• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

GURU HARUS MEMAHAMI MEDIA AUDIO VISUAL

GURU HARUS MEMAHAMI MEDIA AUDIO VISUAL
Guru tidak hanya dituntut untuk memahami bahan ajar bagi anak didiknya, akan tetapi juga harus memahami dan bisa menggunakan media mutakhir di dalam proses pembelajaran. Guru sesungguhnya harus memiliki kemampuan yang baik di tengah perubahan sosial yang terus terjadi.
Di dalam acara yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha, tanggal 28 September 2016, saya sampaikan bahwa keberadaan guru yang bisa memahami kurikulum yang baik, bisa menggunakan media dan metode yang tepat dan memahami mengenai kapasitas siswanya dengan baik, maka akan memiliki pengaruh yang signifikan bagi perubahan kognisi, afeksi dan psikhomotorik siswa.
Acara ini dihadiri oleh kira-kira 180 guru Sekolah Minggu Buddha (SMB) seluruh Indonesia, juga dihadiri oleh Sesdirjen Bimas Buddha, dan seluruh jajaran pejabat eselon III dan IV Ditjen Bimas Buddha. Acara yang menarik ini diselenggarakan di Hotel Novotel Tangerang. Acara ini tentu saya apresiasi sebab berdasarkan temanya “Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Agama Buddha melalui penerapan media Animasi Audio Visual dapat meningkatkan kualitas program pembelajaran”.
Pada kesempatan ini, saya sampaikan tiga hal utama, yang saya kira menjadi penting untuk didiskusikan terutama oleh para guru Agama Buddha, yang sedang melakukan bimtek ini. Pertama, pendidikan merupakan investasi yang paling andal bagi peningkatan kualitas SDM. Pendidikan sesungguhnya bisa menjadi andalan di dalam mempercepat peningkatan SDM. Pendidikan merupakan instrument yang menentukan terhadap peningkatan kualitas SDM Indonesia di dalam alam kompetisi yang semakin kuat.
Investasi yang utama menurut saya bukanlah investasi materi, seperti kekayaan atau ekonomi, akan tetapi investasi yang paling utama adalah pendidikan. Jika pendidikan seseorang baik, maka potensi untuk menghasilkan ekonomi dan materi akan sangat terbuka, akan tetapi dengan hanya menguasai materi atau ekonomi saja maka potensi untuk hilangnya kekuatan ekonomi dan materi akan sangat besar peluangnya. Oleh karena itu, jika kita memiliki SDM yang andal maka dipastikan akan bisa menghasilkan tingkat ekonomi yang lebih baik.
SDM yang baik juga tidak hanya cerdas dan kompetitif, akan tetapi juga harus bermental dan bermoral yang baik. Makanya, seluruh pendidikan di Kementerian Agama didesain sebagai pendidikan berbasis agama. Pendidikan umum berciri khas agama. Salah satu kekuatan pendidikan di bawah Kemenag adalah pada ciri khas keagamaannya. Makanya, tidak ada keraguan bahwa pendidikan ke depan yang kiranya akan relevan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat adalah pendidikan yang berkualitas andal karena kekuatan ilmu umumnya dan didasari oleh pendidikan agama yang unggul. Jadi kita semua bisa berbangga sebab memiliki ciri khas pendidikan yang luar biasa ini.
Kedua, pendidikan merupakan suatu proses yang sistemik. Yaitu terdiri atas subsistem: Guru, murid, kurikulum, metode pembelajaran, media pembelajaran dan efek pembelajaran. Dengan demikian pendidikan adalah proses transformasi bahan pembelajaran (kurikulum) kepada para siswa melalui metode dan media pembelajaran yang relevan untuk menghasilkan perubahan kognisi, afeksi dan psikhomotorik. Saya ingin menyoroti persoalan kurikulum selain media pendidikan. Kurikulum itu bagi saya harus memiliki cakupan tiga hal mendasar, yaitu: visioner, idealistis dan berdaya guna. Kurikulum harus visioner, sebab pendidikan itu akan mencetak anak-anak untuk menjadi orang dewasa yang hebat sekian tahun yang akan datang. Janganlah membuat kurikulum pendidikan yang cakupannya visinya hanya untuk beberapa tahun, akan tetapi harus menatap masa depan yang lebih luas. Jadi harus dipikirkan berdasar kurikulum itu untuk 30-40 tahun ke depan.
Jadi ketika kita mengajar sekarang, misalnya di pendidikan dasar dan menengah, maka yang harus dipikirkan adalah bagaimana para siswa itu akan hidup 30-40 tahun yang akan datang. Dan cakupan kurikulum itu harus mencetak anak-anak yang ke depan akan menjadi lebih baik dibandingkan dengan generasi sekarang.
Lalu, juga idealistis artinya bahwa kurikulum itu berisi hal-hal ideal, sebagai gambaran bagaimana para siswa akan hidup pada zamannya. Mereka akan hidup bukan pada zaman gurunya akan tetapi akan hidup di suatu era yang tingkat kompetensi dan kompetisinya makin kompleks. Makanya, kurukulum itu harus ideal atau berisi hal-hal yang unggul di era yang akan datang. Kemudian yang tidak kalah penting tentu kurikulum juga harus berdaya guna untuk mengantarkan siswa memiliki kompetensi dan kompetisi di masa yang akan datang. Kompetisi dan kompetensi saja tidak cukup sebab mereka harus bersaing dengan moralitas dan mentalitas yang baik, maka basis agama menjadi penting bagi para siswa tersebut.
Ketiga, media pembelajaran juga harus unggul. Ada tiga jenis media pembelajaran yang kita kenal, yaitu: media audio, visual dan audio visual. Masing-masing tentu memiliki potensinya sendiri untuk memengaruhi para siswa. Secara sederhana, kira-kira media audio memiliki kekuatan 30 persen, sementara visual memiliki kekuatan pengaruh 40 persen. Dengan menggunakan keduanya, maka pengaruhnya makin besar kira-kira mencapai 70 persen. Makanya menggunakan media audio visual lalu menjadi pilihan untuk digunakan di dalam dunia pendidikan.
Yang sesungguhnya diperlukan adalah ahli animasi. Terus terang harus dipahami bahwa animasi dari Barat dan India sangat bagus. Rasanya kita kalah dalam hal kreativitas animasi ini. Kita harus mencetak banyak ahli animator agar kualitas kreatif animasi kita semakin bagus. Hal ini tentu disadari bahwa pendidikan sebagai sarana untuk mengembangkan daya nalar, sikap dan perilaku anak didik akan bisa dipengaruhi lebih besar dengan kreativitas animasi. Jadi lembaga pendidikan haruslah mulai mengembangkan media animasi audio visual sebagai alternative untuk mengembangkan media pendidikan.
Ke depan saya kira tugas yang harus dilakukan oleh para aktivis pendidikan adalah bagaimana terus berupaya agar dunia pendidikan terus berkembang baik dari sisi gurunya, kurikulumnya, media dan metode pendidikannya, sehingga impact pendidikan akan lebih baik.
Wallahu a’lam bi al shawab.

APARAT SIPIL NEGARA SEBAGAI PENJAGA KEBANGSAAN

APARAT SIPIL NEGARA SEBAGAI PENJAGA KEBANGSAAN
Saya memperoleh kesempatan untuk memberikan ceramah dan pengarahan pada acara “Sosialisasi Rekruitmen ASN Pada Kementerian Agama tahun 2016. Acara ini diselenggarakan oleh Biro Kepegawaian Kemenag. Acara dihadiri oleh Kepala Biro Kepegawaian, Ahmadi, Ketua panitia, Harjo Suwito, dan segenap jajaran pejabat eselon III dan IV Biro Kepegawaian, seluruh kabag Kepegawaian PTKN, Kabag Kepegawaian Kakanwil Kemenag se Indonesia. Acara digelar di Hotel Hotel Santika, Bekasi.
Acara ini disiapkan di dalam kerangka untuk memberikan pendalaman bagi kepentingan rekruitmen CPNS Kementerian Agama tahun 2016. Acara sosialisasi dianggap penting sebab melalui acara ini akan dijelaskan secara mendalam tentang mekanisme penerimaan CPNS tahun 2016. Meskipun untuk urusan CPNS itu sudah setiap tahun dilakukan, akan tetapi tetap saja diperlukan pembahasan sebab selalu ada hal baru yang penting untuk disepahami bersama-sama.
Di dalam acara ini, saya menyampaikan tiga hal yang saya anggap penting, yaitu: pertama, tentang peluang untuk menjadi CPNS tahun 2016. Sebagaimana yang sudah diketahui bahwa tahun ini terdapat sebanyak 1.000 formasi CPNS, dengan rincian 500 orang untuk dosen dan 500 orang untuk guru. Dan yang menjadi spesifik bahwa dosen dan guru ini adalah khusus untuk guru dan dosen agama Islam. Berdasarkan penjelasan dari Kementerian PAN dan RB bahwa untuk pengadaan dosen dalam bidang studi umum akan dilakukan oleh Kementerian Ristek dan Dikti, sedangkan untuk dosen agama Islam akan diberikan kewenangan kepada Kemenag. Untuk guru umum dan yang beragama non Islam akan dilakukan rekruitmennya oleh Kabupaten dan Kota.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Kementerian PAN dan RB, maka kewenangan rekruitmen guru dan dosen agama Islam adalah Kemenag. Jadi, sebanyak 1.000 CPNS, hanyalah untuk guru dan dosen agama Islam. Memang, ada kekhawatiran bahwa apakah Kabupaten/kota melakukan rekruitmen CPNS untuk guru agama non Islam dan guru umum untuk pendidikan madrasah. Termasuk juga kekhawatiran apakah Kementerian Ristek dan Dikti juga melakukan pengadaan CPNS untuk dosen umum untuk PTKIN/PTKN. Oleh karena itu, harus dipastikan bahwa Kemendikbud, Kemenristekdikti dan Pemda/Kota memastikan bahwa pengadaan CPNS akan diperuntukkan bagi madrasah/lembaga pendidikan agama lainnya serta PTKN.
Kedua, di dalam rekruitmen CPNS maka akan terdapat beberapa fase, dimulai dengan pendaftaran administrasi, lalu dilakukan pemeriksaan secara rigit terhadap kelengkapan administrasi dan yang lulus tahap administrasi maka bisa melanjutkan dengan test kompetensi, baik Tes Kompetensi Dasar (TKD) lalu tes Kompetensi Bidang (TKB) dan Tes Kompetensi Kepribadian (TKK). TKD dilakukan secara nasional berdasarkan atas system Computer Assisted Test (CAT), sedangkan untuk TKK dan TKB dapat dilakukan oleh instansi setempat yang menyelenggarakannya. Misalnya untuk dosen, maka TKB dan TKK dapat dilakukan oleh team yang ditetapkan oleh Rektor/Ketua STAIN. Sedangkan untuk CPNS di Kanwil Kemenag atau Pusat dapat dilakukan oleh unit yang terkait.
Kita telah memiliki pengalaman terkait dengan CPNS tahun 2014. Ternyata bahwa di dalam rekruitmen CPNS ini tidak semua formasi bisa terisi. Contoh untuk dosen, tahun 2014 diberi formasi sebanyak 1500 orang, akan tetapi yang terisi hanya sebanyak kira-kira 1100 formasi. Hal ini disebabkan banyak peserta ujian CPNS yang tidak bisa memperkirakan alokasi waktu yang disediakan di dalam TKD. Ada banyak yang secara akumulatif lulus sebab nilai yang diperoleh memenuhi angka akumulasi minimal, akan tetapi karena penilaian itu berbasis pada masing-masing unit, maka akhirnya tidak lulus. Sebab yang dijadikan ukuran bukan nilai akumulatifnya, akan tetapi nilai sub TKD.
Ketiga, ASN sesungguhnya adalah agen yang terpilih untuk menegakkan Pancasila sebagai dasar Negara, menegakkan UUD 1945, menegakkan NKRI dan juga keberagaman. Oleh karena itu, harapan saya bahwa ASN Kementeraian Agama adalah orang yang sudah teruji untuk melakukan yang terbaik untuk bangsa ini. Jangan sampai aparat pemerintah justru menjadi penggerak terhadap ketidakpatuhan dan ketidaksetiaan kepada empat consensus kebangsaan tersebut.
ASN seharusnya menjadi bagian tidak terpisahkan di dalam kerangka untuk menjadikan Indonesia tetap bersatu di dalam panji-panji kebangsaan dengan terus menegakkan terhadap empat pilar kebangsaan yang sekarang disebut sebagai empat consensus kebangsaan ini. Kita tidak ingin negeri yang aman dan damai ini menjadi tercerai berai karena tindakan aparat pemerintah yang memiliki ideology kebangsaan lainnya. Isme-isme dunia tersebut bisa saja dijadikan sebagai bahan diskusi, akan tetapi di dalam praksis kehidupan tentunya harus sungguh-sungguh dihindari. Dan salah satu yang menjadi penyangga terhadap hal ini adalah para ASN.
Di dalam konteks inilah maka ujian terhadap CPNS jangan hanya dilihat dari kemampuan dasar profesionalitas saja, akan tetapi justru penekanan kepada kecintaan kepada kebangsaan yang harus ditegakkan. Hal ini dapat diketahui melalui wawancara untuk memahami yang bersangkutan berkeinginan untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar Negara dan berkeinginan untuk menegakkan NKRI sebagai bahan uji yang penting.
Dengan demikian, seseorang yang akan menjadi ASN benar-benar teruji dari sisi kemampuan profesionalitasnya, kemampuan kepribadiannya, kemampuan sosialnya dan juga kemampuannya untuk menegakkan consensus kebangsaan.
Kita semua ingin bahwa Negara yang diwariskan oleh para founding fathers negeri ini tetap lestari selamanya sehingga mereka tidak menangis disebabkan ketidakmampuan kita untuk melakukan yang terbaik bagi negeri ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.

MENGUATKAN PERAN PIMPINAN PTKIN DALAM KEWIRAUSAHAAN

MENGUATKAN PERAN PIMPINAN PTKIN DALAM KEWIRAUSAHAAN
Saya ingin menulis sedikit lagi terkait dengan upaya PTKIN untuk meningkatkan sumber pendanaannya. Sekarang eranya memang mengembangkan pendidikan berbasis kewirausahaan. Jadi, tidak ada lagi alasan bagi para pimpinan PTKIN untuk mengelak dari kenyataan ini.
Sebagai orang yang banyak bergaul dengan pimpinan PTKIN, maka sesungguhnya saya tahu tentang kualitas para pimpinan PTKIN meskipun pengetahuan tersebut tentu parsial. Saya memiliki seperangkat pengetahuan tentang mereka ini. Bahkan saya juga tahu tentang apa yang dilakukan terkait dengan upaya untuk mengembangkan PTKIN tersebut di masa yang akan datang.
Saya mengenal beberapa rector yang memiliki talenta sangat bagus untuk mengembangkan lembaga pendidikannya. Ada upaya-upaya yang sangat riil tentang bagaimana wajah dan performa lembaga pendidikan yang dipimpinnya itu terus berkembang. Jika saya berkunjung ke sebuah PTKIN, maka saya segera tahu bahwa ada denyut nadi yang terus bergerak untuk berkembang. Misalnya keinginan berubah menjadi institusi yang lebih luas atau memiliki wider mandate di dalam kelembagaan dan program studinya, dan juga ada yang memiliki visi untuk mengembangkan lembaga pendidikannya secara fisikal berbasis pada donasi luar negeri.
Kala saya berkunjung ke UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, maka saya juga melihat bagaimana lembaga pendidikan ini terus bergerak maju untuk meraih prestasi yang lebih tinggi. Di saat saya berkunjung ke IAIN Lampung yang segera akan berubah menjadi UIN, maka saya juga mengetahui bahwa lembaga pendidikan ini juga terus berbenah untuk meraih kemajuan. Demikian pula di saat saya berkunjung ke UIN Sunan Gunung Jati Bandung, ke UIN Sultan Syarif Kasim, Riau, ke UIN Sunan Ampel Surabaya, ke IAIN Jember, dan sebagainya. Saya melihat tentang upaya-upaya untuk memajukan PTKIN dimaksud.
Jika saya analisis secara kasar, maka sebenarnya kata kunci untuk mengembangkan program terletak pada kegigihan pimpinan PTKIN di dalam kerangka membangun perguruan tingginya. Jika pimpinan PTKIN bisa bekerja sama secara solid di internal kelembagaannya dan juga kekuatan jaringan eksternalnya, maka saya berkeyakinan ke depan akan bisa kita lihat perkembangan lembaga pendidikan dimaksud.
Berdasarkan pengamatan saya, bahwa PTKIN yang memiliki soliditas kelompok sangat kuat, tentu akan lebih mudah untuk mengembangkan kelembagaan pendidikannya dibandingkan dengan PTKIN yang memiliki indikasi konfliktual yang lebih kuat. Saya kira ada pelajaran yang sangat penting bahwa soliditas internal sangat menentukan terhadap performance kemajuan yang diraih oleh PTKIN. Jika soliditas internalnya kuat, maka program akan bisa diarrange sesuai dengan visi yang akan dikembangkannya.
Perkembangan PTKIN sangat ditentukan oleh keberadaan visi dan misi pimpinannya. Jika PTKIN BLU ingin lebih menyejahterakan dunia pendidikan tinggi, maka tentunya diperlukan sensitivitas para pimpinan PTKIN di dalam program kewirausahaan. Keberhasilan di bidang kewirausahaan bagi PTKIN tentu akan mempengaruhi terhadap peningkatan kinerja dan pengembangan akademik.
Saya menggambarkan bahwa untuk membangun sensitivitas pimpinan PTKIN, maka ada dua sisi atau kategori, yaitu sensitivitas berbasis pada kekuatan internal seperti insting kewirausahaan, dan di sisi lain juga sensitivitas yang dibangun berbasis pada pembacaan atau pengalaman di dalam pengembangan kewirausahaan. Saya kira yang lebih banyak adalah pengembangan sensitivitas kewirausahaan berbasis pada pengamatan dan pengalaman. Hal ini tentu disebabkan oleh kemampuan para pimpinan untuk terus membaca tentang berbagai peluang kewirausahaan.
Oleh karena itu, di dalam kerangka untuk membangun sensitivitas kewirausahaan ini, para pimpinan PTKIN harus terus membaca buku atau literature yang terkait dengan kewirausahaan. Ada banyak buku atau majalah yang bisa menjadi instrument untuk mengembangkan sensitivitas itu. Dan para rector tentunya harus terus membaca berbagai bacaan yang terkait dengan pengembangan sensitivitas usaha ini.
Kita harus belajar ke UGM yang telah menjadi PTN-BH dengan kemampuan kewirausahaan yang andal. Diangkatnya direktur pengembangan bisnis di kampus ini dan digaji secara memadai dan diberikan target yang jelas berapa pendapatan yang harus dihasilkan oleh unit usaha ini. Dengan target yang jelas pendapatannya dan performance unit bisnis yang dikembangkannya, maka unit bisnis ini kemudian menjadi bagian penting bagi pengembangan PTKIN.
Kita memang perlu belajar banyak hal, termasuk belajar menjadi pimpinan PTKIN dan juga sekaligus pimpinan bisnis di PTKIN. Dengan demikian, menjadi pimpinan PTKIN tidak hanya membutuhkan kemampuan akademis yang unggul tetapi juga yang menguasai mengenai kewirausahaan di lembaga pendidikannya.
Dengan demikian ke depan harus sungguh dipikirkan bagaimana PTKIN dapat menjadi ajang bagi upaya untuk memperkuat basis anggaran untuk memperkuat potensi pengembangan kelembagaannya. Para pimpinan PTKIN harus terus berupaya agar lembaga pendidikan menjadi yang terbaik.
Wallahu a’lam bi al shawab.

PTKIN BLU DAN UPAYA PENGUATAN ANGGARAN

PTKIN BLU DAN UPAYA PENGUATAN ANGGARAN
Di dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Biro Keuangan dan BMN Sekretariat Jenderal Kementerian Agama, saya mendapatkan peluang untuk membicarakan tentang bagaimana Perguruan Tinggi Islam harus berpikir ke depan, terkait dengan tata kelola keuangan.
Acara ini diselenggarakan di Hotel Aston, Jakarta, 22/09/2016, yang diikuti oleh Para Wakil Rektor II, para Kepala Biro dan juga para pengelola Unit Usaha pada PTKIN Badan Layanan Umum (BLU). Hadir juga Kepala Biro Keuangan dan BMN Setjen Kemenag, Syihabuddin, dan jajarannya.
Saya bertemu dengan para pengambil kebijakan (WR II dan Kepala Biro) PTKIN terkait dengan peningkatan kualitas penganggaran dan juga peningkatan pemasukan dana bagi pergurun tinggi. Itulah sebabnya saya ajak mereka untuk berpikir ke depan, menjelang perubahan manajemen pemerintahan yang berbasis pada kerjasama antara dunia usaha, masyarakat dan pemerintah.
Sebagai satker BLU, maka PTKIN tidak sebagaimana yang dibayangkan sekian tahun yang lalu, bahwa pimpinan PTKIN itu orang yang sangat berwibawa di dalam dunia akademik dan hanya mengenal hal itu, akan tetapi di tengah perubahan satker menjadi PK-BLU dan bahkan PT-BH., maka seorang pimpinan perguruan tinggi harus menjadi seorang entrepreneur. Artinya, seorang pimpinan PT harus juga memiliki talenta pengembangan unit usaha perguruan tinggi.
Pada kesempatan ini, saya memberikan gambaran tentang tiga hal penting untuk menghadapi tantangan perguruan tinggi lima sampai sepuluh tahun ke depan. Pertama, penerapan SMART Governance. Dalam sepuluh tahun ke depan akan terjadi perubahan besar terkait dunia manajerial pemerintahan dan tidak terkecuali tata kelola perguruan tinggi. Terutama di dalam penggandaan anggarannya, maka PT tidak hanya bisa bertumpu pada APBN, akan tetapi harus mengembangkan program pendanaan PT melalui sinergi dengan dunia usaha. Pemerintahan tidak mencukupkan pada good governance akan tetapi harus bergerak ke SMART Governance, yaitu membangun pendanaan pembangunan berbasis pada multi sumber pendanaan, terutama dari dunia usaha. Perguruan tinggi tidak hanya bisa melipatgandakan dana dari berapa jumlah mahasiswa, akan tetapi justru mencari dana dari sumber-sumber lain yang supporting bagi pengembangan pendidikan tinggi.
Itulah sebabnya, lembaga pendidikan tinggi harus melakukan analisis potensi usaha yang riil. Jika kita sudah memiliki Rencana Bisnis Anggaran (RBA), jangan hanya RBA tersebut digunakan untuk memenuhi administrasi satker BLU saja, akan tetapi benar-benar menggambarkan potensi usaha yang akan bisa dilakukan. Pertanyaan saya, apakah sudah pernah dilakukan analisis terhadap realisasi RBA dengan kenyataan empiric dunia usaha yang bida kita raih. Jangan sampai upaya kita untuk merumuskan rencana bisnis itu hanya formalitas dan tidak sesungguhnya bisa dilakukan.
Dengan menjadi BLU berarti kita telah memasuki manajemen kelembagaan yang berbasis kewirausahaan. Semua yang bisa dijadikan sebagai sumber dana maka harus dijadikan sebagai sumber dan potensi pendanaan. Itulah sebabnya, para pimpinan perguruan tinggi harus memaksimalkan upaya untuk memperoleh tambahan anggaran sebanyak-banyak berbasis pada potensi ekonomi yang dimilikinya. Jika potensi itu tidak dimilikinya, maka pimpinan PT harus mengupayakan keberadaannya. Jika potensi itu sudah ada, maka PT harus mengoptimalkan kemanfaatannya. Saya ingin mengambil contoh, UIN Sunan Ampel yang sudah memiliki Hotel Green SA., maka mestinya akan dapat menjadi salah satu sumber pendanaan PT. Jadi jangan sampai potensi tersebut tidak terkelola dengan baik. Jangan sampai justru APBN dipakai untuk biaya perawatan hotel tersebut.
Kedua, pimpinan PTKIN harus peka terhadap dunia entrepreneurship. Di masa lalu, pimpinan PT itu cukup dengan empat syarat. Yaitu: 1) syarat kemampuan akademis unggul. Rector harus memiliki kemampuan akademik yang lebih baik dibanding sejawatnya. Harus unggul dalam riset, penulisan ilmiah dan kematangan akademis dan psikhologis. 2) syarat kemampuan manajerial. Sebagai seorang Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), maka rector harus paham tentang bagaimana mekanisme pengelolaan anggaran dan mengelola program. Dia harus tahu regulasi dasar tentang pengelolaan program dan anggaran agar tidak salah di dalam mengimplementasikannya. 3) syarat kemampuan membangun jejaring. Di tengah dunia jaringan nasional maupun internasional, maka tidak boleh dilupakan bahwa jejaring yang kuat akan menjadi ukuran keberhasilan sebuah PT. 3) Syarat kemampuan bekerja sama internal maupun eksternal. Keberhasilan seorang pimpinan PT akan sangat tergantung pada bagaimana yang bersangkutan dapat membangun soliditas internal dan kekuatan eksternal. Lalu, di era sekarang maka syarat itu harus ditambah satu, yaitu: syarat kemampuan membangun jejaring kewirusahaan. Melalui penerapan satker BLU, maka seorang pimpinan PT harus mampu untuk menggerakkan potensi unit usaha agar menjadi lebih actual. Tanpa berpikir ke arah ini, maka PT tersebut akan ketinggalan di dalam pengelolaan anggaran.
Di era “mewirausahakan kampus” dewasa ini, maka mindset pimpinan, dosen, staf tenaga kependidikan dan mahasiswa harus didorong untuk memasuki lorong entrepreneurship ini. Meskipun tidak seperti Ciputra University yang memang sedari awal didesain menjadi universitas yang menggelorakan semangat kewirausahaan, namun demikian semangat untuk mengembangkan unit usaha harus menjadi pemikiran utamanya.
Ketiga, membikin labeling usaha yang bervariasi berbasis pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Jika kita akan mengembangkan usaha yang “rasanya” tidak atau jauh dari core bisnis pendidikan, maka kaitkan unit usaha tersebut dengan lahan praktikum bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.
Di era semakin semaraknya kehidupan agama, maka masyarakat akan mengambil banyak hal yang berlabel syariah. Makanya, hotel kita harus menjadi hotel syariah, usaha kita harus berlabel syariah, bahkan jika diperlukan harus ada Unit Usaha Penjualan Bahan Bakar (pom bensin) syariah. Semua ini harus dijadikan sebagai area praktikum mahasiswa, sehingga peluang perizinan dan kedekatan dengan core pendidikan akan bisa diraih.
Rasanya, masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendapatan PTKIN dari area bisnis ini. Itulah sebabnya semua civitas academica PTKIN harus mengubah mindset dari academic minded ke academic and entrepreneurship minded.
Wallahu a’lam bi al shawab.

IN MEMORIUM PAK MOHAMMAD MAFTUH BASUNI

IN MEMORIUM PAK MAFTUH BASUNI
Saya mendengar Beliau sakit baru akhir-akhir ini. Sebelumnya memang tidak pernah terdengar beliau sakit hingga harus masuk rumah sakit. Kala beliau dirawat di Rumah Sakit Harapan Kita, saya sempatkan untuk menjenguknya bersama Pak Abdurrahman Mas’ud, sayang waktu itu beliau sudah pulang. Kira-kira saya terlambat satu jam. Beliau pulang dari Rumah Sakit jam 14.00 WIB dan saya datang ke situ jam 15.00 WIB.
Lalu berikutnya saya dengar Beliau berobat ke Malaysia, kurang lebih satu minggu. Akan tetapi karena tidak ada kemajuan yang berarti, maka beliau pulang ke Indonesia dan kemudian dirawat di Rumah Sakit Gatot Subroto. Pada waktu saya menjadi narasumber di Badan Wakaf Indonesia (BWI), Senin, 20/09/2016, saya membicarakan kondisi Beliau dengan Pak Slamet Riyanto dan Pak Junaedi. Dua orang yang menjadi pengurus BWI pusat, anak buah Beliau.
Makanya, hari Selasa, 21/09/2016, jam 16.00 WIB, saya datang ke Rumah Sakit Gatot Subroto sendirian. Sehari sebelumnya Pak Direktur Wakaf, Dr. Suwardi dan beberapa kolega juga datang menjenguknya. Menurut cerita Bu Maftuh, bahwa jam 13.00 WIB Pak SBY, juga datang menjenguknya. Bahkan kemudian saya lihat foto Beliau di WA, Beliau sempat duduk menemani Pak SBY. Nampak sehat.
Pada saat saya menjenguknya, Ibu Maftuh bilang bahwa Bapak sedang diperiksa oleh dokter untuk persiapan ke Jepang. Menurut Beliau bahwa di Jepang ada pemeriksaan dan pengobatan untuk sakit Pak Maftuh. Rupanya memang keluarga sangat menghendaki agar Pak Maftuh segera sehat seperti sedia kala. Makanya sesuai rencana, Beliau akan diterbangkan ke Tokyo hari Kamis malam, 22/09/2016. Sesuai dengan rencana, maka Ibu dan anak-anak juga akan menemaninya ke Tokyo. Semua sudah dipersiapkan termasuk juga pengecekan kesehatan Bapak untuk terbang ke Tokyo yang membutuhkan waktu kira-kira tujuh jam. Rencana itu sudah bulat dan semua sudah siap.
Beliau tidur pada waktu saya masuk ke ruangannya. Beliau nikmat tidurnya meskipun dengan nafas yang agak tersengal. Tiba-tiba beliau terbangun sehingga oleh Ibu saya diminta untuk mendekatinya. Disampaikan oleh ibu kepada Pak Maftuh bahwa saya datang menjenguknya. Saya sangat bergembira sebab beliau masih mengingat saya dan menyapa dengan ucapan “Pak Nur Syam, lama tidak berjumpa”. Setelah itu lalu beliau juga berbicara dengan kerabatnya. Melihat Beliau sakit, maka saya berjanji kepada Ibu akan mendoakannya dengan membacakan Surat Al Fatihah, setelah selesai shalat. Bagi saya Pak Maftuh adalah orang tua dan pimpinan serta teladan kami. Beliaulah yang melantik saya menjadi rector IAIN Sunan Ampel Surabaya, Hari Senin, tanggal 09 Pebruari 2008. Saya dilantik menjadi Rektor IAIN Sunan Ampel untuk periode 2008-2012. Sebuah kebanggaan kala Beliau melantik saya, sebab tentu tidak mudah untuk menjadi Rector IAIN Sunan Ampel kala itu.
Saya memang sudah sering bertemu Pak Maftuh dalam kapasitas Beliau menjadi Menteri Agama dan saya sebagai Pembantu Rektor II IAIN Sunan Ampel. Dan yang saya selalu ingat kala Beliau berkeinginan membenahi penyelenggaraan haji, beliau pernah menyatakan bahwa “akan berjuang mati-matian agar penyelenggaraan ibadah haji tetap berada di bawah Kementerian Agama”.
Begitu kuatnya keinginan Beliau untuk memperbaiki manajemen haji, maka sering kali Beliau dianggap sebagai Menteri Haji daripada Menteri Agama. Beliau memang total betul di dalam upaya memperbaiki penyelenggaraan ibadah haji. Beliau berjuang luar biasa agar penyelenggaraan haji yang selalu mengandung masalah bisa diselesaikan. Makanya, kemudian beliau mencanangkan konsep “first come first serve”. Sebuah konsep yang sangat monumental di tengah carut marut penyelenggaraan ibadah haji. Maklumlah penyelenggaraan ibadah haji dianggap mengandung tindakan koruptif sehingga diperlukan upaya untuk menjernihkannya.
Melalui konsep manajemen haji semacam ini, maka system siskohat yang dijadikan sebagai totok ukur pendaftaran dan pemberangkatan haji menjadi transparan. Siskohat yang sekarang menjadi standarisasi porsi jamaah haji dikembangkan secara lebih memadai pada saat Beliau menjadi Menteri Agama.
Pak Maftuh adalah sosok yang tegas dan berbicara secara to the point. Dia tidak suka berbasa basi apalagi berbicara dengan berpanjang-panjang. Meskipun Beliau bukan sosok militer, tetapi cara berbicara dan berpikirnya menyerupai gaya militer. Terkadang orang bisa segan kala berbicara dengan Beliau. Pola keseharian seperti itu, kiranya dipengaruhi oleh tempat kerja Beliau sebelumnya yaitu sebagai Kepala Rumah Tangga Presiden. Pastilah bahwa di tempat seperti ini, segala sesuatunya harus by procedures.
Menurut saya, beliaulah orang yang meletakkan dasar perubahan manajemen perhajian dimaksud. Melalui tangan beliau penyelenggaraan ibadah haji diperbaharui berdasarkan atas mengalamannya menjadi Duta Desar Indonesia di Arab Saudi yang tentu setiap tahun bergelut dengan persoalam haji. Manajemen transportasi, catering, pemondokan dan sebagainya dibenahi sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan manajerial yang dilalui selama bertahun-tahun mengamati dan mengalami peristiwa haji.
Di masa akhir hidupnya, juga tidak lepas dari dunia pengabdian kepada masyarakat dan Negara. Beliau didaulat menjadi Ketua Badan Wakaf Indonesia. Melalui BWI inilah saya berkesempatan untuk beberapa kali bertemu dengan Beliau. Hal ini tentu terkait dengan jabatan saya di BWI sebagai Ketua Dewan Penasehat. Berat rasanya menjadi Dewan Penasehat, sementara Ketua Eksekutifnya adalah Pak Maftuh. Tetapi hal ini harus dilakukan, sehingga dalam beberapa kali saya sempat bertemu dan berdiskusi tentang BWI.
Ba’da Magrib, Farid telepon saya bahwa Pak Maftuh telah tiada. Dan sejenak kemudian Pak Menteri Agama, Pak Lukman Hakim Saifuddin juga menelpon saya, beliau menyatakan “agar Kementerian Agama mensupport dan melayani kepergian Beliau secara maksimal.” Bergegas saya datang ke Rumah Sakit Gatot Subroto dan menemui keluarganya, Ibu dan putra-putri Beliau.
Saya sampaikan bahwa saya diperintah Pak Menteri Agama agar terlibat di dalam mengurus jenazahnya. Keluarga menyatakan sependapat, sehingga Farid yang juga ikut bersama saya, lalu saya minta untuk menghubungi ambulan yang nanti akan dipakai untuk memulangkan jenazahnya ke Rumah duka. Saya diskusikan berbagai kesiapan untuk memulangkannya dan juga penguburannya.
Pak Iwan dari Setneg juga hadir. Dengan beliau saya diskusikan tentang bagaimana memandikannya, menyolatkannya, menguburkannya dan menempati makam mana sesuai dengan keinginan pak Maftuh. Karena beliau meminta dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, sesuai dengan persyaratan yang memang dimilikinya, maka diputuskan untuk dimakamkan di sana. Sebagai penerima Penghargaan Tertinggi Putra Bangsa, Satya Lencana Adi Pradana, dan juga pernah memperoleh kepangkatan Angkatan Darat, maka Beliau memang berhak untuk disemayamkan di TMP Kalibata.
Saya antarkan jenazahnya dengan Prof. Nasaruddin Umar sampai ke rumahnya. Baru pertama kali juga saya naik ambulan jenazah. Saya tidak tahu apakah Pak Nasar juga melakukannya sebagai pengalaman pertama. Saya merasa bersyukur karena bisa melayani Beliau di saat terakhir kehidupannya. Dan yang juga menggembirakan, karena Pak Lukman Hakim Saifuddin, juga menyampaikan ucapan terima kasih atas upaya saya untuk melayani Pak Maftuh.
Di dalam usianya yang ke 77, Pak Maftuh harus menghadap Tuhan sebagai hambanya. Wajahnya yang teduh di kala meninggal tentu memberikan indikasi bagi kita yang hidup jika Beliau sudah mengikhlaskan untuk kelanjutan kehidupan barunya. Pak Maftuh, selamat jalan, saya yakin Bapak Khusnul Khatimah.
Wallahu a’lam bi al shawab.