Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

GELIAT PESANTREN DALAM PENGUATAN PENDIDIKAN

GELIAT PESANTREN DALAM PENGUATAN PENDIDIKAN
Saya mendapatkan amanah dari Menteri Agama RI, Pak Lukman Hakim Saifuddin, untuk menghadiri acara di Pondok Pesantren Ar Rasyid, Dander Bojonegoro dalam rangka peresmian gedung yang dIrencanakan akan digunakan untuk perguruan tinggi Islam dan temu santri, pimpinan pesantren, guru dan alumni, 11/11/2017.
Saya hadir bersama Dr. Imam Syafi’i, MPd (Direktur Pendidikan Agama Islam di Sekolah, dan sekaligus Plt. Direktur Pendidikan Tinggi Islam), Dr. Mohammad Zain, MAg, (Kasubdit Penelitian pada Direktorat Pendidikan Tinggi Agama Islam), Khoirul Huda, Lc., MPd., (Sekretaris Menteri Agama RI), Chuzaimi SH, MPd., Dr. Husnul Marom, (Kabid Madrasah), A. Munif, SAG, MSi (Kakankemenag Kabupaten Bojonegoro). Hadir juga Drs. Koeswiyanto, MSi (anggota Komisi VIII DPR RI), mitra kerja Kemenag, Kapolres Bojonegoro dan juga Dandim Bojonegoro. Hadir juga alumni, para guru, siswa dan tokoh masyarakat Bojonegoro.
Saya sungguh merasa gembira bisa hadir kembali di pondok pesantren ini. Seingat saya, tahun 2013 saya pernah melakukan kunjungan di pesantren ini. kalau tidak salah dalam moment penyerahan bantuan perpustakaan untuk pondok pesantren. Pada waktu itu ada 2 (dua) pesantren yang saya kunjungi, yaitu Pesantren Ar Rasyid dan Pesantren Abud Dzarrin. Keduanya adalah pesantren NU yang mengembangkan pendidikan kepesantrenan dan juga pendidikan umum.
Kami datang agak sore, sebab paginya memberikan orasi ilmiah—juga mewakili Pak Menteri—di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Makhdum Ibrahim. Lalu menyempatkan diri untuk menjenguk orang tua saya. Makanya, kedatangan saya ke Pesantren Ar Rasyid saat adzan Ashar berkumandang. Para tamu tentu sudah menunggu acara yang sedianya dilaksanakan pada pukul 13.00. Akan tetapi tentu saya merasa sangat berbangga sebab Kyai dan jajarannya tetap menyambut saya dengan hangat. Ketika saya nyatakan tentang keterlambatan saya datang ke sini, maka Beliau menyatakan: “tidak apa-apa Pak, kan itu termasuk birrul walidain”. Sungguh begitulah cara Kyai memberikan tanggapan terhadap apa yang terjadi.
Acara dimulai dengan tarian kolosal yang diikuti oleh 300-an santri. Tarian ini menggambarkan kolaborasi antara tarian Shaman dengan iringan music modern. Gerakan tarian Shaman yang cepat diadaptasi lebih lambat seirama dengan nada music modern yang lambat. Mereka berpakaian dalam gaya Nusantara atau pakaian adat yang bertebaran di seluruh Indonesia. Sebelumya sejumlah santri pria memperagakan gerakan tarian yang memadukan antara pencak silat dengan gerakan-gerakan tangan dan kaki yang cepat. Saya kira gerakannya menunjukkan sikap kesatria sebab mengandalkan kekuatan fisik dan gerakan-gerakan yang cepat.
Setelah semua acara tari sambutan ini selesai, maka kami dipersilahkan untuk melihat pameran pendidikan. Ada pameran perpustakaan, ada pameran alat peraga pendidikan, ada pameran pertanian hidroponik, dan sebagainya. Selain itu juga kami diajak untuk melihat daur ulang sampah yang didayagunakan untuk pupuk kompos. Melalui teknologi yang sederhana, maka sampah-sampah itu dipisahkan lalu digiling dengan mesin penggiling untuk menjadi bahan serbuk, lalu diproses untuk menjadi pupuk cair melalui permentasi dan juga pupuk padat. Selain itu juga teknologi sederhana untuk mengubah sampah berupa bahan plastic menjadi tepung plastic. Selain memanfaatkan bahan limbah dari pesantren juga mengambil bahan sampah dari tempat lain. Memang belum sampai dijual ke masyarakat, akan tetapi tentu menjadi bahan pembelajaran bagi para santri untuk berpikir limbah menjadi berkah atau sampah menjadi berkah. Juga pelatihan menyemai tanaman bahan makanan pokok padi hitam dan cabe melalui teknologi hidroponik. Melalui polybag yang diisi dengan tanaman-tanaman cabe, tomat dan sebagainya, maka santri diajak untuk belajar memanfaatkan tas plastic untuk menjadi media tanaman bermanfaat. Saya kira Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren memang harus mengembangkan potensi-potensi pondok pesantren, tidak hanya sebagai tempat pendidikan karakter yang unggul tetapi juga tempat belajar usaha atau entrepreneurship. Sudah saatnya dunia pesantren diberdayakan untuk kepentingan pengembangan seperti ini.
Acara inti dilaksanakan di dalam tenda yang memang secara khusus disiapkan untuk acara ini. Seribuan santri, ustadz, ustadzah dan pengasuh pondok pesantren berada di tenda ini. Saya tentu mendapatkan kesempatan untuk memberikan taushiyah kepada para santri. Ada tiga hal yang saya sampaikan di depan ribuan santri ini, yaitu: pertama, kita harus bersyukur karena pesantren telah menjadi tempat yang penting di dalam proses pendidikan bangsa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alvara tentang “Profile Keberagamaan Masyarakat Jawa Timur” tahun 2017, diketahui bahwa masyarakat Jawa Timur mayoritas mengetahui lima pesantren ternama di Jawa Timur. Hal ini memberikan gambaran bahwa masyarakat Jawa Timur sudah akrab dengan pesantren. Lalu, mereka memilih pesantren untuk menjdi tempat bagi pendidikan anak-anaknya, ternyata disebabkan oleh Kyainya, dan kemudian oleh teknologi pembelajaran yang dikembangkan oleh pesantren. Selain mereka diajarkan tentang pendidikan duniawi juga diajarkan pendidikan untuk kehidupan di akherat. Dua hal yang sangat mendasar dan hanya diajarkan melalui pesantren.
Kedua, pesantren tidak hanya mengajarkan kecerdasan akal atau kecerdasan rasional, akan tetapi juga kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritual. Pesantren akan menghasilkan anak yang pinter atau anak yang secara intelektual pandai atau cerdas akalnya, akan tetapi juga mengajarkan untuk menjadi anak yang bener, atau secara emosional dan sosial seimbang. Mereka bisa bekerjasama dan memiliki rasa sosial yang tinggi. Dan pesantren juga mengajarkan untuk menjadi pener atau memiliki focus kepada Tuhan melalui kecerdasan spiritual. Rohani diasah untuk berdzikir dan akalnya diajarkan untuk berpikir.
Ketiga, pesantren juga menjadi wadah pengembangan sikap mencintai bangsa dan negaranya. Berdasarkan survey tentang profile keberagamaan masyarakat Jawa Timur, dinyatakan bahwa 97 persen penduduk Jawa Timur tidak rela Pancasila diganti dengan ideology lain. Saya kira diantara penyumbang terbesar sikap masyarakat seperti ini ialah pesantren. Hal ini berarti bahwa pesantren bisa menjadi garda depan bagi tetap tegaknya Indonesia ke depan dengan 4 (empat) pilar kebangsaan, yaitu: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekaan. Bagi pesantren motto “Pancasila dan NKRI Harga Mati” merupakan slogan yang terus akan diperjuangkan.
Kepada para santri saya tekankan agar terus belajar untuk mencapai kesuksesn. Tidak ada kesuksesan yang diperoleh dengan mudah. “Man jadda wa jadda” atau “Kang Temen Bakal Tinemu”. Pepatah kita menyatakan “rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya”. Marilah anak-anakku untuk terus menggeluti ilmu bersama para kyai dan guru-guru kita agar kelak anak-anakku menjadi orang yang bermanfaat bagi nusa dan bangsa.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..