• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMBANGUN INDONESIA KE DEPAN (3)

Salah satu penggerak penting pemerintahan adalah birokrasi. Di dunia manapun birokrasi yang bersih, berwibawa dan bertanggung jawab adalah kunci keberhasilan pembangunan. Makanya, tantangan ke depan untuk membangun Indonesia juga tergantung bagaimana birokrasi di Indonesia menjadi semakin baik.

Kita mengenal ada dua ungkapan yang sering dijadikan sebagai ukuran untuk menentukan apakan birokrasi itu baik atau sebaliknya. Yaitu Good Governance dan Clean Government. Saya sengaja menggunakan huruf kapital untuk menyebut keduanya, untuk menunjukkan betapa pentingnya kedua hal tersebut.

Di antara kritik atas kenyataan implementasi birokrasi kita adalah tentang masih berkecamuknya korupsi, nepotisme dan kolusi yang terjadi di birokrasi kita. Masih banyak pejabat yang tersandera perilaku koruptif, kolutif  dan nepotis. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan rumah pimpinan nasional ke depan, 2014-2019, yang terkait dengan birokrasi adalah bagaimana menyembuhkan penyakit birokrasi seperti ini.

Rasanya memang tidak mudah untuk menghentikan praktik KKN di negeri ini. Meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan segalanya untuk menjerat para koruptor, akan tetapi kenyataannya bahwa perilaku menyimpang ini masih terus terjadi. Meskipun saya tidak setuju dengan asumsi bahwa korupsi telah menjadi budaya masyarakat kita, tetapi kuantitas dan kualitas tindakan korupsi sebagai perilaku menyimpang makin kompleks.

Berbagai upaya tentu sudah dilakukan. Misalnya dengan open rekruitmen dan open promotion untuk mengangkat pejabat negara. Tindakan untuk membentengi hal  ini tentu dimaksudkan agar kelak jika seseorang menjabat maka sudah diketahui bahwa yang bersangkutan terlepas dari rekam jejak yang tidak mengenakkan.

Upaya reformasi birokrasi dengan pengangkatan jabatan melalui cara keterbukaan tentu diharapkan agar diperoleh pejabat yang kompeten, berintegritas dan cakap di dalam menjalankan tugasnya. Mereka tidak akan dengan mudah tergoda dengan berbagai tipu daya untuk melakukan tindakan tidak terpuji. Di dalam konteks inilah maka upaya yang dilakukan oleh Kementerian PAN&RB untuk melakukan rekruitmen melalui keterbukaan tentu merupakan langkah yang baik.

Upaya untuk memberikan remunerasi sesuai dengan tingkat jabatan juga sesungguhnya merupakan upaya untuk memperbaiki kesejahteraan para pejabat, baik struktural maupun fungsional. Namun tentu masih ada sejumlah pertanyaan, apakah dengan kenaikan tunjangan jabatan lalu dengan sendirinya akan terjadi perbaikan dari tindakan menyimpang. Rasanya memang akan dibuktikan dulu oleh waktu secara empirik.

Untuk memperoleh reformasi birokrasi yang memadai dengan mengedepankan clean government dan good governance, maka sejumlah sikap dan tindakan perlu dilakukan. Pertama, tentu memilih SDM yang memiliki integritas yang tinggi. Bagaimanapun hebatnya kompetensi dan profesionalitas jika tidak dibarengi dengan karakter atau akhlakul karimah, maka rasanya juga tidak ada manfaatnya. Di sinilah arti pentingnya pendidikan karakter bagi bangsa ini. Tidak hanya kepada anak didik di lembaga pendidikan akan tetapi juga yang ada di birokrasi dan masyarakat luas lainnya.

Tentu saja ada metode yang cocok untuk membangun integritas  dalam konteks untuk membudayakan perilaku jujur dan bertanggungjawab di kalangan Aparat Sipil Negara (ASN). Upaya untuk membangun budaya kerja yang beradab tentu saja menjadi tanggungjawab seluruh komponen bangsa ini. Para pendidik, para ulama, para pemimpin dan masyarakat tentu memiliki porsi dan kapasitasnya untuk melakukannya.

Kata kunci untuk menyelesaikan persoalan bangsa ini adalah dengan mengembangkan akhlak yang mulia. Orang Arab Jahiliyah bisa dibangun oleh Nabi Muhammad saw., adalah karena perbaikan akhlak mulia. Akhlak yang baik akan menentukan kebaikan bangsa. Makanya, pendidikan karakter yang baik bagi semua anak bangsa akan menentukan terhadap kebaikan bangsa ini di masa depan.

Sekarang ini sesungguhnya setiap kementerian sudah terdapat assessment center yang tugas dan fungsinya adalah untuk memberikan saran dan pertimbangan bagi calon pejabat dan juga ke depan mungkin calon PNS. Dengan memaksimalkan peran assessment center yang dipadukan dengan rekam jejak dan juga capacity building SDM aparat birokrasi, saya yakin bahwa ke depan akan terdapat perubahan.

Itulah sebabnya di setiap acara yang mengusung tema Reformasi Birokrasi selalu saya tekankan bahwa jangan sampai perubahan struktur penggajian dan struktur organisasi dalam era Reformasi Birokrasi lalu tidak diikuti dengan perubahan mindset aparat birokratnya. Keduanya harus selaras dan seimbang. Perubahan luarnya saja tanpa diikuti dengan perubahan dalamnya atau substansinya hanya akan menghaasilkan Reformasi birokrasi “kepura-puraan” atau “pseudo birocratic     reform”.

Oleh karena itu, pemerintahan yang akan datang tentunya harus menguatkan upaya Reformasi Birokrasi ini dalam konteks yang lebih jelas dengan memaksimalkan pengawasan internal maupun eksternal selain juga memberikan reward bagi yang memiliki prestasi membanggakan. Reformasi birokrasi akan berhasil jika ke depan terjadi  No corruption, No collusion, anggaran makin baik dan makin tepat sasaran, serta birokrasi makin efektif dan efisien. Ke sana kita seharusnya semua akan  menuju.

Wallahu a’lam bi al shawab.

MEMBANGUN INDONESIA KE DEPAN (2)

Indonesia tidak hanya bisa dibangun dengan slogan-slogan. Indonesia harus dibangun dengan darah,  daging  dan tulang. Artinya, Indonesia harus dibangun dengan sungguhan, kerja keras dan semangat pantang mundur. Pembangunan adalah jihad dalam pengertian yang sesungguhnya.

Jihad untuk mencerdaskan, menyejahterakan, perlindungan dan perdamaian. Tidak jihad sebagaimana pengertian orang yang menyatakan sama dengan perang atau saling memusnahkan. Jihad yang didasari oleh kesadaran akan arti pentingnya mewujudkan cita-cita bangsa yang luhur sebagaimana tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945.

Lima tahun ke depan kita pastilah memasuki pasar bebas Asia dengan segala konsekuensinya. Orang professional, tenaga ahli dengan berbagai variannya akan deras memasuki kawsan Indonesia. Pastilah tidak bisa dihadang kedatangan mereka ke Indonesia. Disinilah arti pentingnya menempatkan “nation competitiveness” sebagai bagian yang harus terus dikembangkan di Indonesia.

Beberapa tahun yang lalu, pendidikan tinggi diarahkan untuk memperkuat hal ini dalam strategic planningnya. Di dalam Long Term Strategy yang dicanangkan, maka pendidikan tinggi sebagai kawah candradimuka untuk memperkuat SDM diarahkan untuk memperkuat kompetisi nasional ini. Sayangnya bahwa terjemahan terhadap strategi ini kurang kuat di kalangan lembaga pendidikan tinggi. Meskipun di dalam renstra disebutkan tentang peningkatan kualitas, relevansi dan daya saing, namun kenyataannya masih kurang menggigit.

Pendidikan adalah kata kunci peningkatan kualitas SDM. Oleh karena itu, kekuatan SDM tentu sangat tergantung kepada bagaimana kualitas pendidikannya. Visi pendidikan mestilah diarahkan untuk peningkatan daya saing ini di era pasar bebas seperti yang akan datang.

Negara lain, misalnya Thailand dan India sudah merasakan atmosfir pasar bebas tersebut dan melihat potensi Indonesia yang luar biasa sebagai pasar tenaga kerja. Makanya, Bahasa Indonesia dijadikan sebagai mata kuliah yang diajarkan di universitas-universitas di Thailand dan India, bahkan juga Korea Selatan dan Jepang.

Pembangunan industri di kawasan Bekasi, Cikarang dan sekitarnya sudah menghadirkan puluhan ribu ekspatriat yang menjadi tenaga kerja professional di sini. Mereka datang untuk bekerja dengan gaji yang memadai. Mereka adalah orang ahli yang bekerja untuk pengembangan perusahaan-perusahaan.   Indonesia adalah surga bagi para pekerja luar negeri. Bahkan para desainer dan perancang busana juga sudah menggunakan perempuan-perempuan asing sebagai model rancangannya.

Demikian pula dunia kedokteran juga sudah dirasuki oleh dokter dari luar negeri. Mereka bekerja di beberapa rumah sakit di sini. Mereka tentu datang atas nama pasar bebas yang sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari dunia global ini. Di beberapa rumah sakit di Jakarta sudah menggunakan dokter asing sebagai tenaga medis di rumah sakit, terutama rumah sakit swasta.

Pertanyaannya adalah lalu apa yang tersisa dari kenyataan ini? Yang tersisa adalah peningkatan daya saing bangsa melalui pendidikan. Lalu bagaimana meningkatkan kualitas SDM kita tersebut? Caranya adalah dengan memperkuat pendidikan yang bersearah dengan kebutuhan ketenagakerjaan baik di dalam maupun luar negeri. Jawaban seperti ini tampak klise saja. Siapapun bisa menyatakan seperti ini. Tetapi yang jelas, bahwa educations competitiveness perlu memperoleh aksentuasi yang memadai bagi pendidikan kita.

Akses pendidikan kita sudah membaik. Peluang bagi si miskin untuk berpendidikan tinggi sudah diberikan secara memadai. Anak tukang becak bisa menjadi dokter. Anak buruh petani bisa menjadi sarjana tehnik dan sebagainya. Ketika akses menjadi semakin baik, maka tugas berikutnya adalah meningkatkan mutu lulusan agar bisa bersaing di tengah ketatnya kompetisi dengan Negara lain.

Saya sudah menyampaikan di banyak kesempatan agar perguruan tinggi menata ulang atau merekonstruksi kurikulumnya untuk memenuhi hard skilled dan soft skilled para lulusannya. Semua diarahkan untuk membangun kurikulum yang futuristic and competitive. Di sini harus ada sinergi antara dunia usaha, pemerintah, masyarakat  dan perguruan tinggi untuk merumuskan kurikulum yang bermasa depan tersebut.

Pada program studi sains dan teknologi, maka sentuhannya tentu tinggal sedikit saja, sebab kita tahu bahwa prodi seperti ini sudah memiliki keahlian khusus sesuai dengan hard skillednya. Yang diperlukan adalah pengembangan soft skilled agar mereka menjadi lebih relevan dengan kebutuhan untuk sukses di dalam bidangnya. Yang diperlukan berikutnya adalah relevansinya dengan dunia usaha yang akan dilakoninya dan juga menguatkan kompetisinya dengan tenaga kerja lainnya yang terus akan memborbardir aspek ketenagakerjaan di sini.

Harus diakui bahwa mayoritas program studi di Indonesia adalah ilmu sosial, humaniora dan ilmu agama. Ada yang menyatakan bahwa penyumbang besar terhadap pengangguran terdidik adalah dari prodi-prodi ini. Makanya, harus ada kesadaran baru agar menguatkan prodi dimaksud dengan soft skilled yang lebi kuat agar mereka memiliki kekuatan untuk memasuki dunia pasar kerja.

Seharusnya para dosen, para doctor dan professor lebih memberikan perhatian terhadap prodi-prodi ini. Tantangan tenaga kerja asing yang terus menyerbu Indonesia haruslah ditangkal dengan membangun competiveness yang kuat, khususnya para sarjana prodi ilmu sosial, humaniora dan ilmu agama.

Kita semua tentu berharap bahwa Indonesia yang kuat, sejahtera, modern dan adil hanya akan bisa dibangun oleh generasi kita, baik di masa kini maupun ke depan. Makanya penyiapan pendidikan yang berkualitas bagi mereka dengan kemampuan hard skilled dan soft skilled menjadi sangat penting.

Wallahu a’lam bi al shawab

MEMBANGUN INDONESIA KE DEPAN (1)

Hiruk pikuk pilihan Presiden Republik Indonesia usai sudah dengan menetapkan Joko Widodo dan  M.Yusuf Kalla,  sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk masa bakti tahun 2014-2019. Artinya, bahwa sudah ada kepastian tentang siapa pemenang pilpres dan siapa yang akan melanjutkan estafeta kepemimpinan Indonesia untuk lima tahun ke depan.

Menjadi Presiden tentu bukanlah pekerjaan yang mudah. Bagi kita keterpilihan saja tentu tidak cukup. Tentu ada yang lebih urgen ialah bagaimana keduanya dapat mengemban tugas untuk memajukan bangsa dan masyarakat Indonesia. Jika kita renungkan tentang  misi bangsa Indonesia sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945, maka yang sangat mendasar adalah untuk mencerdaskan bangsa, menyejahterakan bangsa, membangun ketertiban dunia, dan memberikan perlindungan bagi segenap bangsa.

Menilik terhadap empat pokok pikiran dimaksud, maka yang seharusnya menjadi misi dari kepemimpinan bangsa Indonesia adalah untuk mewujudkan empat pokok pikiran tersebut dan menuangkannya di dalam garis-garis program dan kegiatan yang jelas. Makanya, kata kunci untuk merealisasikan semua itu adalah satu kata “pembangunan”. Siapapun pemimpin bangsa ini, maka kata “pembangunan” haruslah tetap menjadi ritual wajib untuk menjadi instrument bagi pewujudan empat pokok pikiran dimaksud.

Pembangunan hakikatnya adalah usaha bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam segala aspeknya. Pembangunan yang menyeluruh materiil dan spiritual, yang tidak memisahkan antara keduanya. Inilah keunikan Indonesia, di mana bukan hanya aspek materiil saja yang dibangun tetapi juga aspek spiritualnya. Jadi, pembangunan di Indonesia menegaskan bahwa dunia materiil tidak dipisahkan dengan dunia spiritual. Tidak dipisahkan antara religiositas dengan fisik, antara body and soul.

Negara-negara Barat seringkali hanya menggunakan konsep materi saja di dalam pembangunannya. Sesuai dengan prinsip filsafat yang mendasarinya, maka materialisme dan positivisme merupakan basis pemikiran yang mendasari pembangunan. Itulah sebabnya di Barat tidak terdapat spiritualitas yang sejalan dengan pembangunan fisiknya. Keduanya terpisah bahkan tidak saling menyapa.

Perbedaan konsepsional macam inilah yang semestinya menjadi bahan renungan bagi pemimpin bangsa ini. Tentu tidak mudah untuk menyelaraskan antara yang materiil dan yang spiritual. Coba kita pikirkan bagaimana membangun fisik sarana prasarana lalu kemudian diselaraskan dengan membangun spiritualisme di dalamnya. Jadi membangun spiritualitas bukan dimaknai sebagai membangun masjid, pura, gereja, kelenteng dan sebagainya, akan tetapi lebih jauh dari hal itu.

Kemenyatuan antara fisik dan spiritual di dalam pembangunan itulah yang menjadi ciri khas seharusnya bagi pembangunan bangsa Indonesia.

Membangun spiritualitas bangunan fisik tentu bukanlah dengan cara menyembahyangkan bangunan tersebut, akan tetapi yang penting adalah memahami bahwa yang dibangun bukan sekedar fisikal belaka akan tetapi dipastikan ada dimensi spiritualitasnya. Spiritualitas dalam pengertian yang sangat general adalah “penghargaan, penjagaan, merasa memiliki, menjadikannya sebagai subyek dan membangun kultur kebersamaan tentang makna bangunan tersebut”.

Jadi tidak ada sedikitpun kesia-siaan di dalam membangun karena semua didasarkan pada sasaran yang tepat, kebutuhan yang tepat dan penggunaan anggaran yang tepat. Dan setelah bangunan selesai, maka dapat dimanfaatkan secara memadai dan relevan serta dirasakan sebagai milik bersama yang harus dihargai, dijaga, dilindungi dari tangan yang akan merusaknya, dan memaknai bangunan tersebut sebagai karunia Tuhan untuk kita.

Yang hilang dari pembangunan fisik di republik ini adalah spiritualitas dimaksud. Bangunan apapun hanya dilihat sebagai obyek dan bukan sebagai subyek. Akibatnya orang lalu bisa memperlakukannya tanpa mendasarkan atas kapasitas subyeknya. Makanya, pembangunan fisik terlepas dari spiritualitas yang sesungguhnya menjadi penyangga terhadapnya.

Di era kekaguman orang terhadap materi sangat luar biasa, maka yang hilang adalah bagaimana memperlakukan benda fisik, berupa apa saja sebagai subyek yang harus dihormati dan dijaga keberadaannya. Melalui perlakuan seperti itu, maka manusia menjadi berlaku  semena-mena terhadap hasil pembangunan yang sesungguhnya adalah karunia Allah.

Sikap kompetisi manusia untuk memperebutkan  dan penguasaan terhadap benda-benda fisikal juga menjadikan manusia tidak lagi memperlakukannya sebagai subyek yang harus dihargai dan dihormati. Makanya, benda-benda fisikal tersebut sepertinya juga tidak memiliki daya tahan yang memadai karena perlakuan manusia tersebut.

Di sinilah kiranya perlu mengembalikan dimensi spiritualitas pembangunan fisik agar searah dengan keinginan untuk menyejahterakan manusia dan masyarakat. Dengan demikian, orientasi pembangunan fisik yang semata materi kiranya bisa dikembalikan kepada misi spiritualitas yang telah menjadi pedoman bangsa Indonesia semenjak dahulu.

Kita semua berharap bahwa kepemimpinan nasional lima tahun ke depan akan dapat mengemban spiritualitas pembangunan sehingga cita-cita untuk menjadi bangsa yang sejahtera, adil dan religious akan menjadi kenyataan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

BERHARAP ADA AGEN PENATAUSAHAAN BMN

Sabtu, 06 September 2014, saya diundang untuk memberikan pengarahan pada acara yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikam Islam Kementerian Agama RI tentang Penataan Administrasi Barang Milik Negara (BMN)  untuk para tenaga teknis administratif di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN)  se Jawa di Malang.

Seharian saya berada di perjalanan sebab pagi hari harus memberikan Orasi Ilmiah pada Wisuda Sarjana Strata I dan II Universitas Islam Lamongan (UNISLA), dulu UNSURI,   di Lamongan dan sore hari harus menghadiri acara pelatihan tenaga teknis administratif ini. Wisuda sarjana di UNISLA ini dihadiri Bupati dan segenap jajaran Pemerintah Kabupaten Lamongan, Pimpinan NU Kabupaten Lamongan dan juga segenap jajaran pimpinan dan dosen UNISLA.

Perjalanan yang cukup panjang tentu membuat lelah, tetapi rasanya ada energi baru setiap kali berbicara di hadapan hadirin, seperti para tenaga teknis ini. Kelelahan yang mendera pada waktu perjalanan rasanya tiba-tiba hilang sehingga semangat untuk memberikan pencerahan tumbuh dengan kuat. Saya tentu menikmati acara seperti ini.

Ada dua hal yang saya sampaikan kepada para tenaga teknis administratif ini, yaitu: pertama, tentang kewajiban penataan laporan asset atau BMN. Di dalam pelaporan asset ini, maka ada lima hal penting yang harus disajikan. 1) keberadaan asset harus jelas. Keberadaan asset baik yang berupa tanah, bangunan, barang bergerak dan sebagainya harus memiliki kejelasan barang dan tempatnya. Ada banyak kasus keberadaan inventaris seperti laptop, sepeda motor, bahkan mobil tidak jelas barangnya dan bagaimana keadaannya. Problem klasik inilah yang seringkali menjadikan laporan keuangan menjadi tidak bernilai.

2) kelengkapan asset. Asset tentu harus memiliki dokumen yang jelas. Surat-surat atau kelengkapan administrasi asset harus diupayakan agar tidak terjadi kesalahan. Ada banyak asset yang tidak dilengkapi dengan dokumen. Misalnya asset yang berasal dari wakaf atau hibah di masa lalu sering tidak ada dokumennya. Penyerahan asset terkadang hanya menggunakan ikrar lisan saja tanpa didukung oleh data penyerahan asset, sehingga tentu rawan bermasalah di kemudian hari.

3) setiap asset tentu terdapat hak dan kewajiban bagi yang menguasainya. Hak bagi pengguna adalah memanfaatkan asset untuk kepentingan pemerintah, apakah kepentingan pendidikan, urusan agama atau investasi. Namun di sisi lain juga terdapat kewajiban untuk menjaga, mempertahankan dan melengkapi berbagai dokumen yang dibutuhkan untuk pengembangan asset dimaksud.  Jangan sampai asset tersebut menjadi idle karena tidak ada tanggung jawab bagi pengguna asset.

4) ketepatan jumlah dan nilai asset. Jika asset tersebut berupa tanah, maka harus jelas berapa meter luasnya, di mana tempatnya dan sebagainya. Jika berupa barang bergerak juga berapa jumlahnya dan bagaimana kondisinya, jika berupa bangunan juga berapa luasan dan keadaaannya. Selain itu juga nilai asset tersebut. Berapa nilai uang dari asset tersebut. Terhadap barang bergerak, rasanya juga sangat penting untuk diketahui secara riil bagaimana barangnya dan di mana tempatnya.

5) Kewajaran penyajian laporan asset. Kenyataannya bahwa asset harus dilaporkan terkait dengan peningkatan nilai atau penyusutan nilainya dan keseluruhan hal yang terkait dengan keberadaan asset dimaksud. Oleh karena itu, asset juga harus dilaporkan secara wajar atau apa adanya tanpa ada keinginan untuk menambah atau mengurangi, baik dari sisi kuantitas maupun nilainya.

Kedua, pelaporan asset seringkali mengandung resiko jika pelaporannya tidak menggunakan kewajaran. Di antara resiko yang dapat terjadi antara lain adalah: 1) asset yang sudah tidak terpakai atau tidak digunakan, rusak atau hilang karena sesuatu hal, akan tetapi masih dicatat atau disajikan. Makanya, ketelitian tentang penggunaan asset dan sekaligus juga keadaannya harus menjadi perhatian tenaga teknis administrasi BMN.

2) kewajaran dalam laporan yang terkait dengan adanya asset yang tidak dilaporkan. Ada banyak kasus tentang asset yang tidak dilaporkan pada saat pelaporan keuangan dan asset. Makanya, jangan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan perundang-undangan. Seluruh asset Negara harus terlaporkan dengan benar dan bertanggung jawab.

3) asset tidak didukung oleh bukti yang kuat padahal asset tersebut sudah berada di dalam penguasaan pengguna asetnya. Dewasa ini, di tengah kesadaran orang tentang nilai harta dan kekayaan, maka ada banyak masalah terkait dengan asset yang berasal dari wakaf atau hibah. Keluarga wakif seringkali mempermasalahkan wakaf yang sudah dilakukan oleh leluhurnya. Misalnya kasus tanah wakaf di MAN di Kalimantan Selatan, yang akhirnya Negara harus membayar satu koma tujuh miliar rupiah. Hal ini disebabkan karena pemerintah kalah dalam persidangan di pengadilan yang terkait dengan ketiadaan bukti wakaf dimaksud.

4) banyak juga asset yang tidak didukung oleh berapa besaran nilainya. Sebagaimana diketahui bahwa dalam wakaf atau hibah seringkali tidak didahului dengan appraisal tentang nilai asset dimaksud, sehingga ketika dilaporkan maka yang dipakai hanyalah dugaan semata tentang besaran nilai assetnya. Makanya, saya kira ke depan seluruh asset yang memang belum memiliki dasar pijak penilaiannya, haruslah diperkirakan nilainya berdasarkan penilaian oleh Tim Appraisal yang kuat.

Salah satu penyebab Kementerian Agama memperoleh penilaian WTP DPP dari BPK adalah karena asset ini. Makanya, ke depan harus dibenahi mengenai asset tersebut dan dilaporkan secara wajar.

Saya berharap kepada sebanyak 42 orang tim teknis administrasi BMN agar menjadi agen bagi penatausahaan asset ini. Kalau misalnya  sepulang dari workshop ini, kemudian setiap peserta dapat mendiseminasikan kepada 10 orang lainnya dari MTsN di masing-masing wilayahnya, maka akan terdapat sebanyak 420 orang yang memahami secara teknis tentang penatausahaan asset pemerintah.

Maka jadilah agen untuk kebaikan ini karena kita semua yakin bahwa apa yang baik yang kita lakukan pastilah akan mendapatkan pahala dari Allah swt.

Wallahu a’lam bi al shawab.

PESANTREN DALAM PERGULATAN KEBANGSAAN

Sebagai lembaga pendidikan Islam yang telah memiliki peran besar dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia, sesungguhnya pesantren tidak akan pernah dilupakan jasanya tersebut oleh masyarakat Indonesia. Pesantren telah memainkan peran yang sangat cantik dalam sejarah Indonesia hingga saat ini.

Demikianlah inti pidato yang disampaikan oleh Menteri Agama RI dalam ceramahnya di depan ribuan santri dan kyai yang memadati Pesantren As’ad dalam perhelatan Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) yang diselenggarakan di Jambi. Acara MQK V ini diselenggarakan di Pondok Pesantren As’ad di Kota Jambi Seberang awal  September 2014.

Perhelatan MQK kali ini mengusung Tema “Dari Pesantren untuk Bangsa”. Acara ini dihadiri oleh Menteri Agama, Wakil Menteri Agama, Gubernur Jambi, Wakil Gubernur Jambi, seluruh Kakanwail Kementerian Agama Provinsi se Indonesia, para pejabat eselon I dan II Kementerian Agama Pusat, para Kyai, Dewan Juri dan juga para santri dan masyarakat lainnya.

Perhelatan akbar MQK memang ditempatkan di Pondok Pesantren As’ad di Kota Jambi Seberang, sebab daerah ini adalah sumber ilmu keislaman yang memiliki usia yang sangat panjang. Menurut Gubernur Jambi, bahwa usia pesantren di kota ini sudah mencapai ratusan tahun. Dahulu di pesantren inilah para ahli agama dari berbagai negara dididik. Ada yang dari Thailand, Brunei, Singapura, Malaysia dan juga Filipina. Itulah sebabnya, pesantren-pesantren di Kota Jambi Seberang dianggap sebagai sumber ilmu keagamaan di masa lalu.

Sebagai alumni pondok pesantren As’ad, memang Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus,  memiliki konsern yang sangat kuat untuk mengembangkan pendidikan. Itulah sebabnya banyak beasiswa yang diberikan kepada santri yang berprestasi untuk melanjutkan pendidikannya baik di luar negeri maupun dalam negeri. Mereka diberikan dana pendidikan melalui anggaran pendidikan pemerintah provinsi.

Selain itu, sebagaimana yang dinyatakan oleh Menteri Agama, Lukman Hakim Saefuddin, bahwa pesantren memiliki beberapa peran penting. Pertama, pesantren merupakan sumber pengetahuan keislaman. Pesantren memiliki elemen penting, yaitu pengajaran dan pendalaman kitab kuning. Pengajaran teks klasik Islam merupakan bagian yang sangat penting di dalam pesantren. Melalui pengajaran kitab klasik inilah maka pesantren dapat melahirkan para kyai dan ulama terkenal.

Banyak sekali kyai dan ulama yang dilahirkan dari pesantren, misalnya Kyai Hasyim Asy’ari, Kyai Wahid Hasyim, Kyai Abdurrahman Wahid dan bahkan Presiden Susilo Bambang Yudoyono adalah orang yang memiliki keterkaitan dengan pesantren. Itulah sebabnya, pesantren menjadi tempat untuk menggembleng para santri agar memiliki kedalaman ilmu keislaman dan memiliki karakter yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

Kedua, pesantren sebagai tempat untuk mendidik kemandirian dan keberanian untuk berjuang demi kehidupan bangsa dan masyarakat. Secara historis pastilah tidak dilupakan peran pesantren dalam membela negara dan membangun negara Indonesia. Semenjak sebelum kemerdekaan, pesantren telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Pesantren telah menjadi tempat untuk mengembangkan sikap dan keberanian untuk memperjuangkan kebenaran, kemerdekaan dan kemandirian bangsa.

Pesantren tidak hanya mengajarkan bagaimana mengaji dan mendalami agama, akan tetapi juga semangat bela negara. Pesantren menjadi penyangga untuk mempertahankan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Semangat seperti ini tentu didasari oleh pemikiran yang mendalam tentang bagaimana membangun negara yang sesuai dengan Negara Indonesia yang plural dan multikultural.

Ketiga, pesantren sebagai tempat menggembleng pemikiran yang moderat. Di pesantren diajarkan tentang sikap tasamuh, tawassuth dan tawazzun yang sangat tinggi. Santri diajari agar memiliki sikap toleran, moderat dan seimbang. Islam tidak dipahami dari konteks kekerasan akan tetapi dari dimensi kedamaian. Tiga sikap inilah yang akan membentuk pandangan dan sikap para santri untuk tidak bertindak kekerasan di dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.

Oleh karena itu, pesantren pasti menolak terhadap gagasan menyatukan satu kekhalifahan Islam, sebagaimana yang digagas oleh gerakan Islam Transnasional, seperti Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), yang sekarang sedang ngetrend di kalangan sebagian kecil masyarakat dunia.  Tindakan kekerasan atas nama agama hanya akan merusak citra Islam. Terorisme juga hanya akan merusak image Islam sebagai agama keselamatan dan perdamaian.

Dengan demikian, pesantren akan menjadi ikon bagi penanggulangan terhadap berbagai isme yang datang ke Indonesia dan akan menolaknya jika isme tersebut tidak sesuai dengan pandangan Islam yang mengambil prinsip keselamatan dan perdamaian tersebut.

Menteri Agama akhirnya berharap bahwa melalui MQK ini, maka pendalaman ilmu keislaman berbasis kitab kuning akan dapat menjadi sumbangan bagi kemaslahatan bangsa Indonesia. Jadi, tema perhelatan yang berbunyi “Dari Pesantren untuk Bangsa” menjadi tepat untuk dipahami.

Wallahu a’lam bi al shawab.