Sesungguhnya dalam setiap peristiwa yang terjadi di dalam dinamika alam adalah mengandung pelajaran bagi manusia. Pelajaran tentu saja terkait dengan apa yang sesungguhnya harus dilakukan untuk di kemudian hari. Islam bahkan mengajarkan agar umat manusia berpikir tentang segala sesuatu ciptaan Allah, “tafakkaru fi khalqillah”. Setiap fenomena alam sesungguhnya mengandung tanda-tanda kebesaran Allah. Memang tidak semua orang bisa memahami tanda-tanda kebesaran Allah itu. Sebab Allah hanya memberikan sedikit saja tentang ilmu pengetahuan yang terkait dengan semesta, “wa ma utitum minal ‘ilmi illa qalila”. Yang dalam pengertian luasnya adalah “dan tidak diberikan kepada kamu tentang ilmu kecuali sedikit saja”. Sungguh pengetahuan kita tentang dunia dan dinamikanya sangat sedikit. (more..)
Dalam suatu kesempatan Prof. Dr. Sri Edy Swasono, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia mengungkapkan bahwa suatu negara membutuhkan militer yang kuat. Melalui militer yang kuat maka negara akan disegani. Militer yang kuat dibutuhkan untuk menjaga teritorial suatu bangsa. Militer yang kuat penting dan dibutuhkan. Yang kita tolak adalah militerisme. Kita tidak boleh anti militer sebab militer memiliki tanggungjawab yang besar dalam pengamanan dan pertahanan teritorial Indonesia. Namun demikian, ketika militer menjadi isme maka ketika itu kita boleh untuk menentangnya. (more..)
Banyak orang yang menyatakan bahwa gempa bumi, gunung meletus dan peristiwa alam lainnya sebagai “peringatan”, “ujian” dan bahkan “kemarahan” Allah atas perilaku manusia. Pernyataan ini benar, sebab memang Allah dengan kekuasaan yang tidak terbatas bisa melakukan peringatan, ujian dan laknat kepada siapa saja yang melakukan kesalahan. Di dalam al-Qur’an juga dinyatakan tentang sejarah Qarun, sejarah umat Nabi Nuh, sejarah umat Nabi Luth, sejarah Fir’aun dan sebagainya. Semuanya memberikan gambaran bahwa perilaku kemungkaran yang dilakukan secara komunal dan massal oleh umat manusia memang bisa menjadi pemicu bagi “kemurkaan” Allah atasnya. (more..)
Kita sungguh tidak tahu bahwa tanggal 30 September 2009 yang bertepatan dengan 44 tahun pasca peristiwa G 30 S/PKI ternyata di Bumi Indonesia terjadi gempa bumi yang sangat hebat dan menghancurkan dua kota di Sumatera Barat. Peristiwa ini tentu sangat memilukan terutama masyarakat yang baru saja merayakan hari lebaran beberapa hari yang lalu. Di tengah kegembiraan menyambut hari raya Idul Fitri tersebut tiba-tiba masyarakat disentakkan dengan peristiwa yang sangat mengerikan, yaitu gempa bumi di tanah Si Malin Kundang. (more..)
Kemarin, Jum’at, 2 Oktober 2009, saya melakukan shalat Jum’at di Masjid Baiturrahman kompleks DPR/MPR. Sayangnya saya datang di masjid itu ketika khutbah sudah dimulai karena baru saja ada acara yang saya ikuti dan selesainya mepet dengan waktu shalat Jum’at. Namun demikian, tentu saja saya masih bisa mengikuti khutbah yang disampaikan oleh khatib dengan seksama. Masjid itu terasa kurang besar sebab jamaahnya membludak. Bisa saja karena hari itu memang ada pelantikan anggota MPR RI setelah sehari sebelumnya di tempat yang sama juga ada kegiatan pelantikan anggota DPR RI. Sebab semua anggota DPR/MPR terkonsentrasi di sini, maka masjid tersebut penuh sesak. Di tempat itu saya sempat bertemu kawan lama saya, Dr. Ali Maschan Musa, dosen IAIN Sunan Ampel yang sekarang menjadi anggota legislatif dan juga Drs. A. Ruba’i, MSi, alumni IAIN Sunan Ampel yang sekarang juga menjadi anggota legislatif. Pak Ali Maschan berangkat dari PKB dan Pak Ruba’i berasal dari PAN. (more..)