• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TRILOGI PAHAM DAN AMALAN MENUJU MUKHLISHIN

TRILOGI PAHAM DAN AMALAN MENUJU MUKHLISHIN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sungguh saya merasa sangat bahagia bertemu dengan Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) pada ngajii Selasanan di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Ngaji santai dan bergelak tawa yang menyenangkan, tetapi juga belajar memahami ajaran Islam dengan cara yang membahagiakan. Selasa, 14/05/2024 merupakan hari yang menyenangkan karena bisa bersama-sama mendalami ajaran Islam yang penting yaitu menjadi orang yang ikhlas, atau menjadi kaum Mukhlishin.

Ngaji Bahagia ini sudah menjadi brand image bagi komunitas ini. Akibatnya, baru datang saja tanpa ada pembicaraan apa-apa kita sudah tertawa bareng. Sungguh nuansa pengajian yang berbeda dengan lainnya. Yang dikaji adalah Islam tetapi dikemas dalam konten Islam happy atau Islam yang membahagiakan. Bukankah di era semakin menguatnya kehidupan yang meterialistis ini, seseorang memerlukan kehidupan yang happy, yang senang, yang membahagiakan. Dan Ngaji Bahagia merupakan medium untuk menjadi salah satu cara sublimasi untuk mendapatkan kebahagiaan.

Ada tiga hal yang saya bahas di dalam pengajian itu, yakni: pertama, mukhlish atau perbuatan ikhlas adalah perbuatan yang sudah dilakukan oleh seseorang dan di dalam tindakannya tersebut terdapat rasa menerima dan pasrah hanya kepada Allah semata. Bagaimana orang bisa pasrah dan menerima atas semua hal yang didapatkannya atau diperolehnya, maka kata kuncinya adalah iman kepada Allah. Semuanya bersumber dari adanya iman. Jika ada iman di dalam dada seseorang, maka semua perbuatan yang dilakukannya akan kembali kepada rasa iman dimaksud.

Iman menyangkut keyakinan bahwa tiada Tuhan selain Allah. La ilaha illallah. Di dalam keyakinan tersebut terdapat akal atau pikiran dan hati atau perasaan  dan kemudian mengejawantah di dalam tindakan. Makanya di dalam Alqur’an banyak ayat yang menggambarkan pasangan antara iman dan amal shalih. “Alladzina amanu wa ‘amilush shalihati falahum ajrun ghairu mamnun”. “Orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka baginya pahala yang tidak terhingga”.  Oleh karena itu, amal shaleh selalu dikaitkan dengan iman, sebab tidak akan menjadi amal shaleh jika tidak didasari oleh Iman. Sebab kebaikan yang tidak didasari  oleh iman bukanlah amal shaleh di dalam agama Islam. Jadi ukuran utamanya adalah iman kepada Allah SWT. Ada banyak orang yang disebut sebagai humanis. Orang yang berbuat baik. Namun demikian, perbuatannya itu tidak berpahala di dalam konteks Islam karena tidak didasari oleh Iman kepada Allah SWT.

Kedua, menerima. Di dalam Islam terdapat takdir yang berlaku untuk manusia. Saidun auw saqiyyun. Bahagia atau sengsara, senang atau susah, bersukaria atau berdukacita. Semuanya sudah ada catatannya. Di dalam Alqur’an dijelaskan: “kulla yushibana illa ma kataballahu lana, huwa maulana wa alallahi fal yatawakkalil mu’minun”. Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang sudah ditetapkan oleh Allah untuk kami. Dialah pelindung kami dan hanya kepada Allah orang-orang beriman harus bertawakkal”. (Surat Attaubah, 51).

Berdasarkan ayat ini, maka tidak ada sesuatu yang terjadi pada diri kita terkecuali semuanya sudah terdapat catatan atau takdir Allah SWT. Lalu jika semuanya ada catatannya berarti bahwa orang yang celaka atau memperoleh balasan neraka juga sudah terdapat catatan di dalam bukunya. Jadi terkesan Tuhan itu tidak adil, kenapa tidak semua manusia diberikan catatan yang baik, sehingga semuanya akan masuk surga. Terhadap catatan ini kiranya perlu mendapatkan perhatian. Allah memang memberikan catatan seseorang itu bahagia atau sengsara. Tetapi sesungguhnya Allah memberikan peluang untuk melakukan amalan yang shalihan. Nabi dan Rasul itu diturunkan kepada segenap umat manusia. Nabi dan Rasul diutus untuk memberikan pedoman kepada manusia berdasarkan wahyu yang diterimanya dari Allah SWT. Maka atas catatan tersebut, Allah tetap memberikan peluang bagi yang bersangkutan untuk memilih. Ibaratnya kita berada di persimpangan jalan dan tidak tahu jalan mana yang ditempuh. Maka ada petunjuk, jika lewat jalan ini akan selamat tetapi banyak rintangan, tetapi kalau lewat jalan yang satunya itu lebih mudah tetapi berujung ketidakselamatan. Manusia diminta untuk memilihnya. Bisa jadi orang yang catatannya sebenarnya jelek tetapi kemudian selamat dan ada orang yang catatannya baik tetapi akhirnya tidak selamat. Salah satu piranti untuk memahami tentang kepastian Tuhan tersebut adalah dengan sikap menerima. Di dalam filsafat Jawa disebut sebagai nerimo ing pandum. Diterima pemberian tersebut jika semuanya sudah diusahakan dengan usaha yang berisi kebaikan-kebaikan.

Ketiga, pasrah atau tawakkal yaitu upaya untuk memahami bahwa setiap usaha yang dilakukan tersebut selalu terkait dengan bagaimana takdir atau catatan atas yang dilakukan tersebut. Ada kalanya usaha tersebut berhasil dan ada kalanya tidak berhasil. Ada kalanya menyenangkan dan ada kalanya menyusahkan. Jika kita sampai pada tahapan ini, maka kita sudah sampai pada tahapan orang yang ikhlas. Di dalam filsafat Jawa disebut sebagai legowo atau menerima dan pasrah atas semua yang berlaku bagi dirinya. Legowo bukan hanya menerima tetapi juga pasrah atas ketentuan yang harus diterimanya.

Dengan demikian, trilogy keyakinan, nerimo dan legowo merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Tidak mungkin orang menerima dan pasrah jika tidak didasari oleh iman. Dan iman saja juga tidak cukup jika tidak dibarengi dengan sikap dan tindakan menerima dan pasrah atas segala ketentuan yang datang kepadanya. Dari semua itu, maka yang muncul adalah kata hikmah atau akibat dari hasil akhir perbuatan yang tidak disadari sebelumnya tetapi menjadi nyata adanya, dan yang lebih penting tidak merugikannya secara fisik atau batin, tetapi menguntungkan fisik dan batinnya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..