• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMBANGUN INDONESIA KE DEPAN (1)

Hiruk pikuk pilihan Presiden Republik Indonesia usai sudah dengan menetapkan Joko Widodo dan  M.Yusuf Kalla,  sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia untuk masa bakti tahun 2014-2019. Artinya, bahwa sudah ada kepastian tentang siapa pemenang pilpres dan siapa yang akan melanjutkan estafeta kepemimpinan Indonesia untuk lima tahun ke depan.

Menjadi Presiden tentu bukanlah pekerjaan yang mudah. Bagi kita keterpilihan saja tentu tidak cukup. Tentu ada yang lebih urgen ialah bagaimana keduanya dapat mengemban tugas untuk memajukan bangsa dan masyarakat Indonesia. Jika kita renungkan tentang  misi bangsa Indonesia sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945, maka yang sangat mendasar adalah untuk mencerdaskan bangsa, menyejahterakan bangsa, membangun ketertiban dunia, dan memberikan perlindungan bagi segenap bangsa.

Menilik terhadap empat pokok pikiran dimaksud, maka yang seharusnya menjadi misi dari kepemimpinan bangsa Indonesia adalah untuk mewujudkan empat pokok pikiran tersebut dan menuangkannya di dalam garis-garis program dan kegiatan yang jelas. Makanya, kata kunci untuk merealisasikan semua itu adalah satu kata “pembangunan”. Siapapun pemimpin bangsa ini, maka kata “pembangunan” haruslah tetap menjadi ritual wajib untuk menjadi instrument bagi pewujudan empat pokok pikiran dimaksud.

Pembangunan hakikatnya adalah usaha bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam segala aspeknya. Pembangunan yang menyeluruh materiil dan spiritual, yang tidak memisahkan antara keduanya. Inilah keunikan Indonesia, di mana bukan hanya aspek materiil saja yang dibangun tetapi juga aspek spiritualnya. Jadi, pembangunan di Indonesia menegaskan bahwa dunia materiil tidak dipisahkan dengan dunia spiritual. Tidak dipisahkan antara religiositas dengan fisik, antara body and soul.

Negara-negara Barat seringkali hanya menggunakan konsep materi saja di dalam pembangunannya. Sesuai dengan prinsip filsafat yang mendasarinya, maka materialisme dan positivisme merupakan basis pemikiran yang mendasari pembangunan. Itulah sebabnya di Barat tidak terdapat spiritualitas yang sejalan dengan pembangunan fisiknya. Keduanya terpisah bahkan tidak saling menyapa.

Perbedaan konsepsional macam inilah yang semestinya menjadi bahan renungan bagi pemimpin bangsa ini. Tentu tidak mudah untuk menyelaraskan antara yang materiil dan yang spiritual. Coba kita pikirkan bagaimana membangun fisik sarana prasarana lalu kemudian diselaraskan dengan membangun spiritualisme di dalamnya. Jadi membangun spiritualitas bukan dimaknai sebagai membangun masjid, pura, gereja, kelenteng dan sebagainya, akan tetapi lebih jauh dari hal itu.

Kemenyatuan antara fisik dan spiritual di dalam pembangunan itulah yang menjadi ciri khas seharusnya bagi pembangunan bangsa Indonesia.

Membangun spiritualitas bangunan fisik tentu bukanlah dengan cara menyembahyangkan bangunan tersebut, akan tetapi yang penting adalah memahami bahwa yang dibangun bukan sekedar fisikal belaka akan tetapi dipastikan ada dimensi spiritualitasnya. Spiritualitas dalam pengertian yang sangat general adalah “penghargaan, penjagaan, merasa memiliki, menjadikannya sebagai subyek dan membangun kultur kebersamaan tentang makna bangunan tersebut”.

Jadi tidak ada sedikitpun kesia-siaan di dalam membangun karena semua didasarkan pada sasaran yang tepat, kebutuhan yang tepat dan penggunaan anggaran yang tepat. Dan setelah bangunan selesai, maka dapat dimanfaatkan secara memadai dan relevan serta dirasakan sebagai milik bersama yang harus dihargai, dijaga, dilindungi dari tangan yang akan merusaknya, dan memaknai bangunan tersebut sebagai karunia Tuhan untuk kita.

Yang hilang dari pembangunan fisik di republik ini adalah spiritualitas dimaksud. Bangunan apapun hanya dilihat sebagai obyek dan bukan sebagai subyek. Akibatnya orang lalu bisa memperlakukannya tanpa mendasarkan atas kapasitas subyeknya. Makanya, pembangunan fisik terlepas dari spiritualitas yang sesungguhnya menjadi penyangga terhadapnya.

Di era kekaguman orang terhadap materi sangat luar biasa, maka yang hilang adalah bagaimana memperlakukan benda fisik, berupa apa saja sebagai subyek yang harus dihormati dan dijaga keberadaannya. Melalui perlakuan seperti itu, maka manusia menjadi berlaku  semena-mena terhadap hasil pembangunan yang sesungguhnya adalah karunia Allah.

Sikap kompetisi manusia untuk memperebutkan  dan penguasaan terhadap benda-benda fisikal juga menjadikan manusia tidak lagi memperlakukannya sebagai subyek yang harus dihargai dan dihormati. Makanya, benda-benda fisikal tersebut sepertinya juga tidak memiliki daya tahan yang memadai karena perlakuan manusia tersebut.

Di sinilah kiranya perlu mengembalikan dimensi spiritualitas pembangunan fisik agar searah dengan keinginan untuk menyejahterakan manusia dan masyarakat. Dengan demikian, orientasi pembangunan fisik yang semata materi kiranya bisa dikembalikan kepada misi spiritualitas yang telah menjadi pedoman bangsa Indonesia semenjak dahulu.

Kita semua berharap bahwa kepemimpinan nasional lima tahun ke depan akan dapat mengemban spiritualitas pembangunan sehingga cita-cita untuk menjadi bangsa yang sejahtera, adil dan religious akan menjadi kenyataan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini