• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TAAWUN SEBAGAI PRINSIP RELASI SOSIAL

TAAWUN SEBAGAI PRINSIP RELASI SOSIAL

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Di dalam bulan Ramadlan ini, saya memang diberikan kesempatan beberapa kali untuk memberikan ceramah agama di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Saya memberikan ceramah bada shalat Isya tersebut pada hari Senin, 10/03/2025. Sebagaimana biasa, maka ceramah tersebut saya bagi menjadi tiga bagian. Adapun tema di dalam ceramah tersebut adalah “Taawun Sebagai Prinsip Relasi Sosial”. Inti ceramah tersebut adalah:

Pertama,  ungkapan rasa Syukur karena Allah memberikan kekuatan fisik kepada kita semua untuk menjalankan ajaran Islam, yang berupa puasa. Puasa merupakan ibadah fisik, artinya ibadah yang bisa dilakukan oleh orang yang sehat secara fisikal. Selain itu juga orang yang sehat secara mental. Hanya orang yang sehat fisik dan sehat mental saja yang bisa melakukan ibadah puasa.

Sudah jamak diketahui bahwa ibadah puasa merupakan ibadah yang mengandung dimensi kesehatan. Dengan melakukan puasa, maka pada siang hari banyak lemak jenuh yang dikonsumsi oleh pencernaan, sehingga lemak jenuh tersebut tidak menjadi kolesterol atau asam urat. Makanya kita akan menjadi sehat karena puasa tersebut.

Kedua, terdapat suatu prinsip agung yang diajarkan oleh ajaran Islam. Prinsip tersebut sebagaimana digambarkan di dalam Alqur’an Surat Al Maidah ayat 2, yang artinya adalah: “Bertolong menolonglah di dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah bertolong menolong dalam dosa dan kejelekan”. Inilah prinsip utama di dalam upaya membangun relasi social di antara sesama manusia, baik sebagai individu, anggota keluarga maupun anggota masyarakat.

Sesungguhnya puasa dapat menjadi medium untuk membangun amal kebaikan berbasis pada prinsip taawun. Setiap sore kita menyediakan nasi atau kue dan minuman untuk ta’jil. Jumlahnya memang tidak banyak, sekitar 25-30 kotak makanan. Tetapi itu dilakukan oleh semua anggota masyarakat di sekitar masjid. Maka, kita bisa bersedekah kepada orang yang memerlukan ta’jil. Ada mahasiswa, ada tukang ojek, ada orang yang berjamaah shalat magrib dan semuanya dapat mengambil manfaat dari sedekah yang kita lakukan. Sementara itu, mereka yang memanfaatkan sedekah juga memberikan sejumlah pahala kepada kita. Mereka menjadi medium agar kita mendapatkan pahala dari Allah SWT. Di sini ada upaya timbal balik antara pemberi shadaqah dan penerima manfaat shadaqah.

Sebagaimana dijelaskan oleh Ustadzah Luluk, bahwa pernah suatu ketika sahabat Nabi Muhammad SAW tidak memiliki barang yang bisa disedekahkan, maka Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa sedekah dengan seuntai kurma atau sesendok minuman itu sudah merupakan shadaqah. Oleh karena itu kita bersyukur bisa bersedekah dengan lumayan mewah, yaitu sekotak nasi dan minuman manis yang sangat menyejukkan. Ini yang harus disyukuri oleh kita semua, bahwa Allah SWT sudah memberikan rejeki yang cukup untuk kita semua.

Kita memang diminta oleh Allah SWT untuk bertolong menolong dalam kebaikan. Saling memberikan kebaikan. Kita memberikan kebaikan dan orang lain menerima kebaikan, sementara itu orang lain memberikan kebaikan dan kita menerima kebaikan. Satu contoh kecil saja, kita mengikuti Komunitas Ngaji Bahagia, dan kita saling tersenyum gembira. Maka saling tersenyum dalam kegembiraan adalah sebuah sedekah atau sebuah kebaikan. Bukankah menyenangkan  orang lain adalah sedekah. Dan bahkan hal ini kita lakukan setiap hari di Masjid kita ini.

Ketiga, yang dilarang oleh Allah SWT adalah saling tolong menolong dalam dosa dan kejelekan. Misalnya kita tahu ini bulan puasa, tetapi ada di antara kita yang tidak berpuasa, lalu mengajak ke café untuk minum kopi. Ini tentu ajakan yang tidak dikehendaki oleh ajaran Islam. Yang seperti ini termasuk bagian dari kemungkaran. Janganlah kita lakukan. Jika ada ajakan seperti itu tentu harus ditolak dengan cara sehalus-halusnya. Perlakukan dia dengan sikap yang tidak menyakiti hatinya. Bayangkan bahwa dia sebagai orang yang tidak tahu.

Islam mengajarkan kepada kita semua untuk berprilaku yang baik, berprilaku yang memberikan kenyamanan kepada orang lain, dan tidak boleh menyakiti orang lain. Jadi meskipun ada yang mengajak kepada kemungkaran tetapi harus tetap dibalas dengan kebaikan.

Ada banyak kemungkaran di dunia ini. Misalnya ghibah atau meggunjing orang lain. Ini yang sering tidak kita sadari. Tanpa sengaja kala berkumpul lalu kita membicarakan aib orang lain. Bahkan juga menyatakan kejelekan orang lain. Sering ini kita lakukan. Oleh karena itu agar di bulan puasa ini benar-benar kita jaga jangan sampai melakukan hal seperti itu. Dan yang juga penting jangan juga dilakukan di bulan yang lain.

Di dalam relasi social terkadang ada banyak hal yang dibicarakan. Ada saja yang bisa membuat kita membicarakan orang lain. Di sinilah diperlukan kehati-hatian ekstra, sebab sering kali hal seperti ini tidak kita sadari. Semula kita berbicara hal-hal yang normal akan tetapi lama kelamaan jatuh pada pembicaraan yang mengandung ghibah. Mudah  sekali hal ini kita lakukan.

Puasa merupakan sebuah instrument yang diciptakan oleh Allah agar seseorang dapat melakukan relasi social berbasis taqwa dan kebaikan. Al birr itu artinya kebaikan yang mengandung dimensi spiritual atau dimensi religiositas atau dimensi keagamaan. Dengan demikian, di dalam kebaikan atau birr dipastikan ada nilai ketuhanannya.

Semoga saja kita bisa memanfaatkan puasa sebagai medium untuk melatih diri kita untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan menjauhi tolong menolong dalam dosa dan kejelekan. Kita harus yakin bahwa kita bisa melakukannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

KALA TUHAN BERSUMPAH DENGAN MASA

KALA TUHAN BERSUMPAH DENGAN MASA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya akan menjelaskan mengenai ceramah yang disampaikan oleh Ustadz Khobirul Amru, Magister Agama, Al Hafidz, pada jamaah Shalat Tarawih di Masjid Al Ihsan, Perumahan Lotus Regency  Ketintang Surabaya, pada Ahad, 09/03/2025. Sebuah ceramah dari seorang ahli tafsir sehingga penjelasannya sangat komprehensif dan mencerahkan. Saya yakin jamaah puas atas penjelasannya yang ringkas tetapi mencerahkan. Tema yang dibahas adalah mengenai tafsir atas Surat Al Ashr, yang membahas tentang sumpah Allah SWT yang menggunakan masa atau waktu sebagai sumpahnya. Ada tiga penjelasan terkait dengan tafsir atas ayat ini, yaitu:

Pertama,  surat al Ashr dapat diterjemahkan sebagai berikut: “Demi masa,  sungguh manusia berada di dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran”. Artinya bahwa Allah secara khusus menjadikan masa atau waktu sebagai sumpahnya. Pada ayat yang lain Allah bersumpah dengan demi fajar, demi malam, demi matahari, demi waktu dhuha, dan sebagainya. Tetapi khusus di dalam ayat ini Allah menjadikan masa atau waktu sebagai sarana bersumpah.

Para ahli tafsir menjelaskan bahwa ada dua pandangan, yaitu masa atau waktu  secara  umum dan tidak menunjuk waktu yang khusus. Artinya, seluruh waktu baik siang maupun malam. Waktu itu begitu penting. Waktu itu tidak berulang. Waktu itu terus berjalan. Waktu tidak pernah berhenti. Yang sudah berlalu pasti berlalu. Tidak bisa diulang lagi. Ada juga ahli tafsir yang menafsirkan bahwa yang dimaksud adalah waktu ashar. Waktu matahari dalam waktu cepat akan tenggelam. Kehidupan di dunia tersebut seperti waktu ashar yang sebentar saja akan tenggelam. Oleh karena itu dengan Allah menjadikannya sebagai sumpah tentu menunjukkan betapa pentingnya waktu yang akan segera tenggelam. Manusia harus menjadikannya sebagai pengingat bahwa umur manusia itu terbatas, dan jika sudah senja tentu akan kemana lagi setelahnya. Hanya kematian.

Kedua, semua manusia berpotensi untuk merugi.  Tidak ada manusia yang tidak dalam kerugian. Tetapi Allah memberikan jaminan ada empat kelompok manusia yang tidak berada di dalam kerugian. Yaitu orang yang beriman. Orang yang meyakini keberadan Allah merupakan orang pertama yang tidak merugi di dalam kehidupan. Iman adalah kata kunci. Dengan iman kepada Allah, maka manusia akan terhindar dari kerugian di dalam kehidupan di dunia dan kehidupan di akherat. Ada banyak orang yang tidak beriman kepada Allah SWT dan tidak beriman atas kenabian Nabi Muhammad SAW. Mereka adalah orang yang merugi. Orang yang tidak mendapatkan cahaya keilahian berdasarkan atas ajaran Islam. Kebenaran sudah disampaikan, penjelasan sudah dicukupkan akan tetapi ada sebagian orang yang tidak mempercayainya. Inilah orang yang sungguh merugi. Orang yang tidak mendapatkan hidayah dari Allah SWT.

Lalu orang yang beramal shalih. Tidak ada amal shalih jika tidak didasari oleh iman. Makanya iman itu menjadi basis bagi segala amal kebaikan yang dilakukan oleh manusia. Ada banyak orang yang melakukan pilantropi tetapi basisnya bukan dari agama. Hal itu dilakukan hanya berdasar atas kemanusiaan belaka. Yang seperti ini bukanlah amal shalih yang dianjurkan oleh ajaran Islam. Amalan  seperti ini hanyalah memenuhi kepentingan yang profan dan tidak memenuhi kepentingan yang sacral. Hanya memenuhi kepentingan duniawi dan tidak memenuhi kepentingan ukhrawi.

Terkadang kita tidak sadar bahwa mengambil paku di tengah jalan atau mengambil duri di tengah jalan merupakan amal shaleh. Dengan menjadikan orang yang lewat di jalan itu selamat, maka hal tersebut sudah merupakan amal ibadah yang sangat bernilai harganya. Islam mengajarkan agar kita semua saling bertolong menolong dalam kebaikan. Dan jangan bertolong menolong dalam kejahatan. Itulah sebabnya ajaran Islam itu penuh dengan kebaikan, kebaikan yang umum maupun yang khusus.

Ketiga, orang yang berwasiat tentang kebenaran dan berwasiat tentang kesabaran.  Untuk berwasiat tentang kebenaran tentu tidak mudah. Sebab orang yang mengajarkan tentang kebenaran tentunya adalah orang yang sudah berbuat tentang kebenaran. Jadi haruslah orang yang melakukan kebenaran dulu yang bisa berwasiat tentang kebenaran. Kebenaran yang dimaksudkan di dalam konteks ini adalah kebenaran agama. Kebenaran tentang ajaran iman dan Islam. Menyampaikan kabar tentang kebenaran Allah sebagai Dzat yang menciptakan alam dan seisinya dan seluruh tata surya di dalam kehidupan. Juga meyakini tentang malaikat Allah, Rasulullah, kebenaran kitab-kitab Allah, percaya tentang hari akhir dan takdir baik dan buruk. Lalu juga menjalankan ajaran Islam yang tersimpul di dalam rukun islam. Harus bersyahadat, melakukan shalat, membayar zakat, melakukan puasa dan haji bagi yang mampu.

Dan yang tidak kalah penting juga berwasiat tentang kesabaran. Kata kunci berikutnya agar tidak merugi di dalam kehidupan adalah dengan kesabaran. Hidup ini banyak masalahnya, dan yang akan memenangkannya di dalam pertarungan adalah mereka yang bisa mengerem hawa nafsu kemarahan dan menggantikannya dengan kesabaran. Ada kalanya kita mendapatkan kesenangan dan ada kalanya kita mendapatkan kesusahan, maka untuk menyikapi keduanya adalah dengan kesabaran.

Dengan demikian, di dalam kehidupan terdapat potensi kerugian, dan hanya emat hal untuk mengganti kerugian dengan keberuntungan yaitu orang yang beriman kepada Allah, orang yang melakukan amal shaleh, orang yang suka berwasiat tentang kebenaran dan berwasiat tentang kesabaran.

Wallahu a’lam bi al shawab.

MARI BERSEDEKAH DENGAN DOA

MARI BERSEDEKAH DENGAN DOA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya memang harus memastikan bahwa setiap bulan puasa, saya harus pulang ke rumah saya di Tuban,  di Desa Sembungrejo Merakurak Tuban, tepatnya di Dusun Semampir. Sebuah desa yang berada di antara Kecamatan Merakurak dan Kecamatan Kerek, dan berjarak kira-kira 3 KM dari Pabrik Semen Gresik di Tuban.

Biasanya saya pulang menjelang puasa, tetapi karena pekerjaan yang mendadak banyak di hari-hari menjelang puasa, maka dengan terpaksa saya undur, puasa hari ke Sembilan baru bisa pulang. Tujuannya jelas menziarahi makam Bapak saya yang sudah meninggal pada tahun 1973 yang lalu. Bapak meninggal tepat hari pertama bulan Puasa. Saya selalu ingat pesan Emak saya, Hj. Turmiatun, yang masih hidup agar saya menyempatkan diri untuk berziarah ke kubur Bapak saya. Sebuah kewajiban anak terhadap orang tuanya.

Kala saya pulang itu, Sabtu, 09/03/2025, maka disiapkan untuk sedekah kecil-kecilan. Berbuka bersama dengan para jamaah shalat Magrib di  Mushalla Raudhatul Jannah di depan rumah. Tinggal pesan tumpeng di Merakurak, maka sudah cukup. Tidak rumit. Harganya juga tidak mahal. Tumpeng komplit dengan ayam kampung, telor, tahu, sayuran dan nasi tumpeng yang disusun seperti gunungan. Memakai undak-undakan. Nikmat juga makan bareng-bareng kawan saya di masa kecil. Usainya hampir seimbang. Dan tidak lupa juga gulai sapi khas Tuban yang disebut becek. Lengkaplah makan berbuka sore itu.

Sebagaimana biasanya, maka kala saya pulang dipastikan untuk memberikan ceramah agama, meskipun hanya 10 menit. Ba’da jamaah shalat Isya’, saya memberikan ceramah agama dengan tema “Mari Bersedekah Dengan Doa”. Selama ini sedekah selalu dikaitkan dengan barang atau uang, tetapi saya menjelaskan bahwa berdoa untuk orang lain, khususnya para arwah leluhur merupakan bersedekah juga. Ada tiga hal yang saya sampaikan, yaitu:

Pertama,  pada bulan puasa ini sudah sepatutnya jika kita bersyukur kepada Allah SWT. Bukankah doa kita, “Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan berkahilah kami di Bulan Sya’ban dan pertemukan kami dengan bulan Ramadlan”. Alhamdulillah kita dipertemukan Allah dengan bulan Sya’ban. Mengapa kita perlu bertemu dengan bulan puasa, sebab Allah akan melipatgandakan pahala atas ibadah yang kita lakukan. Shalat yang biasanya diberi pahala 27 derajat, maka pada bulan Puasa akan dinaikkan menjadi berpahala 700 kali atau 1000 kali. Masyaallah. Sebuah kebahagiaan kita dapat bertemu dengan bulan Ramadlan dan bahkan memohon kepada Allah agar dipertemukan lagi dengan bulan Ramadan tahun depan.

Mari kita niatkan dengan benar agar puasa kita diterima oleh Allah. Harus diakui bahwa ibadah puasa itu lebih berat, karena mengubah tradisi makan. Yang biasanya makan siang hari harus diubah malam hari. Seharian tidak boleh makan dan minum. Padahal kita semua harus bekerja di sawah atau ladang. Tetapi dengan niat yang sungguh-sungguh maka puasa dapat dilakukan dengan benar. Jangan niatnya itu “kalau kuat diteruskan kalau tidak kuat dibatalkan”. Jangan seperti itu niatnya. “Ya Allah kuatkan kami berpuasa untukmu hari ini dan seterusnya”. Melalui doa seperti ini insyaallah akan diijabah oleh Allah dan kita kuat melaksanakan puasa. Dan kita Yakini bahwa puasa kita diterima oleh Allah SWT. Kita harus khusnudh dhan kepada Allah. Jangan su’udh dhan. Harus berprasangka baik dan jangan uberprasangka jelek. Yakin Allah menerima puasa kita.

Kedua,  bulan puasa adalah bukan Bahagia bagi kita semua. Tidak hanya yang hidup tetapi juga yang sudah wafat. Pada bulan puasa, kita banyak berdoa kepada Allah untuk diri kita, keluarga kita baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat, dan juga berdoa buat semua orang muslim dan mukmin. Oleh karena itu saya pesankan doa yang baik dengan membaca shalawat dan membaca surat al Fatihah. Dua kali dalam sehari pada waktu magrib dan shubuh. Ini merupakan sedekah kita kepada leluhur kita. Cba kita bayangkan jika ba’da magrib lalu kita bacakan Al Fatihah kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW, para istrinya, para putranya, para cucunya dan para sahabatnya. Maka semua akan mendapatkan syafaat bacaan Surat Al Fatihah.

Kita ini adalah dzurriyah Nabi Muhammad SAW. Bukan dzurriyah dalam konteks keturunan Nabi Muhammad SAW. Tanda-tanda fisik kita tidak menunjukkan kerutunan Nabi Muhammad SAW, tetapi kita adalah dzurriyah dari genealogi ilmu dan paham keagamaan Islam. Jangan ragu bahwa kita adalah anak cucu Nabi Muhammad SAW yang kelak akan berjumpa dengan Kanjeng rasul.

Lalu, bacaan Fatihah kepada Orang tua kita, kakek nenek kita, buyut dan canggah kita serta seluruh leluhur sampai Nabi Adam AS. Semua akan mendapatkan syafaat bacaan Al Fatihah yang kita lantunkan. Kemudian yang tidak kalah penting adalah bacaan Fatihah untuk keinginan dan tujuan hidup kita. Semua bacaan Fatihah itu dipastikan akan sampai kepada semua umat Islam. Kita berdoa, mereka berdoa untuk kita semua,  maka di sinilah keagungan Islam untuk kehidupan umat manusia.

Ketiga, marilah kita jadikan bulan puasa untuk melakukan perenungan apa yang sudah baik kita lanjutkan dan kita tingkatkan dan apa yang belum baik kita perbaiki. Semoga Allah SWT akan menjadikan kita semua sebagai hambanya yang ahli taqwa.

Wallahu a’lam bi al shawab.

TRILOGI SUJUD, BERBUAT KEBAJIKAN  DAN KEBERUNTUNGAN

TRILOGI SUJUD, BERBUAT KEBAJIKAN  DAN KEBERUNTUNGAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Kali ini saya akan menuliskan ceramah Ustadz Muhammad Zamzami, Sarjana Agama, Al Hafidz, pada acara Kuliah Tujuh Menit atau Kultum di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Sebagaimana biasanya, acara kultum diselenggarakan ba’da shalat Isya’ berjamaah yang diikuti oleh jamaah Masjid Al Ihsan. Lelaki dan perempuan. Tema yang diceramahkan adalah “Trilogi Sujud, Berbuat Kebajikan  dan Keberuntungan”.

Terdapat ayat, sebagaimana dibacakan oleh Ustadz Zamzami, Surat Al Haj, ayat 77 yang artinya adalah: “Wahai orang yang beriman rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu, perbuatlah  kebajikan, supaya kamu  memperoleh keberuntungan”. Ayat ini khithabnya untuk orang yang beriman kepada Allah. Jadi orang mukmin atau orang muslim yang mendapatkan kewajiban untuk melaksanakan rukuk, sujud dan beribadah, yaitu  orang yang sudah beriman kepada Allah SWT.

Menurut Ustadz Zamzami, bahwa ada tiga hal mendasar di dalam Islam terkait dengan hubungan dengan Allah atau hablum minallah dan juga hubungan dengan sesama manusia atau hablum minan nas. Pertama, Allah memerintahkan kepada hambanya untuk rukuk. Yaitu bagian dari menyembah kepada Allah. Di dalam shalat ada stau rukun shalat yaitu melaksanakan rukuk yang artinya: memberikan penghormatan kepada Allah. Di dalam tradisi kita,  orang menghormat itu dengan mengangkat tangan dan ditaruh di depan telinga atau membungkuk dengan sikap pasrah. Rukuk adalah sikap hormat kepada Allah SWT. Tangan ditaruh di lutut depan, punggung membungkuk dan kepala rata dengan punggung. Inilah bentuk penghormatan kepada Allah SWT. Pada waktu rukuk kita membaca doa shalat yang artinya: “Maha Suci Allah yang Maha Agung, dan segala puji bagi-Nya”.

Lalu manusia beriman harus sujud kepada Allah, artinya manusia beriman harus patuh dan tunduk kepada Allah SWT dengan sikap sujud yaitu menempelkan muka ke lantai masjid atau mushalla, tangan memegang lantai, sedangkan  lutut dijadikan sebagai pijakan  pinggul dan pantat. Sujud sudah menjadi khasanah di dalam tradisi kita, bahwa Tindakan sujud menggambarkan kepatuhan atas yang berstatus lebih atas. Di dalam konteks ayat ini, maka kita patuh kepada Allah SWT. Waktu sujud kita membaca: “Maha Suci Allah yang Maha Tinggi dan segala puji bagi-Nya”.

Kita diminta oleh Allah SWT untuk beribadah. Ibadah adalah kata kunci bagi umat Islam dalam kerangka pengabdian dan kepatuhan kepada Allah SWT. Ibadah merupakan penghambaan manusia kepada Allah. Sebuah pengakuan bahwa tidak ada Dzat yang patut disembah kecuali Allah SWT. Jika orang bisa menghormat dan patuh pada raja atau presiden, maka harus lebih patuh kepada Allah SWT sebagai Dzat yang menciptakan alam dan segala isinya.

Kedua, beramal kebajikan. Amal kebajikan di dalam ayat ini merupakan perbuatan baik yang ditujukan kepada manusia. Sebagai makhluk Allah yang beriman kepada-Nya, maka sudah seharusnya jika kita melakukan kebaikan di dalam kehidupan. Kebaikan kepada keluarga, tetangga dan juga masyarakat pada umumnya.  Kebaikan tersebut dapat diwujudkan dengan saling menghormat, saling mengasihi, saling memberi dan saling berbuat yang menyenangkan. Tidak ada kebencian, tidak ada ghibah atau menggunjing, tidak saling mengungkapkan kesalahan dan kejelekan dan sebagainya. Semua didasari oleh pemahaman ajaran Islam tentang ukhuwah Islamiyah atau ukhuwah basyariyah.

Sebagai sesama manusia sudah sepantasnya jika kita berbuat baik kepada orang lain. Jika kita berbuat baik kepada orang lain, maka dipastikan orang lain juga akan berbuat baik kepada kita. Kerukunan akan terjadi jika di dalam masyarakat terdapat sikap yang saling menghargai, dan disharmoni social akan terjadi jika di dalam masyarakat terdapat kebencian. Oleh karena itu mari kita rajut kasih sayang kepada sesama manusia agar kita dapat hidup tenteram dan damai.

Ketiga, ujung akhir dari upaya-upaya yang diajarkan Allah melalui Nabi Muhammad SAW adalah untuk meraih keberuntungan. Keberuntungan di dunia dan juga keberuntungan di akherat. Hal itu akan terjadi jika iman kita berimplikasi atas perilaku kita atas sesama manusia. Keberuntungan akan terjadi jika kita telah melakukan hablum minallah dengan baik dan juga hablum minannas yang baik pula.

Puasa adalah momentum yang baik untuk beribadah. Bayangkan bahwa satu amal ibadah akan dinilai oleh Allah dengan 700 amal ibadah atau bahkan dinyatakan 1000 ibadah. Jadi kalau kita melakukan amal sedekah sekali maka Allah akan melipatgandakannya menjadi 700 kali atau 1000 kali.  Dan hal ini hanya terjadi pada bulan Ramadlan. Makanya mari kita manfaatkan bulan puasa untuk beramal kebaikan karena Allah akan melebihkan pahalanya untuk kita.

Semoga puasa kita akan diterima oleh Allah SWT dan akhirnya kita akan memperoleh keberuntungan atau memperoleh kemenangan atau memperoleh kebahagiaan. Dan itu sesuatu yang nyata adanya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

BERGEMBIRALAH MENYAMBUT RAMADLAN

BERGEMBIRALAH MENYAMBUT RAMADLAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Kali ini saya ingin menuliskan ceramahnya Ustadzah Luluk Ita Nur Rosidah, Magister Agama, yang memberikan ceramah dalam acara Kuliah Tujuh Menit atau Kultum di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya, pada 05/03/2025. Tidak banyak acara kultum yang diisi dengan penceramah atau da’iyah perempuan, dan di Masjid ini hal tersebut terselenggara.

Sebagaimana umumnya, ceramah agama tentu dimulai dengan salam dan bacaan Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Ini merupakan kekhasan yang kita dapatkan di dalam ceramah agama di Indonesia pada umumnya. Nyaris semua da’i atau da’iyah menjadikan bacaan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pengantar ceramahnya. Bahkan mungkin tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara tetangga kita,  Malaysia.

Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dinyatakan bahwa: “Barang siapa yang bergembira menyambut datangnya Bulan Ramadlan, maka Allah akan mengharamkan jasadnya dari api neraka”. Hadis ini memberikan gambaran tentang bagaimana seharusnya umat Islam merasa bergembira dengan datangnya bulan suci Ramadlan. Bergembira disebabkan pada bulan ini,  Allah SWT akan memberikan pahala berlipat-liat bagi orang yang melakukan amalan-amalan yang baik.

Oleh karena itu,  di bulan ini umat Islam harus banyak membaca atau tadarrus Alqur’an, membaca kalimat tauhid, membaca kalimat tahmid, membaca istighfar, bersedekah,  dan melakukan shalat sunnah yang lazim dilakukan pada bulan Ramadlan, seperti shalat tarawih dan shalat witir. Kita yang hadir insyaallah merupakan bagian dari umat Islam yang sudah memenuhi perintah Allah SWT.

Menurut Ustadzah Luluk ada tiga golongan orang yang menyambut puasa Ramadlan. Tiga golongan tersebut adalah: pertama, orang yang bergembira dan juga dapat melaksanakan puasa dan amal-amal kebaikan lainnya.  Inilah orang yang sangat beruntung sebab datangnya puasa dapat dijadikan sebagai momentum untuk melakukan amal ibadah yang dianjurkan dan diwajibkan oleh Allah SWT. Mereka dapat melakukan puasa selama sebulan penuh, mereka dapat melakukan sedekah baik di masjid atau di luar masjid, dapat melakukan shalat sunnah dan dapat juga membaca Alqur’an.

Mereka adalah orang yang sehat jasmani dan rohaninya. Puasa merupakan ibadah fisik yang menuntut adanya kesehatan yang prima. Puasa merupakan ibadah untuk menahan tidak makan dan minum di siang hari dan diperbolehkan untuk melakukannya pada malam hari. Bisa dibayangkan jika fisik kita tidak dalam keadaan sehat, maka kita tidak bisa melakukan puasa. Meskipun bisa menggantinya pada hari lain, akan tetapi puasa pada saatnya tentunya akan terasa indahnya.

Kita semua yang bisa melakukan shalat Isya’ berjamaah dan shalat tarawih adalah orang yang sehat. Dipastikan kita semua dapat melakukan puasa dengan benar. Inilah kebahagiaan yang luar biasa bagi kita yang hari-hari ini dapat menjalankan ajaran Islam secara utuh. Makanya jalan terbaik adalah bersyukur atas nikmat Allah SWT yang luar biasa untuk kita semua. Kita terus berdoa agar kita terus diberikan kesehatan oleh Allah SWT dan bisa berjumpa dengan puasa tahun berikutnya.

Kedua, orang yang bergembira dengan datangnya puasa Ramadlan tetapi tidak mampu melakukannya. Mereka adalah orang Islam yang memiliki ketaatan atas ajaran Islam. Hanya saja secara fisikal tidak memungkinkannya untuk melaksanakan puasa. Misalnya orang tua yang sudah tidak dapat melakukan puasa, karena udzur dan factor kesehatan. Mereka memang tidak diwajibkan puasa tetapi dapat menggantikannya dengan membayar fidiyah sesuai dengan aturan fiqih. Termasuk orang yang sakit dan tidak dapat menjalankan puasa karena kekhawatiran bahwa sakitnya akan menjadi lebih parah. Orang yang bepergian dan berpeluang tidak melakukan puasa. Mereka-mereka merupakan orang yang mendapatkan ruhshoh atau keringanan untuk tidak menjalankan puasa. Dan bisa menggantikannya di hari lain.

Ketiga, orang yang tidak suka dengan kehadiran bulan puasa. Mereka merasa dibatasi untuk melakukan hal-hal yang dianggap tidak relevan dengan puasa. Misalnya tidak bebas makan dan minum, tidak bebas melakukan perbuatan-perbuatan yang biasa dilakukannya. Misalnya nongkrong di Café, atau merokok sembarangan seperti biasanya. Dianggapnya puasa dapat mengurangi kebebasannya dalam melakukan sesuatu.

Mereka tidak happy kala bulan Ramadlan tiba. Bulan tersebut dianggapnya sebagai bulan yang menyengsarakan orang. Bagi mereka dilarang makan siang hari dan dilarang minum siang hari dan juga melakukan relasi seksual dengan istri atau suami merupakan ajaran yang bertentangan dengan kemanusiaan. Manusia dilarang makan dan minum pada siang hari dan menggantinya di malam hari. Ajaran agama tentang puasa itu tidak masuk akal.

Sungguh bagi mereka ini, ajaran puasa merupakan ajaran agama yang membuatnya tidak happy dan tidak bahagia. Dianggapnya bahwa ajaran ini melawan kebiasaan dan tradisi masyarakat yang terbiasa makan dan minum di siang hari. Mereka adalah orang yang ingkar atas kebenaran ajaran agama.

Kita semua merasakan betapa nikmatnya  menjadi umat Islam yang dapat melakukan ajaran agama yang kita yakini kebenarannya. Kita tentu tetap berharap bahwa ibadah yang kita lakukan akan mendapatkan pahala dari Allah SWT dan diujung akhir kita dapat menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah.

Wallahu a’lam bi al shawab.