DAERAH PERBATASAN SEBAGAI WAJAH INDONESIA
Jika selama ini ada anggapan hanya wilayah perkotaan sebagai wajah depan Indonesia, maka sekarang harus diubah bahwa yang menjadi wajah depan Indonesia adalah wilayah perbatasan. Jadi Kalimantan Barat, Aceh, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua adalah wajah depan Indonesia. Seperti diketahui bahwa Kalimantan Barat bersebelahan dengan Malaysia, Aceh berbatasan dengan Singapura, Sulawesi Utara berbatasan dengan Filipina, Nusa Tenggara Barat berbatasan dengan Timor Timur dan Papua berbatasan dengan Papua Nugini. Jika di wilayah timur mungkin saja kondisinya masih hampir sama, artinya masih sama sebagai daerah yang berkembang, maka untuk Kalimantan Barat dan Aceh berdampingan dengan negara yang relatif lebih maju yaitu Singapura dan Malaysia.
Selama Orde Baru memang pembangunan lebih diarahkan ke wilayah perkotaan. Maka yang maju dan berkembang pesat adalah daerah perkotaan terutama Jawa. Sedangkan daerah di luar Jawa terutama yang berbatasan dengan negara-negara tetangga di sebelah utara justru masih terpuruk. Makanya, di era Orde Reformasi harus ada pemihakan terhadap daerah yang selama ini terpinggirkan.
Pemihakan yang dimaksud adalah dengan menjadikan wilayah perbatasan sebagai prioritas pengembangan dalam berbagai aspek pembangunan. Marilah semuanya memperhatikan bagaimana Indeks Pengembangan Manusia (IPM) daerah-daerah perbatasan. Kiranya akan diketahui bahwa IPM di wilayah tersebut tentunya sangat tertinggal dibanding dengan beberapa wilayah lain.
Sesungguhnya yang diperlukan adalah kebijakan pemerintah pusat untuk mengalokasikan anggaran secara lebih besar untuk daerah perbatasan. Sebagaimana diketahui bahwa kebijakan untuk membagi anggaran secara sektoral untuk mengentas kemiskinan ternyata tidak efektif untuk menyelesaikan persoalan bangsa yang krusial ini. Mungkin dirasa penting untuk mencontoh cara pengentasan kemiskinan di negara Jiran. Melalui New Economic Policy (NEP) yang dirancang sebagai model percepatan pembangunan, maka ada satu kementerian yang dibuat untuk mengentas kemiskinan, yaitu Kementerian Luar Bandar atau sama dengan Kementerian Negara Daerah Tertinggal yang menjadi ujung tombak bagi pengentasan kemiskinan dari hulu sampai hilir. Jadi, sesungguhnya yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia adalah penyatuan tugas dan fungsi kementerian secara sistemik dan holistik atau komprehensip.
Gap antara kota dan desa, kesenjangan antara wilayah barat dan timur, perbedaan antara daerah perbatasan dengan lainnya sungguh-sungguh merupakan kenyataan. Realitas kabupaten tertinggal di wilayah perbatasan juga sudah diketahui oleh semua pemimpin negeri ini. Bahkan dipidatokan kemana-mana oleh Pak Lukman Edy yang pernah mendatangi semua daerah tertinggal di wilayah perbatasan. Maka sekarang yang diperlukan adalah kebijakan pemerintah secara umum untuk mengangkat wilayah perbatasan tertinggal agar setara dengan wilayah lainnya.
Sudah bukan saatnya kita beretorika tetapi melakukan action, bahkan jika perlu affirmative action. Kabinet Indonesia Bersatu khususnya kementerian PDT sudah melakukan pemetaan yang memadai, maka gilirannya adalah pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II melakukan tindakan problem solving yang cocok dan relevan dengan pemetaan tersebut.
Jangan sampai penduduk seberang kaya dan sejahtera, sementara orang awak miskin dan susah. Seperti kasus pemindahan patok perbatasan yang dilakukan orang awak karena melihat tetangga sebelahnya yang orang Malaysia hidup makmur sementara dirinya hidup kekurangan. Agar sama-sama makmur maka mereka juga menanam kelapa sawit dan agar mudah menjualnya, maka patok perbatasan itu mereka pindahkan.
Jika seperti ini, maka nasionalisme bisa ditukar dengan sepiring nasi. Agar hal serupa tidak terjadi, maka menyejahterakan masyarakat perbatasan menjadi wajib bagi pemerintah. Dengan demikian, menjadikan wilayah perbatasan sebagai wajah depan Indonesia dirasa sangat strategis dan urgen.
Wallahu a’lam bi al shawab.