• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TRADISI SILATURRAHMI

Di tempat saya lahir, Desa Sembungrejo, Merakurak, Tuban, hari raya memang menjadi momentum penting untuk melakukan kunjungan rumah secara bergantian. Biasanya dari yang muda ke yang tua, baik kepada kerabat atau tetangga. Hari raya idul fitri yang jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011 atau hari Rabu berdasarkan penetapan yang dilakukan oleh pemerintah, sedangkan kalangan Muhammadiyah melaksanakannya hai Selasa, 30 September 2011, lalu menjadi ajang untuk kunjungan rumah tersebut.Akan tetapi sebagaimana diketahui bahwa meskipun mereka berhari raya berbeda, akan tetapi kerukunan tetap terjaga. Dan inilah keunikan umat Islam Indonesia.
Hanya sayangnya bahwa kunjungan rumah tersebut hanya terjadi sehari dan semalam saja. Memang agak berbeda dengan tempat lainnya. Di tempat lain, pelaksanaan hari raya bisa berhari-hari. Kunjungan rumah tersebut terasa sangat singkat, karena yang terpenting adalah datang ke rumah dan memohon maaf satu kepada lainnya. Ketika kecil saya diajari jika akan datang ke rumah kerabat, maka saya harus mengucapkan “ngaturaken sedoyo kelepatan kulo lahir soho batin, ingkang boten angsal idzine syara’ mugiyo lebur dinten meniko” yang artinya “saya menghaturkan semua kesalahan saya lahir dan batin, segala sesuatu yang tidak sesuai dengan syariat semoga diampuni semuanya”.
Disebabkan oleh singkatnya acara kunjungan rumah ini, maka selalu membawa problem bagi saya secara pribadi, jika saya tidak hadir di tempat kelahiran saya itu pada waktunya. Makanya saya selalu tergesa-gesa pulang ke rumah Tuban jika saya harus mengikuti acara yang waktunya bertepatan dengan hari pertama idul fitri.
Acara lebaran memang tidak hanya sekedar kunjungan rumah, akan tetapi juga ada nilai religiositasnya, yaitu adanya keyakinan tentang pentingnya silaturrahmi, ada ritual beribadah dan juga performance keagamaan yang menggambarkan dunia keyakinan tersebut mengejawantah di dalam kehidupan. Ada dimensi teologis dan syariat serta implementasi dari keduanya.
Halal bil halal yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia sudah merupakan tradisi yang sangat kuat keberadaannya. Makanya, tradisi ini juga diwariskan kepada anak- anak melalui proses enkulturasi. Untuk hal ini maka bisa dilihat tentang bagaimana kegiatan halal bil halal selalu melibatkan keluarga dan tidak hanya orang seorang. Ketika mereka datang ke rumah saya, maka semua anggota keluarga tersebut mengikutinya. Mereka kenalkan anak-anaknya tersebut kepada yang lebih tua. Diajarinya mereka ini untuk bersalaman dan memohon maaf kepada yang lebih tua.
Semuanya dipahaminya dari kerangka syariat Islam. Yang tidak mendapatkan pembenaran sesuai dengan syariat Islam agar dimaafkan. Itulah sebabnya tradisi lebaran sesungguhnya memiliki pijakan teologis dan syariat Islam atau terdapat pattern for behavior yang menjadi pedoman tindakan tersebut.
Sebagai bagian dari masyarakat Islam yang kiranya dianggap tokoh, maka banyak orang yang berkunjung ke rumah saya. Makanya, warga desa ini juga banyak yang datang kw rumah ketika saya sudah datang. Disebabkan oleh keinginan warga masyarakat seperti itu, sementara mereka harus bekerja pada hari berikutnya, maka saya harus menyempatkan pulang cepat agar bisa meraih keduanya. Saya bisa bersilaturahmi dan mereka juga tidak kehilangan jam kerjanya.
Rutinitas seperti ini akan terus berulang. Dari tahun ke tahun. Dan yang sungguh hebat bahwa tidak ada perubahan yang berarti. Tradisi yang lain bisa berubah dan memiliki potensi berubah, akan tetapi tradisi lebaran kiranya akan terus bertahan.
Kebertahanan tradisi ini tentu saja disebabkan oleh potensi masyarakat Indonesia yang memang memiliki budaya paguyuban yang terus berlangsung. Jadi meskipun modernisasi juga sedang berlangsung di negeri ini, namun tradisi yang di dalamnya mengusung kebersamaan tentu masih akan bertahan. Tradisi lebaran adalah satu di antara tradisi yang akan tetap bertahan di tengah modernisasi tersebut.
Sungguh di hari raya ini saya merasa sangat bergembira sebab saya bisa menunaikan tugas menjadi khotib di Masjid Nasional al Akbar Surabaya dan kemudian juga bisa melakukan silaturrahmi di desa saya. Desa di tempat saya lahir dan besar ini tetap saja mengandung kenangan sebab tentunya banyak hal yang memang tetap bisa dikenang. Jadi kita memang boleh merasa menjadi bagian dari orang modern, akan tetapi kita memang juga harus tetap merasa menjadi bagian dari masyarakat Indonesia pada umumnya, terutama masyarakat pedesaan yang masih menyisakan kebersamaan.
Wallahu a’lam bi al shawab.

LEBARAN

LEBARAN
Hari ini kita sedang berada di dalam suasana Lebaran. Lebaran adalah suatu konsepsi di dalam tradisi umat Islam Indonesia untuk menandai keberakhiran puasa pada bulan ramadlan. Setelah melaksanakan puasa selama satu bulan, maka hari ini adalah hari raya yang juga dikenal sebagai idul fitri atau hari raya idul fitri.
Di dalam konsepsi umum, hari raya idul fitri adalah suatu hari di mana umat Islam yang selesai melaksanakan puasa ramadlan kemudian kembali kepada kesucian. Fitrah dalam etimologi Arab diartikan sebagai suci atau kesucian. Jadi idul fitri berarti hari raya kesucian. Kembali kepada fitrah.
Lebaran dalam konsepsi Jawa bermakna akhir atau penghabisan. Jadi lebaran berarti penghabisan waktu puasa. Atau juga bisa diartikan sebagai pungkasan atau akhir. Makna secara etimologisnya adalah waktu berakhirnya pelaksanaan puasa dan dimulainya waktu tidak puasa.
Di dalam tradisi Jawa, hari ini juga dinyatakan sebagai riyoyo yang di dalam bahasa Indonesia disebut sebagai hari raya. Hari raya artinya adalah hari untuk bersenang-senang karena telah menyelesaikan suatu pekerjaan besar atau mungkin juga pertarungan besar untuk melawan sesuatu yang besar pula.
Di dalam konsepsi Islam pertarungan besar tersebut adalah perang melawan hawa nafsu. Di dalam peristiwa heroik peperangan Badar dalam sejarah peperangan Nabi Muhammad saw, maka Nabi Muhammad menyatakan bahwa “kita baru saja pulang dari jihad kecil menuju jihad besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu”.
Memang umat Islam baru saja menyelesaikan jihad melawan hawa nafsu selama satu bulan penuh, yaitu dengan melakukan puasa. Oleh karena itu maka dirayakanlah kemenangannya itu di dalam bentuk hari raya yang dikenal sebagai hari raya idul fitri tersebut.
Tradisi lebaran hanya ada di Indonesia dan tidak terdapat di negara-negara Timur Tengah sebagai sumber inspirasi Islam. Timur Tengah sebagai sumber agama Islam memang tidak memiliki tradisi-tradisi sebagaimana Islam di Indonesia. Pengaruh Wahabi yang kering terhadap nilai-nilai lokalitas, menjadikan agama Islam juga miskin tradisi yang bersentuhan dengan unsur lokalitasnya.
Untunglah bahwa masyarakat Islam Indonesia tidak sepenuhnya mengambil rigiditas tradisi Timur Tengah, sehingga masih memungkinkan terjadinya relasi antara tradisi lokal dengan Islam dalam coraknya yang akulturatif. Bukan untuk saling mengalahkan akan tetapi untuk saling memperkaya.
Hari raya idul fitri juga tidak didapatkan di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi. Di sini, idul adha adalah hari raya yang memiliki pengaruh sangat besar. Sebab di hari raya ini, terjadi upacara haji yang luar biasa. Pada hari raya haji ini seluruh jamaah haji memenuhi tanah suci, Makkah al Mukarromah, sehingga Saudi Arabia menjadi pusat ritual haji dimaksud.
Jadi, hari raya Idul fitri adalah peristiwa biasa saja dan hanya menjadi momen untuk melakukan ibadah sunnah idul fitri. Hal ini berbeda dengan tradisi lebaran di Indonesia yang memiliki kekhasan tersendiri. Hari raya idul fitri jauh lebih ramai, sebab juga diramaikan dengan acara kunjungan dari rumah ke rumah atau halal bil halal.
Tradisi halal bil halal inilah menjadi kekhasan dari hari raya idul fitri di Indonesia. Melalui acara kunjungan rumah ke rumah, dari yang muda ke yang tua, dari anak ke orang tua dan sanak kerabat sesungguhnya menjadi bagian dari implementasi amalan silaturrahmi. Kunjungan rumah yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia merupakan gambaran bagaimana masyarakat ini melakukan amalan keislaman dalam coraknya yang khas.
Jadi sesungguhnya masyarakat ini memiliki potensi dan tradisi yang sangat menjunjung tinggi persaudaraan atau ukhuwah Islamiyah dan bahkan juga ukhuwah basyariyah. Jika kemudian mereka berubah dari potensi dan tradisinya ini, maka sebenarnya tentu ada faktor eksternal yang menyebabkannya. Faktor inilah yang harus direduksi sekuat tenaga sehingga tidak akan mengganggu keislaman masyarakat Indonesia yang rahmatan lil alamin.
Wallahu a’lam bi al shawab.

PERBEDAAN HARI RAYA ADALAH KEUNIKAN ISLAM INDONESIA

Saya memang bukan ahli hisab al hilal, sebab memang perangkat keilmuan saya tidak memadai untuk menjadi ahli hisab. Selama saya belajar di perguruan tinggi mulai dari Strata satu sampai strata tiga juga tidak ada yang terkait dengan ilmu rukyat al hilal apalagi hisab al hilal. Oleh karena itu, saya akan lebih suka untuk berkomentar dari sisi sosiologis saja tentang perbedaan hari raya (more..)

MENGEDEPANKAN TRADISI AKADEMIK

Sebagaimana telah saya tulis kemarin, bahwa mengembangkan tradisi akademik memang sulit. Saya kira hal ini dirasakan oleh siapa saja yang memiliki keinginan untuk mengembangkan tradisi akademik di perguruan tinggi. Sebagaimana tugas seorang pemimpin perguruan tinggi, maka tugas mengemban pengembangan kelembagaan dan akademik sekaligus memang menjadi kewajibannya.
Sebagai pemimpin perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa yang cukup besar dan dosen yang juga cukup banyak, maka tugas untuk pengembangan kelembagaan dan akademik tentu tidak bisa dihindari. Perlu kerja ekstra untuk pengembangan semua itu. Jika pengembangan fisik berhasil, maka yang kemudian menunggu adalah pengembangan tradisi akademik.
Untuk mengembangkan dunia akademik, maka tentunya dibutuhkan seperangkat instrumen. Misalnya adalah jurnal, ICT dan perangkat pengembangan lainnya. Jurnal sesungguhnya menjadi perangkat utama untuk pengembangan akademik. Bagi seorang dosen, maka jurnal adalah bagaikan teman karibnya. Dia akan merasakan sedih jika kemudian tidak bisa menerbitkan tulisannya di jurnal yang menjadi kebanggaannya. Dan sebaliknya akan sangat surprise jika tulisananya bisa dimuat di jurnal tersebut.
Saya menjadi teringat ketika pertama kali tulisan saya dimuat di jurnal IAIN Sunan Ampel pada tahun 1980-an. Maklumlah saat itu hanya ada satu jurnal di IAIN Sunan Ampel, sehingga juga hanya orang tertentu atau dosen tertentu saja yang bisa menulis di jurnal tersebut.
Kemudian juga ketika tulisan saya dimuat di beberapa harian, seperti Harian Duta Masyarakat, Harian Bangsa, Harian Jawa Pos, Kompas dan sebagaianya. Maka ada kebanggaan yang luar biasa. Rasanya ada sesuatu yang bisa saya berikan kepada orang lain. Apalagi jika tulisan tersebut direspon secara langsung oleh pembaca, misalnya melalui sms dan telpon. Begitulah kiranya perasaan yang dirasakan oleh penulis ketika tulisannya berhasil diterbitkan di media apapun.
Dosen adalah kata kunci pengembangan akademik di perguruan tinggi. Mengapa perguruan tinggi di Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan Bangladesh bisa memiliki rangking lebih baik dibandingkan dengan Indonesia, maka jawabannya disebabkan oleh dosen di sana memiliki antusiasme yang sangat kuat di bidang penulisan ilmiah. Tulisan tersebut kemudian dipublish di jurnal internasional, sehingga bisa diakses oleh masyarakat akademik internasional.
Di era pasca sertifikasi dosen, maka dosen memang harus menyebarkan gagasan akademiknya ke khalayak akademik maupun umum. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi dosen untuk tidak menulis sekarang ini. Itulah sebabnya dosen harus menyebarkan gagasannya lewat berbagai media yang ada.
Tentu saja sekarang kita bersyukur, sebab jumlah media yang luar biasa banyaknya. Di IAIN Sunan Ampel ada sebanyak 12 jurnal dan direncanakan setiap prodi memiliki jurnalnya sendiri, sehingg akan terdapat sebanyak 25 jurnal, belum lagi jurnal yang akan diterbitkan secara on line, sebagaimana dahulu pernah ada jurnal interaktif Tempo, yang hanya bisa dibaca lewat internet.
Seirama dengan program sertifikasi dosen dengan segenap kewajibannya, maka memang sudah menjadi kewajiban bagi pimpinan perguruan tinggi untuk menyediakan sarana yang berupa jurnal ilmiah agar dosen bisa menyebarkan gagasannya. Makanya perlu juga untuk mengembangkan jurnal interaktif agar semua dosen bisa menulis secara tepat waktu sesuai dengan tugasnya.
Ke depan kita sungguh mendambakan banyaknya dosen yang menulis di jurnal dan tidak hanya jurnal nasional akan tetapi juga jurnal internasional. Itulah sebabnya sudah kita jaring kerjasama internasional untuk penulisan di jurnal ilmiah. Jika semua ini bisa dilakukan, maka ke depan akan didapatkan tradisi akademik yang memadai.
Wallahu a’lam bi al shawab.

KEINGINAN MEMBANGUN TRADISI AKADEMIS

Sungguh bahwa menjadi pimpinan perguruan tinggi tidak hanya sekedar mengelola agar perguruan tinggi tersebut beroperasi sebagaimana adanya. Akan tetapi yang justru penting adalah membangun tradisi akademis yang unggul. Jadi kehebatan perguruan tinggi tentu tidak hanya dapat dilihat dari gedungnya yang megah akan tetapi juga bagaimana penampilan akademis perguruan tinggi tersebut dalam kancah pengembangan dunia ilmiah.
IAIN Sunan Ampel tentu diharapkan akan menjadi perguruan tinggi yang andal di dalam pengembangan fisiknya dan juga pengembangan akademisnya. Dan berdasarkan skema pengembangan fisik IAINyy Sunan Ampel, maka pengembangan fisik IAIN Sunan Ampel akan bisa terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Berdasarkan kerjasama dengan IDB, maka tahun 2014, sudah akan didapatkan perkembangan fisik yang sangat memadai. Melalui pengembangan fisik twin towers yang sudah diancangkan, maka tampilan fisik IAIN Sunan Ampel tentu sudah membanggakan.
Hanya saja hingga sekarang, saya belum melihat tanda-tanda ke arah pengembangan tradisi akademik. Pernah saya tulis di kolom lain bahwa saya mengagumit kawan-kawan Jakarta dalam beberapa hal yang bisa membangun tradisi akademik yang tidak putus-putusnya. Ada banyak kelompok diskusi yang bisa berdiri di tengah keterbatasan banyak hal.
Akan tetapi di Surabaya, khususnya di IAIN Sunan Ampel, saya belum melihat akan tumbuhnya tradisi akademis dimaksud. Dalam masa dua tahun saya memimpin lembaga ini, maka mengajak ke arah pengembangan tradisi akademis merupakan masalah yang sangat sulit.
Zubaidah Yusouf pernah di dalam salah satu kesempatan menyatakan bahwa di IAIN Sunan Ampel perlu ada semacam lembaga khusus yang memiliki fungsi sebagai senter untuk pengembangan islamic studies interdisipliner. Pemikiran ini saya kira benar, sebab memang selama ini belum ada suatu lembaga khusus yang mengurus persoalan tersebuyt. Sesuai dengan perbincangan tersebut, maka hendaknya dibentuk Twin Towers Center, yang akan menjadi lembaga yang akan menggodok pengembangan integrasi ilmu di IAIN Sunan Ampel. Apalagi IAIN Sunan Ampel akan berkonversi ke UIN sehingga mutlak diperlukan arah baru pengembangan relasi keilmuan tersebut.
Di dalam mengelola lembaga pendidikan tinggi memang diperlukan pikiran-pikiran kritis yang datang dari mana saja. Pikiran orang di luar lembaga ini sangat penting sebab dalam banyak hal ternyata sangat orisinal dan tidak terkait dengan kepentingan atau politik akademik. Kita perlu mengadopsi pikiran dari luar sebagai inspirasi dan sensitiitas di dalam pengembangan kelembagaan, termasuk pengembangan akademik. Itulah sebabnya kami sangat terbuka terhadap pikirah untuk pengembangan lembaga dari manapun datangnya.
Pemikiran tentang pengembangan pusat kajian yang terfokus untuk mengembangakan identitas akademik IAIN Sunan Ampel tentu sangat penting. Jika integrated twin tower sudah menjadi ciri khas simbolik keilmuan di IAIN Sunan Ampel, maka sudah sangat wajar jika kemudian ditindaklanjuti dengan mengembangkan pusat kajian tersebut.
Membentuk lembaga tentu saja membutuhkan perangkat SDM yang memadai. Dan inilah kesulitan yang sesungguhnya saya hadapi. Memang banyak SDM di IAIN Sunan Ampel yang secara akademik sangat memadai. Hanya saja banyak yang tidak care tentang pengembangan akademik ini. Akibatnya, ketika lembaga itu dibentuk, maka yang terjadi adalah kekosongan aktivitas akademisnya.
Namun demikian, saya tentu tetap berharap bahwa pada tahun-tahun berikutnya akan didapatkan rasa memiliki pengembangan dan tradisi akademik di kalangan dosen, khususnya para dosen muda, sehingga keinginan untuk menjadikan IAIN Sunan Ampel sebagai pusat keunggulan akan bisa dicapai.
Wallahu a’lam bi al shawab.