SOPO SIRO SOPO INGSUNG: ETIKA HIDUP ORANG JAWA
SOPO SIRO SOPO INGSUNG
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Artikel ini merupakan bahan ceramah saya pada Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Seperti biasanya, ceramah itu dilakukan pada hari Selasa, 03/01/2023, bada Subuh setelah acara dzikir dan doa selesai. Sebagaimana biasa acara ini dilakukan melalui ceramah dan tanya jawab tentang tema yang dibahas. Kali ini saya membahas tentang filsafat Islam Jawa dengan tema: “sopo siro sopo ingsung”. Yang sesungguhnya di dalam Islam termasuk kajian etika atau moralitas atau akhlak tentang menjaga diri agar tidak sombong.
Dunia filsafat Jawa atau katakanlah filsafat Jawa Islam memang memiliki kekhasannya sendiri terutama terkait dengan peribahasa, unen-unen, dan syair-syair Jawa dalam bentuk tembang, lagu dan lain-lain yang di dalam banyak hal terkait dengan rasa atau olah rasa. Orang Jawa memang dikenal sebagai manusia yang mengedepankan rasa baik dalam relasi antar manusia dan relasi dengan Tuhan atau Gusti Kang Akaryo Jagad. Di antara pandangan hidup tersebut tercakup dalam ungkapan: “sopo siro sopo ingsung”.
Di dalam ungkapan ini menggambarkan tentang sifat kesombongan yang seringkali dimiliki oleh manusia. Di dalam diri manusia itu terdapat dua sifat, yang selalu melazimi kehidupannya, yaitu sifat baik dan sifat jelek. Keduanya menyatu dan saling berebut untuk memenangkan di antara dua sifat manusia dimaksud. Adakalanya, sifat baik yang menang dan ada kalanya sifat yang jelek yang menang. Semuanya tergantung pada kesiapan manusia untuk menerima hidayah atau petunjuk dari Allah swt.
Di dalam ajaran Islam, ada beberapa factor yang mempengaruhi manusia untuk bersikap dan berperilaku sombong. Pertama, kelebihan ilmu pengetahuan. Kelebihan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang akan dapat mengantarkannya menjadi sombong dengan menyatakan bahwa dirinya saja yang hebat di dalam ilmu dimaksud. Orang lain tidak memiliki kemampuan dan kapasitas ilmu sebagaimana dirinya. Apakah dengan pernyataan seperti ini mengharuskan kita tidak memiliki kelebihan akan ilmu pengetahuan? Tentu tidak. Sebab yang dilarang adalah kelebihan ilmu yang dijadikan sebagai instrument untuk menyombongkan diri. Orang yang polyglot kemudian menyatakan bahwa dirinya paling hebat. Atau orang yang polymath maka kemudian juga menyombongkan diri bahwa dirinya yang paling hebat. Jadi yang dilarang bukan memiliki kelebihan ilmu pengetahuan tetapi menyombongkan kelebihannya itu.
Kedua, kelebihan harta juga dapat menjadi instrument untuk menyombongkan diri. Orang yang berharta tentu akan dapat mencapai apa yang diinginkan. Apa yang ingin diraih tentu dapat diraihnya. Berkat harta yang banyak maka seakan-akan dunia dapat dibelinya. Masih ingat cerita tentang Qarun sebagaimana diceritakan di dalam Alqur’an. Qarun adalah tokoh kapitalis pertama di dunia. Karena dia mengakumulasi uangnya untuk menjadi modal dan asset, sehingga kekayaannya tidak terukur. Begitu kayanya dia itu, maka kunci yang dimiliki tidak dapat diangkut dalam satu gerobak. Mungkin kalau sekarang tidak bisa diangkut dengan satu truck. Tetapi kekayaannya itu ternyata tidak mampu menolongnya di kala Allah mengadzabnya dengan gempa bumi dan seluruh hartanya tertimbun dalam tanah.
Ketiga, kekuasaan yang besar. Orang yang mempunyai kekuasaan yang besar juga berkecenderungan untuk menyombongkan diri. Fir’aun menjadi penguasa yang dholim karena kekuasaannya yang besar. Dia lupa bahwa dirinya hanyalah manusia biasa dan bukan siapa-siapa. Karena kekuasaannya itu, maka dia meminta rakyatnya untuk menyembahnya. Tetapi besarnya kekuasaan tersebut tidak mengantarkannya untuk selamat di kala air laut menenggalamkannya. Di saat dia mengejar Nabi Musa dan kaumnya untuk menyebarangi Laut Merah, maka pada saat air laut Kembali sebagaimana semula, maka diapun mati. Dan kematiannya itu menjadi bukti ilmiah, bahwa Fir’aun ini memang mati tenggelam di dalam laut. Hasil kajian atas dirinya, menyebabkan Dr. Maurice Buchaille akhirnya memeluk Islam.
Ungkapan sopo siro sopo ingsung, biasanya dikaitkan dengan ungkapan ojo adigang, adigung, adiguno sopo siro sopo ingsung. Orang yang memiliki sikap adigang atau merasa kuat sendiri juga akan menyatakan siapa kamu, dan siapa saya. orang yang memiliki sikap adigung atau memiliki kekuasaan penuh juga cenderung menyatakan siapa kamu siapa saya, dan orang yang bersikap adiguno atau merasa yang paling bermanfaat juga akan menyatakan siapa kamu siapa saya.
Cerita ini akan menjadi lengkap dengan sejarah kesombongan iblis, di kala oleh Allah swt memintanya untuk bersujud kepada Adam as. Sebagaimana di dalam surat Al Baqarah, ayat 34: “waidz qulna lil malaikatis judu li Adama fasajadu illa Iblis. Aba wastakbara wa kana minal kafirin”. Yang artinya: “dan ingatlah kala Aku (Allah) meminta kepada Malaikat untuk bersujud kepada Adam, maka sujudlah kepadanya kecuali Iblis. Iblis menolaknya dan jadilah Iblis sebagai hamba yang ingkar (durhaka) kepada Allah”.
Kesombongan dari asal usul penciptaan bahwa manusia diciptakan dari tanah dan Iblis dari api, maka menyebabkan Iblis durhaka kepada Allah dengan jalan tidak mau mengikuti perintah Allah. Dari kata abaa ini kemudian di dalam Islam Jawa dikenal istilah abangan, atau orang yang mengaku Islam tetapi tidak menjalankan perintah Allah. Na’udzu billahi min dzalik.
Wallahu a’lam bi al shawab.