BERHARAP ADA AGEN PENATAUSAHAAN BMN
Sabtu, 06 September 2014, saya diundang untuk memberikan pengarahan pada acara yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikam Islam Kementerian Agama RI tentang Penataan Administrasi Barang Milik Negara (BMN) untuk para tenaga teknis administratif di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) se Jawa di Malang.
Seharian saya berada di perjalanan sebab pagi hari harus memberikan Orasi Ilmiah pada Wisuda Sarjana Strata I dan II Universitas Islam Lamongan (UNISLA), dulu UNSURI, di Lamongan dan sore hari harus menghadiri acara pelatihan tenaga teknis administratif ini. Wisuda sarjana di UNISLA ini dihadiri Bupati dan segenap jajaran Pemerintah Kabupaten Lamongan, Pimpinan NU Kabupaten Lamongan dan juga segenap jajaran pimpinan dan dosen UNISLA.
Perjalanan yang cukup panjang tentu membuat lelah, tetapi rasanya ada energi baru setiap kali berbicara di hadapan hadirin, seperti para tenaga teknis ini. Kelelahan yang mendera pada waktu perjalanan rasanya tiba-tiba hilang sehingga semangat untuk memberikan pencerahan tumbuh dengan kuat. Saya tentu menikmati acara seperti ini.
Ada dua hal yang saya sampaikan kepada para tenaga teknis administratif ini, yaitu: pertama, tentang kewajiban penataan laporan asset atau BMN. Di dalam pelaporan asset ini, maka ada lima hal penting yang harus disajikan. 1) keberadaan asset harus jelas. Keberadaan asset baik yang berupa tanah, bangunan, barang bergerak dan sebagainya harus memiliki kejelasan barang dan tempatnya. Ada banyak kasus keberadaan inventaris seperti laptop, sepeda motor, bahkan mobil tidak jelas barangnya dan bagaimana keadaannya. Problem klasik inilah yang seringkali menjadikan laporan keuangan menjadi tidak bernilai.
2) kelengkapan asset. Asset tentu harus memiliki dokumen yang jelas. Surat-surat atau kelengkapan administrasi asset harus diupayakan agar tidak terjadi kesalahan. Ada banyak asset yang tidak dilengkapi dengan dokumen. Misalnya asset yang berasal dari wakaf atau hibah di masa lalu sering tidak ada dokumennya. Penyerahan asset terkadang hanya menggunakan ikrar lisan saja tanpa didukung oleh data penyerahan asset, sehingga tentu rawan bermasalah di kemudian hari.
3) setiap asset tentu terdapat hak dan kewajiban bagi yang menguasainya. Hak bagi pengguna adalah memanfaatkan asset untuk kepentingan pemerintah, apakah kepentingan pendidikan, urusan agama atau investasi. Namun di sisi lain juga terdapat kewajiban untuk menjaga, mempertahankan dan melengkapi berbagai dokumen yang dibutuhkan untuk pengembangan asset dimaksud. Jangan sampai asset tersebut menjadi idle karena tidak ada tanggung jawab bagi pengguna asset.
4) ketepatan jumlah dan nilai asset. Jika asset tersebut berupa tanah, maka harus jelas berapa meter luasnya, di mana tempatnya dan sebagainya. Jika berupa barang bergerak juga berapa jumlahnya dan bagaimana kondisinya, jika berupa bangunan juga berapa luasan dan keadaaannya. Selain itu juga nilai asset tersebut. Berapa nilai uang dari asset tersebut. Terhadap barang bergerak, rasanya juga sangat penting untuk diketahui secara riil bagaimana barangnya dan di mana tempatnya.
5) Kewajaran penyajian laporan asset. Kenyataannya bahwa asset harus dilaporkan terkait dengan peningkatan nilai atau penyusutan nilainya dan keseluruhan hal yang terkait dengan keberadaan asset dimaksud. Oleh karena itu, asset juga harus dilaporkan secara wajar atau apa adanya tanpa ada keinginan untuk menambah atau mengurangi, baik dari sisi kuantitas maupun nilainya.
Kedua, pelaporan asset seringkali mengandung resiko jika pelaporannya tidak menggunakan kewajaran. Di antara resiko yang dapat terjadi antara lain adalah: 1) asset yang sudah tidak terpakai atau tidak digunakan, rusak atau hilang karena sesuatu hal, akan tetapi masih dicatat atau disajikan. Makanya, ketelitian tentang penggunaan asset dan sekaligus juga keadaannya harus menjadi perhatian tenaga teknis administrasi BMN.
2) kewajaran dalam laporan yang terkait dengan adanya asset yang tidak dilaporkan. Ada banyak kasus tentang asset yang tidak dilaporkan pada saat pelaporan keuangan dan asset. Makanya, jangan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan perundang-undangan. Seluruh asset Negara harus terlaporkan dengan benar dan bertanggung jawab.
3) asset tidak didukung oleh bukti yang kuat padahal asset tersebut sudah berada di dalam penguasaan pengguna asetnya. Dewasa ini, di tengah kesadaran orang tentang nilai harta dan kekayaan, maka ada banyak masalah terkait dengan asset yang berasal dari wakaf atau hibah. Keluarga wakif seringkali mempermasalahkan wakaf yang sudah dilakukan oleh leluhurnya. Misalnya kasus tanah wakaf di MAN di Kalimantan Selatan, yang akhirnya Negara harus membayar satu koma tujuh miliar rupiah. Hal ini disebabkan karena pemerintah kalah dalam persidangan di pengadilan yang terkait dengan ketiadaan bukti wakaf dimaksud.
4) banyak juga asset yang tidak didukung oleh berapa besaran nilainya. Sebagaimana diketahui bahwa dalam wakaf atau hibah seringkali tidak didahului dengan appraisal tentang nilai asset dimaksud, sehingga ketika dilaporkan maka yang dipakai hanyalah dugaan semata tentang besaran nilai assetnya. Makanya, saya kira ke depan seluruh asset yang memang belum memiliki dasar pijak penilaiannya, haruslah diperkirakan nilainya berdasarkan penilaian oleh Tim Appraisal yang kuat.
Salah satu penyebab Kementerian Agama memperoleh penilaian WTP DPP dari BPK adalah karena asset ini. Makanya, ke depan harus dibenahi mengenai asset tersebut dan dilaporkan secara wajar.
Saya berharap kepada sebanyak 42 orang tim teknis administrasi BMN agar menjadi agen bagi penatausahaan asset ini. Kalau misalnya sepulang dari workshop ini, kemudian setiap peserta dapat mendiseminasikan kepada 10 orang lainnya dari MTsN di masing-masing wilayahnya, maka akan terdapat sebanyak 420 orang yang memahami secara teknis tentang penatausahaan asset pemerintah.
Maka jadilah agen untuk kebaikan ini karena kita semua yakin bahwa apa yang baik yang kita lakukan pastilah akan mendapatkan pahala dari Allah swt.
Wallahu a’lam bi al shawab.
