dan lainnya sudah tidak lagi menjalankan shalat Arbain. Jadi ke Madinah untuk berziarah ke Makam Nabi Muhammad Saw saja. Kita merasa sangat bersyukur sebab nyaris seluruh jamaah haji kita bisa melaksanakan shalat arbain, yang bagi jamaah haji Indonesia nyaris menjadi ritual “wajib”. Wajib dalam konteks mereka akan menempuh shalat arbain, dan jika tidak mencapai hal itu dianggap kurang di dalam ritual haji secara keseluruhan.
Baik Pak Amin maupun Pak Arsyad keduanya menyinggung persoalan yang dirasakan oleh PPIH dalam kaitannya dengan pelayanan haji. Pertama, terkait dengan penambahan jamaah haji yang tidak diikuti oleh pertambahan petugas haji. Bahkan lebih parah lagi bahwa jamaah haji perempuan berjumlah 55,62 persen dan jamaah laki-laki sebanyak 44,38 persen. Akan tetapi jumlah petugas haji perempuan sangat tidak berimbang. Misalnya di Daker Bandara, jumlah petugas haji perempuan sangat sedikit, padahal mereka yang sesungguhnya melayani para jamaah haji perempuan, baik yang sudah udzur maupun yang sehat, yang tua maupun yang muda. Ketidakseimbangan jumlah petugas ini tentu berakibat jamaah perempuan tidak dapat dilayani secara maksimal.
Kedua, screening haji di Arab Saudi makin ketat. Sehingga banyak hal yang dirasakan bisa menghambat terhadap proses imigrasi. Misalnya ketat di dalam melakukan pemeriksaan terhadap barang bawaan jamaah. Masih ada jamaah haji yang membawa barang-barang yang tidak diperkenankan lagi sekarang ini.
Ketiga, pembatasan waktu tunggu di plaza Bandara KIAA Jeddah. Sebagai akibat pembatasan waktu itu, maka banyak jamaah kita yang “diusir” agar segera meninggalkan bandara. Padahal banyak di antara jamaah kita yang mandi, wudlu, pakaian ihram dalam antrian panjang yang memerlukan waktu lebih dari yang diperlukan. Makanya, ke depan diperlukan suatu strategi menggunakan pakaian ihram saat di bandara masing-masing, misalnya di Surabaya, Jakarta dan lain-lain. Sekedar memakai pakaian ihram. Adapun niat hajinya dilakukan di Bandara Jeddah. Bahkan PPIH juga diultimatum agar ke depan tidak lagi seperti sekarang.
Keempat, jamaah kloter terpisah yang juga menjadi penyebab kesulitan di dalam memisahkan koper-koper yang dibawanya. Ada yang kopernya baru bisa ditemukan dalam waktu 5 (lima) hari. Tentu hal ini akan menyebabkan beban psikhologis bagi jamaah haji tersebut. Pisah pemondokan dari jamaah dalam satu kloter ternyata memang bisa menjadi penyebab masalah-masalah lainnya. Memang sewa hotel di Madinah itu berbeda dengan di Makkah. Jika di Makkah menggunakan system full time musim haji, maka di Madinah menggunakan system blocking time musim haji. Akibatnya, di dalam satu hotel terdapat sejumlah jamaah haji dari negara lain.
Kelima, masih ada catering yang menyediakan makanan basi. Hal ini tentu cepat teratasi. Tetapi prestasi yang bagus juga ada misalnya penyediaan catering yang bisa dimasukkan ke dalam plaza bandara.
Keenam, pelayanan kesehatan melalui Yankes Mobile. Hal ini menyulitkan sebab di saat ada jamaah yang memerlukan penanganan kesehatan lalu pada saat itu tidak ada yankes mobilenya. Tahun lalu, pelayanan kesehatan dilakukan di KIAA Jeddah, sehingga memudahkan.
Hal-hal ini yang memerlukan penyelesaian terutama terkait dengan pentingnya peningkatan pelayanan haji. Dan di Jakarta nanti harus diperoleh jalan pemecahan atau solusi terkait dengan evaluasi haji tahun 2017.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..