Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BELAJAR DARI AYAT KAUNIYAH: MENJAGA KESEIMBANGAN

BELAJAR DARI AYAT KAUNIYAH: MENJAGA KESEIMBANGAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Di dalam kehidupan ternyata diperlukan pembelajaran, baik pembelajaran melalui program pendidikan terstruktur, program pembelajaran tidak terstruktur, pembelajaran melalui ceramah agama atau bahkan juga ceramah-ceramah tentang kehidupan yang ada di sekeliling kita semua. Di antara yang tidak kalah menarik adalah pembelajaran berbasis pada ayat kauniyah atau ayat-ayat tentang ciptaan Tuhan yang tergelar di alam semesta.

Ada dua hal penting terkait dengan pembelajaran dimaksud, yaitu pembelajaran atas tanda-tanda atau lambang-lambang kehidupan yang tergelar di sekitar kita dan ada tanda-tanda pembelajaran ruhaniyah yang hanya dipahami melalui proses perenungan yang mendalam atas peristiwa yang terjadi. Dua-duanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Artinya bahwa kita harus memahami ayat kauniyahnya dan kemudian memahami dimensi ruhaniyahnya.

Saya ingin bercerita tentang pengalaman yang saya kira bisa menjadi ibrah atau pelajaran untuk kita semua berbasis pada pengalaman empiris yang saya sendiri mengalaminya. Pembelajaran tersebut berdasar atas kepergian saya bersama anggota Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) ke Solo untuk melihat Masjid Muhammad Bin Zayed di kota Solo. Masjid Monumental yang didirikan atas kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Uni Emirat Arab. Masjid dengan luas bangunan satu hektar dengan ciri Khas Masjid Timur Tengah ini berdiri megah dengan warna putih yang sangat dominan tetapi memiliki karpet berciri khas Solo, Batik Kawung yang didatangkan khusus dari Italia.

Sepulang dari Solo saya terkena sakit maag. Secara fisikal penyebab terjadinya penyakit tersebut tentu bisa dikaitkan dengan gaya makan saya pada hari kala saya berkunjung ke Solo. Bukankah di dalam Alqur’an Surat Al Kahfi dijelaskan bahwa setiap segala sesuatu itu ada sebabnya. Jadi wajar jika kemudian kita mencoba menganalisis apa yang menjadi penyebab sakit maag dimaksud. Tentu ada kaitannya dengan makanan. Dengan logika sederhana saja bisa dipahami. Lalu saya analisis makanan apa saja yang masuk ke dalam tubuh saya atau perut saya.

Ada beberapa dugaan penyebab secara fisikal, yaitu makan ketan pagi hari dan siang hari. Minum kopi blend madu dan jahe, makan serba daging yakni sate, tengkleng dan tongseng. Serba daging kambing. Lalu yang mendasar makan saya terlambat dua jam. Baik pada siang hari maupun malam hari. Saya biasanya makan secara on time, antara jam 11.30 WIB sampai 12.00 WIB dan antara jam 17.30 WIB-18.00 WIB. Maka malam kira-kira jam 02.00 dini hari perut saya terasa tidak nyaman dan didiagnosis pada sore hari berikutnya memang terkena maag. Inilah yang saya sebut sebagai ayat kauniyah. Ayat atau tanda fisikal terkait dengan gaya makan. Gaya makan saya itu tentu kurang pas. Kopi campur madu bisa saja baik akan tetapi kala dipadu dengan jahe akan menimbulkan gesekan antar zat yang dapat menaikkan suhu panas, lalu dipadukan dengan ketan yang juga mengandung dimensi sama, lalu dipadukan dengan daging kambing yang juga mengandung unsur “panas”. Klop makanan tersebut akan dapat menimbulkan gesekan di dalam perut yang menyebabkan meningkatnya asam lambung. Inilah yang saya konsepsikan sebagai ketidakseimbangan di dalam pola makan.

Kemudian ada penyebab rohaniyah, yaitu takdir Tuhan. Semua anggota KNB telat makan dan yang lelaki juga makan yang hampir sama. Mereka minum kopi kecuali kopi blend madu dan jahe. Tetapi mereka tidak sakit. Mereka sehat, bahkan ada seorang anggota jamaah yang dikenal memiliki penyakit maag juga ternyata tidak terkena gangguan lambung. Lalu, apa yang terjadi? Inilah yang kemudian dikenal sebagai takdir atau kepastian Tuhan, bahwa saya memang harus merasakan sakit maag dimaksud. Takdir Tuhan menyatakan bahwa pada jam tersebut dan hari tersebut saya harus memakan makanan-makanan yang tidak seimbang dan berakibat atas naiknya asam lambung saya. Takdir adalah ketentuan Tuhan dan kita harus meyakininya sebagai bagian dari rukun iman yang kita Yakini.

Allah menyatakan di dalam Alqur’an yang menyatakan bahwa sesungguhnya di dalam kehidupan ada takdir. Segala sesuatu ada kepastiannya. Makanya, setiap yang terjadi pada manusia dipastikan ada takdir yang mengiringinya. Tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa takdirnya. Dan seperti biasanya kita baru memahami takdir tersebut setelah ada kejadian. Itulah yang sering dikonsepsikan sebagai hikmah. Pada setiap kejadian itu ada hikmahnya. Apakah sakit itu hikmah? Maka jawabannya pasti ada hikmahnya. Setiap sesuatu yang terjadi adalah pelajaran bagi kita. Bagi diri dan orang lain.

Kita memang tidak memiliki kemampuan untuk menerawang masa depan. Kita tidak memiliki ilmu yang cukup untuk itu. Kita diberi Allah hanya sedikit saja pengetahuan. Tidak banyak. Termasuk kita tidak tahu apa yang terjadi esok hari dan apa yang akan terjadi untuk orang-orang di sekitar kita. Kita hanya tahu sesuatu yang sudah terjadi. Lalu kita bisa memikirkannya. Dan mencari jawabannya. Jawaban itulah yang disebut sebagai ayat-ayat kauniyah atau ayat kejadian. Lalu bergerak untuk memahami dimensi ketuhanannya.

Dengan demikian, kita mesti belajar tentang apa saja yang terjadi pada diri kita, pada lingkungan kita, pada masyarakat kita dan kemudian dari pembelajaran tersebut dapat menjadi panduan kita untuk tidak melakukan hal negatif yang serupa. Jika kita sudah diberikan pemahaman tentang ayat kejadian lalu kita masih melakukannya, maka hal tersebut menjadi  bagian dari takdir yang meski kita lakukan dan terima.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..