TRADISI RIYAYAN (2)
Salah satu keunikan hari raya Idul fitri di Indonesia adalah yang disebut dalam bahasa Jawa sebagai riyayan. Di dalam bahasa Indonesia disebut sebagai hari raya. Tradisi ini saya kira adalah tradisi khas Indonesia dan tidak didapati di wilayah Islam di timur tengah. Kiranya tradisi riyayan adalah tradisi yang hanya berkembang di Indonesia dan menjadi khazanah budaya Indonesia.
Itulah sebabnya tradisi ini merupakan tradisi yang sangat khusus dan menjadi bagian dari sistem pengetahuan dan sistem tindakan dari masyarakat Indonesia secara umum, dan khususnya masyarakat Islam. Tradisi yang disebut sebagai halal bil halal merupakan tradisi yang secara khusus hidup dan berkembang pada masyarakat Indonesia, tradisi ini bukan lagi sebagai tradisi eksklusif umat Islam akan tetapi telah menjadi bagian dari budaya Indonesia.
Suatu kenyataan bahwa antara shalat Idul fitri, halal bil halal dan tradisi lokal adalah satu rangkaian upacara yang tidak hanya sebagai ungkapan jalinan antara manusia dengan Tuhan melalui shalat lalu jalinan hubungan antara manusia dengan manusia melalui halal bil halal tersebut. Jadi tradisi riyayan tidak hanya menjadi instrumen bagi jalinan hubungan sesama manusia saja, akan tetapi juga menjadi tradisi yang sarat dengan eksistensi relasi dengan Tuhan. Dari sisi tradisi lokalnya bahwa tradisi ini merupakan perpanjangan dari tradisi kunjungan rumah atau silaturahmi berbasis tradisi lokal. Oleh karena itu, pantaslah kalau dinyatakan bahwa tradisi riyayan adalah tradisi khas masyarakat Indonesia.
Masyarakat Indonesia memang dikenal sebagai masyarakat paguyuban. Meskipun ditengarahi telah terjadi pergeseran yang kuat terkait dengan konsep paguyuban tersebut dan beralih ke masyarakat patembayan, akan tetapi sesungguhnya basis dasar tradisi paguyuban tidaklah total berubah. Artinya, bahwa meskipun tampak dilihat telah terjadi perubahan yang drastis terkait dengan kompetisi ini, namun sesungguhnya budaya dalamnya tidaklah berubah secara mendasar. Menggunakan konsepsi keajegan dan perubahan, maka yang berubah hanyalah faktor luarnya saja, akan tetapi faktor dalamnya tidaklah berubah.
Di antara yang saya sebut sebagai inti atau budaya dalamnya adalah pola bagi tindakan untuk melakukan halal bil halal ini. Untuk melakukan halal bihalal tentunya dipandu oleh konsep dasar tentang silaturahmi. Ada banyak ayat AL Quran atau hadits Nabi Muhammad saw yang telah bertahan-tahun menjadi panduan bagi tindakan masyarakat Islam di dalam melaksanakan upacara halal bihalal.
Bagi saya rasanya memang menjadi indah bagi sebuah masyarakat yang di dalamnya terdapat tradisi saling berkunjung dari rumah ke rumah. Sungguh indah kiranya kala mereka datang ke rumah rumah dan ungkapan yang muncul adalah maafkan kami kalau ada kesalahan baik yang disengaja atau tidak. Jika ini memang menjadi pola bagi tindakan masyarakat Indonesia, maka semestinya momentum riyayan bisa mereduksi terhadap konflik horisontal yang terkadang terjadi pada masyarakat kita.
Oleh karena itu, momentum halal bil halal akan dapat menjadi instrumen untuk saling memaafkan antara satu dengan lainnya dalam bingkai persahabatan, persaudaraan dan perkawanan yang sangat berarti. Makna halal bil halal sebenarnya adalah pada kesalingpahaman untuk saling memaafkan tersebut. Makanya, sesungguhnya masyarakat Indonesia memiliki fondasi yang kuat untuk membangun budaya kebersamaan berbasis pada pemahaman religius yang baik.
Manusia memang memiliki kebutuhan sosial yang hal itu hanya dapat dipenuhi melalui relasi antar manusia atau masyarakat. Ada kebutuhan bergaul, kebutuhan berkawan, kebutuhan ekonomi, kebutuhan politik, kebutuhan pendidikan dan sebagainya yang hal itu hanya dapat dipenuhi jika manusia dan masyarakat memiliki relasi relasi sosial.
Tidak ada manusia yang bisa memenuhi hasrat kemanusiaannya dengan dirinya sendiri. Dia pasti membutuhkan orang lain atau bantuan orang lain. Di dalam mekanismenya mengenai berhubungan dengan manusia lain tersebut maka dimungkinkan terjadi masalah yang berupa kekhilafan atau kesalahan. Makanya, tradisi riyayan melalui upacara halal bihalal dapat menjadi sarana untuk menyelesaikannya.
Makanya, tradisi riyayan akan dapat menjadi momentum penting bagi rekonsiliasi, perundingan, negosiasi dan sebagainya dalam kerangka untuk saling memaafkan.
Dengan demikian, tradisi khas Indonesia ini memiliki makna penting di tengah kancah pergaulan antar sesama manusia yang memang memiliki kebutuhan sosial
Jadi sudah pantas jika kita berbangga bahwa ada suatu tradisi yang kemudian menyediakan bagi warga budaya tersebut untuk saling memahami dan memaafkan.
Wallahualam bisshawab.
KURIKULUM 2013
Kurikulum 2013 memang harus dilaksanakan. Tidak ada kata berhenti. Itulah kira-kira pesan Wapres dalam acara pertemuan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama dan pejabat eselon I dari berbagai kementerian terkait dengan implementasi kurikulum 2013. Memang akhirnya kurikulumn2013 memang dilaksanakan meskipun tidak sebagaimana yang diancangkan semula. Bahkan Kementerian agama akhirnya juga harus memilih untuk melaksanakan kurukulum 2013 meskipun pada tahun ini baru pada tahap persiapan saja.
Sebagaimana diketahui bahwa sebagai penyelenggara pendidikan, maka kementerian agama tentu juga memiliki tugas untuk mengimplementasikan perubahan kurikulum pada tahun ini. Hanya saja bahwa sebagai akibat keterlambatan pengesahan anggaran, maka dana untuk implementasi kurikulum tersebut belum bisa dicairkan. Tentu saja terjadi keterlambatan di dalam pengimplementasian kurikulum dimaksud.
Namun demikian, dengan merancang penerapan kurikulum 2013 dengan mengimplementasikannya pada tahun 2014, maka saya kira akan lebih terencana secara memadai. Pada tahun ini, dengan demikian hanya akan dilaksanakan pelatihan-pelatihan buru saja, sehingga memang tahun ini digunakan secara memadai untuk persiapan implementasi kurikulum tersebut.
Perubahan kurikulum tentu tidak sama dengan perubahan sosial lainnya. Di dalam perubahan kurikulum tentu ada aspek yang sangat mendasar yaitu perubahan terencana dan sistemik. Disebut terencana sebab yang akan diubah adalah proses dan konten pendidikan serta out put dan out come pendidikan itu. Makanya, perubahan kurikulum merupakan sebuah usaha yang harus dilakukan secara hati-hati penuh dengan pertimbangan yang matang di dalam kerangka untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Sebagaimana yang sudah dinyatakan oleh menteri agama, selaku implementator perubahan kurikulum 2013 di lembaga pendidikan madrasah, maka tahun ini tentunya hanya akan digunakan untuk persiapan implementasi kurikulum saja. Penyiapan tenaga pendidik untuk kepentingan perubahan kurikulum ini tentu bukan sesuatu yang gampang.
Selama ini kritik yang banyak dilontarkan oleh para pakar pendidikan adalah terkait dengan penguasaan metodologi, dan isi kurikulum. Bahkan ada semacam statemen bahwa kurikulum boleh saja berubah tetapi yang diajarkan hanyalah hal-hal yang sudah dikuasainya. Jadi, perubahan hanyalah struktur depannya saja, akan tetapi struktur dalamnya tetap saja sebagaimana adanya.
Kurikulum oleh para ahli dinyatakan sebagai dokumen, artinya dia hanyalah benda mati yang untuk menghidupkannya dibutuhkan guru yang akan membawanya kepada kepentingan peningkatan kualitas pendidikan. Makanya, ketik para guru kemudian tidak berjaya untuk menghidupkan kurikulum tersebut di dalam ranah pengembangan kualitas pendidikan, maka dokumen itu juga hanya tinggal sebagai tumpukan kertas yang bertulis tanpa kehadiran makna substantifnya.
Untuk menghasilkan dokumen kurikulum tentu membutuhkan tenaga dan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu menjadi naif jika kurikulum yang dibuat dengan segenap kemampuan fisik, pemikiran dan anggaran tersebut kemudian tidakmdidayagunakan untuk kepentingan peningkatan mutu pendidikan.
Di dalam konteks inilah maka peran guru sebagai implementator kurikulum menjadi sangat urgen. Tanpa guru yang bagus tidak akan mungkin sebagus apapun kurikulum tersebut dapat menjadi instrumen bagi pengembangan kualitas anak didik. Guru adalah kata kunci keberhasilan pendidikan.
Penyiapan guru untuk kepentingan perubahan kurikulum 2013 dengan demikian menjadi sangat mendasar dan penting. Bukankah kritik selama ini terhadap pemberlakuan kurikulum 2013 adalah pada penyiapan para guru yang kurang maksimal. Pelatihan para guru dianggap sangat pendek, sehingga dikhawatirkan bahwa pengadaan guru para metode pembelajaran dan konten kurikulum kurang maksimal.
Melalui pendekatan yang disebut sebagai tematik integratif, maka sesungguhnya terdapat kerumitan yang cukup tinggi untuk mengimplementasikannya. Ada keluhan bahwa yang pendekatan tematik saja sulit apalagi ditambah dengan integratif.
Oleh karena itu sungguh-sungguh saya menginginkan agar persiapan implementasi kurikulum 2013 di kementerian agama yang tahun ini hanya pelatihan guru akan dapat dilaksanakan secara maksimal melalui pembacaan terhadap kritik yang diberikan oleh para ahli pendidikan kita.
Saya berkeinginan agar implementasi kurikulum 2013 dapat memenuhi tujuan mulia dibalik perubahan kurikulum ini, yaitu mencetak generasi emas Indonesia yang kelak akan menjadi pewaris dan penerus kemerdekaan negeri ini.
Wallahu alam bialshawab.
MASA DEPAN PTAI
Tanggal 30 Juli 2013 yang lalu di hotel Le Meridien diselenggarakan temu pakar pendidikan yang secara khusus membicarakan tentang bagaimana merumuskan rencana strategis pengembangan pendidikan tinggi Islam di Indonesia. Hadir di dalam pertemuan ini adalah Prof. Dr. Doddy Nandika, Prof. Dr. Imam Suprayogo, Prof. Dr. Azyumardi Azra, Prof. Dr. Amin Abdullah, Bahrul Hayat, PhD., Prof. Dr. Dede Rosyada, Jamhari, PhD., Dr. Mastuki, Dr. Muhammad Zen, Drs. Khoirani, MSi., Prof. Dr. Ishom, Drs. Aceng, MPd dan saya (Prof. Dr. Nur syam, MSi) yang berlaku sebagai moderator. Acara round table discussion ini memang didesain untuk membicarakan tentang masa depan PTAIN.
Saya menyampaikan tentang mengapa kita bertemu dan untuk apa kita bertemu. Di dalam forum ini memang dibicarakan tentang rencana strategis untuk 2015 sampai 2025. Secara umum saya sampaikan bahwa hingga tahun 2014, maka ada tiga aspek yang menyangkut rencana strategis kita yaitu: perluasan akses dan pemerataan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing serta peningkatan manajemen dan tata kelola. Oleh karena itu, Renstra PTAIN tahun berikutnya mestilah bergerak dari eksisting rencana strategis yang sudah ada tersebut. Dari aspek pengembangan kelembagaan, maka yang perlu dipikirkan adalah bagaimana meningkatkan status kelembagaan PTAIN, misalnya dengan memberikan peluang lebih besar kepada STAIN yang ada di ibukota provinsi untuk menjadi IAIN. Dan juga mempertimbangkan beberapa IAIN yang sudah siap secara akademik dan administratif untuk menjadi UIN. Kiranya memang diperlukan upaya agar perubahan status ini dipetakan di dalam tahun mendatang.
Bahrul hayat, yang juga menjabat sebagai sekretaris Jenderal kementerian agama juga menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman menyusun buku putih pengambangan pendidikan di kementerian pendidikan dan kebudayaan bahwa merumuskan Renstra tentu sangat penting. Ketika Prof. Dr. Bambang Sudibyo menjadi menteri, maka yang pertama dilihat adalah apakah ada rencana strategis pengembangan pendidikan dan ternyata hal tersebut telah dirumuskan oleh tim khusus yang membidani lahirnya rencana strategis tersebut. Makanya, Renstra itulah yang kemudian menjadi pijakan di dalam pengembangan pendidikan di Indonesia ketika beliau menjabat sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan.
Oleh karena itu, tim ini diharapkan akan dapat menghasilkan tentang formula bagaimana mengembangkan pendidikan tinggi Islam ke depan, sehingga siapapun menterinya yang akan datang akan mengacu kepada rencana strategis yang dihasilkan oleh tim ini.
Menurutnya, bahwa ada lima aspek yang terkait dengan Renstra, sebagaimana HELTs dulu dirumuskan adalah untuk meningkatkan competitiveness. Yang didalam hal ini adalah kompetisi kelembagaan, kompetisi SDM dosen, sarana prasarana dan keluaran pendidikan. Di tengah kompetisi ini maka perlu dirumuskan bagaimana pengambangan kelembagaan PTAIN agar bisa bersaing dengan lembaga pendidikan lain. Strategi pengembangan kelembagaan tersebut tentu harus diikuti dengan penguatan dosen dengan berbagai disiplinnya.
Yang juga menarik adalah ungkapan Prof. Azyumardi Azra. Beliau menyatakan bahwa PTAIN harus menjadi wadah bagi persemaian dan pengembangan tentang keislaman, keindonesiaan dan kemodernenan. PTAIn tentu diharapkan menjadi institusi yang ke depan akan terus berperan di dalam pengembangan Islam yang moderat, Islam yang berkeindonesiaan dan Islam yang moderen. Di dalam kerangka ini maka renstra tentunya diharapkan agar dapat menghasilkan alumni yang memiliki pengetahuan sikap dan tindakan yang geledah dengan upaya untuk membangun Islam dengan ciri yang khas tersebut.
Sedangkan Prof. Dody Nandika menyatakan bahwa Renstra bukan hanya kumpulan dokumen yang dibuat untuk kepentingan penyusunan program akan tetapi diharuskan ada rohnya atau semangat bagi pelaku pendidikan untuk terus mengupayakan perbaikan demi perbaikan. Di dalam konteks ini maka Renstra agar dapat menjadi panduan untuk melakukan perubahan secara akselerator berbasis ada semangat untuk berubah. Makanya ke depan harus diusahakan agar ada sekarang-kurangnya 10 PTAIN untuk menjadi research university. PTAIN tidak bisa hanya menjadi tempat basis belajar tanpa riset. Seharusnya setiap dosen harus mengembangkan pembelajaran berbasis pada riset yang dilakukannya. Maka yang menjadi pengungkit terbesar di dalam proses peningkatan kualitas PTAIn adalah dosen. SDM yang andal akan menjadi faktor utama di dalam pengembangan lembaga pendidikan.
Prof. Amin Abdullah menekankan pada pentingnya mengembangkan kepemimpinan pendidikan. Perguruan tinggi yang maju adalah pendidikan tinggi yang dipimpin oleh orang yang memiliki visi pengembangan pendidikan yang maju. Pendidikan tinggi yang maju adalah pendidikan tinggi yang para pemimpinnya memiliki semangat dan keinginan untuk menjadikan lembaga pendidikannya untuk terus berkembang dan menjadi ekselen. Makanya diperlukan semacam training kepemimpinan bagi para pimpinan pendidikan tinggi agar mereka memiliki mimpi untuk terus maju.
Memang untuk menjadi maju dibutuhkan beberapa faktor dan di antara faktor yang mendasar adalah kaitan sistemik antar pimpinan, kehebatan dosen, kekuatan lembaga, kelengkapan sarana prasarana dan out put pendidikan atau out come pendidikan yang sangat baik. Jika hal ini diperkuat, maka akan dihasilkan lembaga pendidikan tinggi yang unggul dan kompetitif.
Wallahualam bisshawab.
PTAIN BISA (2)
Satu hal yang sungguh saya kagumi dari Presiden SBY adalah ketenangan, kearifan dan kewibawaan beliau dalam bertutur kata, bersikap dan bertindak. Ungkapan yang beliau gunakan merupakan sesuatu yang sangat terukur, sistematis dan berbobot. Ungkapan tersebut meluncur dengan teratur, tidak tergesa-besar dan memiliki makna yang sangat mendalam. Beliau tidak hanya bertutur dengan menggunakan akal semata tetapi beliau berbicara dengan hati.
Sungguh beliau memiliki ketenangan jiwa yang baik dan kemampuan mengatur irama pembicaraan yang luar biasa. Beliau tidak berbicara dengan gaya berapi-api layaknya seorang orator, akan tetapi berbicara dengan nada yang lembut dan menggunakan sentuhan hati kepada para audiennya. Jarang ada pemimpin yang memiliki kelebihan dalam membangun komunikasi dengan akal dan sekaligus dengan hati seperti beliau.
Di dalam pertemuan dengan para rektor yang tergabung dalam Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (FPTAIN), saya menangkap kesan bagaimana beliau berbicara dengan hati tersebut. Meskipun banyak tuntutan yang disampaikan oleh para rektor, akan tetapi beliau menanggapinya dengan amat tenang, logis, sistematis dan berwibawa.
Beliau sampaikan bahwa PTAIN sesungguhnya diharapkan akan dapat menjadi lokomotif bagi pembangunan bangsa. PTAIN dengan kajian-kajian keagamaannya, sesungguhnya bisa menjadi pendorong bagi kemajuan umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. PTAIN telah memiliki peran yang sangat penting bagi pemahaman keberagamaan yang rahmatan lil alamin. Islam yang tidak hanya bermanfaat bagi umat islam saja akan tetapi juga umat manusia. Secara historis bahwa PTAIN sudah memberikan kontribusi yang sangat nyata bagi pembangunan kehidupan keberagamaan di Indonesia ini.
Beliau menyatakan bahwa PTAIN harus menjadi tempat belajar bagi anak-anak Indonesia dan bahkan menjadi tempat belajar agama Islam dan juga ilmu lainnya oleh masyarakat dunia. Ke depan kita berharap agar untuk belajar ilmu agama dan lainnya tidak usah keluar negeri, akan tetapi cukup di dalam negeri saja. Kita menyayangkan bahwa ada banyak anak-anak kita yang belajar di timur tengah, kemudian mereka terlibat secara politik. Mereka ikut angkat senjata dalam peperangan yang terjadi di sana. Harapan orang tua bahwa mereka mengirimkan anaknya untuk belajar di luar negeri untuk memperoleh ilmu pengetahuan akan tetapi sebaliknya justru menghasilkan orang yang radikal dalam beragama. Kita semua tidak berharap bahwa mereka yang belajar di timur tengah kemudian menjadi agen yang akan mengembangkan agama yang radikal ini. Oleh karena itu diharapkan bahwa pemberian visa bagi mereka yang akan belajar keluar negeri agar memperhatikan terhadap isu radikalisme ini, sehingga mereka yang kita kirim belajar ke luar negeri adalah benar- benar untuk mencari ilmu dan bukan untuk terlibat di dalam politik di negara di mana tempatnya belajar.
Sekarang ini ada banyak orang yang tidak bisa bersyukur. Kita seharusnya mensyukuri tentang kemajuan demi kemajuan yang kita peroleh. Sebagai bangsa kita tentu saja merasakan bahwa ada perkembangan yang menarik akhir-akhir ini dimana Islam, demokrasi dan kemodernenan itu bisa berseiring jalan. Demokrasi kita semakin baik seirama dengan peningkatan ekonomi rakyat. Peningkatan kualitas demokrasi, peningkatan ekonomi makro itu bukan kita sendiri yang mengakui akan tetapi adalah pengakuan internasional. Kita sudah masuk negara-negara yang secara ekonomi menjadi tumpuan dunia, karena kita telah menjadi anggota G 20 dan menurut para pakar ekonomi kalau kita bisa mempertahankannya maka sekian tahun ke depan kita bisa masuk 10 negara dengan perkembangan ekonomi paling baik.
Oleh karena itu tentu kita harus bersyukur atas semua ini. Perjalanan sejarah bangsa ini masih panjang dan yang harus mengisi kemerdekaan ini juga kita semua. Makanya, ada kemajuan yang harus kita syukuri akan tetapi juga ada yang belum tercapai. Kita tidak tinggal diam dan kita akan terus bekerja keras agar perbaikan demi perbaikan terhadap yang masih belum sempurna tersebut dapat kita benahi.
Di bulan puasa seperti ini, kita menjadi sedih melihat kaum muslimin di tempat lain masih menderita. Di Mesir, Libya, Yaman, Irak dan negara-negara teluk lainnya masih dilanda ketidakmenentuan. Tentu saja puasa mereka menjadi terganggu. Ibadah mereka menjadi kurang khusyuk. Marilah kita bandingkan dengan keadaan di Indonesia, yang dalam keadaan damai, tenang dan tidak ada masalah yang sangat krusial. Oleh karena itu maka kita harus mengapresiasi terhadap pencapaian ini sebagai bagian dari ungkapan rasa syukur kita kepada Allah, Tuhan yang Maha Kuasa.
Tentang perubahan status menjadi IAIN atau menjadi UIN, Presiden SBY menyatakan agar dilakukan percepatan. Kepada dua menteri, Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan agar melakukan percepatan untuk meningkatkan kualitas kelembagaan dan akademik perguruan tinggi agama. Supaya ada peningkatan secara berjenjang. Bagi yang sudah memenuhi persyaratan, baik akademik maupun administratif agar dilakukan percepatan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sahabat saya, Prof Imam Suprayogo tadi, demikian Presiden SBY menyatakan, bahwa perguruan tinggi agama memiliki peran penting di dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Tidak hanya ilmu agama tetapi juga ilmu lainnya. Saya mengapresiasi terhadap perkembangan UIN sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Selain itu Presiden SBY juga mengharapkan agar ke depan PTAIN dapat menjadi tempat belajar tidak hanya bagi anak-anak Indonesia akan tetapi juga menjadi tempat belajar bagi mahasiswa asing, agar tradisi dan kebudayaan Indonesia dapat dipahami dan dijadikan sebagai pedoman dalam kerangka kebersamaan masyarakat dunia. Dengan cara seperti ini, maka Indonesia akan menjadi negara yang disegani dan menjadi pusar kebudayaan dunia. Semua akan bisa dilakukan dengan kerja keras dan kita pasti bisa.
Wallahualam bial shawaf.
PTAIN BISA (1)
Suatu peristiwa penting pada Minggu ini terjadi pada tanggal 23 Juli 2013, yaitu ketika terjadi audiensi antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan para rektor UIN dan IAIN serta Ketua STAIN di istana negara. Pertemuan ini dirancang oleh para rektor dan ketua STAIN yang tergabung dalam Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (FPTAIN) sebuah organisasi yang menghimpun para rektor UIN/IAIN dan Ketua STAIN dari seluruh Indonesia.
FPTAIN sesungguhnya merupakan organisasi yang menghimpun pimpinan PTAIN yang semula didirikan di Surabaya, atau tepatnya di IAIN Sunan Ampel. Semula merupakan forum untuk saling berbagi masalah dan solusi atas problem yang dihadapi oleh PTAIN, akan tetapi mengingat bahwa dirasa penting untuk menjadi sebuah lembaga yang kuat dan berwibawa, maka mereka kemudian mendirikan sebuah lembaga sebagai wadah untuk bertemu dan menyuarakan aspirasi para pimpinan PTAIN.
Sebagai ketua FPTAIN pertama adalah Prof. Dr. Nur Syam, MSi yang kala itu sebagai rektor IAIN Sunan Ampel. Saya dipilih secara aklamasi untuk memimpin forum ini. Akan tetapi jabatan ini hanya dapat dipegang selama dua tahun saja, dan kemudian dilanjutkan oleh Prof. Dr. Muhammadiyah Amin, Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo, yang juga hanya menjabat selama setahun. Beliau juga dipilih secara aklamasi. Berikutnya adalah Prof. Dr. Farid Wajdi, rektor IAIN Ar Raniri Aceh, yang juga dipilih secara aklamasi pada waktu pertemuan forum di Aceh. Sebuah tradisi yang sangat baik, bahwa pemilihan ketua forum didasarkan atas kesepakatan dan bukan pemilihan.
Pada saat jabatan dipegang oleh Prof. Dr. Farid Wajdi ini, maka ada satu momentum yang sangat baik ialah terjadinya audiensi dengan Presiden Republik Indonesia. Suatu hal yang kiranya harus diapresiasi oleh kita semua. Pertemuan yang terjadi pada hari Selasa itu tentu sangat menarik, bukan hanya karena bertemu dengan Presiden SBY yang tentunya sangat langka, akan tetapi juga sebagai bukti bahwa FPTAIN memperoleh pengakuan yang memadai dari orang nomor satu di Indonesia.
Berdasarkan Naskah akademis yang disampaikan oleh FPTAIN, bahwa para pimpinan PTAIN mendukung terhadap upaya Presiden SBY di dalam keinginannya untuk menegakkan pilar kebangsaan. Presiden selalu menekankan bahwa tegaknya Indonesia adalah karena masyarakat Indonesia memiliki kekuatan untuk menegakkan pilar kebangsaan ini.
Para rektor sebagai pimpinan perguruan tinggi tentu memiliki kewajiban agar NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan kebhinekaan adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat Indonesia. Para rektor bersepakat bahwa menjunjung tinggi pilar kebangsaan merupakan syarat penting dan mendasar bagi tegaknya negara Indonesia. Oleh karena itu, para rektor bersepakat untuk mengembangkan pendidikan berbasis pada pilar kebangsaan itu. Cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan program pendidikan kebangsaan tersebut adalah melalui pengembangan kurikulum yang bersejarah dengan pendidikan kebangsaan. Mahasiswa sebagai alon pemimpin bangsa dan kader terdidik bangsa i sintesis harus dibekali dengan pendidikan kebangsaan ini. Jadi mereka harus memiliki sikap dan kepribadian sebagai bangsa Indonesia yang di dalamnya terkandung sikap dan tindakan yang menjunjung tinggi pilar-pilar kebangsaan ini.
Selain itu, juga yang sangat mendasar adalah bagaimana PTAIN akan lebih berfungsi di di dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi. Dari APK pendidikan tinggi yang sekarang sekitar 27,5 persen, maka sumbangan PTAIN barulah sebesar 2,8 persen. Artinya bahwa sumbangan terhadap dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi tentu masih sangat sedikit. Itulah sebabnya maka sesuai dengan rencana strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, maka yang menjadi fokusnya adalah pada aspek peningkatan akses dan memeratakan pendidikan, peningkatan kualitas, relevansi dan daya saing dan peningkatan tata kelola. Maka melalui meeting dengan Presiden ini maka ada keinginan kuat dari para pimpinan PTAIN agar mereka memperoleh dukungan Presiden untuk meningkatkan akses pendidikan melalui pengembangan institusi. Di dalam hal ini adalah perubahan status dari STAIN ke IAIN dan dari IAIN ke UIN. Dengan perubahan status tersebut maka akan terbuka luas peningkatan akses pendidikan khususnya yang dikelola oleh PTAIN.
Di dalam kerangka peningkatan kualitas dan daya saing, maka aspek yang tidak bisa diabaikan adalah mengenai penguatan anggaran. Oleh karena itu, maka peningkatan anggaran bagi PTAIN juga harus mendapatkan prioritas. Saya memang memahami bahwa ada masalah sistemik yang dihadapi oleh PTAIN ini, yaitu rendahnya anggaran akan berakibat pada rendahnya peningkatan program untuk peningkatan kualitas pembelajaran dan kemudian bertalian temali dengan kualitas dosen, kualitas sarana prasarana dan sebagainya dan ujung akhirnya adalah rendahnya kualitas out put pendidikan.
Dengan demikian, peningkatan kualitas pendidikan kiranya memerlukan pemihakan semua pihak sehingga tujuan untuk mencerdaskan bangsa melalui pendidikan berkulaitas akan dapat dicapai.
Wallahu alam bi as shawaf.