• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

GURU DI ERA KONSUMERISME

 

Guru sebagai kerotoboso berasal dari kata digugu lan ditiru. Artinya adalah orang yang dipatuhi dan dijadikan contoh. Makanya dalam status sosial guru menempati hirarkhi yang sangat tinggi. Bahkan di Madura, seorang guru berada di bawah status Bapak, Ibu, Guru dan raja. Ungkapan emic viewnya adalah baba, bubu, guru, rato. Di Jawa seorang guru juga menempati status tinggi. Ungkapan digugu lan ditiru merupakan ungkapan yang memberikan gambaran tentang posisi guru dalam kehidupan masyarakat. (more..)

GURU DAN KEMISKINAN

 

Benarkan guru masih miskin? Pertanyaan ini layak dikemukakan terkait dengan laporan di Harian Surya tentang seorang guru yang tewas bunuh diri di sekolah. Adalah Sri Cahyono Effendi, 58 tahun, seorang guru di SDN Bangunrejo I, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban yang ditemukan sudah tidak bernyawa dengan leher menggantung di kantin sekolah sekitar pukul 6.30 WIB. Ketika jasadnya ditemukan yang bersangkutan masih berseragam dinas guru lengkap. Berdasarkan pantauan Suara Karya (04/09/09) bahwa ada dugaan faktor ekonomi sebagai penyebab kematiannya. Dia memang menjadi tumpuan kehidupan tiga keluarga sehingga gajinya selalu habis setiap bulan. Sementara itu anak-anaknya juga belum ada yang bekerja. Lantaran tidak kuat menahan beban ekonomi keluarga tersebut maka Pak Guru nekad mengakhiri hidupnya. Bahkan sebelum meninggal, dia sempat akan meminjam uang di koperasi tetapi belum dikabulkan lantaran gajinya sudah tidak tersisa. (more..)

MENGUKUR BUDAYA AKADEMIK

 

Sekarang kita sedang hidup di era kompetisi. Artinya, mau tidak mau, suka atau tidak suka kita memang harus menyiapkan diri secara maksimal jika kita ingin terus survive di dalam menghadapi tekanan struktural dan kultural yang terus menghimpit. Tekanan struktural tersebut bersumber dari hubungan pusat dan pinggiran, negara kaya dengan negara berkembang, antara pemilik modal dan tenaga kerja dan antara negara dan rakyat. Meskipun secara politis, rakyat telah memiliki kekuatan untuk melakukan tekanan kepada negara, namun tetap saja posisinya belum sebagaimana yang diharapkan. Sebagai contoh, di mana-mana rakyat masih menderita sebagai akibat perilaku politik dan sosial para elitnya yang tidak memberikan ruang gerak bagi penumbuhan ekualitas. Di dalam dunia pendidikan pun juga terdapat kesenjangan yang cukup lebar, antara si kaya dengan si miskin terutama dalam hal akses pendidikan. (more..)

DAERAH PERBATASAN SEBAGAI WAJAH INDONESIA

 

Jika selama ini ada anggapan hanya wilayah perkotaan sebagai wajah depan Indonesia, maka sekarang harus diubah bahwa yang menjadi wajah depan Indonesia adalah wilayah perbatasan. Jadi Kalimantan Barat, Aceh, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua adalah wajah depan Indonesia. Seperti diketahui bahwa Kalimantan Barat bersebelahan dengan Malaysia, Aceh berbatasan dengan Singapura, Sulawesi Utara berbatasan dengan Filipina, Nusa Tenggara Barat berbatasan dengan Timor Timur dan Papua berbatasan dengan Papua Nugini. Jika di wilayah timur mungkin saja kondisinya masih hampir sama, artinya masih sama sebagai daerah yang berkembang, maka untuk Kalimantan Barat dan Aceh berdampingan dengan negara yang relatif lebih maju yaitu Singapura dan Malaysia. (more..)

MENGEMBANGKAN DAERAH PERBATASAN

 

Selama ini orientasi pengembangan fisik banyak ditujukan kepada wilayah perkotaan. Coba kalau kita amati maka yang berkembang luar biasa adalah daerah perkotaan terutama di Jawa. Jakarta sebagai ibukota negara berkembang luar biasa. Demikian pula ibukota propinsi juga berkembang pesat. Seperti Surabaya, Semarang, Jogjakarta, Bandung untuk Jawa, kemudian Ujungpandang, Balikpapan, Palembang dan sebagainya juga berkembang relatif cepat. Alasan yang digunakan adalah ibukota negara atau propinsi adalah wajah Indonesia. Kemajuan Indonesia dari sisi fisik adalah terletak di wilayah ibukota tersebut. (more..)