• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

GELIAT PESANTREN DALAM PENGUATAN PENDIDIKAN

GELIAT PESANTREN DALAM PENGUATAN PENDIDIKAN
Saya mendapatkan amanah dari Menteri Agama RI, Pak Lukman Hakim Saifuddin, untuk menghadiri acara di Pondok Pesantren Ar Rasyid, Dander Bojonegoro dalam rangka peresmian gedung yang dIrencanakan akan digunakan untuk perguruan tinggi Islam dan temu santri, pimpinan pesantren, guru dan alumni, 11/11/2017.
Saya hadir bersama Dr. Imam Syafi’i, MPd (Direktur Pendidikan Agama Islam di Sekolah, dan sekaligus Plt. Direktur Pendidikan Tinggi Islam), Dr. Mohammad Zain, MAg, (Kasubdit Penelitian pada Direktorat Pendidikan Tinggi Agama Islam), Khoirul Huda, Lc., MPd., (Sekretaris Menteri Agama RI), Chuzaimi SH, MPd., Dr. Husnul Marom, (Kabid Madrasah), A. Munif, SAG, MSi (Kakankemenag Kabupaten Bojonegoro). Hadir juga Drs. Koeswiyanto, MSi (anggota Komisi VIII DPR RI), mitra kerja Kemenag, Kapolres Bojonegoro dan juga Dandim Bojonegoro. Hadir juga alumni, para guru, siswa dan tokoh masyarakat Bojonegoro.
Saya sungguh merasa gembira bisa hadir kembali di pondok pesantren ini. Seingat saya, tahun 2013 saya pernah melakukan kunjungan di pesantren ini. kalau tidak salah dalam moment penyerahan bantuan perpustakaan untuk pondok pesantren. Pada waktu itu ada 2 (dua) pesantren yang saya kunjungi, yaitu Pesantren Ar Rasyid dan Pesantren Abud Dzarrin. Keduanya adalah pesantren NU yang mengembangkan pendidikan kepesantrenan dan juga pendidikan umum.
Kami datang agak sore, sebab paginya memberikan orasi ilmiah—juga mewakili Pak Menteri—di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Makhdum Ibrahim. Lalu menyempatkan diri untuk menjenguk orang tua saya. Makanya, kedatangan saya ke Pesantren Ar Rasyid saat adzan Ashar berkumandang. Para tamu tentu sudah menunggu acara yang sedianya dilaksanakan pada pukul 13.00. Akan tetapi tentu saya merasa sangat berbangga sebab Kyai dan jajarannya tetap menyambut saya dengan hangat. Ketika saya nyatakan tentang keterlambatan saya datang ke sini, maka Beliau menyatakan: “tidak apa-apa Pak, kan itu termasuk birrul walidain”. Sungguh begitulah cara Kyai memberikan tanggapan terhadap apa yang terjadi.
Acara dimulai dengan tarian kolosal yang diikuti oleh 300-an santri. Tarian ini menggambarkan kolaborasi antara tarian Shaman dengan iringan music modern. Gerakan tarian Shaman yang cepat diadaptasi lebih lambat seirama dengan nada music modern yang lambat. Mereka berpakaian dalam gaya Nusantara atau pakaian adat yang bertebaran di seluruh Indonesia. Sebelumya sejumlah santri pria memperagakan gerakan tarian yang memadukan antara pencak silat dengan gerakan-gerakan tangan dan kaki yang cepat. Saya kira gerakannya menunjukkan sikap kesatria sebab mengandalkan kekuatan fisik dan gerakan-gerakan yang cepat.
Setelah semua acara tari sambutan ini selesai, maka kami dipersilahkan untuk melihat pameran pendidikan. Ada pameran perpustakaan, ada pameran alat peraga pendidikan, ada pameran pertanian hidroponik, dan sebagainya. Selain itu juga kami diajak untuk melihat daur ulang sampah yang didayagunakan untuk pupuk kompos. Melalui teknologi yang sederhana, maka sampah-sampah itu dipisahkan lalu digiling dengan mesin penggiling untuk menjadi bahan serbuk, lalu diproses untuk menjadi pupuk cair melalui permentasi dan juga pupuk padat. Selain itu juga teknologi sederhana untuk mengubah sampah berupa bahan plastic menjadi tepung plastic. Selain memanfaatkan bahan limbah dari pesantren juga mengambil bahan sampah dari tempat lain. Memang belum sampai dijual ke masyarakat, akan tetapi tentu menjadi bahan pembelajaran bagi para santri untuk berpikir limbah menjadi berkah atau sampah menjadi berkah. Juga pelatihan menyemai tanaman bahan makanan pokok padi hitam dan cabe melalui teknologi hidroponik. Melalui polybag yang diisi dengan tanaman-tanaman cabe, tomat dan sebagainya, maka santri diajak untuk belajar memanfaatkan tas plastic untuk menjadi media tanaman bermanfaat. Saya kira Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren memang harus mengembangkan potensi-potensi pondok pesantren, tidak hanya sebagai tempat pendidikan karakter yang unggul tetapi juga tempat belajar usaha atau entrepreneurship. Sudah saatnya dunia pesantren diberdayakan untuk kepentingan pengembangan seperti ini.
Acara inti dilaksanakan di dalam tenda yang memang secara khusus disiapkan untuk acara ini. Seribuan santri, ustadz, ustadzah dan pengasuh pondok pesantren berada di tenda ini. Saya tentu mendapatkan kesempatan untuk memberikan taushiyah kepada para santri. Ada tiga hal yang saya sampaikan di depan ribuan santri ini, yaitu: pertama, kita harus bersyukur karena pesantren telah menjadi tempat yang penting di dalam proses pendidikan bangsa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alvara tentang “Profile Keberagamaan Masyarakat Jawa Timur” tahun 2017, diketahui bahwa masyarakat Jawa Timur mayoritas mengetahui lima pesantren ternama di Jawa Timur. Hal ini memberikan gambaran bahwa masyarakat Jawa Timur sudah akrab dengan pesantren. Lalu, mereka memilih pesantren untuk menjdi tempat bagi pendidikan anak-anaknya, ternyata disebabkan oleh Kyainya, dan kemudian oleh teknologi pembelajaran yang dikembangkan oleh pesantren. Selain mereka diajarkan tentang pendidikan duniawi juga diajarkan pendidikan untuk kehidupan di akherat. Dua hal yang sangat mendasar dan hanya diajarkan melalui pesantren.
Kedua, pesantren tidak hanya mengajarkan kecerdasan akal atau kecerdasan rasional, akan tetapi juga kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritual. Pesantren akan menghasilkan anak yang pinter atau anak yang secara intelektual pandai atau cerdas akalnya, akan tetapi juga mengajarkan untuk menjadi anak yang bener, atau secara emosional dan sosial seimbang. Mereka bisa bekerjasama dan memiliki rasa sosial yang tinggi. Dan pesantren juga mengajarkan untuk menjadi pener atau memiliki focus kepada Tuhan melalui kecerdasan spiritual. Rohani diasah untuk berdzikir dan akalnya diajarkan untuk berpikir.
Ketiga, pesantren juga menjadi wadah pengembangan sikap mencintai bangsa dan negaranya. Berdasarkan survey tentang profile keberagamaan masyarakat Jawa Timur, dinyatakan bahwa 97 persen penduduk Jawa Timur tidak rela Pancasila diganti dengan ideology lain. Saya kira diantara penyumbang terbesar sikap masyarakat seperti ini ialah pesantren. Hal ini berarti bahwa pesantren bisa menjadi garda depan bagi tetap tegaknya Indonesia ke depan dengan 4 (empat) pilar kebangsaan, yaitu: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekaan. Bagi pesantren motto “Pancasila dan NKRI Harga Mati” merupakan slogan yang terus akan diperjuangkan.
Kepada para santri saya tekankan agar terus belajar untuk mencapai kesuksesn. Tidak ada kesuksesan yang diperoleh dengan mudah. “Man jadda wa jadda” atau “Kang Temen Bakal Tinemu”. Pepatah kita menyatakan “rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya”. Marilah anak-anakku untuk terus menggeluti ilmu bersama para kyai dan guru-guru kita agar kelak anak-anakku menjadi orang yang bermanfaat bagi nusa dan bangsa.
Wallahu a’lam bi al shawab.

MENGEVALUASI RUMUSAN REGULASI AGAR PROPERUBAHAN

MENGEVALUASI RUMUSAN REGULASI AGAR PROPERUBAHAN
Saya diundang oleh Prof. Dr. Gunaryo, Kepala Biro Hukum dan Kerja sama Luar Negeri untuk memberikan pencerahan bagi para peserta Diseminasi dan Evaluasi Regulasi pada Kementerian Agama di Semarang, 9/11/2017. Acara ini dihadiri oleh seluruh pejabat terkait dengan bidang hukum dari seluruh Indonesia.
Ketika saya ditawari oleh Prof Gunaryo untuk mengisi acara ini, maka secara kelakar saya nyatakan, bahwa jika pergi ke Semarang dan belum makan dengan masakan “mangut” itu pertanda belum pergi ke Semarang. Saya tentu teringat Menteri Agama, Pak Maftuh Basuni, yang memiliki kesukaan masakan mangut. Di Monas dulu ada warung yang jualan masakan mangut, sehingga saya pernah diajak makan di situ. Sayangnya sekarang sudah tidak ada lagi.
Prof. Gunaryo menawarkan kalau makan masakan mangut sebaiknya di rumah saja. Hal ini tentu tawaran yang menarik, maka mampirlah saya di rumah Prof. Gunaryo untuk menikmati masakan mangut kepala ikan manyung yang nikmat luar biasa. Akhirnya dua pulau terlampaui, bisa memberikan ceramah pada acara ini dan juga bisa menikmati masakan khas Semarangan yang lezat.
Di dalam acara ini, saya menyampaikan beberapa hal, yaitu: pertama, pentingnya untuk menyederhanakan regulasi kita. di dalam acara Rembug Nasional, Pak Jokowi menyampaikan “keluh kesahnya” terkait dengan rumitnya proses untuk menyederhanakan regulasi tersebut. Beliau berkeinginan keras agar regulasi yang berjumlah 42.000 di seluruh Indonesia mulai dari UUD sampai Peraturan Bupati dan SK pejabat-pejabat itu bisa dikurangi. Ketika Kemendagri sudah menemukan ada sejumlah 3.000 regulasi yang akan dihapuskan, ternyata datang keputusan dari Mahkamah Konstitusi agar di dalam penghapusan regulasi tetap menggunakan prosedur yang rumit.
Di dalam konteks ini, maka Kemenag perlu untuk melakukan evaluasi mengenai regulasi kita, apakah memang ada regulasi yang terlalu banyak dan kemudian membuat kita tidak terjebak dengan regulasi kita sendiri untuk melakukan perubahan atau inovasi produktif. Bagi saya, regulasi harus seirama dengan perubahan. Perubahan di dalam banyak hal lebih cepat dibandingkan dengan perubahan regulasi. Bahkan ada yang menyatakan “regulasi selalu tertinggal dengan perubahan sosial yang sangat cepat”.
Kedua, ada regulasi-regulasi kita yang tumpang tindih atau kurang harmonis antara satu dengan lainnya. Di dalam kaitan ini, maka menurut saya diperlukan pemetaan yang dapat memberikan gambaran, mana regulasi kita yang tidak harmonis dengan lainnya. Ketidakharmonisan regulasi akan berdampak kurang baik, sebab bisa terjadi penafsiran yang berbeda antara satu dengan lainnya.
Bayangkan jika regulasi itu tumpang tindih atau tidak harmonis lalu dijadikan pedoman untuk pemeriksaan, maka pasti akibatnya ialah pada auditinya. Kita pernah berdiskusi panjang terkait dengan kapan pembayaran tunjangan professional guru itu dibayarkan. Hal ini ternyat disebabkan oleh adanya regulasi yang tidak match. Antara UU Guru dan Dosen, dengan Peraturan Pemerintah dan dengan PMA dan Sk Dirjen Pendidikan Islam. Aibatnya di lapangan terjadi varian pembayaran tunjangan profesi guru dan tentu ketika diaudit lalu terdapat perbedaan penafsirannya.
Pemetaan itu dilakukan dengan cara: 1) melihat fungsi regulasi bagi pengembangan program. Jika dirasa bahwa fungsi regulasi itu tidak relevan dengan situasi di sekeliling kita, maka tentu harus diganti, direvisi atau dibatalkan. Contohnya tentang PMA Jam Kerja, yang menetapkan jam masuk kantor ialah jam 7.30. di sekeliling kita, bahkan BPK menggunakan jam masuk fleksibel, yaitu jam masuk kantor ialah jam 7.30 akan tetapi diberi waktu fleksibel sampai jam 8.00. dengan ketentuan jika masuknya jam 8.00 maka berkonsekuensi menambah 30 menit pada waktu akan pulang. Kita juga pernah membatalkan PMA tentang Pendidikan Pesantren Muadalah disebabkan oleh situasi sosial yang tidak memungkinkan kita meneruskan PMA dimaksud.
2) melihat content atau norma-norma yang tertuang di dalam regulasi itu. Di dalam hal ini tentu perlu dilihat apakah content atau norma-norma ada yang bertentangan dengan norma atau content regulasi lainnya. Tentu saja dibutuhkan kajian yang mendalam tentang seluruh norma di dalam produk hokum Kemenag, apakah itu terkait dengan PMA, KMA, Keputusan Dirjen, Juklak dan Juknis dan sebagainya untuk memastikan bahwa regulasi tersebut memiliki relevansi dan ketepatan di dalamnya.
3) memastikan bahwa regulasi tersebut tidak menjerat kita di dalam upaya untuk melakukan perubahan dan inovasi. Jangan sampai kita justru terbelenggu oleh regulasi yang kita bikin sendiri. Seharusnya regulasi itu memberikan kemudahan dan bukan kesulitan untuk implementasi program dan kegiatan. Jangan sampai jika kita membuat juklak, juknis, SOP dan lainnya lalu justru membuat kita terjebak untuk tidak bisa melakukannya atau jika dilakukan akan terjadi pelanggaran.
Dengan demikian, diperlukan suatu evaluasi komprehensif yang melibatkan stakeholder kita sehingga ketika dilakukan evaluasi akan menghasilkan revisi atau perubahan regulasi yang lebih efektif dan effisien untuk menjalankan program atau kegiatan Kemenag.
Ketiga, perlunya membangun transparansi dengan menggunakan aplikasi teknologi informasi. Pada era keterbukaan ini, maka penggunaan TI merupakan kewajiban. Semua produk hukum yang kita hasilkan haruslah dipublish dengan baik. Hanya catatan saya, bahwa jangan hanya menampangkan produk hukumnya saja, akan tetapi juga disertai dengan pendapat bagi implementasinya dari orang yang memiliki otoritas. Di dalam konteks ini tentu ialah Kepala Biro Hukum dan Kerja sama Luar Negeri, sebab secara structural memang cocok dan juga beliau adalah professor di bidang hukum sehingga pendapatnya tentu sangat relevan untuk dijadikan sebagai pedoman.
Dengan melalui perbaikan seperti gambaran ini, tentu akan didapati regulasi yang relevan dan cocok dengan zamannya, selain juga fungsional, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Wallahu a’lam bi al shawab.

TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (2)

TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (2)
Selain program Pendidikan Berkualitas, bidang ke empat, yang akan menjadi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) Kementerian Agama, maka menurut saya yang juga penting ialah bidang 16, Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang tangguh. Program pembangunan agama dan keagamaan bisa berada di bidang ini. Makanya, bidang ini juga menjadi tanggungjawab Kemenag.
Di dalam acara yang dihadiri oleh Pak Dr. Arum Wikarta, MPH, Sekretaris SDGs Bappenas, dan Ibu Nina Sarjunani, saya menyampaikan bahwa tidak hanya program pendidikan berkualitas saja yang menjadi tanggung jawab Kemenag, akan tetapi juga program Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang tangguh. Bidang ke 16 berada di bawah Kemenkopolhukam. Jadi, di dalam menjalankan program peningkatan kualitas pemahaman dan pengalaman agama, peningkatan kerukunan umat beragama, kualitas pelayanan bagi umat beragama, penguatan lembaga-lembaga keagamaan dan lain lainnya, Kemenang berada di dalam koordinasi Kemenkopolhukam.
Saya akan membahas beberapa hal yang saya kira relevan dengan penyusunan RPJMN 2019-2024. Di antara yang ingin saya bahas ialah tentang apa saja yang harus menjadi bagian penting atau part of bidang 16, yaitu kerukunan umat beragama, pemahaman dan pengamalan beragama, penguatan kelembagaan umat beragama dan pelayanan umat agama. Semua program ini terkait erat dengan kedamaian atau harmoni masyarakat.
Kerukunan umat beragama tentu saja adalah prasyarat bagi terlaksananya perdamaian. Tidak akan ada perdamaian tanpa ada kerukunan dan tidak akan ada kerukunan tanpa harmoni kehidupan. Makanya, harmoni, kerukunan dan perdamaian adalah tiga hal yang tidak terpisahkan. Di satu sisi, tidak akan ada kerukunan tanpa keselarasan, toleransi dan kerja sama. Maka tiga ini juga merupakan indicator kerukunan.
Kerukunan umat beragama merupakan bagian tidak terpisahkan dari kerukunan sosial. Makanya, jika sendi kerukunan umat beragama goyah, maka juga goyah kerukunan sosial tersebut. Social order atau keteraturan sosial merupakan bagian dari kerukunan sosial. Di dalam konteks ini, upaya membangun kerukunan beragama merupakan hal yang tidak terelakkan.
Kita tentu merasakan bahwa kerukunan umat beragama di Indonesia semakin baik. Berdasarkan survey oleh Badan Litbang dan Diklat Kemenag, bahwa indeks kerukunan kita semakin baik, meskipun ada yang masih membutuhkan sentuhan penguatan. Dari indeks toleransi dan kesetaraan, angkanya cukup tinggi, di atas 75 point, sementara itu pada indeks kerja sama ternyata angkanya di bawah 50 point. Hal ini tentu memberikan gambaran bahwa toleransi dan kesetaraan kita sangat baik, akan tetapi kerja sama kita masih rendah. Kita sudah bisa bertoleransi dan berkesetaraan dalam beragama, akan tetapi belum ikhlas bekerja sama. Tentu bukan hal yang ironis, akan tetapi penting untuk mendapatkan sentuhan program yang cukup.
Kita juga masih menghadapi kerentanan sosial terkait dengan tindakan anarkhis dan ekstrimisme. Masih ada sebagian masyarakat kita yang menginginkan arah baru bangsa ini dengan keinginan mendirikan negara khilafah. Gerakan-gerakan ekstrimis masih bercokol di negeri ini. Masih ada yang berkeinginan untuk mengembangkan negara Islam di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Semua ini menggambarkan bahwa masih ada tantangan bagi bangsa ini untuk merajut kesepahaman dalam berbangsa dan bernegara.
Bahkan juga masih ada sebagian kecil bangsa ini yang menginginkan kembalinya komunisme, yang dikonsepsikan sebagai gerakan komunisme baru. Meskipun suaranya nyaris tidak terdengar, akan tetapi sisa-sisa pemikiran “usang” ini masih ada di antara kita. Meskipun kita tidak yakin bahwa komunisme akan kembali, akan tetapi tentu kewaspadaan harus menjadi bagian penting di dalam berbangsa dan bernegara.
Makanya, penguatan agama berbasis pada “Agama yang wasathiyah” atau “Agama yang rahmatan lil alamin” atau “agama yang moderat” perlu mendapatkan dukungan bersama-sama. Program gerakan “moderasi agama” perlu memperoleh ruang yang memadai untuk diperkuat. Di RPJMN 2019-2024 mestilah terdapat program untuk memperkuat gerakan moderasi agama ini. Jika menjadi umat Islam, jadilah umat Islam yang wasathiyah. Jika menjadi umat Kristen, juga umat Kristen yang moderat. Jika menjadi umat Katolik, juga umat Katolik yang moderat. Jika menjadi umat Hindu juga umat Hindu yang moderat. Dan jika menjadi umat Buddha juga harus umat Buddha yang moderat. Demikian pula ketika menjadi umat Khonghucu.
Dengan demikian, program moderasi agama harus mendapatkan porsi yang cukup memadai di dalam RPJMN 2019-2024 dimaksud. Kita akan menuai kedamaian jika semua prasyarat perdamaian itu bisa dilaksanakan di dalam kehidupan. Jadi, kerukunan dan harmoni kehidupan yang berbasis pada toleransi, kesetaraan dan kerja sama antar umat beragama kiranya akan menjadi fondasi yang kuat untuk melahirkan perdamaian.
Wallahu a’lam bi al shawab.

TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (1)

TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (1)
Terjemahan dari Pusat Bahasa Indonesia terhadap Sustainable Development Goals (SDGs) adalah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Terkait dengan ini, maka Bappenas dan Mitra dari Australia lalu bersama-sama merumuskan mengenai TPB tersebut dalam kerangka memperoleh gambaran yang utuh tentang SDGs atau TPB dimaksud.
Tulisan ini ingin memberikan ulasan sedikit saja terkait dengan TPB dengan harapan dapat menjadi bagian tidak terpisahkan dari upaya Kemenag untuk merumuskan apa saja program Kemenag yang relevan dengan TPB dalam kerangka mempersiapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2019-2024. Tulisan ini berasal dari ceramah saya dalam acara Penyusunan RPJMN 2019-2024 Kementerian Agama yang dilakukan oleh Biro Perencanaan, 9/11/2017.
Ada 17 bidang TPB, yang telah dirumuskan oleh Bappenas dan sekarang sedang dalam posisi untuk dibicarakan di berbagai institusi K/L untuk dijadikan sebagai pedoman di dalam kerangka merumuskan program dan kegiatan apa saja yang dapat dilakukan pada kurun waktu 2019-2024. Dari 17 bidang tersebut tentu tidak semuanya menjadi tanggungjawab seutuhnya dari Kemenag, sebab tentu ada K/L yang menjadi penanggungjawabnya.
Sebelum saya membahas tentang mana yang perlu pembahasan mendalam dari 17 bidang TPB tersebut, maka tentu akan saya bahas secara highlight saja terkait dengan bidang yang menjadi tanggung jawab Kemenag. Dari 17 Bidang tersebut, yaitu:
1) Tanpa kemiskinan
2) Tanpa kelaparan,
3) Kehidupan sehat dan sejahtera
4) Pendidikan berkualitas
5) Kesetaraan gender
6) Air bersiah dan sanitasi layak
7) Energy bersih dan terjangkau
8) Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi
9) Industri, inovasi dan infrastruktur
10) Berkurangnya kesenjangan
11) Kota dan pemukiman yang berkelanjutan
12) Konsumsi dan produksi yang bertanggungjawab
13) Penanganan perubahan iklim
14) Ekosistem laut
15) Ekosistem kehidupan
16) Perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh
17) Kemitraan untuk mencapai tujuan.
Dari sebanyak 17 Bidang dalam SDGs atau TPB ini, maka sesungguhnya yang menjadi pekerjaan Kemenag ialah Bidang keempat, Pendidikan Berkualitas dan bidang ke 16, Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang tangguh. Tentu saja ada kaitan antara satu bidang dengan bidang lainnya, misalnya bidang berkurangnya kesenjangan, yang tentu terkait dengan pendidikan dan pengentasan kemiskinan.
Pada akhir-akhir ini, saya sering berbicara tentang kesenjangan sosial yang saya kira bisa menjadi perhatian kita semua. Di dalam kerangka ini, maka salah satu variabel yang penting dibicarakan ialah mengenai bagaimana mengurangi kesenjangan pendidikan yang terkait dengan angka kemiskinan atau, pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi. Kemenag tentu harus terlibat di dalam program mengurangi kesenjangan dengan memberikan akses pendidikan dan pemerataan pendidikan. Demikian pula dalam menyiapkan SDM yang siap pakai untuk ketenagakerjaan. Institusi pendidikan di Kemenag tentu ikut terlibat di dalam pelaksanaan Rencana Aksi Nasional (RAN) di dalam konteks ini.
Pemerintah sudah menggariskan bahwa dewasa ini, yang dikembangkan bukan hanya trilateral meeting untuk implementasi RAN akan tetapi juga multilateral. Hal ini tentu terkait dengan kenyataan bahwa ada sekian banyak program yang harus diusung bersama untuk pencepatan ketercapaian RAN dimaksud. Untuk mengurangi kesenjangan sosial tidak hanya menjadi program kerja Kementerian Sosial, akan tetapi juga pekerjaan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Ristekdikti. Jadi memang diperlukan sinergi dan koordinasi di dalam implementasi RAN.
Kemenag memang akan menyelenggarakan program mandatory untuk menyelenggarakan pendidikan agama dan keagamaan. Oleh karena itu, bidang pendidikan tentulah harus memperoleh porsi yang cukup di dalam RPJMN 2019-2024. Sebagaimana diketahui bahwa di Kemenag terdapat lembaga-lembaga pendidikan mulai dari pendidikan usia dini yaitu Raudlatul Athfal atau Bustanul Athfal atau sama dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), lalu pendidikan madrasah, yaitu Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah (pendidikan dasar) dan Madrasah Aliyah atau sama dengan Sekolah Menengah Atas (pendidikan menengah) dan Pendidikan Tinggi Keagamaan (PTK) atau perguruan tinggi. Lembaga pendidikan ini terbagi menjadi dua: pendidikan tinggi negeri dan swasta.
Lalu, pendidikan pesantren, pendidikan keagamaan dalam agama Kristen, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu. Institusi pendidikan ini juga mestilah mendapatkan porsi yang memadai di dalam RPJMN 2019-2024. Misalnya di dunia pesantren terdapat Pendidikan Diniyah, Pendidikan Ma’had Ali, Pendidikan Pesantren Muadalah dan sebagainya. Maka pendidikan dalam kategori ini mestilah mendapatkan posisi yang strategis di dalam RPJMN. Bukankah pendidikan pesantren telah memberikan sumbangan yang sangat signifikan di dalam kerangka pemberdayaan dan pengembangan potensi bangsa di dalam percaturan pembangunan nasional.
Berdasarkan atas kenyataan ini, maka RPJMN 2019-2024 mestilah mengadaptasi keberadaan pendidikan agama dan keagamaan ini sebagai perwujudan “penghargaan” dan “pengakuan” atas kontribusi yang sedemikian signifikan pendidikan agama dan keagamaan dalam menghasilkan SDM yang unggul dan berdaya saing.
Wallahu a’lam bi al shawab.

PENGUATAN KOMPETENSI MAHASISWA IAIN PALANGKARAYA

PENGUATAN KOMPETENSI MAHASISWA IAIN PALANGKARAYA
Salah satu yang menjadi perhatian saya terkait dengan PTKIN ialah perlunya penguatan kompetensi mahasiswa. Hal ini sering saya sampaikan di berbagai forum dalam acara-acara yang saya lakukan di PTKN. Penguatan kompetensi ini saya anggap penting sebab ke depan tuntutan kehidupan masyarakat akan semakin kompleks dan beragam. Makanya memperkuat kompetensi mahasiswa menjadi sangat mendasar untuk dilakukan.
Di antara penguatan kompetensi itu ialah dengan memberikan sertifikat tambahan berlaku “wajib” bagi mahasiswa PTKIN. Di dalam kajian saya terdahulu, saya sampaikan bahwa setiap PTKIN harus memiliki program sertifikasi yang jelas, terukur keahliannya dan memberikan peluang kepada mahasiswa untuk mengambil pilihan. Secara konseptual saya nyatakan sebagai pengembangan “school of student capacity development” atau “sekolah untuk pengembangan kapasitas mahasiswa”.
Saya tentu berharap bahwa setiap institusi pendidikan dapat mengembangkan berbagai model dan pola “school of student capacity development” sesuai dengan minat dan potensi mahasiswa yang dimiliki oleh PTKIN. Basis utamanya ialah “student interest” dan “student choice”. Bisa saja seorang mahasiswa memilih satu atau lebih pilihan. Dan PTKIN harus menyediakan instrument untuk pengembangan kapasitas diri sesuai dengan potensi dan pilihan mahasiswa.
Satu pelajaran yang saya ambil dari kunjungan saya ke IAIN Palangkaraya, 7/1/2017, ialah melihat tentang praktikum mahasiswa yang diberi label “Kelompok Studi” sesuai dengan bidang studi yang digelutinya. Di sini terdapat K.S. Astronomi, K.S. Robotika, K.S.Energi Alternatif, K.S. Hidrophonik, K.S. Roket Air, dan K.S. Elektro. Mahasiswa tidak hanya belajar secara teoretik, akan tetapi belajar tentang membuat atau menciptakan sesuatu keahlian.
IAIN Palangkaraya di bawah kepemimpinan Dr. Ibnu Elmi, memang bergerak maju dengan pesat. Tidak hanya dari jumlah mahasiswa yang bertambah dengan signifikan, akan tetapi juga pengembangan fisik atau sarana prasarana yang cukup memadai. Misalnya penambahan jumlah gedung dan ruang kuliah yang sangat signifikan dan juga laboratorium yang baik. Misalnya, laboratorium bioherbal untuk kesehatan, terutama untuk Ibu-ibu yang baru melahirkan. Lalu laboratorium untuk mengembangbiakkan tikus putih sebagai sumber praktik biologi, dan juga laboratorium untuk mengembangbiakkan tanaman-tanaman langka dan juga pemijahan untuk ikan langka, laboratorium energy terbarukan, laboratorium robotik dan sebagainya.
Mengenai bengkel kerja untuk melahirkan inovasi di bidang energy terbarukan juga kiranya bisa diandalkan. Melalui teknologi “sederhana” yang diciptakan, maka akan bisa menghasilkan energy terbarukan untuk pemenuhan kebutuhan listrik. Dalam pemikiran mereka, maka kubah masjid yang selama ini hanya menjadi tempat hiasan atau asesoris belaka, maka di tangan mahasiswa itu akan bisa dijadikan sebagai tempat sumber energy listrik yang produktif. Prinsip yang dikembangkan ialah system baling-baling, yang digerakkan oleh angin dan mengalirkan energy tersebut ke generator, dan melalui proses dinamika, maka akan dihasilkan energy listrik.
Berdasarkan penuturan Pak Rector, Dr. Ibnu Elmi dan Luvia Ranggi Nastiti, MPd, dosen Tadris Fisika, bahwa dengan mengembangkan energy terbarukan ini, maka untuk penerangan masjid tidak lagi membutuhkan sumber energy listrik seperti sekarang, akan tetapi akan dapat dipenuhi oleh masjid itu sendiri. Saya sebagai orang awam lalu bertanya kepada dosen yang menjadi pembimbingnya, apakah berarti dibutuhkan tekanan angin yang kuat untuk bisa menggerakkan baling-baling ini dan bagaimana kalau hujan dan tekanannya menjadi berkurang atau bahkan ketika tidak ada angin yang menggerakkannya? Maka dinyatakan bahwa system yang dikembangkan ialah dengan menyimpan sumber energinya. Jika tekanan angin kuat akan menghasilkan sumber energy yang besar dan kemudian tersimpan dan berkurang di kala digunakan. Jadi di saat tekanan angin kuat akan menjadi banyak sumber energy yang tersimpan dan terakumulasi, dan di saat tekanan angin mengecil maka sumber energy yang dihasilkannya juga kecil. Meskipun saya tidak ahli di bidang ini, akan tetapi saya memahami tentang mekanisme kerja dari alat ini.
Lalu tentang pembuatan herbal, sebagaimana dijelaskan oleh Nurul Lathifah, SPdI., dosen laboran program biologi, maka dengan mengembangkan bioherbal, maka akan bisa membantu terhadap ibu-ibu yang baru saja melahirkan. Bukankah di Kalimantan terdapat sangat banyak tumbuh-tumbuhan yang memiliki potensi menjadi obat herbal. Jika ini dikembangkan maka akan bisa diperoleh sejumlah obat herbal yang sekarang sedang menuai pangsa pasarnya. Juga di laboratorium ini dikembangkan pembudidayaan tanaman langka dan hewan langka. Sesuai dengan pembangunan yang sedang dilakukan maka sudah disiapkan gedung laboratorium yang memadai untuk kepentingan ini.
Selain itu juga program robotic. Menurut Pak Ibnu bahwa melalui robot yang diciptakan, maka akan bisa diaplikasikan robot yang nantinya akan bisa membantu pekerjaan manusia. Robot yang akrab dengan kebutuhan manusia dan juga membantu mempermudah pekerjaan manusia. Lalu saya nyatakan, “jangan sampai robot-robot ciptaan mahasiswa kalah dengan ciptaan siswa madrasah, sebab sudah ada banyak robot ciptaan siswa madrasah yang memenangkan contest of robotic di tingkat internasional.
Meskipun baru saja program ini diberlakukan, akan tetapi melalui program prospektif ini, maka mahasiswa akan memiliki kecenderungan dan minat yang kuat untuk mengembangkan keilmuannya. Mahasiswa yang belajar biologi tidak hanya mengenal konsep biologi tetapi mampu mengaplikasikannya. Mahasiswa yang belajar fisika juga akan mampu menerapkan konsep fisika yang dipelajarinya.
Dengan demikian, dalam skala seberapapun upaya untuk memperkuat potensi atau kapasitas mahasiswa di dalam menerapkan ilmunya tentu harus diapresiasi. Dan ini merupakan bentuk “school of student capacity development” yang saya maksudkan.
Wallahu a’lam bi al shawab.