RAHMAT ALLAH YANG DIDAMBA
RAHMAT ALLAH YANG DIDAMBA
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Di dalam acara Ngaji pada Komunitas Ngaji Bahagia (KNB), Selasa, 14/05/2024, terdapat pertanyaan yang menggelitik dalam kaitannya dengan takdir untuk manusia yang berupa kebaikan dan keburukan. Padahal manusia berkeinginan untuk memperoleh surganya Allah SWT. Sementara itu terdapat takdir yang memihaknya untuk bisa masuk surga dan tidak ditakdirkan untuk masuk neraka. Mereka disebut sebagai orang yang sa’idun.
Sesungguhnya semua manusia yang beragama, apapun agamanya, berkeinginan untuk masuk surga dimaksud. Masuk nirwana dalam agama Hindu, masuk Jannah dalam agama Islam, moksa dalam tradisi Buddha dan sebagainya. Surga merupakan dambaan manusia beragama. Sementara itu terdapat takdir yang tidak memihak kepada manusia untuk bisa masuk surga. Ada golongan saqiyyun atau orang yang celaka.
Kebanyakan manusia mesti memiliki referensi tentang surga. Yaitu sebuah tempat yang dijanjikan oleh Tuhan kepada manusia. Surga merupakan rangkaian akhir dalam perjalanan manusia dengan jasad dan rohnya. Kala manusia dibangkitkan atau disebut sebagai Hari Kebangkitan atau Yaumul Ba’ats, maka manusia dihidupkan lagi dengan jasadnya setelah sekian lamanya hidup di alam kubur atau alam barzakh. Rohnya hidup di alam barzakh sementara jasadnya berkalang tanah. Jasadnya menjadi tanah kembali. Ada yang masih tersisa tulang-tulangnya sementara kulit dan dagingnya kembali menjadi tanah. Yang diyakini tersisa dari jasad itu adalah tulang ekor. Berdasarkan keyakinan bahwa tulang ekor itu yang nanti akan dibangkitkan untuk menjadi manusia kembali. Tentu kita tidak tahu bagaimana wujudnya, apakah akan sama seperti sekarang atau dalam bentuk lain.
Di dalam proses berikutnya, maka mereka akan mengalami proses “pengadilan” berdasarkan atas amal perbuatannya. Jika amalnya baik maka akan menerima amal kebaikannya dengan tangan kanannya, dan jika amalnya jelek maka akan menerima catatan atau raport amalnya dengan tangan kirinya. Di sinilah manusia akan ditentukan mau masuk ke surga atau neraka. Jika masuk neraka maka akan menjadi orang yang saqiyyun dan orang yang masuk surga maka akan menjadi manusia yang sa’idun.
Manusia tentu masih memiliki peluang selamat. Dua yang utama untuk menggapai keselamatan tersebut adalah iman dan amal shaleh. Keduanya merupakan kata kunci yang akan menyelamatkan manusia di alam akherat, khususnya di saat berada di alam makhsyar atau padang makhsyar. Oleh karena itu, manusia harus berkompetisi untuk menjadi yang terbaik dalam iman dan amal shaleh. Misalnya amal baik tersebut seperti cerita seorang pelacur yang memberikan minuman pada anjing dengan ikhlas, maka kemudian mendapatkan rahmatnya Allah SWT. Atau misalnya cerita tentang masuk surganya Imam Ghazali yang disebabkan karena memberikan pertolongan pada lalat yang haus dan meminum tinta saat Imam Ghazali menulis. Rahmat Allah itu terkadang terjadi dan disebabkan oleh hal-hal sepele yang bahkan tidak disadari oleh pelakunya.
Jadi sebagai jawaban atas pertanyaan tentang takdir yang memihak atau tidak memihak kepada manusia dalam kebahagiaan adalah rahmat Allah SWT. Nasib orang kelak tidak ditentukan oleh banyaknya harta atau asset dan bahkan kekuasaan yang besar di dalam kehidupan duniawi. Tetapi bagaimana asset dan kekuasaan tersebut bisa dimanfaatkan untuk amal shaleh. Kita sering mendengar ungkapan: “saya wakafkan diri saya untuk kepentingan rakyat”, atau “saya wakafkan diri saya untuk bangsa” dan sebagainya. Ungkapan ini sering kita dengar dan baca pada waktu akan berlangsungnya Pilkada, Pilpres, Pileg dan sebagainya. Tetapi sesungguhnya banyak dari ungkapan ini yang hanya menjadi ungkapan tanpa makna.
Rahmat Allah tidak terletak pada ungkapan yang berbusa-busa, atau pada ungkapan yang lemah lembut dan mengasyikkan, akan tetapi terletak pada perilaku yang ikhlas tanpa pamrih. Peristiwa seorang pelacur memberi minuman anjing yang kehausan atau memberikan peluang lalat untuk minum air merupakan perbuatan yang tidak didasari oleh kepentingan dan hasil imbal balik. Benar-benar datang dari rasa kasih sayang yang timbul dan dimanifestasikan di dalam kehidupan.
Sayangnya bahwa banyak hal yang dilakukan manusia ternyata tidak murni dalam keikhlasan. Selalu ada keinginan untuk memperoleh balasan yang datang kepadanya. Sering di dalam hati kecil manusia tersebut tersimpan satu keinginan, misalnya: “semoga apa yang saya lakukan ini akan menyenangkan Tuhan” atau “agar Tuhan memberikan rahmat kepadaku”, dan sebagainya. Ini bagian dari “penyakit” dalam diri yang selalu berpikir “transaksional” dalam membangun relasi dengan Tuhan.
Tetapi kita tetap harus berprasangka baik kepada Allah, khusnudh dhan, bahwa Allah itu maha pengasih dan penyayang, Rahman dan Rahim, yang dengan kasih sayangnya tersebut semua alam mikro dan makro kosmos tercipta, semua tata surya tercipta, dan semua keteraturan dalam alam tercipta. Hanya melalui rasa yang berkeyakinan bahwa Allah itu maha baik dan akan memberikan yang terbaik pada hambanya, maka manusia akan terselamatkan.
Ya Allah, hanya kepada-Mu aku menyembah, dan hanya kepada-Mu aku berserah diri, dan hanya kepada-Mu aku berharap keridlaan-Mu.
Wallahu a’lam bi al shawab.