PAKTA INTEGRITAS
Ada satu hal yang baru di era Orde Reformasi, yaitu kewajiban pejabat untuk menandatangani Pakta Integritas. Tentu saja Pakta Integritas ini memiliki tujuan agar pejabat negara memiliki komitmen yang kuat untuk menegakkan kejujuran. Dewasa ini, di tengah upaya reformasi birokrasi, maka satu aspek penting yang harus dikedepankan adalah penegakan kejujuran aparat pemerintah (state apparatus). Sebaik apapun sebuah sistemnya, jika yang menggerakkan sistem itu tidak baik, maka tidak akan menghasilkan out put atau out come yang baik. Jadi tetap penting man behind the gun.
Memang harus disadari bahwa integritas atau kejujuran adalah kata kunci dalam membangun reformasi birokrasi. Bagaimana birokrasi akan menjadi baik, jika pengemudi dan pengelola birokrasinya tidak bagus. Sistem birokrasi sudah dibenahi melalui reformasi birokrasi, good governance dan clean government, namun yang penting adalah penegakan kejujuran di antara para pengelolanya.
Pakta Integritas secara faktual merupakan secarik kertas yang ditandatangani oleh pejabat dalam berbagai levelnya. Setiap pejabat di awal jabatannya dipastikan untuk menandatangani Pakta Integritas ini. Artinya bahwa setiap pejabat harus melakukan tindakan kejujuran sebagai implementasi penandatangan Pakta Integritas tersebut. Seperti diketahui bahwa penandatangan Pakta Integritas bukan sekedar tanda tangan tanpa makna.
Semenjak Orde Reformasi, maka pewacanaan dan implementasi perilaku jujur sudah digalakkan. Ada sejumlah seminar, lokakarya, pelatihan dan sebagainya. Orde Reformasi sudah belajar dari Orde Baru yang tumbang karena ketidakjujuran seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sebagai akibat dari KKN ini, maka negeri ini nyaris bangkrut. KKN yang dilakukan oleh para pejabat negara yang mencapai angka 30%, maka membuat para pejabat menjadi kaya, akan tetapi menyebabkan pembangunan yang direncanakan dengan baik mengalami degradasi hasilnya. Sebagai suatu gambaran, bahwa sebuah proyek yang seharusnya memiliki nilai pemanfaatan maksimal bagi masyarakat ternyata tidak bisa diperoleh sebab bangunan itu tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan diperlukan. Kesenjangan antara perencanaan dan hasil pembangunan masyarakat disebabkan banyaknya anggaran yang tidak digunakan sesuai peruntukannya.
Kenyataannya, bahwa Pakta Integritas sudah dijalankan. Namun demikian, ternyata
berbagai penyimpangan masih terus terjadi. Masih banyak pejabat yang melakukan KKN. Di mana-mana terdapat penyimpangan baik yang berupa korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, wewenang dan sebagainya. Akibatnya, banyak pejabat publik yang kemudian dijadikan saksi, tersangka dan kemudian masuk penjara. Dalam kenyataannya, ada banyak pejabat mulai menteri, eselon I, II dan III yang masuk penjara. Ada juga pengusaha, tokoh agama, tokoh politik dan tokoh budaya yang kemudian masuk ke dalam penjara. Jadi, penyimpangan ternyata tidak mengenal personifikasi terkait dengan status sosial, etnis, jabatan dan sebagainya.
Apapun kenyataannya bahwa hukuman terhadap para koruptor adalah suatu tindakan yang memiliki pengaruh langsung terhadap para pejabat. Misalnya, banyak orang yang tidak mau menjadi pimpinan proyek (pimpro). Padahal jabatan ini di masa Orde Baru merupakan jabatan yang diperebutkan. Dewasa ini, jabatan pimpro ditakuti, sebab jabatan ini mengandung resiko penyimpangan, sehingga sangat memungkinkan pelakunya menjadi bermasalah dari aspek hukum. Makanya, sedikit atau banyak, Pakta Integritas ini memiliki pengaruh terhadap perilaku para pejabat.
Hanya saja memang masih diperlukan kesadaran baru tentang Pakta Integritas ini. Yaitu menjadikan Pakta Integritas sebagai tolok ukur moralitas untuk menegakkan kejujuran. Dan seperti diketahui, bahwa kejujuran adalah persoalan individu, persoalan kesadaran, persoalan komitmen. Oleh karena itu, status sosial, etnisitas, penggolongan sosial dan sebagainya tidak memiliki korelasi langsung dengan integritas publik. Di dalamnya tetap ada variabel antara (intervening variable) yang mendasar yaitu komitmen moral dan kesadaran.
Dengan demikian, di kelak kemudian hari, Pakta Integritas bukan hanya selembar kertas yang ditandatangani pejabat pada waktu pelantikan, akan tetapi merupakan komitmen pejabat untuk menjadikan kejujuran sebagai panglima di dalam merenda good governance dan clean government yang menjadi cita-cita semua masyarakat Indonesia.
Wallahu a’lam bi al shawab.