PTAIN BISA (1)
PTAIN BISA (1)
Suatu peristiwa penting pada Minggu ini terjadi pada tanggal 23 Juli 2013, yaitu ketika terjadi audiensi antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan para rektor UIN dan IAIN serta Ketua STAIN di istana negara. Pertemuan ini dirancang oleh para rektor dan ketua STAIN yang tergabung dalam Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (FPTAIN) sebuah organisasi yang menghimpun para rektor UIN/IAIN dan Ketua STAIN dari seluruh Indonesia.
FPTAIN sesungguhnya merupakan organisasi yang menghimpun pimpinan PTAIN yang semula didirikan di Surabaya, atau tepatnya di IAIN Sunan Ampel. Semula merupakan forum untuk saling berbagi masalah dan solusi atas problem yang dihadapi oleh PTAIN, akan tetapi mengingat bahwa dirasa penting untuk menjadi sebuah lembaga yang kuat dan berwibawa, maka mereka kemudian mendirikan sebuah lembaga sebagai wadah untuk bertemu dan menyuarakan aspirasi para pimpinan PTAIN.
Sebagai ketua FPTAIN pertama adalah Prof. Dr. Nur Syam, MSi yang kala itu sebagai rektor IAIN Sunan Ampel. Saya dipilih secara aklamasi untuk memimpin forum ini. Akan tetapi jabatan ini hanya dapat dipegang selama dua tahun saja, dan kemudian dilanjutkan oleh Prof. Dr. Muhammadiyah Amin, Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo, yang juga hanya menjabat selama setahun. Beliau juga dipilih secara aklamasi. Berikutnya adalah Prof. Dr. Farid Wajdi, rektor IAIN Ar Raniri Aceh, yang juga dipilih secara aklamasi pada waktu pertemuan forum di Aceh. Sebuah tradisi yang sangat baik, bahwa pemilihan ketua forum didasarkan atas kesepakatan dan bukan pemilihan.
Pada saat jabatan dipegang oleh Prof. Dr. Farid Wajdi ini, maka ada satu momentum yang sangat baik ialah terjadinya audiensi dengan Presiden Republik Indonesia. Suatu hal yang kiranya harus diapresiasi oleh kita semua. Pertemuan yang terjadi pada hari Selasa itu tentu sangat menarik, bukan hanya karena bertemu dengan Presiden SBY yang tentunya sangat langka, akan tetapi juga sebagai bukti bahwa FPTAIN memperoleh pengakuan yang memadai dari orang nomor satu di Indonesia.
Berdasarkan Naskah akademis yang disampaikan oleh FPTAIN, bahwa para pimpinan PTAIN mendukung terhadap upaya Presiden SBY di dalam keinginannya untuk menegakkan pilar kebangsaan. Presiden selalu menekankan bahwa tegaknya Indonesia adalah karena masyarakat Indonesia memiliki kekuatan untuk menegakkan pilar kebangsaan ini.
Para rektor sebagai pimpinan perguruan tinggi tentu memiliki kewajiban agar NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan kebhinekaan adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat Indonesia. Para rektor bersepakat bahwa menjunjung tinggi pilar kebangsaan merupakan syarat penting dan mendasar bagi tegaknya negara Indonesia. Oleh karena itu, para rektor bersepakat untuk mengembangkan pendidikan berbasis pada pilar kebangsaan itu. Cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan program pendidikan kebangsaan tersebut adalah melalui pengembangan kurikulum yang bersejarah dengan pendidikan kebangsaan. Mahasiswa sebagai alon pemimpin bangsa dan kader terdidik bangsa i sintesis harus dibekali dengan pendidikan kebangsaan ini. Jadi mereka harus memiliki sikap dan kepribadian sebagai bangsa Indonesia yang di dalamnya terkandung sikap dan tindakan yang menjunjung tinggi pilar-pilar kebangsaan ini.
Selain itu, juga yang sangat mendasar adalah bagaimana PTAIN akan lebih berfungsi di di dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi. Dari APK pendidikan tinggi yang sekarang sekitar 27,5 persen, maka sumbangan PTAIN barulah sebesar 2,8 persen. Artinya bahwa sumbangan terhadap dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi tentu masih sangat sedikit. Itulah sebabnya maka sesuai dengan rencana strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, maka yang menjadi fokusnya adalah pada aspek peningkatan akses dan memeratakan pendidikan, peningkatan kualitas, relevansi dan daya saing dan peningkatan tata kelola. Maka melalui meeting dengan Presiden ini maka ada keinginan kuat dari para pimpinan PTAIN agar mereka memperoleh dukungan Presiden untuk meningkatkan akses pendidikan melalui pengembangan institusi. Di dalam hal ini adalah perubahan status dari STAIN ke IAIN dan dari IAIN ke UIN. Dengan perubahan status tersebut maka akan terbuka luas peningkatan akses pendidikan khususnya yang dikelola oleh PTAIN.
Di dalam kerangka peningkatan kualitas dan daya saing, maka aspek yang tidak bisa diabaikan adalah mengenai penguatan anggaran. Oleh karena itu, maka peningkatan anggaran bagi PTAIN juga harus mendapatkan prioritas. Saya memang memahami bahwa ada masalah sistemik yang dihadapi oleh PTAIN ini, yaitu rendahnya anggaran akan berakibat pada rendahnya peningkatan program untuk peningkatan kualitas pembelajaran dan kemudian bertalian temali dengan kualitas dosen, kualitas sarana prasarana dan sebagainya dan ujung akhirnya adalah rendahnya kualitas out put pendidikan.
Dengan demikian, peningkatan kualitas pendidikan kiranya memerlukan pemihakan semua pihak sehingga tujuan untuk mencerdaskan bangsa melalui pendidikan berkulaitas akan dapat dicapai.
Wallahu alam bi as shawaf.