• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PEREMPUAN DALAM IBADAH

PEREMPUAN DALAM IBADAH

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya akan mengulas ceramah Ustadz Firdaus Ramadlan, SHI, Al Hafidz, dalam ceramah yang dilakukannya pada jamaah Shalat Tarawih di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya, pada Hari Kamis, 20/03/2025. Ceramah dilakukan bada Shalat Isya’ berjamaah dan diikuti oleh jamaah masjid Al Ihsan, baik lelaki maupun perempuan. Hingga hari ke 21, alhamdulillah jamaah tetap sebagaimana adanya. Tidak berkurang, tampaknya puasa kali ini sudah menjadi kesadaran dan kebiasaan untuk melakukan sunnah-sunnahnya puasa.

Ada sebuah pernyataan dari Ustadz Firdaus, bahwa: “ada banyak keluhan di antara kaum perempuan, bahwa kaum lelaki lebih leluasa dalam beribadah baik waktu maupun tempatnya. Berbeda dengan perempuan yang terbatas waktunya, karena urusan rumah tangga yang tidak ada habis-habisnya”. Sebuah pernyataan empiris yang diangkat ke permukaan. Sungguh menarik.

Perempuan memang diciptakan untuk menjadi partner lelaki. Perempuan dan lelaki memang diciptakan Tuhan untuk saling melengkapi. Perempuan dan lelaki merupakan dua entitas yang bisa saling berbagi. Ada tugas yang memang menjadi kewajiban lelaki dan ada tugas yang menjadi kewajiban perempuan. Tidak harus dipertentangkan. Bisa dibedakan tetapi tidak bisa dipertentangkan. Selain itu juga tidak ada perbedaan antara lelaki dan perempuan dalam kewajiban, status dan kedudukannya kecuali ketaqwaannya. Inna akramakum ‘indallahi atqakum.

Di dalam beribadah Allah juga memberikan peluang yang sama. Keduanya dapat melakukan ibadahnya sesuai dengan kapasitasnya. Perempuan bisa dalam waktu panjang untuk beribadah dan lelaki juga memiliki waktu yang panjang dalam beribadah. Semuanya sudah diatur oleh Tuhan dalam kehidupan. Sesungguhnya, setiap individu memiliki peluang untuk berubadah kepada Allah, hanya saja ada yang memanfaatkannya dan ada yang tidak memanfaatkannya.

Allah SWT sudah mengatur bahwa perempuan diberikan rukhshoh atau keringanan oleh Allah SWT, misalnya dalam shalat dan puasa. Ada waktu haidl yang datang setiap bulan, yang mana perempuan tidak boleh melakukan shalat dan puasa. Jika shalat tidak usah diqadla tetapi kalau puasa harus menggantinya di hari lain. Ini ketentuan Allah yang azali, artinya menyangkut desain Allah atas kehidupan manusia. Tidak ada sesuatu yang ditakdirkan Allah kecuali ada sebab musababnya. Perempuan haidl untuk menjaga system tubuh perempuan yang memang harus mengeluarkan darah haidl. Darah haidl harus keluar dari tubuh perempuan agar kesehatan tubuh perempuan terjaga.

Banyak perempuan yang harus menyiapkan makanan dan minuman, baik untuk dirinya, dan keluarganya. Dipastikan bahwa setiap kegiatan yang dilakukannya mendapatkan pahala dari Allah SWT. Tanpa kehadiran perempuan yang menyiapkannya maka anggota keluarga akan mengalami sakit. Maka kedudukan perempuan yang mempersiapkan makanan untuk keluarga mendapatkan hitungan pahala dari Allah SWT. Tuhan Maha Tahu, Tuhan Maha Paham, Tuhan Maha Pemberi Pahala dan Tuhan Maha Pemberi Ampunan. Oleh karena itu jangan pernah khawatir untuk tidak mendapatkan pahala.

Jika Allah SWT menjadikan seorang perempuan untuk bekerja di rumah tidak berarti bahwa peran di dalam keluarganya menjadi minimalis. Dan ketika perempuan bekerja di luar rumah lalu peranannya menjadi maksimalis. Semua sudah ada hitungannya. Semua sudah ada desainnya. Allah dipastikan memberikan yang terbaik untuk kita semua. Bukanlah sebuah kelebihan bagi perempuan yang bekerja di ruang public dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di dalam ranah domestic. Semua dipastikan ada manfaatnya masing-masing.

Islam sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan. Ditempatkannya perempuan dalam kedudukan dan status Istimewa. Perempuan dapat melahirkan artinya hanya perempuan yang bisa menjadi penyambung keberlangsungan generasi berikutnya. Lelaki yang memberikan benihnya dan perempuan yang menjadikannya sebagai manusia. Bukankah ini sebuah keindahan yang tiada taranya. Desain seperti ini hanya dapat dilakukan oleh Allah Dzat Yang Maha Kuasa.

Jika di dalam ajaran Islam terdapat ajaran yang menyatakan bahwa lelaki menjadi pemimpin bagi para perempuan karena kelebihannya, maka jangan dimaknai ayat tersebut secara implementatif, sebab hal itu merupakan teks simbolik yang menggambarkan bahwa kedudukan lelaki dan perempuan itu sejajar, hanya lelaki diberikan tugas tambahan untuk menjadi pemimpin di dalam rumah tangga. Hanya tugas tambahan bukan tugas hakiki. Bukan kewajiban yang mutlak tetapi kewajiban simbolik. Yaitu kewajiban yang melekat kepada lelaki selama memang memiliki kapasitas untuk melakukannya.

Justru di dalam rumah tangga yang dominan justru pihak perempuan. Kaum perempuan yang lebih banyak memutuskan untuk urusan rumah tangga. Tugas Ibu untuk mengatur rumah tangga dan dipastikan hal itu karena kapasitas yang diberikan oleh Allah SWT bahwa perempuan memang lebih memahami urusan domestic. Dengan demikian, Allah SWT sudah mengatur peran lelaki dan perempuan sedemikian canggihnya.

Oleh karena itu jangan ragu bahwa perempuan memiliki waktu yang lebih sedikit dalam beribadah, sebab apapun yang dilakukan perempuan di dalam mengatur dan membina rumah tangga adalah lahan pahala yang sedemikian besar pahalanya di dalam pandangan Allah SWT.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

MARI KITA BACA ALQUR’AN

MARI KITA BACA ALQUR’AN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Kali ini,  saya ingin  memberikan ulasan atas ceramah agama dalam Kuliah Tujuh Menit atau kultum yang diselenggarakan di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Ceramah ini dilakukan oleh Al Ustadz Husnur Rofiq, Drs, SH, MH, pada Hari Rabo, 19/03/2025 bada Shalat Isya berjamaah. Ceramah ini mengupas tentang turunnya Alqur’an sebagai pedoman atau kitab suci yang merupakan rukun iman. Tema yang dibawakan oleh Ustadz Rofiq adalah  “Pentingnya Membaca Alqur’an”.

Di antara yang sangat mendasar di dalam turunnya Alqur’an adalah dilakukan secara bertahap sesuai dengan kepentingan.  Wahyu  Allah tersebut turun kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Alqur’an memang diturunkan secara berangsur-angsur setelah turunnya ayat pertama di Gua Hira pada waktu Nabi Muhammad SAW bermunajat di Gua Hira tersebut. Ayat pertama, sebanyak lima ayat,  yaitu: Iqra’ bismi rabbikal ladzi kholaq, kholaqol insana min ’alaq. Iqra’ warabbuka akramul  ladzi ‘allama bil qalam. ‘allamal insana ma lam ya’lam”.

Ustadz Rofiq menjelaskan tiga hal, yaitu: pertama, alqur’an diturunkan oleh Allah dari Lauh Mahfudz ke Baitul Izzah dan kemudian melalui Malaikat Jibril  diterima oleh Nabi Muhammad SAW baik melalui mimpi atau secara  langsung. Ayat-ayat tersebut ada yang turun di Mekkah atau disebut sebagai ayat Makkiyah dan ada yang turun di Madinah atau disebut sebagai ayat Madaniyah.

Mengenai permulaan turunnya Alqur’an disepakati oleh para ulama yaitu pada bulan Ramadlan. Tentang tanggalnya debatable. Ada perbedaan di kalangan para ahli atau ulama. Sementara di Indonesia mengikuti pendapat yang menyatakan bahwa permulaan turunnya Alqur’an pada tanggal 17 Ramadlan. Kita tentu tidak perlu berdebat tentang kapan datangnya Alqur’an, yang penting kita meyakini bahwa Alqur’an adalah Kitab Suci yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril dan kemudian menjadi pedoman bagi umat manusia untuk melakukan kebaikan-kebaikan dan menghindari keburukan-keburukan.

Alqur’an merupakan kitab suci yang sangat lengkap, mulai dari aspek keyakinan, ritual atau ibadah dan akhlak. Jika ada hal-hal yang umum atau mujmal, maka hadits Nabi Muhammad SAW yang menjelaskannya. Oleh karena itu,  Alqur’an dan hadits merupakan dua sumber ajaran Islam yang menjadi dasar di dalam agama Islam. Sesungguhnya untuk menjadi Islam yang sempurna sumber hukumnya sudah jelas, yaitu mengamalkan apa yang diajarkan oleh Allah SWT melalui Alqur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW.

Bulan puasa ini menjadi sangat penting. Allah akan menurunkan pahala berlipat-lipat. Makanya pada bulan ramadlan banyak orang yang berupaya untuk melakukan ibadah lebih dibandingkan bulan-bulan lainnya. Banyak orang yang membaca Alquran. Membaca satu huruf di dalam Alqur’an akan dinilai 10 kali lipat bahkan 700 kali lipat. Membaca alif lam mim, bukan dihitung satu huruf akan tetapi tiga huruf. Bayangkan jika membaca satu juz dari Alqur’an, maka pahalanya tidak terhitung. Di masjid-masjid banyak acara tadarrusan dalam kerangka untuk mendapatkan pahala berlipat karena membaca Alqur’an. Hal ini terjadi pada bulan puasa dan sayangnya tidak terjadi di bulan-bulan lainnya.

Kedua, di dalam realitasnya, kita belum menjadi sahabatnya Alqur’an. Di rumah kita saja, berapa orang dari anggota rumah tangga yang membaca Alqur’an. Ternyata masih sangat sedikit. Masih banyak dari anggota keluarga yang belum memiliki kesadaran membaca Alqur’an. Harapan kita tentu saja, setelah pada bulan Ramadlan kita bisa one day one juz, semoga pada bulan-bulan berikutnya kita dapat beristiqamah di dalam membaca kitab suci Alqur’an.

Di dalam membaca Alqur’an juga penting untuk diperhatikan tajwidnya, makharijul hurufnya, dan tartilnya. Diupayakan agar dapat membaca Alqur’an dengan tenang, membaca dengan hati-hati atau jangan tergesa-gesa. Agar bisa diresapi maknanya bagi yang bisa memahaminya, atau dibaca dengan baik meskipun tidak paham artinya. Jangan khawatir bahwa kita tidak paham Alqur’an lalu apa yang kita baca tidak diterima oleh Allah SWT. Jangankan membacanya, orang yang mendengarkan atau menyimak bacaan Alqur’an itu mendapatkan pahala juga di sisi Allah SWT.

Ketiga, Alqur’an memang berbahasa Arab dan bukan dalam Bahasa Indonesia. itu dimaksudkan agar umat Islam belajar tentang Bahasa Alqur’an. Tetapi jangan khawatir karena kita tidak bisa berbahasa Arab atau berbahasa Alqur’an sebab sekarang sudah dengan mudah didapatkan Alqur’an yang menggunakan terjemahnya di dalam Bahasa Indonesia. Bahkan  juga didapatkan Alqur’an berbahasa daerah. Ada Alqur’an dalam terjemah Bahasa Osing, Bahasa Jawa, Bahasa Mandar, Bahasa Makasar dan sebagainya.

Berkat kemajuan zaman, maka kita dapat  membaca Alqur’an dalam aplikasi Alqur’an dan sekaligus terjemahnya di dalam Bahasa Indonesia, kata perkata, sehingga dengan mudah kita dapat  membaca Alqur’an dan memahami artinya. Di hand phone kita ada Alqur’an.

Kita semua berharap semoga dengan kehadiran Bulan Ramadlan ini akan semakin meningkatkan taqwa kita kepada Allah SWT, sehingga kelak kita akan dapat menjadi hambanya Allah yang muflihun atau orang yang beruntung.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

DAHSYATNYA ISTIGHFAR

DAHSYATNYA ISTIGHFAR

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya akan membahas tentang ceramah Ustadz Alief Rifqi, Al Hafidz, pada waktu acara ceramah atau kuliah tujuh menit atau kultum yang diselenggarakan di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Ceramah singkat tetapi memberikan makna mendalam tentang bagaimana kehebatan kalimat Astaghfirullah al adhim atau di dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan “ampunilah kami ya Allah yang Maha Agung”. Kalimat yang pendek tetapi luar biasa dahsyat khasiatnya untuk dilakukan umat Islam. Ceramah ini dilakukan pada hari Kamis, 13/03/2025, yang diikuti oleh jamaah shalat tarawih dengan tema: “Mari membaca Istighfar”.

Ada tiga hal yang disampaikan oleh Ustadz Alief, yaitu: pertama, pada bulan puasa, Allah SWT melipatgandakan amal ibadah yang kita lakukan. Oleh karena itu terdapat keyakinan bahwa para jamaah shalat tarawih sudah melakukannya. Jika biasanya kita tidak membaca Alqur’an, maka sekarang sudah melakukannya. Ada yang membaca one day one juz atau satu hari satu juz, seperti yang dilakukan di Masjid Al Ihsan. Setiap hari para jamaah membaca satu juz. Ini sesuatu yang penting dan merupakan ekspressi kesadaran bahwa bulan puasa merupakan bulan untuk melipatgandakan amal ibadah kepada Allah. Dengan amalan yang baik tersebut semoga Allah menjadikan kita semua sebagai hambanya yang bertaqwa.

Kedua, di dalam kehidupan yang memang penuh dengan kesalahan dan kekhilafan bahkan dosa, maka salah satu ucapan yang penting untuk dirutinkan adalah membaca istighfar. Memohon ampun kepada Allah SWT. Tidak ada manusia yang sempurna tanpa dosa. Kecuali para Nabi, khususnya Nabi Muhammad SAW. Beliau dijamin sebagai orang yang ma’shum atau manusia tanpa dosa. Kita sebagai manusia mestilah memiliki sifat lupa dan khilaf bahkan lebih dari itu yaitu berdosa kepada Allah SWT. Bisa jadi yang disengaja atau tidak disengaja. Dan salah satu cara untuk menghapusnya adalah dengan membaca istighfar. Astaghfirullah al adhim. Istighfar merupakan doa yang diharuskan dibaca oleh umat Islam. Dengan doa tersebut kita berharap bahwa Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa kita. Insyaallah dengan membaca istighfar maka Allah akan mengampuni dosa-dosa dimaksud. Yang penting membaca dengan lisan dan hati. Jangan hanya di lisan saja tetapi yang penting adalah dengan hati. Permohonan yang tulus dan sungguh-sungguh. Bisa juga memohon kepada Allah SWT melalui shalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang diniatkan untuk memohon kepada Allah SWT bi washilati Nabi Muhammad SAW melalui bacaan shalawat. Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad. Rasulullah merupakan satu-satunya Rasul yang diberikan otoritas oleh Allah SWT untuk menjadi pensyafaat bagi umatnya.  Rasulullah adalah syafi’an li ashhabihi.

Ketiga, ada sebuah ibrah untuk kita renungkan tentang betapa dahsyatnya bacaan istighfar. Di dalam kisah disebutkan bahwa salah seorang ulama pemuka Madzhab, Imam Malik, pergi ke suatu tempat. Sampailah Imam Malik di suatu daerah dan berhenti. Sebagai ulama yang sangat terkenal, maka tentunya berhenti di sebuah masjid. Setelah shalat tahiyatal masjid, shalat sunnah lalu shalat wajib. Shalat magrib dan shalat Isya’. Karena perjalanan jauh, maka Imam Malik berniat untuk istirahat. Belum sempat istirahat, maka Imam Malik diminta untuk keluar karena masjid akan dikunci. Maka keluarlah Imam Malik tetapi berhenti di ruang luar masjid. Oleh takmir masih diminta untuk keluar. Tidak boleh untuk menginap di masjid. Maka keluarlah Imam Malik, dan tiba-tiba ada seorang lelaki yang memintanya untuk tinggal di rumahnya. Tentu saja dengan hati yang sangat senang Imam Malik menerima tawaran tersebut. Jadilah imam Malik menginap di rumah orang itu. Dia tentu orang yang sangat baik, karena memberikan tempat bagi orang yang tidak dikenalnya.

Orang yang memberikan penginapan tersebut adalah seorang pembuat roti. Setiap hari orang itu bekerja untuk membuat roti, dari proses awal sampai akhir. Dari mengolah bahan sampai memanggang atau menggoreng roti. Ada satu hal yang diperhatikan oleh Imam Malik, yaitu setiap pekerjaan yang dilakukan itu selalu membaca istighfar. Ucapan itu diulang-ulang sampai rotinya selesai. Imam Malik bertanya: “semenjak kapan membaca istighfar itu dilantunkan”. Dijawabnya: “sudah 30 tahunan”. Imam Malik pun bertanya: “apa yang diinginkan sehingga terus membaca istighfar”. Tukang roti itu menjawab: “saya meminta ampun kepada Allah dan memohon agar keinginan saya dikabulkan”. Imam Malik lalu bertanya lagi: “apa semua keinginanmu sudah dikabulkan Allah”. Tukang roti menjawab: “semua keinginanku sudah dikabulkan oleh Allah, kecuali satu saja yaitu ingin bertemu dengan ulama besar yang bernama Imam Malik”. Imam Malik pun secara spontan berkata: “Subhanallah, rupanya berkat engkau Allah  menjalankan kakiku sampai di tempat ini dan saya harus diusir oleh ta’mir masjid tadi. Masyaallah, Allah telah mengabulkan keinginanmu. Akulah Imam Malik yang engkau inginkan bertemu”.

Tukang roti itu lalu mencium tangan Imam Malik dan kemudian Imam Malik merangkulnya. Ini sebuah ibrah yang luar biasa. Sebuah pertemuan yang penuh keharuan karena terkabulnya doa seseorang. Tukang roti itu menghormat kepada Imam Malik dengan mencium tangannya dan Imam Malik memberikan penghargaan atas hamba Allah yang suka beristighfar dengan merangkulnya. Masyaallah, subhanallah.

Keistiqamahan dalam berdoa merupakan salah satu prasyarat agar doa dikabulkan oleh Allah SWT. Marilah kita mengambil manfaat dari cerita atau kisah ini, semoga kita dapat mencontohnya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

MENJADI PRIBADI MUSLIM YANG BAIK

MENJADI PRIBADI MUSLIM YANG BAIK

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Kali ini, saya akan mengulas tentang ceramah yang dilakukan oleh Ustadz Dr. Cholil Uman, MPd., yang memberikan ceramahnya di Masjid Ali Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Ceramah tersebut dilakukan pada 16/03/2025, bada shalat Isya’. Ceramah agama ini diselenggarakan untuk memberikan taushiyah keagamaan kepada jamaah shalat tarawih di masjid tersebut. Inti ceramah Ustadz Cholil mengenai bagaimana menjadi Pribadi Muslim yang utuh. Ada tiga hal yang diceramahkannya, yaitu:

Pertama, kita harus mengucapkan Syukur kepada Allah SWT. Sebab Allah sudah memberikan kenikmatan yang berupa kesehatan sehingga kita semua bisa melaksanakan puasa dengan sebaik-baiknya. Insyaallah jika puasa dilakukan dengan penuh keikhlasan dan perhitungan atas masa lalu, maka puasa kita menjadi puasa yang diterima oleh Allah SWT. Puasa itu perisai atau benteng untuk kita semua agar terus berprilaku baik sepanjang hayat. Jika kita akan melakukan perbuatan yang jelek, maka kita ingat bahwa saya sedang berpuasa. Inilah yang dimaksud dengan perisai atau junnah.

Kedua, setiap orang yang beragama Islam tentu mengharapkan agar memiliki  pribadi muslim yang sempurna. Menjadi muslim yang kaffah atau menjadi pribadi muslim yang utuh. Untuk menjadi pribadi muslim utuh tersebut persyaratan utamanya adalah hendaknya berkata yang baik atau lebih baik diam. Di dalam tradisi kita ada sebuah pernyataan “diam itu emas”. Itulah sebabnya di dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa diam atau berkata baik ada kaitannya dengan iman kepada Allah dan hari akhir. Artinya bahwa diamnya seseorang dan berkata yang baik tersebut ada kaitannya dimensi keimanan. Jadi bukan hanya persoalan duniawi belaka tetapi mengandung dimensi ketuhanan. Hadits tersebut menyatakan: “barang siapa yang mempercayai Allah dan hari akhir, maka hendaknya berkata yang baik atau lebih baik diam”.

Sesuai dengan perkembangan zaman, maka yang bisa berbicara tidak lagi mulut tetapi juga tangan. Melalui media social, maka tangan kita akan bisa dijadikan alat untuk membicarakan sesuatu, bahkan juga menggunjingkan orang lain. Ada banyak masalah yang timbul dari percakapan di media social, bisa melalui WA, tiktok, Instagram, facebook dan sebagainya. Oleh karena itu jika di masa lalu ada sebuah pernyataan: “mulutmu harimaumu, maka sekarang menjadi tanganmu harimaumu”. Kita semua harus hati-hati di dalam berkata baik melalui mulut langsung atau melalui tulisan di media social.

Ketiga, muslim sempurna juga ditandai dengan kecenderungan untuk berdzikir kepada Allah. Di mana dan kapan saja melakukan dzikir. Misalnya dengan membaca istighfar, membaca hamdalah, membaca tahlil, membaca takbir dan sebagainya. Lesan dan hatinya selalu terkait dengan kekuatan dan kekuasaan Allah SWT. Tidak juga lupa untuk membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW atau membaca Alqur’an. Lesan dan hatinya dipenuhi dengan bacaan-bacaan kalimat thayyibah yang sangat penting di dalam kehidupannya.

Dzikir tidak hanya dilakukan pada waktu pagi, siang atau sore akan tetapi juga pada malam hari. Diupayakan agar sepertiga malam bisa bangun dan melakukan dzikir kepada Allah. Allah SWT sangat menyukai orang yang selalu berdzikir kepada-Nya, terutama pada sepertiga malam tersebut. Di saat orang lain sedang menikmati tidurnya, maka ada seseorang yang sudah bangun yang menyuarakan dengan batinnya tentang kekuasaan dan keagungan Allah SWT.

Seseorang yang berlabel sebagai muslim yang berkepribadian sempurna juga seseorang yang melakukan ajaran agamanya dengan penuh kesungguhan. Dilakukan ajaran Islam dengan kedamaian, ketenangan dan ketentraman. Dilakukannya pengamalan agama dengan penuh kasih sayang. Ajaran agama dipahami sebagai jalan keselamatan. Bukan jalan Islam yang mengajak dan membangun permusuhan. Disharmoni social bisa terjadi karena paham beragama kita yang cenderung membenarkan pemahaman dan prilaku beragama sendiri. Sama sekali tidak didapatkan kebenaran beragama pada orang lain.

Orang Islam yang kamil adalah orang Islam yang menyadari betapa para pemeluk agama itu menjalankan agama berdasar atas tafsiran para ulama tentang agama. Kebanyakan orang tidak memahami sendiri atas kemampuannya sendiri tentang agama yang dipeluknya. Makanya, tidak seharusnya kita berlebihan dalam membenarkan paham dan prilaku keagamaan, sejauh itu tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip mendasar di dalam beragama.

Orang muslim yang berkepribadian juga orang Islam yang suka untuk menerbarkan kasih sayang, baik secara lesan atau tindakan. Di antaranya adalah suka berderma. Islam mengajarkan untuk berzakat, berinfaq, bersedekah dan berwakaf. Oleh karena itu instrument untuk berbuat baik ini harus ditindaklanjuti dengan pengamalannya. Kebaikan seseorang dapat diukur dari kebaikan lesannya dan kebaikan amalnya. Jika kita dapat melakukannya, maka kita adalah orang yang beruntung.

Kita semua berharap semoga puasa kita kali ini akan lebih baik dibandingkan dengan puasa sebelumnya dan kemudian dapat menjadi alat untuk mendapatkan derajat taqwa kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

BERIKAN IMAN YANG SEMPURNA

BERIKAN IMAN YANG SEMPURNA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya akan memberikan penjelasan tentang ceramah Ustadz Dr. Cholil Uman, MPd., dosen Bimbingan Konseling Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya, pada jamaah Shalat Tarawih di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Ceramah dari seorang ahli Bimbingan dan Konseling Islam, yang secara rutin terlibat di masjid-masjid  di Surabaya untuk memberikan pencerahan tentang beragama yang benar. Agama yang penuh dengan rasa cinta dan persaudaraan. Ceramah tersebut dilaksanakan bada shalat Isya’, pada 10/03/2025.  Tema yang dibawakan Ustadz Dr. Cholil adalah tentang “Berikan Iman Yang Sempurna”.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ustadz Cholil bahwa ada doa yang selalu dilantunkan pada saat shalat Tarawih, yang biasanya dibaca oleh imam shalat antara shalat tarawih dan shalat witir, yang doa tersebut,  artinya ialah: “Ya Allah berikan kepada kami iman yang sempurna”. Yang kita minta kepada Allah adalah iman yang sempurna, iman yang sungguh-sungguh, iman yang tidak sedikitpun mengandung kesyirikan, iman yang benar-benar murni hanya kepada Allah SWT.

Mengapa kita berdoa memohon iman yang sempurna? Mengapa kita tidak mencukupkan dengan iman yang sekarang sudah kita miliki? Kenapa harus iman yang kita minta dan sebagainya. Ada tiga hal yang disampaikan oleh Ustadz Cholil, pertama,  iman itu keyakinan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, atau iman kepada Allah. Iman kepada Allah merupakan kunci dari segala bentuk keimanan lainnya, yang dikenal sebagai rukun iman. Iman kepada Allah SWT menjadi satu basis bagi keimanan lainnya, dan juga amal ibadah yang disyariatkan oleh Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW.

Ada banyak hal  yang membuat iman kita tidak murni. Iman kita terkadang terasa kurang, tetapi di sisi lain juga terkadang rasanya bertambah. Kita menjumpai orang yang beriman kepada Allah SWT, mengaku sebagai orang mukmin tetapi masih mempercayai atas hal-hal yang sesungguhnya bertentangan dengan keyakinan  yang murni kepada Allah SWT. Misalnya ada orang mukmin yang kemudian melakukan tindakan takhayul yang menyatakan bahwa ada kekuatan gaib lainnya yang bisa mempengaruhi atas prilaku manusia. Ada di antara orang beriman yang menaruh sesaji di pohon-pohon besar karena di situ diyakini ada kekuatan gaib yang mempengaruhi atas prilakunya.

Kedua, iman itu bisa diucapkan atau  iman bil kalam atau iman bil lisan adalah orang yang melafalkan iman kepada Allah, misalnya amantu billah, yang artinya saya beriman kepada Allah. Ada orang yang menyatakan secara lesan telah beriman kepada Allah misalnya dengan mengucapkan syahadat atau persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad sebagai Rasulullah. Namun demikian ucapan tersebut tinggallah ucapan, sebab hatinya dan perilakunya belum menggambarkan sebagai orang yang sudah beriman kepada Allah. Makanya, iman tidak hanya cukup di lesan saja, akan tetapi harus diikuti dengan iman di hati atau iman bil qalbi. Jadi tashdiqu bil lisan dan didasari oleh tahdiqu bil qalbi. Dua-duanya belum lengkap jika tidak diikuti dengan iman bil ‘amal atau iman yang berbasis pada amal yang sesuai dengan iman dimaksud. Disebut sebagai tashdiqu bil amal. Iman itu dibuktikan dengan amal shaleh.

Ketiganya itulah yang dimohonkan kepada Allah melalui doa yang dilantunkan pada saat kita melakukan shalat tarawih. Sebagaimana diketahui bahwa doa tersebut memang khusus dibaca pada waktu shalat tarawih. Jarang dibaca pada saat shalat rawatib pada umumnya. Jadi setahun sekali kita memohon kepada Allah agar diberikan iman yang sempurna atau iman  kamilan. Indicator iman yang kamilan adalah kala kita melafalkan iman dengan lesan yang didasari oleh iman  dengan hati dan dilanjutkan dengan iman yang diamalkan dalam amalan shaleh.

Ketiga,  iman yang benar. Di dalam doa lain di dalam shalat tarawih juga kita memohon kepada Allah agar diberikan iman yang benar atau imanan shadiqan. Doa tersebut artinya: “Ya Allah berikan kepada kami iman yang benar”. Doa ini dibaca ba’da shalat tarawih dan witir. Doa yang menggambarkan harapan para mukminin untuk  selalu berada dan menjadi bagian dari orang-orang yang beriman yang benar.

Untuk menjadi orang yang beriman dengan benar, maka ada beberapa persyaratan, yaitu: melatih diri agar selalu menjaga lesannya. Ucapkan kata yang memberikan gambaran akan keimanan kita, misalnya jika ada sesuatu yang kurang baik, maka ucapkan masyaallah, jika ada sesuatu yang baik ucapkan subhanallah. Jika ada sesuatu yang jatuh ucapkan inna lillah dan sebagainya.

Kemudian melatih agar sikap kita selalu bersesuaian dengan ajaran Islam dan iman kita kepada Allah SWT. Kita harus selalu bersikap baik kepada Allah dan Rasulullah serta umat manusia lainnya. Kita selalu bermuka menyenangkan, dan upayakan jangan cemberut di kala bertemu siapa saja. Senyum harus menghiasi wajah kita. Lalu melatih berprilaku baik. Segala sesuatu itu dasarnya adalah kebiasaan.

Oleh karena itu lakukan hal-hal yang baik setiap hari agar kemudian menjadi  kebiasaan. Orang yang terbiasa shalat jamaah, maka ada rasa yang kurang di kala shalat sendirian. Orang yang terbiasa bersedekah juga ada rasa yang kurang jika tidak bersedekah. Demikian seterusnya.

Wallahu a’lam bi al shawab.