Memang harus diakui bahwa melihat perilaku para bonekmania rasanya jengkel juga. Bagaimana tidak, bahwa perilakunya yang ingin menguasai jalan dengan cara kekerasan, menggunakan pentungan untuk memukuli kendaraan, memaksa orang lain untuk patuh kepadanya, dan berbagai tindakan melanggar aturan, rasanya memang tidak pantas dilakukan masyarakat di negara yang menganut aturan perundang-undangan. Bagi orang yang tidak terbiasa melihat perilaku kerumunan seperti itu, rasanya ada kengerian yang mendalam. Pantaslah, jika sopir saya pada waktu berpapasan dengan tim bonek Persema dan kemudian dipaksa untuk minggir dan berhenti, kemudian berkata kepada saya: Pak apakah tidak diganti plat Malang saja, saya akan pinjam ke kawan saya”. Mungkin juga perasaan ini menghinggapi orang Malang yang mobilnya berplat Malang ketika berpapasan dengan kaum bonek Persebaya ketika berada di Surabaya. (more..)
Pada tanggal 16 Januari 2010, saya menghadiri acara pengukuhan guru besar di Universitas Wisnuwardhana Malang. Yang dikukuhkan adalah Prof. Dr. Soenyono, SH, Msi, sebagai guru besar Sosiologi Hukum. Bertepatan dengan acara pengukuhan tersebut di Surabaya diselenggarakan acara pertandingan sepakbola antara Persebaya dengan Persema Malang. Pertandingan antara Persebaya dengan Persema memang agak unik, sebab suporter Persebaya tidak diperkenankan menjadi penonton di Stadion Gajahyana Malang dan sebaliknya penonton Persema dilarang menonton pertandingan di Gelora Tambaksari Surabaya. Dikhawatirkan akan muncul keributan dari para suporter jika mereka bertemu dalam satu stadion. (more..)
Saya memang tidak secara terus menerus mengikuti persidangan kasus Antasari Azhar yang direlay oleh stasiun TVone. Hanya sesekali saja. Itupun juga tidak secara utuh. Sepotong-sepotong. Tentu saja karena waktu yang sangat terbatas untuk mengikutinya. Pekerjaan kantor tentu menyita cukup banyak waktu untuk mengerjakan pekerjaan rutin, baik yang terkait dengan pekerjaan administratif maupun akademis. Makanya kesempatan untuk melihat televisi menjadi sangat terbatas. Tetapi itu bukan berarti tidak care terhadap situasi di luar, tetapi semata-mata karena waktu memang hanya 24 jam, tidak bisa lebih. (more..)
Berita di Jawa Pos (22/01/10), tentu sangat menarik. Kios koran milik Bagus Susilowanto dijadikan sebagai cara untuk mengajak berbuat jujur. Dan menurut pengalaman pemiliknya, bahwa setahun terakhir pelanggan selalu bayar. Ayo Jujur, demikianlah nama kios koran yang terdapat di Sidoarjo, Jawa Timur. Di kios kejujuran tersebut tertulis dengan tegas: “Jangan Berbuat Zalim” di selembar kertas ukuran folio yang di tempel di kios kejujuran tersebut. Untuk para pembeli, cukup menaruh uangnya di kotak gabus yang diletakkan persis di bawah tulisan “Jangan Berbuat Zalim”. Di situ ada tulisan, “Tempat Bayar Koran dan Tabloit”. Kios koran itu tidak ada yang menjaga, sehingga pembeli langsung bisa mengambil koran dan membayarnya sendiri. (more..)
Ada satu hal yang baru di era Orde Reformasi, yaitu kewajiban pejabat untuk menandatangani Pakta Integritas. Tentu saja Pakta Integritas ini memiliki tujuan agar pejabat negara memiliki komitmen yang kuat untuk menegakkan kejujuran. Dewasa ini, di tengah upaya reformasi birokrasi, maka satu aspek penting yang harus dikedepankan adalah penegakan kejujuran aparat pemerintah (state apparatus). Sebaik apapun sebuah sistemnya, jika yang menggerakkan sistem itu tidak baik, maka tidak akan menghasilkan out put atau out come yang baik. Jadi tetap penting man behind the gun. (more..)