• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

SOPO SIRO SOPO INGSUNG: ETIKA HIDUP ORANG JAWA

SOPO SIRO SOPO INGSUNG

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Artikel ini merupakan bahan ceramah saya pada Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Seperti biasanya, ceramah itu dilakukan pada hari Selasa, 03/01/2023, bada Subuh setelah acara dzikir dan doa selesai. Sebagaimana biasa acara ini dilakukan melalui ceramah dan tanya jawab tentang tema yang dibahas. Kali ini saya membahas tentang filsafat Islam Jawa dengan tema:  “sopo siro sopo ingsung”. Yang sesungguhnya di dalam Islam termasuk kajian etika atau moralitas atau akhlak tentang menjaga diri agar tidak sombong.

Dunia filsafat Jawa atau katakanlah filsafat Jawa Islam memang memiliki kekhasannya sendiri terutama terkait dengan peribahasa, unen-unen, dan syair-syair Jawa dalam bentuk tembang, lagu dan lain-lain yang di dalam banyak hal terkait dengan rasa atau olah rasa. Orang Jawa memang dikenal sebagai manusia yang mengedepankan rasa baik dalam relasi antar manusia dan relasi dengan Tuhan atau Gusti Kang Akaryo Jagad. Di antara pandangan hidup tersebut tercakup dalam ungkapan: “sopo siro sopo ingsung”.

Di dalam ungkapan ini menggambarkan tentang sifat kesombongan yang seringkali dimiliki oleh manusia. Di dalam diri manusia itu terdapat dua sifat, yang selalu melazimi kehidupannya, yaitu sifat baik dan sifat jelek. Keduanya menyatu dan saling berebut untuk memenangkan di antara dua sifat manusia dimaksud. Adakalanya, sifat baik yang menang dan ada kalanya sifat yang jelek yang menang. Semuanya tergantung pada kesiapan manusia untuk menerima hidayah atau petunjuk dari Allah swt.

Di dalam ajaran Islam, ada beberapa factor yang mempengaruhi manusia untuk bersikap dan berperilaku sombong. Pertama, kelebihan ilmu pengetahuan. Kelebihan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang akan dapat mengantarkannya menjadi sombong dengan menyatakan bahwa dirinya saja yang hebat di dalam ilmu dimaksud. Orang lain tidak memiliki kemampuan dan kapasitas ilmu sebagaimana dirinya. Apakah dengan pernyataan seperti ini mengharuskan kita tidak memiliki kelebihan akan ilmu pengetahuan? Tentu tidak. Sebab yang dilarang adalah kelebihan ilmu yang dijadikan sebagai instrument untuk menyombongkan diri. Orang yang polyglot kemudian menyatakan bahwa dirinya paling hebat. Atau orang yang polymath maka kemudian juga menyombongkan diri bahwa dirinya yang paling hebat. Jadi yang dilarang bukan memiliki kelebihan ilmu pengetahuan tetapi menyombongkan kelebihannya itu.

Kedua, kelebihan harta juga dapat menjadi instrument untuk menyombongkan diri. Orang yang berharta tentu akan dapat mencapai apa yang diinginkan. Apa yang ingin diraih tentu dapat diraihnya. Berkat harta yang banyak maka seakan-akan dunia dapat dibelinya.  Masih ingat cerita tentang Qarun sebagaimana diceritakan di dalam Alqur’an. Qarun adalah tokoh kapitalis pertama di dunia. Karena dia mengakumulasi uangnya untuk menjadi modal dan asset, sehingga kekayaannya tidak terukur. Begitu kayanya dia itu, maka kunci yang dimiliki tidak dapat diangkut dalam satu gerobak. Mungkin kalau sekarang tidak bisa diangkut dengan satu truck. Tetapi kekayaannya itu ternyata tidak mampu menolongnya di kala Allah mengadzabnya dengan gempa bumi dan seluruh hartanya tertimbun dalam tanah.

Ketiga,  kekuasaan yang besar. Orang yang mempunyai kekuasaan yang besar juga berkecenderungan untuk menyombongkan diri. Fir’aun menjadi penguasa yang dholim karena kekuasaannya yang besar. Dia lupa bahwa dirinya hanyalah manusia biasa dan bukan siapa-siapa. Karena kekuasaannya itu, maka dia meminta rakyatnya untuk menyembahnya. Tetapi besarnya kekuasaan tersebut tidak mengantarkannya untuk selamat di kala air laut menenggalamkannya. Di saat dia mengejar Nabi Musa dan kaumnya untuk menyebarangi Laut Merah, maka pada saat air laut Kembali sebagaimana semula, maka diapun mati. Dan kematiannya itu menjadi bukti ilmiah, bahwa Fir’aun ini memang mati tenggelam di dalam laut. Hasil kajian atas dirinya, menyebabkan Dr. Maurice Buchaille akhirnya memeluk Islam.

Ungkapan sopo siro sopo ingsung, biasanya dikaitkan dengan ungkapan ojo adigang, adigung, adiguno sopo siro sopo ingsung. Orang yang memiliki sikap adigang atau merasa kuat sendiri juga akan menyatakan siapa kamu, dan siapa saya. orang yang memiliki sikap adigung atau memiliki kekuasaan penuh juga cenderung menyatakan siapa kamu siapa saya, dan orang yang bersikap adiguno atau merasa yang paling bermanfaat juga akan menyatakan siapa kamu siapa saya.

Cerita ini akan menjadi lengkap dengan sejarah kesombongan iblis, di kala oleh Allah swt memintanya  untuk bersujud kepada Adam as. Sebagaimana di dalam surat Al Baqarah, ayat  34:  “waidz qulna lil malaikatis judu li Adama fasajadu illa Iblis. Aba wastakbara wa kana minal kafirin”.  Yang artinya: “dan ingatlah kala Aku (Allah)  meminta kepada Malaikat untuk bersujud kepada Adam, maka sujudlah kepadanya kecuali Iblis. Iblis menolaknya dan jadilah Iblis sebagai hamba yang ingkar (durhaka) kepada Allah”.

Kesombongan dari asal usul penciptaan bahwa manusia diciptakan dari tanah dan Iblis dari api, maka menyebabkan Iblis durhaka kepada Allah dengan jalan tidak mau mengikuti perintah Allah. Dari kata abaa ini kemudian di dalam Islam Jawa dikenal istilah abangan, atau orang yang mengaku  Islam tetapi tidak menjalankan perintah Allah. Na’udzu billahi min dzalik.

Wallahu a’lam bi al shawab.

ROH: MISTERI KEHIDUPAN

ROH: MISTERI KEHIDUPAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Artikel ini merupakan bahan ceramah saya pada jamaah Mushalla Raudhatul Jannah Dusun Semampir, Desa Sembungrejo, Kecamatan Merakurak Tuban. Ceramah ini dilaksanakan pada hari Kamis, 29 Desember 2022 ba’da Maghrib. Acara jamaah shalat maghrib ini diikuti oleh 30 orang lelaki dan perempuan. Ceramah diselenggarakan dengan menggunakan Bahasa Jawa sebab kebanyakan jamaah adalah orang-orang dewasa yang kebiasaan sehari-harinya  menggunakan Bahasa Jawa.

Islam mengajarkan bahwa ada yang bercorak materiil dan ada yang bercorak spiritual. Ada yang bercorak fisikal dan ada yang bercorak non-fisikal. Ada yang dhohir dan ada yang bathin. Ada yang jasmani dan ada yang rohani, serta ada yang hadir dalam fisik dan ada yang batin yang tidak nampak. Hukum berpasangan ini terus menyelimuti kehidupan manusia sepanjang sejarah kemanusiaan.

Allah SWT di dalam Alqur’an memberikan penjelasan tentang keberadaan hal-hal yang gaib. Di dalam surat Albaqarah dijelaskan tentang keberadaan alam gaib dan manusia memang harus mempercayainya. Ayat tersebut berbunyi: “alif lam mim, dzalikal kitabu la raiba fihi hudan lil muttaqin. Alladzina yu’minuna bil ghaibi wa yuqimunash shalata wa mimma razaqnahum yunfikun”. Yang artinya: “alif lam mim, inilah kitab yang tidak diragukan kebenarannya bagi orang mu’min. orang-orang yang mempercayai alam gaib dan mendirikan shalat dan menafkahkan rezekinya”.

Memang alam gaib merupakan bagian dari iman, misalnya keyakinan kepada keberadaan Allah, iman kepada  malaikat, iman takdir Allah, dan iman kepada kiamat atau hari akhir. Semua ini merupakan hal-hal gaib yang harus diyakini keberadaan dan kejadiannya. Kita hanya wajib percaya  secara keyakinan tetapi sungguh tidak mengetahui bagaimana wujud dan bentuknya. Sebagai umat Islam sekali lagi kita harus meyakininya. Jika kita meyakininya maka kita termasuk orang yang ingkar atas keimanan di dalam Islam.

Nabi Muhammad SAW sebagai manusia sempurna juga menyatakan tidak tahu tentang roh. Ketika ditanya oleh sahabat Nabi tentang roh, Nabi menyatakan bahwa roh adalah urusan Tuhan dan kita diberi ilmu pengetahuan tetapi sangat sedikit. Gambaran dari Nabi Muhammad saw ini merupakan suatu jawaban yang sangat jelas bahwa roh itu hanya Allah yang tahu, dan manusia tidak akan mengetahui bagaimana dzat dan sifatnya. Hanya Allah azza wa jalla saja yang mengetahuinya.

Manusia dengan kemampuan teknologi di bidang Kesehatan telah mengetahui banyak tentang dzat, sifat dan cara kerja masing-masing anggota tubuh. Misalnya dengan teknologi Kesehatan, maka manusia bisa melakukan kajian secara mendalam tentang jantung, paru-paru, empedu, pancreas, hati, otak, dan seluruh anggota tubuh lainnya. Teknologi Kesehatan telah mencapai derajat tertinggi dalam inovasinya untuk memahami seluk beluk Kesehatan manusia. Bahkan seorang dokter ahli berdasarkan kepakarannya dapat mencandra berapa lama manusia akan dapat bertahan hidup.

Tetapi sesungguhnya kecanggihan teknologi Kesehatan tidak bisa mendeteksi bagaimana roh tersebut, baik dzat, sifat dan cara kerjanya di dalam tubuh. Yang bisa diprediksi oleh dokter adalah melihat gejala-gejala fisikal, misalnya tingkat kerusakan tubuh akibat sakit atau lainnya dan kemudian memprediksi bagaimana peluang yang bersangkutan untuk tetap hidup. Misalnya orang yang terkena penyakit komplikasi maka peluang untuk hidup tentu menjadi lebih kecil. Namun demikian, segalanya masih sangat tergantung bagaimana Allah menentukan atas takdirnya.

Ada orang yang terkena kanker stadium empat, tetapi dengan terus melafalkan ayat Alqur’an selama sakit itu, maka Allah memberikan kesembuhan. Ada orang yang bersedekah dengan ukuran yang melebihi standart sedekah, lalu Allah mengangkat penyakitnya. Jadi, sesungguhnya takdir Allah lah yang menentukan tentang hidup dan matinya seseorang. Dokter atau  orang yang melakukan pengobatan hanyalah washilah yang mengantarai manusia di antara takdirnya.

Roh itu memiliki keabadian tingkat dua setelah keabadian Allah SWT. Allah itu abadi tanpa awal dan tanpa akhir. Huwal awwalu wal akhiru, Allah adalah Tuhan  yang awal tiada awalnya dan  yang akhir tiada akhirnya. Sedangkan roh itu ada awalnya karena roh adalah ciptaan Allah, dan roh juga berpeluang ada akhirnya karena roh adalah ciptaan Allah. Manusia tidak tahu kapan roh itu diciptakan dan kapan roh akan berakhir. Tetapi di dalam Islam diyakini bahwa ada alam roh, ada alam dunia, ada alam kubur dan ada alam akhirat. Roh itu tetap hidup di masing-masing alam sesuai dengan ketentuan Allah. Kita diberi ilmu yang sangat sedikit sehingga tidak mengetahui seluk beluk roh dimaksud.

Makanya saya membagi manusia dalam tiga unsur, yaitu unsur jasad yang berasal dari tanah dan akan Kembali ke tanah, unsur Roh atau unsur ketuhanan di dalam disi manusia. Artinya bukan tuhan berada di dalam diri manusia, akan tetapi roh itu adalah dzat yang ditiupkan Allah ke dalam diri manusia sehingga manusia bisa hidup, dan unsur jiwa yaitu sesuatu yang mengantarai antara jasad dan roh. Jiwa itu memihak kepada salah satu di antara keduanya. Bisa jadi lebih condong ke hewan atau kal hayawan atau condong ke roh atau kal malaikah.

Semoga para jamaah semua dapat mengikatkan diri di dalam kecondongan kepada kebaikan dan menghindari kecondongan kepada kejelakan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

SEDEKAH UNTUK BAPAK: TRADISI ISLAM JAWA YANG UNIK

SEDEKAH UNTUK BAPAK: TRADISI ISLAM JAWA YANG UNIK

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Menjelang akhir tahun 2022, saya menyegerakan pulang ke Tuban tentu dengan maksud dan tujuan yang jelas. Saya pulang hari Selasa sore, 27 Desember 2022 setelah mengikuti acara Computer Assesment Test (CAT) dalam bidang profesionalitas kerja dan moderasi beragama. Saya pulang bersama keluarga, termasuk tiga bocah kecil (bocil): Si Vica, Arfa dan Echa. Sudah lama saya tidak pulang ke rumah Tuban untuk waktu yang lama. Tuntutan pekerjaan menyebabkan waktu yang sangat terbatas untuk bercengkerama di pedesaan.

Pada hari Rabo, 28 Desember 2022, sebenarnya masih ada dua acara di kantor, yaitu: mengajar pada program doctor Ekonomi Syariah dan menguji disertasi tahap tertutup untuk Chihwanul Kirom, akan tetapi karena ada acara penting di rumah Keluarga di Tuban, yaitu Khoul Bapak, maka saya harus pulang, maka acara tersebut dilakukan secara daring atau online. Tidak bisa diwakilkan kehadiran saya. Maklum sebagai anak tunggal, maka saya harus nyekar di kubur Bapak dan seluruh keluarga besar saya di Tuban, dan kemudian juga memimpin tahlilan. Sesuatu yang tidak bisa saya wakilkan.

Ada sejumlah nama yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari acara khoul ini. Yaitu dapat dirunut dari Eyang canggah saya: Mbah Mohammad Salim dan Mbah Tarmi, Buyut Wagiman dan Buyut Sadirah, Mbah Ismail dan Mbah Sarijah, Bapak Sabar dan keluarga lainnya, yaitu Emak Hj. Muthmainnah, Bapak Amir, Bapak Ridlwan, Mbah Ngateman dan Mbok Fatah, serta Mbah Buyut Biah dan Mbah Hj. Rohmah.

Khoul ini tentu sangat sederhana. Tidak sebagaimana kyai-kyai besar yang memiliki pesantren atau Lembaga Pendidikan Islam. Khoul ini dilakukan hanya dengan sejumlah jamaah tahlil perempuan di desa Semampir Sembungrejo saja. Meskipun jumlah oleh-oleh atau “berkatan” untuk pelaku tahlilan cukup banyak, akan tetapi kebanyakan di antar dari rumah ke rumah. Para tetangga, para kerabat dan orang-orang yang dianggap tokoh agama pun mendapatkan jatah “berkat” yang sudah disiapkan.

Khoul para Kyai yang memiliki atau mendirikan pesantren biasanya dijadikan sebagai momentum untuk memanggil kembali kharisma yang dimiliki oleh kyai dalam peran pendidikan pesantren. Jika kharisma kyai-kyai keturunannya atau dzurriyahnya tidak sebesar atau tidak sekuat kharisma kyai pendahulunya, maka khoul dapat dijadikan sebagai instrument untuk membangun kembali kekuatan kharisma sebelumnya terutama untuk kepentingan pendidikan pesantren.

Khoul Bapak saya tentu jauh dari hiruk pikuk kepentingan seperti itu. Khoul ini diberlakukan hanya sebagai penanda atas kasih sayang anak dan keluarga atas roh almarhum.  Kita meyakini bahwa yang diharapkan oleh almarhum hanya doa, bacaan tahlil, bacaan surat Yasin dan sedekah yang pahalanya diwashilahkan kepadanya. Kita meyakini bahwa bacaan-bacaan yang ditujukan kepada almarhum melalui washilah Kanjeng Nabi Muhammad SAW tentu akan bisa disampaikan kepada yang bersangkutan. Ini persoalan keyakinan seseorang atau sekelompok orang yang memiliki pemahaman tentang ajaran Islam seperti itu. Tentu tdak layak dipersoalkan jika ada tafsir agama yang tidak sependapat dengan hal ini.

Sebagai tuan rumah, maka ada tiga hal yang saya sampaikan kepada para jamaah tahlil, yaitu: pertama, ucapan terima kasih yang sangat besar atas kehadiran para anggota jamaah tahlil, yang menyempatkan hadir dan sudi membaca tahlil untuk almarhum Bapak. Saya berkeyakinan bahwa dengan keikhlasan Ibu-ibu jamaah tahlil, maka bacaan tersebut akan bisa diterima oleh Allah SWT dan melalui Kanjeng Nabi Muhammad saw, maka pahala atas bacaan tersebut akan sampai kepada Bapak saya. saya meyakini. Bahwa amal kebaikan yang berupa bacaan tahlil dan doa akan sampai kepada almarhum yang ditujunya.

Kedua, saya memohon maaf atas segala kekurangan di dalam penyambutan kepada Ibu-Ibu Jamaah tahlil. Saya yakin keluarga saya sudah menyiapkan yang terbaik, terutama “berkat” yang akan dibawa pulang. Tetapi tentu saja tidak bisa memuaskan semuanya. “Berkat” itu hanya berisi nasi, lauk pauk dan buah seadanya. Bisa dinyatakan sederhana. Keluarga kami hanya bisa menyediakan “berkat” yang sesuai dengan kemaslahatan bagi semuanya. Oleh karena itu jika ada yang hal yang tidak sesuai dengan harapan para Ibu jamaah tahlil, sungguh saya memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Ketiga, salah satu di antara dalil yang sudah sangat lazim didengar oleh Ibu-Ibu jamaah Tahlil adalah mengenai perlunya anak shaleh yang dapat mendoakan kepada orang tuanya dan bahkan kerabatnya. Hadits Nabi Muhammad SAW tersebut menyatakan bahwa: “Jika wafat anak-cucu Adam, maka akan terputus amalnya  kecuali tiga hal, yaitu: sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya”.

Oleh karena itu, acara khoul ini mengandung dimensi sedekah anak untuk orang tuanya, doa anak pada orang tuanya, dan doa jamaah kaum muslimin kepada almarhum. Jadi sungguh merupakan amalan yang sangat luar biasa sebab memiliki dimensi yang luas dari sebuah acara khoul atas keluarga yang meninggal.

Tradisi ini sudah diwariskan oleh para ulama kita, khususnya ulama ahlu sunnah wal jamaah, yang telah mengajari kita untuk menjadi umat Islam yang penuh dengan saling tolong menolong, tidak hanya tolong menolong secara fisikal dan harta tetapi juga tolong menolong dalam doa kepada Allah swt.

Semoga Allah selalu membimbing kita semua untuk selalu berada di dalam koridor Islam yang memberikan kesejukan dan kasih saying, Islam yang memberikan pertolongan kepada sesama umat, dan juga menjadi orang Islam yang selalu berprinsip saling kasih sayang dan saling memberikan manfaat fid dini wa dunya wal akhirah.

Wallahu’ alm bi al shawab.

 

OJO ADIGANG, ADIGUNG, ADIGUNA: FILSAFAT HIDUP ORANG ISLAM JAWA (BAGIAN KEDUA)

OJO ADIGANG, ADIGUNG, ADIGUNA: FILSAFAT HIDUP ORANG ISLAM JAWA (BAGIAN KEDUA)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagai orang yang bukan ahli di dalam ilmu Bahasa, maka saya tentu tidak berkeinginan untuk mencari asal usul kata adigang, adigung lan adiguna. Saya juga tidak akan melacak semenjak kapan konsep orang Jawa ini menjadi unen-unen atau petuah dan pedoman di dalam kehidupan riil masyarakat. Tetapi yang jelas, ungkapan ini benar-benar memiliki makna yang agung dan penting dalam merenda kehidupan masyarakat Jawa yang kita cintai ini.

Dua konsep sebelumnya, adigang lan adigung sudah saya jelaskan berbasis pada beberapa prinsip di dalam agama Islam, yang memang kompatibel dengan filsafat Jawa ini, bahkan secara terus terang saya nyatakan bahwa ketiga konsep ini merupakan pedoman bagi masyarakat Islam Jawa. Saya menduga bahwa ungkapan ini berasal dari ajaran waliyullah di Jawa, di mana di banyak makam waliyullah terdapat pernyataan, misalnya: wenehono payung marang wong kang kepanasan, wenehono mangan marang wong kang kaluwen, lan wenehono busono marang wong kang kawudan. Jika dimaknai maka artinya adalah: “berikan pertolongan kepada orang yang memerlukan perlindungan, berikan makan bagi orang yang kelaparan, dan berikan pakaian bagi orang yang berketelanjangan”. Makna mendalam dari pedoman ini adalah berikan kepada orang lain yang memerlukan perlindungan bagi yang berkesengsaraan, berikan asupan berupa makanan fisik dan rohani bagi yang memerlukan dan berikan kepada orang yang terlupakan dengan dirinya akan pedoman agama yang benar.

Para waliyullah memang dikenal sebagai keturunan Rasulullah yang memasuki dunia filsafat Jawa dengan tuntas. Meskipun para waliyullah tersebut berasal dari tanah Arab akan tetapi sama sekali tidak berkeinginan menjadikan orang Jawa sebagai orang Arab. Mereka justru berprinsip “Hangajawi” dan bukan “Hangarabi”. Jadilah orang Islam Jawa dan bukan orang Islam Arab. Begitulah kebajikan dan kebijakan para waliyullah dalam Islamisasi di Jawa bahkan di Nusantara.

Kedua, Ojo Adiguna, artinya adalah pemahaman, sikap dan tindakan yang berbasis pada pikiran bahwa dialah yang paling bermanfaat. Tidak ada orang lain yang melebihinya dalam kemanfaatan bagi orang lain. Tanpa perannya maka tidak akan terjadi semua yang ada. Hanya melalui perannya, maka segalanya bisa berhasil. Orang yang seperti ini mengabaikan peran sekecil apapun yang dilakukan orang lain. Ujung-ujungnya orang seperti ini ingin  dianggap sebagai seorang yang paling hebat, paling top markotob dan paling fungsional di dalam kehidupan. Di dalam dunia tarekat bisa disebut sebagai sifat ananiyah. Sifat keakuan atau sifat egoisme, yang bisa merusak relasi social di tengah kehidupan bermasyarakat.

Di dalam ajaran Islam digambarkan tentang bagaimana Iblis merasa lebih dibandingkan dengan manusia yang diciptakan Allah SWT. Ketika Iblis diminta oleh Allah SWT untuk bersujud kepada Adam AS., maka Iblis menolaknya, sebab dia merasa lebih ditinjau dari sisi penciptaan dan proses penciptaannya. Iblis menyatakan bahwa dia diciptakan dari api murni, sedangkan Adam AS diciptakan dari tanah. Jadi dia lebih hebat dan lebih manfaat dibandingkan dengan manusia. Cerita seperti ini dapat dibaca di dalam Alqur’an, surat Albaqarah, ayat 34. Sebagaimana ayat ini, maka tidak hanya Iblis yang diminta untuk bersujud kepada Adam AS, akan tetapi juga Malaikat. Iblis menolak kehendak Allah sehingga menjadi kafir dan Malaikat melaksanakan sujud kepada Adam AS dan menjadi hamba Allah yang taat.

Di dalam sejarah Nabi Muhammad SAW, maka juga kita dapati nama-nama misalnya Abu Jahal dan Abu Lahab. Dua orang dan banyak lainnya yang juga merasa lebih berfungsi atau berperan pada masyarakat atau Suku Quraisy. Bahkan begitu jahatnya kelakuan Abu Lahab, maka Namanya diabadikan di Alqur’an, surat Allahab, ayat 1-5. Abu Jahal dan Abu lahab serta lainnya sebenarnya dibebani oleh perannya di dalam sejarah m empertahankan keyakinan masa lalunya, yaitu mempertahankan ajaran agama yang sudah jauh melenceng dari tafsir agama yang benar. Agama Hanif, yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS, kemudian ditafsirkan dengan berbagai keyakinan local yang jauh melenceng dari agama yang benar. Nabi Ibrahim yang mengajarkan agama dengan system ketuhanan yang montheisme kemudian diubah atau ditafsirkan para ulama dan pemuka agamanya menjadi kepercayaan yang dilambangkan dengan patung-patung. Di sekitar Ka’bah didirikan patung-patung yang melambangkan Tuhannya. Jika pada masa Nabi Ibrahim dijadikanlah Ka’bah sebagai rumah Allah sebagai lambang monotheisme, maka diubah keyakinan tersebut.

Keinginan yang demikian kuat dari Abu Jahal dan Abu Lahab untuk mempertahankan kekuasaan dan berimplikasi pada fungsi yang berlebihan ini akhirnya mengantarkannya menjadi orang yang terus menerus memusuhi Nabi Muhammad SAW dan menjadikannya sebagai orang yang kafir, bahkan musyrik. Sampai meninggal, maka dua orang ini tetap di dalam keyakinannya pada agama pagan, yang tentu tidak mendapatkan pertolongan Allah SWT.

Adiguna tidak selayaknya menjadi sifat yang dimiliki oleh manusia. Bayangkan bahwa untuk minum air mineral saja berapa orang yang harus terlibat di dalamnya. Jika di dalam rumah terdapat Asisten  Rumah Tangga, maka dia terlibat di dalamnya. Jika air mineral itu harus dibeli di toko, maka ada orang yang harus melayani kita untuk memperoleh air. Jika air itu datang ke toko, maka ada sopir ada kenek, ada penjaga jalan tol dan sebagainya. Jika air mineral itu dibuat di pabrik, berapa tenaga kerja yang terlibat. Jadi ini memberikan gambaran bahwa tidak ada orang yang bisa menyelesaikan segala sesuatu dengan dirinya sendiri. Selalu ada kehadiran orang lain.

Makanya setiap kesuksesan adalah keberhasilan bersama bukan hanya kesuksesan orang perorang. Saya sependapat dengan pernyataan: we are the team. Team is together every one achieve more. Ojo adigang, adigung lan adiguna.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

OJO ADIGANG, ADIGUNG, ADIGUNA: FILSAFAT HIDUP ORANG ISLAM JAWA (BAGIAN SATU)

OJO ADIGANG, ADIGUNG, ADIGUNA: FILSAFAT HIDUP ORANG ISLAM JAWA (BAGIAN SATU)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Orang Jawa memiliki filsafat hidup yang sungguh adiluhung atau mulia dan bermanfaat. Filsafat hidup tersebut merupakan bagian dari etika di dalam kehidupan, terutama dalam relasinya dengan kehidupan social kemasyarakatan. Etika Jawa tersebut menggambarkan bagaimana seharusnya sikap hidup manusia Jawa dalam kaitannya dengan relasi social dan bahkan juga relasinya dengan Tuhan atau Gusti Kang Akarya Jagad atau Allah SWT dan juga dengan alam semesta.

Sebagaimana diketahui bahwa manusia memiliki tiga relasi dengan di luar dirinya, yaitu relasi dengan Tuhan Allah swt, relasi dengan sesama manusia dan relasi dengan alam. Di dalam Bahasa Agama disebut sebagai hablum minallah, hablum minan nas dan hablum minal alam. Relasi dengan Allah tidak ada maknanya jika relasi social kita jelek dengan sesama manusia. Relasi social kita juga tidak tepat jika relasi social tersebut tidak ditempatkan dalam relasinya dengan Allah swt, dan relasi dengan Allah SWT dan manusia juga tidak benar jika tidak ditempatkan dalam relasi dengan alam.

Agama  Islam mengajarkan agar kita menjalani kehidupan ini untuk memenuhi ajaran Baginda Nabi Muhammad saw: wama arsalnaka illa rahmatan lil ‘alamin. Yang artinya: “dan tidak aku turunkan engkau (Muhammad) kecuali untuk kerahmatan bagi seluruh alam”.

Pertama, Adigang adalah rasa, pikiran, dan tindakan yang mengagungkan kepada dirinya sendiri karena kekuatan yang dimiliknya. Orang yang adigang itu digambarkan bahwa dengan kekuatan yang dimilikinya maka dia akan dapat menguasai dunia. Orang yang adigang merasa pasti menang dalam berbagai pergulatan kehidupan di dunia. Pasti menang secara fisik dan pasti menang dalam hal lainnya.

Al Qur’an memberikan contoh orang yang merasa paling kuat, misalnya Jalut, seorang raksana karena besar dan tinggi badannya. Atau disebut sebagai Gholiat. Kisah Jalut, Thalut dan Dawud telah diceritakan di dalam Alqur’an, Surat Al Baqarah ayat 246-251. Kisah Jalut berperang melawan Thalut akan tetapi yang melawan Jalut adalah Dawud yang kelak diangkat menjadi Nabi untuk Bani Israel. Dawud mengalahkan Jalut dengan ketapel yang memang dijadikan sebagai instrument untuk mengalahkan Jalut. Jalut sebagai manusia yang tinggi besar dengan kekuatan raksasa, namun akhirnya bisa dikalahkan oleh Dawud dengan senjata ketapel. Artinya, bahwa kekuatan yang dimiliki oleh seseorang belum tentu akan menjadi instrument untuk memenangkan apapun di dalam kehidupan. oleh karena itu, tidak selayaknya manusia merasa menjadi yang terkuat atau adigang.

Kedua, Adigung adalah perasaan, sikap dan tindakan yang menggambarkan seseorang yang memiliki kekuasaan yang tiada taranya. Kekuasaan dirasakan sebagai sesuatu yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk menguasai dunia dan isinya. Orang terkadang lupa bahwa kekuasaan itu sesuatu yang terbatas, sesuatu yang tidak abadi bahkan sesuatu yang hanya sementara. Yang abadi hanyalah Allah, huwal awwalu wal akhiru, yang paling awal yang tidak ada awalnya dan yang terakhir tiada akhirnya.

Di dalam kehidupan manusia selalu terdapat orang yang merasa bahwa dia bisa melakukan apa saja terkait dengan kekuasaannya. Makanya dikenal ada orang yang menggunakan kekuasaan dengan jalan otoriter. Biasanya, ditopang oleh seperangkat pendukung yang juga memiliki kesamaan visi dan misinya, serta program-programnya. Semuanya dilakukan untuk mendukung kekuasaan yang otoriter dimaksud.

Sebagai contoh adalah Fir’aun. Dikenal sebagai seorang raja yang sangat berkuasa bahkan karena kekuasaannya itu, dia berpikir dia adalah Tuhan. (Alqur’an, surat Al Qashshash, 38). Karena kekuasaan yang dimilikinya itu, maka Fir’aun bisa melakukan apa saja yang dianggapnya benar sesuai dengan pemahamannya. Dia dikelilingi oleh sejumlah ahli yang selalu menuruti apa kemauan sang raja. Makanya, siapa yang menghalanginya maka akan dienyahkannya, dan siapa yang bisa menuruti kemauannya maka dianggapnya sebagai orang yang berjasa baginya.

Tetapi kemudian di dalam Alqur’an dijelaskan, bahwa akibat kesombongannya untuk menguasai semuanya, maka Fir’aun juga menindas orang Yahudi untuk dijajahnya. Akibat perlakuan buruk atas diri orang Israel tersebut, maka di bawah pengarahan Nabi Musa AS., maka kaum Yahudi diminta untuk meninggalkan Mesir dan pergi ke Palestina. Tapi sayangnya untuk ke tanah Palestina harus melewati Laut Merah. Kaum Yahudi ini nyaris bisa disusul oleh Fir’aun dan bala tentaranya. Tetapi berkat mu’jizat Nabi Musa, maka laut Merah tersebut dapat dibelah menjadi daratan, sehingga kaum Yahudi bisa selamat. Sebaliknya, Fir’aun dan tentaranya tidak selamat karena laut Merah kembali seperti semula. Fir’aun yang gagah perkasa dan berkuasa tersebut akhirnya harus meninggal dan kemudian jasadnya terselamatkan dan menjadi bukti atas kebenaran Alqur’an. (Alqur’an, surat Albaqarah, ayat 50).

Ada banyak ibrah yang diberikan oleh Allah kepada manusia melalui kitab sucinya, bahwa tidak layak manusia itu memiliki sifat adigang dan adigung,  sebab manusia itu sungguh makhluk yang lemah. Hanya karena Allah memberikan kekuatan akal saja sehingga manusia melebihi makhluk lainnya.

Marilah kita sadari bahwa kita ini sesungguhnya bukan siapa-siapa, dan bukan apa-apa. Sungguh tidak elok jika kita merasa kuat dan berkuasa sehingga kita bisa menggergaji dunia ini.

Wallahu a’lam bi al shawab.