Di dalam kerangka untuk memenuhi tuntutan reformasi birokrasi, maka semua institusi pemerintahan harus memiliki standart operating procedure (SOP). Bagi institusi pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan publik, maka ukuran standar pelayanan birokrasi harus dibakukan. Makanya, IAIN Sunan Ampel menyelenggarakan acara “Pelatihan Perumusan SOP” di Batu Malang, 27-30 Nopember 2011.
Sebagaimana diketahui bahwa untuk reformasi birokrasi, maka yang dibutuhkan adalah kualitas pelayanan publik yang semakin baik. Lalu apa ukuran untuk menentukan pelayanan yang baik tersebut? Salah satunya adalah melalui penerbitan SOP yang baku dan telah menjadi bagian dati kehidupan birokrasi tersebut.
Dewasa ini kita sedang berada di dalam nuansa keterbukaan yang luar biasa. Stakeholder atau pelanggan kita bisa komplain kapan saja. Dengan semakin canggihnya teknologi informasi, maka orang bisa komplain hanya dengan sms. Orang dengan mudah melakukan keluhan terjait dengan pelayanan publik yang kita berikan. Itulah sebabnya, maka pembefian pelayanan prima adalah mutlak adanya.
Berdasarkan pengaduan itulah maka akan diketahui bahwa ada sesuatu yang salah di dalam pelayanan publik yang kita lakukan. Melalui keneradaan SOP ini, maka seorang pegawai akan tahu persis apakah pelayanan yang dilakukan sudah sesuai dengan standart yang seharusnya dilakukan. Selain itu jiga dengan SOP maka juga ada jaminan bahwa kita sudah bekerja secara benar atau tidak.
Jika di dalam suatu lembaga pemerintahan yang memiliki fungsi pelayanan publik, maka keberadaan SOP akan dapat melindunginya dari tuntutan hukum bagi yang mempermasalahkan. Akan tetapi tentu saja adalah bahwa pelaksanaan pekerjaan sudah sesuai dengan SOP atau belum. Di era orde reformasi ini, maka semua bersda di adalam keterbukaan. Oleh karena itu, maka keterbukaan pelayanan juga dituntut oleh masyarakat.
Salah satu di antara peran penting dari birokrasi adalah pelayanan publik tersebut. Dan perbaikan pelayanan publik merupakan wujud dari clean government dan good governance. Untuk mencapai hal ini, maka yang diperlukan adalah bagaimana mewujudkannya. Yaitu melalui kepemimpinan yang visioner. Kepemimpinan visioner dipahami sebagai kepemimpinan yang memiliki pandangan ke depan tentang bagaimana lembaga atau institusi yang dipimpinnya pada tahun mendatang. Pemimpin yang tidak berpikir business as usual. Tetapi selalu berpikir tentang bagaimana pengembangan demi pengembangan bagi lembaganya akan terus berlangsung.
Di dalam hal ini, maka seorang pemimpin bukan hanya duduk di mejanya untuk menunggu orang datang menjemputnya dan membawa proyek padanya. Akan tetapi terus menerus bergerak, yang kadang kencang, kadang lamban sesuai dengan irama scenario planning yang dirumuskan dan disepakatinya.
Kapasitas kepemimpinan yang kuat tentu akan menentukan terhadap jalannya roda birokrasi dan gerakan aparat yang lincah. Hanya sayangnya bahwa aparat birokrasi di dalam banyak hal belum mendukung terhadap kepentingan pengembangan yang sesungguhnya. Saya kira ada relevansi antara pemetaan kapasitas aparat pemerintah yang hanya sebesar 30 persen dalam skala nasional maupun lokal.
Oleh karena itu, penetapan standart Operating Procedure menjadi sangat penting di tengah keinginan untuk membangun birokrasi pemerintahan yang berselaras dengan tujuan pelayanan publik dan kepuasan pelanggan.
Jika IAIN Sunan Ampel ingin menjadi lembaga yang disegani, berkualitas dan berdaya saing pada tahun 2020, maka penetapan standart operating procedure merupakan langkah mutlak yang diperlukan. Dan sudah saatnya kita melakukan yang terbaik bagi institusi di mana kita hidup dan berkarya.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Peringatan hari guru ke 66 memang baru saja berlalu. Di Jawa Timur diperingati di Kabupaten Pamekasan. Sayangnya saya tidak bisa hadir pada puncak acara itu, sebab ada acara di Jakarta yang juga tidak kalah pentingnya yaitu menghadiri acara Start Up Workshop program IDB di Hotel Le Grandeaur, Mangga Dua Jakarta. Jadi saya tidak bisa hadir pada acara penting yang dihadiri oleh Pak Gubernur ini.
Ketika perang dunia ke dua usai dan Jepang kalah total, maka Jepang menjadi luluh lantak. Nagasaki dan Hiroshima rata dengan tanah dan penduduknya berkalang tanah. Dalam satu kesempatan, Kaisar Jepang bertanya ” masih ada berapakah guru yang masih hidup”. Sebuah pertanyaan yang sederhana, akan tetapi memiliki kandungan makna yang luar biasa. Dan dari sinilah kemudian dikenal membangun Jepang yang dikonsepsikan sebagai restorasi Meiyi.
Guru memang garda depan pembangunan bangsa. Guru adalah orang yang memiliki dedikasi di dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM). Melalui guru maka masyarakat memperoleh sejumlah pengetahuan yang memadai sebagai bekal kehidupannya. Jadi, melalui sentuhan guru maka manusia akan menjadi manusia.
Di dalam konsepsi Jawa, guru adalah digugu lan ditiru. Artinya bahwa guru adalah tauladan dan contoh. Tauladan di dalam tindakan dan contoh di dalam perbuatan. Makanya seorang guru menempati strata sosial yang tinggi sebab memiliki fungsi sosial sebagai teladan dan fungsi sebagai tranformer ilmu pengetahuan. Di masa lalu guru adalah orang yang sangat dihormati dalam jajaran relasi sosial di masyarakat.
Zaman memang terus berubah. Demikian pula lembaga pendidikan dengan guru sebagai pilar pendidikan. Perubahan sosial adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa ditolak. Ia akan terus mengejar bahkan mendahului kita. Makanya guru juga harus memiliki tidak hanya sikap responsif terhadap perubahan zaman akan tetapi juga antisipatif.
Beberapa hari yang lalu, 26/11/2011, saya bersama anggota DPD, Prof. Dr. Hj. Istibsyaroh, SH, MA melakukan dialog di TVRI seputar pendidikan. Ada sebuah pertanyaan menarik tentang relasi antara pendidikan dan ketenagakerjaan. Pertanyaan ini menarik terkait dengan kesenjangan antara dunia pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja. Saya nyatakan bahwa lembaga pendidikan di Indonesia ini harus direformasi dalam pengertian untuk menemukan relevansi antara out put pendidikan dengan dunia kerja.
Bagi saya, secara konseptual bahwa semakin baik kualitas pendidikan, maka akan semakin baik kualitas tenaga kerja dan implikasinya juga akan semakin baik kualitas kesejahtaraannya. Hanya sayangnya bahwa kualitas pendidikan kita masih jauh dari memuaskan. Sebab masih ada di dalam kisaran 69 di tingkat dunia. Hal ini disebabkan masih adanya kesenjangan antara satu wilayah dengan wilayah lain di dalam program pendidikan dan juga lama pendidikan warga masyarakat yang masih rendah.
Jika kita berbicara tentang kualitas pendidikan, maka yang menjadi sorotan utama adalah kualitas guru atau tenaga pendidik. Bagaimanapun juga bahwa guru adalah pemegang kunci keberhasilan pendidikan. Hingga saat ini, saya masih sampai pada kesimpulan bahwa guru, dosen atau tenaga pendidik adalah pemegang kunci keberhasilan pendidikan.
Guru atau dosen yang baik akan menghasilkan outcome pendidikan yang baik. Dan sebaliknya, guru yang yang kurang berkualitas juga akan menghasilkan outcome pendidikan yang kurang berkualitas. Saya masih menganut mazhab lama yang menyatakan bahwa guru adalah kata kunci pendidikan. Jadi meskipun sudah ada teknologi informasi untuk kepentingan pendidikan, akan tetapi hal itu tidak akan bisa menggantikan posisi guru. Pendidikan tanpa guru akan kehilangan misteri sentuhan moralitas dan karakternya.
Makanya, di hari guru itu yang terpenting adalah bagaimana kembali merevitalisai peran guru di dalam proses pembelajaran, sehingga guru akan tetap dalam kapasitasnya sebagai pendidik yang mengembangkan tidak hanya kecerdasan akal, akan tetapi juga kecerdasan emosional dan spiritual.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Sebagaimana biasa bahwa untuk membunuh waktu ketika di pesawat, saya sempatkan untuk membaca koran. Ketepatan harian Kompas (26/11/2011) memuat tulisan yang menarik, yaitu tulisan Jakob Sumardjo tentang Nafsu Berkuasa. Dia mengutip sajak Peter Meinke, “libido ergo sum” atau “aku punya nafsu maka aku ada.” Ya, aku ada karena aku memiliki libido. Begitulah kira-kira tafsirannya.
Dunia ini memang menjadi ramai karena adanya nafsu. Bisa nafsu apa saja. Nafsu makan, nafsu minum, nafsu kaya dan juga nafsu berkuasa. Orang Jawa mengajarkan agar di dalam kehidupan ini menghindari lima nafsu, yaitu meminum minuman keras, bermain judi, bermain perempuan, mencuri, dan bermabuk-mabukan. Di dalam bahasa Jawa disebut sebagai molimo, yaitu main, madat, madon, maling lan minum. Nafsu ini yang di dalam banyak hal mengarahkan kepada tindakan yang tidak bermanfaat bahkan menghancurkan.
Hampir seluruh nafsu itu melibatkan orang lain. Artinya bahwa nafsu selalu berurusan dengan orang lain, sebab nafsu selalu mengarahkan orang kepada tindakan yang terkait dengan manusia lainnya. Suatu contoh, tentang meminum minuman keras, maka pastilah melibatkan lainnya. Ada konsumen ada produk. Jadi selama masih ada orang yang suka meminum minuman keras, maka pasti ada yang memproduknya.
Ada sebuah cerita yang dilansir dari konsepsi keagamaan (cerita tentang Malaikat Harut dan Marut), bahwa suatu ketika ada Malaikat yang menjelekkan perilaku manusia, maka oleh Tuhan, Malaikat tersebut lalu diturunkan ke dunia dan diberilah sifat kemanusiaan. Maka, mula-mula dia bertindak yang sangat baik sampai suatu ketika datang godaan untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji. Ada sejumlah tawaran untuk melakukan tindakan yang menyimpang. Maka semua ditolaknya. Begitu kuatnya godaan itu, maka akhirnya dipilihlah yang paling kecil madharatnya. Dia pilih meminum minuman keras. Maka akhirnya mabuklah dia dan tindakan terlarang pun dilakukannya. Di akhir episode kemudian dia bertobat dan tobatnya diterima Tuhannya.
Cerita ini menggambarkan betapa besarnya pengaruh nafsu terhadap diri manusia. Itulah sebabnya al Qur’an menyatakan “sesungguhnya nafsu mengarahkan tindakan ke arah keburukan”. Libido atau nafsu akan mengarahkan manusia kepada jurang tindakan yang menyesatkan. Ada banyak kasus yang melibatkan relasi antara nafsu dengan kegagalan di dalam kehidupan.
Yang menakutkan adalah nafsu kuasa. Sebab nafsu kuasa adalah ranah pelayanan publik, yang bisa berakibat terhadap umat atau masyarakat. Nafsu kuasa itu pernah ditampilkan oleh Firaun dalam sejarah kehidupan manusia. Nafsu kuasanya yang demikian tinggi, maka sampai memaksa rakyatnya untuk menyembahnya sebagai Tuhan. Dan sebagai konsekuensinya, maka siapa yang menolaknya dianggap sebagai musuhnya dan harus dihancurkannya.
Nafsu kuasa sungguh dahsyat pengaruhnya sebab menyangkut penguasaan atas semua sumber daya. Jika seseorang memiliki nafsu kuasa, maka di dalam darahnya hanya ada satu kata “hancurkan yang akan menghalanginya”. Maka di mana-mana setiap perebutan kekuasaan selalu menyertakan tumpahnya darah di bumi pertiwi. Jika tidak itu yang dilakukan, maka dipilihlah pembunuhan karakter. Orang menghalalkan segala cara untuk memenuhi hasrat kekuasaannya.
Di dalam dunia hasrat kekuasaan, maka yang menjadi pesaingnya adalah musuhnya. Dan terkadang agama juga hanya menjadi lapisan tipis ketika berhadapan dengan nafsu kuasa. Artinya, agama yang sesungguhnya berbalut moral akan berada di pinggiran ketika berhadapan dengan dunia kekuasaan yang penuh konfliktual.
Machiavelli pernah menyatakan bahwa tujuan menghalalkan segala cara. Ini adalah kalimat sindiran di dalam dunia kekuasaan yang memang menghalalkan semua cara untuk memperolehnya. Jika orang bertujuan untuk berkuasa, maka semua cara akan ditempuhnya. Tidak ada yang haram semuanya halal.
Libido kekuasaan inilah yang sering kemudian menghancurkan peradaban. Oleh karena itu jika ada orang yang libido kuasanya sangat besar tentu harus direduksi dengan cara yang beradab. Sambil terus didoakan agar yang bersangkutan memperoleh hidayah dari Allah swt agar kembali ke jalan yang benar.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Sudah sering saya nyatakan bahwa pengembangan PTAIN dalam bidang fisik, akan mengalami kelambatan yang luar biasa yang disebabkan oleh keterbatasan anggaran. Maka, sekali waktu tengoklah UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, UIN Malang, UIN Riau, UIN Makasar dan sebentar lagi UIN Bandung, maka kita akan merasakan kekaguman tentang kemajuan pengembangan fisik dimaksud.
Mungkin tidak usah datang ke lokasi, cukup dengan melihat profile di websitenya, maka akan diketahui bagaimana kemajuan pengembangan fisik perguruan tinggi tersebut. Bagi PTAIN yang belum maju, maka kita cukup menyatakan “masyaallah” karena kita harus mengagumi hal tersebut.
Sebagai orang beragama, kita juga yakin bahwa keberhasilan pengembangan fisik UIN tersebut bukan semata datang dari langit, akan tetapi juga karena usaha mati-matian yang dilakukan oleh pimpinannya dengan dibantu oleh kebersamaan stafnya yang luar biasa. Berkali-kali saya nyatakan bahwa sebenarnya kita itu “bisa” untuk mencapai sesuatu dengan kebersamaan, hanya saja bahwa kita itu sulit untuk bersama.
Jika IAIN Sunan Ampel sekarang ini sudah dipastikan memperoleh proyek pengembangan kampus senilai 42 juta dollar Amerika, maka tentu saja hal tersebut juga bukan datang dari langit atau diberi begitu saja, akan tetapi melalui usaha yang sungguh-sungguh. Naik ojek pakai jas lengkap, mengejar taksi di tengah hujan bersama Ibu Andri, negosiasi hampir setiap minggu, mendatangkan pejabat yang berkompeten, dan sebagainya adalah sesuatu yang mutlak dilakukan. Jadi seorang pemimpin tidak hanya duduk di kantor sambil menunggu proyek-proyek mendatanginya.
Itulah sebabnya seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk negosiasi dan visi ke depan. Saya teringat kepada pesan Pak Imam Suprayogo yang menyatakan bahwa pemimpin perguruan tinggi itu harus memiliki kemampuan membangun jaringan komunikasi yang baik dengan semua elemen baik internal maupun eksternal. Dan untuk mengembangkan fisik yang ekselen melalui PHLN, maka tentu dibutuhkan kemampuan komunikasi yang baik dengan semua pengambil kebijakan. Tentu saja didukung oleh kelayakan yang memadai untuk memperoleh skema loan dari PHLN.
Minggu ini sungguh hari yang sangat membahagiakan bagi saya khususnya dan warga IAIN Sunan Ampel pada umumnya, sebab pada minggu inilah saat dimulainya program IDB untuk IAIN Sunan Ampel melalui program Start Up Workshop. Jika ada warga IAIN Sunan Ampel yang kurang atau tidak bahagia, maka sesungguhnya kita bisa bertanya apakah orang itu memiliki concern bagi kemajuan IAIN Sunan Ampel atau tidak. Tetapi saya yakin bahwa semua warga IAIN Sunan Ampel pasti akan merasa gembira.
Sekarang ini jalan lempang untuk pengembangan sarana dan prasarana serta infrastruktur bagi IAIN Sunan Ampel sudah jelas posisinya. Program pengembangan IAIN Sunan Ampel sudah akan running dalam hitungan bulan. Oleh karena itu marilah kita sambut kedatangannya dengan kerja keras dan kebersamaan.
Kita mesti ingat terhadap nilai dasar yang akan terus kita kembangkan sebagai lembaga pendidikan tinggi, yaitu: 1) nilai kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas. 2) nilai soliditas kelompok. 3) nilai pelayanan berbasis kepuasan pelanggan. 4) nilai manajemen berbasis mutu dan 5) moralitas yang kuat.
Dengan demikian, di tengah keinginan untuk melakukan perubahan yang terus terjadi, maka menjadi aib jika IAIN Sunan Ampel juga tidak berubah. Semoga perubahan demi perubahan ini akan selalu fungsional bagi masyarakat secara luas.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Saya harus bersyukur kepada Allah swt, sebab pada hari Rabo sampai Sabtu, 23-26 Nopember 2011 bisa dilaksanakan acara Joint Star Up Workshop Islamic Development Bank (IDB) dengan tiga universitas, yaitu IAIN Sunan Ampel, Universitas Negeri Semarang dan Universitas Negeri Padang. Acara ini sangat penting bagi tiga universitas ini dalam rangka kerjasama untuk pembangunan kampus melalui skema IDB. Hadir di dalam acara ini adalah Dr. Abdi Abdillahi dari IDB dan Dr. Razak Ratne, serta Dr. Makhlani dari Representatif IDB Indonesia.
Mengapa hal itu harus dilakukan? Sebab dengan pelaksanaan Start Up Workshop yang diselenggaakan ini, maka berarti bahwa loan dari IDB ini akan segera diluncurkan. Dan sebagaimana diketahui bahwa loan itu sangat strategis di dalam kerangka pembangunan kampus. Melalui start up workshop yang diselenggarakan ini berarti bahwa pelaksanaan pembangunan IDB sudah akan berlangsung.
Sebagaimana sering saya nyatakan bahwa salah satu cara untuk mempercepat pembangunan kampus adalah salah satunya melalui skema loan IDB. Melalui skema IDB loan, maka jangka waktu pembangunan kampus akan dapat dipangkas secara signifikan. Tanpa skema IDB loan, maka pembangunan PT akan memakan waktu selama 35 tahun, dan dengan skema IBD loan, maka akan dapat dipangkas menjadi empat tahun. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa anggaran pembangunan fisik, khususnya untuk IAIN Sunan Ampel, hanya memperoleh dana sebesar 10 milyar. Maka jika kita akan membangun kampus dengan anggaran 350 milyar, maka tentu membutuhkan waktu 35 tahun.
Workshop ini diselenggarakan dalam kerangka untuk menyamakan visi tentang pelaksanaan pembangunan yang didanai oleh PHLN. Penyamaan visi ini tentu saja sangat penting sebab tentu ada beberapa hal yang harus disamakan terkait dengan pembangunan yang didanai oleh PHLN. Sebagaimana diketahui bahwa ada beberapa regulasi yang terkait dengan pembangunan yang didanai oleh dana luar negeri dengan pembangunan yang didanai oleh dana APBN.
Workshop ini merupakan langkah awal tentang pelaksanaan pembangunan berbasis pada pembiayaan luar negeri. Yang jelas bahwa melalui start up workshop ini, maka dapat dipastikan bahwa pembangunan melalui skema ini dipastikan akan running. Selama ini kita memang menunggu tentang pelaksanaan workshop ini. Jika dihitung dari penandatangan MoU antara Government of Indonesia dengan IDB, maka jadwal waktu yang dibutuhkan adalah selama tiga bulan. Saya kira waktu yang cukup lama, sebab memang kita sangat berharap bahwa program IDB akan segera running.
Program Start Up Workshop sesungguhnya merupakan wadah agar pelaksanaan pembangunan melalui dana loan luar negeri akan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu selain membahas tentang jadwal pelaksanaan program IDB juga membahas tentang perbedaan antara regulasi IDB atau IDB Guide Line dengan Regulasi pemerintah, di dalam hal ini adalah Perpres no 54 Tahun 2010.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Abdi Abdillahi bahwa sejauh yang bisa dilakukan adalah membangun harmonisasi antara dua payung regulasi ini. Jika terjadi perbedaan, misalnya di dalam procurement, maka harus dinegosiasikan area yang berbeda tersebut dan kemudian disepakati mana yang akan dipakai.
Sebagai program awal untuk menyamakan visi, maka yang lebih banyak memang membicarakan tentang penjadwalan proyek, misalnya kapan DED dilaksanakan, kapan tender konstrukai dan pengadaan barang dilaksanakan dan sebagainya.
Tetapi di atas itu semua, saya merasakan bahwa melalui pelaksanaan Start Up Workshop ini, maka usaha bertahun-tahun yang kita lakukan telah memperoleh hasil yang memadai. Itulah sebabnya di awal saya nyatakan bahwa sudah sepatutnya jika kita semua bersyukur kepada Allah swt atas kenyataan ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.