• February 2025
    M T W T F S S
    « Jan    
     12
    3456789
    10111213141516
    17181920212223
    2425262728  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BELAJAR DARI AYAT KAUNIYAH: MENJAGA KESEIMBANGAN

BELAJAR DARI AYAT KAUNIYAH: MENJAGA KESEIMBANGAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Di dalam kehidupan ternyata diperlukan pembelajaran, baik pembelajaran melalui program pendidikan terstruktur, program pembelajaran tidak terstruktur, pembelajaran melalui ceramah agama atau bahkan juga ceramah-ceramah tentang kehidupan yang ada di sekeliling kita semua. Di antara yang tidak kalah menarik adalah pembelajaran berbasis pada ayat kauniyah atau ayat-ayat tentang ciptaan Tuhan yang tergelar di alam semesta.

Ada dua hal penting terkait dengan pembelajaran dimaksud, yaitu pembelajaran atas tanda-tanda atau lambang-lambang kehidupan yang tergelar di sekitar kita dan ada tanda-tanda pembelajaran ruhaniyah yang hanya dipahami melalui proses perenungan yang mendalam atas peristiwa yang terjadi. Dua-duanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Artinya bahwa kita harus memahami ayat kauniyahnya dan kemudian memahami dimensi ruhaniyahnya.

Saya ingin bercerita tentang pengalaman yang saya kira bisa menjadi ibrah atau pelajaran untuk kita semua berbasis pada pengalaman empiris yang saya sendiri mengalaminya. Pembelajaran tersebut berdasar atas kepergian saya bersama anggota Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) ke Solo untuk melihat Masjid Muhammad Bin Zayed di kota Solo. Masjid Monumental yang didirikan atas kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Uni Emirat Arab. Masjid dengan luas bangunan satu hektar dengan ciri Khas Masjid Timur Tengah ini berdiri megah dengan warna putih yang sangat dominan tetapi memiliki karpet berciri khas Solo, Batik Kawung yang didatangkan khusus dari Italia.

Sepulang dari Solo saya terkena sakit maag. Secara fisikal penyebab terjadinya penyakit tersebut tentu bisa dikaitkan dengan gaya makan saya pada hari kala saya berkunjung ke Solo. Bukankah di dalam Alqur’an Surat Al Kahfi dijelaskan bahwa setiap segala sesuatu itu ada sebabnya. Jadi wajar jika kemudian kita mencoba menganalisis apa yang menjadi penyebab sakit maag dimaksud. Tentu ada kaitannya dengan makanan. Dengan logika sederhana saja bisa dipahami. Lalu saya analisis makanan apa saja yang masuk ke dalam tubuh saya atau perut saya.

Ada beberapa dugaan penyebab secara fisikal, yaitu makan ketan pagi hari dan siang hari. Minum kopi blend madu dan jahe, makan serba daging yakni sate, tengkleng dan tongseng. Serba daging kambing. Lalu yang mendasar makan saya terlambat dua jam. Baik pada siang hari maupun malam hari. Saya biasanya makan secara on time, antara jam 11.30 WIB sampai 12.00 WIB dan antara jam 17.30 WIB-18.00 WIB. Maka malam kira-kira jam 02.00 dini hari perut saya terasa tidak nyaman dan didiagnosis pada sore hari berikutnya memang terkena maag. Inilah yang saya sebut sebagai ayat kauniyah. Ayat atau tanda fisikal terkait dengan gaya makan. Gaya makan saya itu tentu kurang pas. Kopi campur madu bisa saja baik akan tetapi kala dipadu dengan jahe akan menimbulkan gesekan antar zat yang dapat menaikkan suhu panas, lalu dipadukan dengan ketan yang juga mengandung dimensi sama, lalu dipadukan dengan daging kambing yang juga mengandung unsur “panas”. Klop makanan tersebut akan dapat menimbulkan gesekan di dalam perut yang menyebabkan meningkatnya asam lambung. Inilah yang saya konsepsikan sebagai ketidakseimbangan di dalam pola makan.

Kemudian ada penyebab rohaniyah, yaitu takdir Tuhan. Semua anggota KNB telat makan dan yang lelaki juga makan yang hampir sama. Mereka minum kopi kecuali kopi blend madu dan jahe. Tetapi mereka tidak sakit. Mereka sehat, bahkan ada seorang anggota jamaah yang dikenal memiliki penyakit maag juga ternyata tidak terkena gangguan lambung. Lalu, apa yang terjadi? Inilah yang kemudian dikenal sebagai takdir atau kepastian Tuhan, bahwa saya memang harus merasakan sakit maag dimaksud. Takdir Tuhan menyatakan bahwa pada jam tersebut dan hari tersebut saya harus memakan makanan-makanan yang tidak seimbang dan berakibat atas naiknya asam lambung saya. Takdir adalah ketentuan Tuhan dan kita harus meyakininya sebagai bagian dari rukun iman yang kita Yakini.

Allah menyatakan di dalam Alqur’an yang menyatakan bahwa sesungguhnya di dalam kehidupan ada takdir. Segala sesuatu ada kepastiannya. Makanya, setiap yang terjadi pada manusia dipastikan ada takdir yang mengiringinya. Tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa takdirnya. Dan seperti biasanya kita baru memahami takdir tersebut setelah ada kejadian. Itulah yang sering dikonsepsikan sebagai hikmah. Pada setiap kejadian itu ada hikmahnya. Apakah sakit itu hikmah? Maka jawabannya pasti ada hikmahnya. Setiap sesuatu yang terjadi adalah pelajaran bagi kita. Bagi diri dan orang lain.

Kita memang tidak memiliki kemampuan untuk menerawang masa depan. Kita tidak memiliki ilmu yang cukup untuk itu. Kita diberi Allah hanya sedikit saja pengetahuan. Tidak banyak. Termasuk kita tidak tahu apa yang terjadi esok hari dan apa yang akan terjadi untuk orang-orang di sekitar kita. Kita hanya tahu sesuatu yang sudah terjadi. Lalu kita bisa memikirkannya. Dan mencari jawabannya. Jawaban itulah yang disebut sebagai ayat-ayat kauniyah atau ayat kejadian. Lalu bergerak untuk memahami dimensi ketuhanannya.

Dengan demikian, kita mesti belajar tentang apa saja yang terjadi pada diri kita, pada lingkungan kita, pada masyarakat kita dan kemudian dari pembelajaran tersebut dapat menjadi panduan kita untuk tidak melakukan hal negatif yang serupa. Jika kita sudah diberikan pemahaman tentang ayat kejadian lalu kita masih melakukannya, maka hal tersebut menjadi  bagian dari takdir yang meski kita lakukan dan terima.

Wallahu a’lam bi al shawab.

LESSON LEARNED TENTANG KEHIDUPAN DAN KEMATIAN

LESSON LEARNED TENTANG KEHIDUPAN DAN KEMATIAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Selalu ada saja yang menarik di dalam acara tahsinan Alqur’an di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. 23/05/2024. Acara tahsinan ini dipandu oleh Ustadz Alief Rifqi, Al Hafidz, Imam tetap masjid Al Ihsan. Seperti biasa bahwa acara ini selalu saja ada hal-hal menarik yang menjadi bahan pembicaraan. Ada humor, ada taushiyah dan ada juga penerjemahan ayat-ayat yang dibaca. Pada acara seperti ini, semua bisa menjadi narasumber.

Kali ini pembicaraan pengantar disampaikan oleh Pak Mulyanta, Ketua RW 8 yang menjadi pengikut setia di dalam Komunitas Ngaji Bahagia (KNB), yang digelar setiap hari Selasa ba’da shalat Shubuh dan juga acara tahsinan yang dilakukan setiap ba’da shubuh di Masjid ini. Meskipun pesertanya tidak membludak, tetapi anggotanya merupakan orang-orang yang sukses pada zamannya dalam berbagai profesi atau dalam profesi yang sedang dilakoninya.

Pak Mul, begitulah sesama kita menyebutnya,  bercerita tentang “kematian” dan hal-hal lain di sekelilingnya. Pak Mul bercerita tentang kematian seorang sahabatnya, dari daerah lain. Sahabatnya adalah orang yang sukses di dalam kehidupannya, anak-anaknya sukses di dalam perjalanan kehidupannya. Ada bahkan yang hidup di Amerika Serikat. Yang lain juga sukses hidup di Indonesia. Hanya sayangnya, anak-anaknya yang sukses tersebut berada di luar rumahnya atau kota tempat tinggalnya. Jauh dan tidak bisa setiap saat berada di dekatnya. Maklumlah mereka sudah memiliki pekerjaan dan harus bertanggungjawab atas kehidupan keluarganya. Di masa tuanya, sahabatnya ini harus hidup sendiri tanpa siapapun. Hidup seorang diri. Kala wafat,  sahabatnya ini berada d rumah saudaranya, sementara rumahnya sendiri kosong. Tentu doa kita untuk aktivis Islam ini adalah semoga amal kabaikannya diterima oleh Allah dan mendapatkan rahmat Allah SWT untuk menjadi barisan dari ahli surga. Bukankah setiap mengawali acara tahsinan selalu kita lantunkan doa: Allahumaghfir li wa li walidaiyya wa lil mu’minin wal mu’minat. Amin ya rabbal alamin”. Sebuah doa yang luar biasa yang tidak hanya untuk kepentingan diri tetapi juga untuk kepentingan umat Islam. Semua didoakan agar mendapatkan ampunan dari Allah SWT.

Salah seorang sosiolog, David Reisman, pernah menulis tentang “lonely in the crowd”  atau kesepian di tengah keramaian. Konsep ini memang relevan untuk menggambarkan tentang kehidupan kaum modernis yang sarat dengan dunia materialistic dan kelimpahan kakayaan. Di kala masyarakat berada di dalam posisi yang beranggapan bahwa ukuran kesuksesan adalah kesejahteraan lahiriyah, maka bisa dibayangkan bahwa persoalan batiniah  tidak terlalu penting. Sesungguhnya basis pemikiran seperti ini hadir bersamaan dengan semakin menguatnya modernisasi yang hinggap di dalam kehidupan masyarakat.

Memang harus diakui bahwa keberhasilan anak secara ekonomis tentu membanggakan orang tua. Banyak di antara kita yang beranggapan bahwa ukuran kesuksesan anak adalah di kala mereka berhasil secara ekonomi. Tidak jarang di antara kita menceritakan kesuksesan anak karena keberhasilan secara ekonomi. Kita bangga jika anak kita dapat  memiliki benda-benda penting seperti rumah, kendaraan roda empat, dan peralatan rumah tangga yang hebat serta asesori kehidupan yang mewah. Inilah ukuran keberhasilan.

Ternyata di dalam kehidupan ini keberhasilan anak bukan dari bagaimana kesejahteraan anak itu terdapat di dalam kehidupannya. Tetapi keberhasilan anak jika anak bisa melakukan “kebaikan” bagi keluarganya, khususnya pada kedua orang tuanya. Kebaikan itu saya berikan tanda petik, sebab kebaikan itu bermakna khusus, yaitu kebaikan yang basisnya adalah ajaran agama. Kebaikan dalam Islam itu bagi orang tua adalah ungkapan birrul walidain. Kata birr itu khusus kebaikan yang berdasar atas ajaran agama.  Berbeda dengan khair yang basisnya bisa selain ajaran agama. Misalnya tradisi yang tidak memiliki basis keagamaan.

Di dalam tradisi Jawa dikenal ungkapan “mangan ora mangan yen ngumpul” artinya makan tidak makan yang penting adalah berkumpul. Orang Barat salah memahami ungkapan ini yang dianggap sebagai cara berpikir kemiskinan. Padahal ungkapan ini menggambarkan tentang tradisi Jawa yang beranggapan bahwa “yang penting berkumpul”. Jadi bukan pada konteks makannya, tetapi pada konteks kumpul atau menyatu dalam kesatuan keluarga. Ada banyak tradisi Jawa yang bersenada dengan perkumpulan, misalnya slametan, brokohan, kendurenan atau banyak lainnya. Kata kuncinya adalah berkumpul.

Islam mengajarkan agar anak selalu berbakti kepada orang tua. Kapan dan di mana saja. Berbakti tersebut bisa memiliki makna memberikan ketercukupan kasih sayang, memberikan ketercukupan kehidupan fisikalnya, dan memenuhi ketercukupan kebutuhan batinnya. Orang tua tidak hanya membutuhkan ketercukupan kebutuhan fisik saja. Kebutuhan makan, minum dan menempati rumah yang layak, akan juga memerlukan kebutuhan akan ketenangan batinnya.

Islam mengajarkan agar menjadi anak yang saleh dengan indicator melakukan upaya untuk membahagiakan orang tua, baik kebahagiaan fisik dan batin. Kebahagiaan fisik dengan mencukupi kebutuhan fisiknya dan kebahagiaan batin jika anaknya menjadi anak yang saleh yang dapat mendoakannya. Anak yang saleh tidak akan terputus sampai manusia berada di dalam alam barzakh. Kala manusia wafat,  maka semuanya ditinggalkan kecuali tiga hal saja, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang bisa mendoakannya.

Harapan kita semua tentu adalah agar  tidak terputus untuk mendoakan orang tua kita baik yang masih hidup atau sudah wafat. Doa yang terus kita lantunkan adalah: “Ya Allah ampunilah aku dan ampunilah kedua orang tuaku dan rahmati keduanya sebagaimana mereka mengasuh aku kala masih kecil”.

Wallahu a’lam bi al shawab.

SEKSUALITAS DALAM RELASI LELAKI DAN PEREMPUAN

SEKSUALITAS DALAM RELASI LELAKI DAN PEREMPUAN

Prof. Dr. Nur Syam, Msi

Tema pengajian dalam Kamunitas Ngaji Bahagia (KNB) di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency kali ini, sungguh menarik. Tema yang dibicarakan tersebut ada kaitannya dengan tema sebelumnya, sebagaimana dipertanyakan oleh Pak Karsali, sebuah pertanyaan yang tidak mudah dijawab, yaitu: “Mengapa kalau di dalam komunitas yang isinya lelaki saja, kok yang dibicarakan itu mesti urusan seksualitas”.

Pertanyaan ini memantik Pak Sahid Sumitro, penceramah dan pelatih pengembangan SDM di Surabaya, untuk memberikan jawaban. Dan jawaban tersebut disampaikan pada waktu ngaji Selasanan pada pekan berikutnya. Pak Sahid mengungkapkan tentang data hasil penelitian yang tentunya sangat layak untuk dipaparkan. Maka, Pak Sahid berceramah dengan tema: “Seksualitas dalam Relasi Lelaki dan Perempuan”. 21/05/2024.

Pak Sahid mengungkapkan data untuk menjawab mengapa lelaki jika bertemu dalam komunitas lelaki maka yang dibicarakan adalah persoalan seksual. Ada tiga hal yang disampaikannya, yaitu: pertama, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Richard Lee, bahwa di dalam otak lelaki terdapat lebih besar pemikiran tentang seksualitas. Lelaki berkecenderungan berpikir seksualitas sebanyak 19 kali atau kalau menurut ahli psikhologi sebanyak 12 kali. Sedangkan perempuan hanya berpikir seksualitas separuhnya. Jadi, lelaki lebih besar keinginannya atau pemikirannya dalam seksualitas dibanding dengan perempuan. Jika lelaki lebih banyak membicarakan seksualitas dibanding perempuan karena memang begitulah isi dari otak lelaki.

Jika dilihat gambar tentang otak lelaki, maka yang dominan adalah sex and sex. Artinya bahwa pada diri lelaki terdapat kecenderungan untuk berpikir dan melakukan kegiatan seksual dibanding perempuan. Jika perempuan memerlukan mood yang bagus untuk melakukan kegiatan seksualitas, maka lelaki tidak demikian. Yang penting menyalurkan hasrat seksualnya kapan dan di mana saja. Tidak memerdulikan apakah ada mood atau tidak. Tubruk saja.

Perempuan itu lebih cenderung untuk berpikir selain seks, misalnya berpikir tentang kebutuhan untuk shoping, kebanyakan isi otaknya terkait dengan komitmen atas kehidupan, misalnya komitmen berumah tangga, komitmen pada kesetiaan dan sebagainya. Termasuk juga otak kecemburuan. Jika perempuan ternyata pencemburu karena memang isi otaknya seperti itu. Tidak ada perempuan yang tidak pencemburu terhadap banyak hal. Tidak hanya urusan rumah tengga tetapi juga pencemburu atas keberhasilan orang lain.

Jika lelaki bisa melakukan relasi seksual kapan saja dan di mana saja, sebaliknya perempuan akan sangat berhitung dengan tempat dan waktu. Perempuan akan lebih mengedepankan apa yang sedang dikerjakan dan bukan apa yang dilakukan oleh pasangan hidupnya. Perempuan lebih berkomitmen dengan apa yang dilakukannya saat itu dan bukan menuruti apa yang diinginkan oleh pasangan hidupnya. Hal ini karena seks itu bagian kecil saja di dalam otak perempuan. Perempuan lebih tahan menjanda dibandingkan dengan lelaki yang menduda.

Kedua, jika lelaki ingin memperoleh respon yang memadai dalam hal apapun termasuk seksualitas, maka lelaki harus memahami apa yang sesungguhnya dibutuhkan. Perempuan itu lebih peka dengan ungkapan kata atau pernyataan yang disampaikan ke telinganya. Jika lelaki dapat memanfaatkannya bukan tidak mungkin lelaki akan memperoleh respon yang memadai. Ungkapkan kata-kata yang menghibur, menyanjung, mengagumi dan memberikan rasa aman dan damai. Ungkapkan kata cinta yang berasal dari kekuatan batin yang mendalam.

Lakukan sentuhan yang berbasis pada kasih sayang dan cinta. Lelaki mesti harus tahu di manakah wilayah erotis yang dimiliki oleh perempuan. Jika seseorang  tepat melakukannya tentu sangat potensial untuk memperoleh respon positif dari pasangan hidup. Beri dukungan atas apa yang diinginkannya. Jangan serba melarang. Beri dukungan dan penjelasan yang memungkinkan peluang untuk mencapainya. Diskusikan dengan pikiran dan perasaan. Berikan hadiah pada waktu-waktu khusus, misalnya pada waktu ulang tahun, ulang tahun perkawinan atau hari-hari khusus dan berikan pelayanan yang yang menyenangkan dan membuat bahagia.

Ketiga, membahagiakan pasangan. Baik lelaki maupun perempuan harus berupaya untuk saling membahagiakan. Kita sedang hidup di dunia, jangan persulit dengan syarat-syarat yang memberatkan. Permudahlah agar semua merasakan kemudahan dalam menjalani kehidupan. Hidup pasti ada masalahnya. Tetapi setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Every problem there is a solution. Carilah solusi bersama untuk memecahkannya.

Kehidupan merupakan rangkaian masalah dan kebahagiaan itu akan tumbuh kala masalah kehidupan bisa dipecahkan atau ditemukan solusinya. Kita semua yakin bahwa dengan kekuatan pikiran dan kekuatan hati yang dipadukan dengan usaha dan doa, maka mencapai hidup bahagia bukan sesuatu yang tidak bisa dicapai.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

RAHMAT ALLAH YANG DIDAMBA

RAHMAT ALLAH YANG DIDAMBA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Di dalam acara Ngaji pada Komunitas Ngaji Bahagia (KNB), Selasa, 14/05/2024, terdapat pertanyaan yang menggelitik dalam kaitannya dengan takdir untuk manusia yang berupa kebaikan dan keburukan. Padahal manusia berkeinginan untuk memperoleh surganya Allah SWT. Sementara itu terdapat takdir yang memihaknya untuk bisa masuk surga dan tidak ditakdirkan untuk masuk neraka. Mereka disebut sebagai orang yang sa’idun.

Sesungguhnya semua manusia yang beragama, apapun agamanya, berkeinginan untuk masuk surga dimaksud. Masuk nirwana dalam agama Hindu, masuk Jannah dalam agama Islam, moksa dalam tradisi Buddha dan sebagainya. Surga merupakan dambaan manusia beragama. Sementara itu terdapat takdir yang tidak memihak kepada manusia untuk bisa masuk surga. Ada golongan saqiyyun atau orang yang celaka.

Kebanyakan  manusia mesti memiliki referensi tentang surga. Yaitu sebuah tempat yang dijanjikan oleh Tuhan kepada manusia. Surga merupakan rangkaian akhir dalam perjalanan manusia dengan jasad dan rohnya. Kala manusia dibangkitkan atau disebut sebagai Hari Kebangkitan atau Yaumul Ba’ats, maka manusia dihidupkan lagi dengan jasadnya setelah sekian lamanya hidup di alam kubur atau alam barzakh. Rohnya hidup di alam barzakh sementara jasadnya berkalang tanah. Jasadnya menjadi tanah kembali. Ada yang masih tersisa tulang-tulangnya sementara kulit dan dagingnya kembali menjadi tanah. Yang diyakini tersisa dari jasad itu adalah tulang ekor. Berdasarkan keyakinan bahwa tulang ekor itu yang nanti akan dibangkitkan untuk menjadi manusia kembali. Tentu kita tidak tahu bagaimana wujudnya, apakah akan sama seperti sekarang atau dalam bentuk lain.

Di dalam proses berikutnya, maka mereka akan mengalami proses “pengadilan” berdasarkan atas amal perbuatannya. Jika amalnya baik maka akan menerima amal kebaikannya dengan tangan kanannya, dan jika amalnya jelek maka akan menerima catatan atau raport amalnya dengan tangan kirinya. Di sinilah manusia akan ditentukan mau masuk ke surga atau neraka. Jika masuk neraka maka akan menjadi orang yang saqiyyun dan orang yang masuk surga maka akan menjadi manusia yang sa’idun.

Manusia tentu masih memiliki peluang selamat. Dua yang utama untuk menggapai keselamatan tersebut adalah iman dan amal shaleh. Keduanya merupakan kata kunci yang akan menyelamatkan manusia di alam akherat, khususnya di saat berada di alam makhsyar atau padang makhsyar. Oleh karena itu, manusia harus berkompetisi untuk menjadi yang terbaik dalam iman dan amal shaleh. Misalnya amal baik tersebut seperti cerita seorang pelacur yang memberikan minuman pada anjing dengan ikhlas, maka kemudian mendapatkan rahmatnya Allah SWT. Atau misalnya cerita tentang masuk surganya Imam Ghazali yang disebabkan karena memberikan pertolongan pada lalat yang haus dan meminum tinta saat Imam Ghazali menulis. Rahmat Allah itu terkadang terjadi dan disebabkan oleh hal-hal sepele yang bahkan tidak disadari oleh pelakunya.

Jadi sebagai jawaban atas pertanyaan tentang takdir yang memihak atau tidak memihak kepada manusia dalam kebahagiaan adalah rahmat Allah SWT. Nasib orang kelak  tidak ditentukan oleh banyaknya harta atau asset dan bahkan kekuasaan yang besar di dalam kehidupan duniawi. Tetapi bagaimana asset dan kekuasaan tersebut bisa dimanfaatkan untuk amal shaleh. Kita sering mendengar ungkapan: “saya wakafkan diri saya untuk kepentingan rakyat”, atau “saya wakafkan diri saya untuk bangsa” dan sebagainya. Ungkapan ini sering kita dengar dan baca pada waktu akan berlangsungnya Pilkada, Pilpres, Pileg dan sebagainya. Tetapi sesungguhnya banyak dari ungkapan ini yang hanya menjadi ungkapan tanpa makna.

Rahmat Allah tidak terletak pada ungkapan yang berbusa-busa, atau pada ungkapan yang lemah lembut dan mengasyikkan, akan tetapi terletak pada perilaku yang ikhlas tanpa pamrih. Peristiwa seorang pelacur memberi minuman anjing yang kehausan atau memberikan  peluang lalat untuk minum air merupakan perbuatan yang tidak didasari oleh kepentingan dan hasil imbal balik. Benar-benar datang dari rasa kasih sayang yang timbul dan dimanifestasikan di dalam kehidupan.

Sayangnya bahwa banyak hal yang dilakukan manusia ternyata tidak murni dalam keikhlasan. Selalu ada keinginan untuk memperoleh balasan yang datang kepadanya. Sering di dalam hati kecil manusia tersebut tersimpan satu keinginan, misalnya: “semoga apa yang saya lakukan ini akan menyenangkan Tuhan” atau “agar Tuhan memberikan rahmat kepadaku”, dan sebagainya. Ini bagian dari “penyakit” dalam diri yang selalu berpikir “transaksional” dalam membangun relasi dengan Tuhan.

Tetapi kita tetap harus berprasangka baik kepada Allah, khusnudh dhan, bahwa Allah itu maha pengasih dan penyayang, Rahman dan Rahim, yang dengan kasih sayangnya tersebut semua alam mikro dan makro kosmos tercipta, semua tata surya tercipta, dan semua keteraturan dalam alam tercipta. Hanya melalui rasa yang berkeyakinan bahwa Allah itu maha baik dan akan memberikan yang terbaik pada hambanya, maka manusia akan terselamatkan.

Ya Allah, hanya kepada-Mu aku menyembah, dan hanya kepada-Mu aku berserah diri, dan hanya kepada-Mu aku berharap keridlaan-Mu.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

 

 

 

 

 

TRILOGI PAHAM DAN AMALAN MENUJU MUKHLISHIN

TRILOGI PAHAM DAN AMALAN MENUJU MUKHLISHIN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sungguh saya merasa sangat bahagia bertemu dengan Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) pada ngajii Selasanan di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Ngaji santai dan bergelak tawa yang menyenangkan, tetapi juga belajar memahami ajaran Islam dengan cara yang membahagiakan. Selasa, 14/05/2024 merupakan hari yang menyenangkan karena bisa bersama-sama mendalami ajaran Islam yang penting yaitu menjadi orang yang ikhlas, atau menjadi kaum Mukhlishin.

Ngaji Bahagia ini sudah menjadi brand image bagi komunitas ini. Akibatnya, baru datang saja tanpa ada pembicaraan apa-apa kita sudah tertawa bareng. Sungguh nuansa pengajian yang berbeda dengan lainnya. Yang dikaji adalah Islam tetapi dikemas dalam konten Islam happy atau Islam yang membahagiakan. Bukankah di era semakin menguatnya kehidupan yang meterialistis ini, seseorang memerlukan kehidupan yang happy, yang senang, yang membahagiakan. Dan Ngaji Bahagia merupakan medium untuk menjadi salah satu cara sublimasi untuk mendapatkan kebahagiaan.

Ada tiga hal yang saya bahas di dalam pengajian itu, yakni: pertama, mukhlish atau perbuatan ikhlas adalah perbuatan yang sudah dilakukan oleh seseorang dan di dalam tindakannya tersebut terdapat rasa menerima dan pasrah hanya kepada Allah semata. Bagaimana orang bisa pasrah dan menerima atas semua hal yang didapatkannya atau diperolehnya, maka kata kuncinya adalah iman kepada Allah. Semuanya bersumber dari adanya iman. Jika ada iman di dalam dada seseorang, maka semua perbuatan yang dilakukannya akan kembali kepada rasa iman dimaksud.

Iman menyangkut keyakinan bahwa tiada Tuhan selain Allah. La ilaha illallah. Di dalam keyakinan tersebut terdapat akal atau pikiran dan hati atau perasaan  dan kemudian mengejawantah di dalam tindakan. Makanya di dalam Alqur’an banyak ayat yang menggambarkan pasangan antara iman dan amal shalih. “Alladzina amanu wa ‘amilush shalihati falahum ajrun ghairu mamnun”. “Orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka baginya pahala yang tidak terhingga”.  Oleh karena itu, amal shaleh selalu dikaitkan dengan iman, sebab tidak akan menjadi amal shaleh jika tidak didasari oleh Iman. Sebab kebaikan yang tidak didasari  oleh iman bukanlah amal shaleh di dalam agama Islam. Jadi ukuran utamanya adalah iman kepada Allah SWT. Ada banyak orang yang disebut sebagai humanis. Orang yang berbuat baik. Namun demikian, perbuatannya itu tidak berpahala di dalam konteks Islam karena tidak didasari oleh Iman kepada Allah SWT.

Kedua, menerima. Di dalam Islam terdapat takdir yang berlaku untuk manusia. Saidun auw saqiyyun. Bahagia atau sengsara, senang atau susah, bersukaria atau berdukacita. Semuanya sudah ada catatannya. Di dalam Alqur’an dijelaskan: “kulla yushibana illa ma kataballahu lana, huwa maulana wa alallahi fal yatawakkalil mu’minun”. Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang sudah ditetapkan oleh Allah untuk kami. Dialah pelindung kami dan hanya kepada Allah orang-orang beriman harus bertawakkal”. (Surat Attaubah, 51).

Berdasarkan ayat ini, maka tidak ada sesuatu yang terjadi pada diri kita terkecuali semuanya sudah terdapat catatan atau takdir Allah SWT. Lalu jika semuanya ada catatannya berarti bahwa orang yang celaka atau memperoleh balasan neraka juga sudah terdapat catatan di dalam bukunya. Jadi terkesan Tuhan itu tidak adil, kenapa tidak semua manusia diberikan catatan yang baik, sehingga semuanya akan masuk surga. Terhadap catatan ini kiranya perlu mendapatkan perhatian. Allah memang memberikan catatan seseorang itu bahagia atau sengsara. Tetapi sesungguhnya Allah memberikan peluang untuk melakukan amalan yang shalihan. Nabi dan Rasul itu diturunkan kepada segenap umat manusia. Nabi dan Rasul diutus untuk memberikan pedoman kepada manusia berdasarkan wahyu yang diterimanya dari Allah SWT. Maka atas catatan tersebut, Allah tetap memberikan peluang bagi yang bersangkutan untuk memilih. Ibaratnya kita berada di persimpangan jalan dan tidak tahu jalan mana yang ditempuh. Maka ada petunjuk, jika lewat jalan ini akan selamat tetapi banyak rintangan, tetapi kalau lewat jalan yang satunya itu lebih mudah tetapi berujung ketidakselamatan. Manusia diminta untuk memilihnya. Bisa jadi orang yang catatannya sebenarnya jelek tetapi kemudian selamat dan ada orang yang catatannya baik tetapi akhirnya tidak selamat. Salah satu piranti untuk memahami tentang kepastian Tuhan tersebut adalah dengan sikap menerima. Di dalam filsafat Jawa disebut sebagai nerimo ing pandum. Diterima pemberian tersebut jika semuanya sudah diusahakan dengan usaha yang berisi kebaikan-kebaikan.

Ketiga, pasrah atau tawakkal yaitu upaya untuk memahami bahwa setiap usaha yang dilakukan tersebut selalu terkait dengan bagaimana takdir atau catatan atas yang dilakukan tersebut. Ada kalanya usaha tersebut berhasil dan ada kalanya tidak berhasil. Ada kalanya menyenangkan dan ada kalanya menyusahkan. Jika kita sampai pada tahapan ini, maka kita sudah sampai pada tahapan orang yang ikhlas. Di dalam filsafat Jawa disebut sebagai legowo atau menerima dan pasrah atas semua yang berlaku bagi dirinya. Legowo bukan hanya menerima tetapi juga pasrah atas ketentuan yang harus diterimanya.

Dengan demikian, trilogy keyakinan, nerimo dan legowo merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Tidak mungkin orang menerima dan pasrah jika tidak didasari oleh iman. Dan iman saja juga tidak cukup jika tidak dibarengi dengan sikap dan tindakan menerima dan pasrah atas segala ketentuan yang datang kepadanya. Dari semua itu, maka yang muncul adalah kata hikmah atau akibat dari hasil akhir perbuatan yang tidak disadari sebelumnya tetapi menjadi nyata adanya, dan yang lebih penting tidak merugikannya secara fisik atau batin, tetapi menguntungkan fisik dan batinnya.

Wallahu a’lam bi al shawab.